Anda di halaman 1dari 17

SUMBER DAYA ALAM TERBARUKAN: PERIKANAN

MATA KULIAH EKONOMI SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

Dosen Pengampu : Prof. Dr. I Wayan Gede Supartha, SE., S.U.

Oleh: Kelompok 7

Anak Agung Istri Dwi Saraswati (1506105050)


Shita Devani (1506105051)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA


PROGRAM REGULER
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Adapun
tujuan umum dari penulisan ini adalah agar mahasiswa mendapatkan bekal dasar mata kuliah
yang dapat menunjang dalam penulisan paper nantinya.

Dalam penyelesaian paper ini, penulis mendapatkan bayangan mengenai materi dari
Satuan Acara Perkuliahan (SAP) yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah, dan
disamping itu penulis mencari dan mendapatkan bahan-bahan dari buku yang telah
direferensikan.

Paper ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk membuat paper selanjutnya. Kami
menyadari paper ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu sangat diperlukan kritik
dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun untuk dijadikan pelajaran
kedepannya. Berbagai kesalahan dalam penulisan ini, baik disengaja ataupun tidak disengaja
mohon dimaafkan. Semoga paper ini bermanfaat bagi para pembaca.

Denpasar, 6 November 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................2
1.3 Tujuan .........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................3
2.1 Pengertian Sumber Daya Perikanan............................................................................3
2.2 Cakupan Sumber Daya Perikanan di Indonesia ..........................................................4
2.3 Sifat Sumber Daya Perikanan ....................................................................................5
2.4 Pengelolaan Sumber Daya Perikanan di Indonesia ....................................................6
BAB III PENUTUP ..............................................................................................................13
3.1 Kesimpulan ...............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lebih dari 2/3 permukaan bumi tertutup oleh samudrea. Ekosistem perairan ini
merupakan sumber dari berbagai macam produk dan jasa yang bermanfaat bagi
manusia dan ekologi bumi. Dari laut manusia dapat menggunakannya untuk perikanan
komersial, perikanan rekreasi (termasuk ikan hias untuk akuarium), wisata bahari, jasa
transportasi, pengendalian atmosfer bumi dan iklim, serta sebagai sumber
pertambangan dan juga sumber energi. Permukaan laut yang luas menyimpan energi
yang luar biasa besarnya dalam sistem ekologi bumi.

Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar, manakala dilihat dari
sisi luasnya perairan lautan, letak geografis wilayah maupun panjang garis pantai.
Sebagai negara kepulauan, hampir dua pertiga wilayahnya adalah lautan. Luas lautnya
sekitar 3.1 juta km2 yang terdiri dari perairan laut nusantara 2,8 juta km2 dan perairan
laut teritorial 0,3 km2. Bila ditambah dengan perairan Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI), maka secara keseluruhan luas perairan laut Indonesia adalah 5,8 juta
km2. Sementara itu, garis pantai yang dimiliki Indonesia mencapai 81.800 km. Garis
pantai ini termasuk salah satu garis pantai yang paling panjang di dunia (Nazaruddin
2001). Perairan yang berada di bawah kedaulatan dan yurisdiksi NKRI dan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia merupakan berkah untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya
bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional pengelolaan sumber daya


ikan (SDI) perlu dilaksanakan sebaik-baiknya berdasarkan keadilan dan pemerataan
dalam pemanfaatannya dengan mengutamakan perluasan kesempatan kerja dan
peningkatan taraf hidup bagi nelayan, pembudidayaan ikan, dan/ atau pihak-pihak yang
terkait dengan kegiatan perikanan, serta terbinanya pelestarian SDI dan lingkungannya.

Kegiatan pokok dari usaha perikanan berawal dari usaha penggalian sumber
hayati perikanan, yang selanjutnya menimbulkan berbagai usaha yang menunjang
usaha-usaha lanjutan. Adapun akibat yang timbul tidak saja menyangkut aspek teknis
biologis, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, hukum, keamanan, dan ketertiban
masyarakat yang semuanya memerlukan pengendalian agar tercapai satu keseimbangan

1
dalam rangka mencapai tujuan pokok dari pembangunan perikanan tersebut. Subsektor
perikanan di Indonesia memberikan harapan untuk menjamin kehidupan yang lebih
baik di masa kini dan masa yang akan datang, apabila dikelola dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang dapat ditarik dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah pengertian sumber daya perikanan?


2. Bagaimana cakupan sumber daya perikanan di Indonesia?
3. Bagaimana sifat sumber daya perikanan?
4. Bagaimana pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan ini adalah untuk


menjawab permasalahan yang ada :

1. Untuk mengetahui pengertian sumber daya perikanan


2. Untuk mengetahui cakupan sumber daya perikanan di Indonesia
3. Untuk mengetahui sifat sumber daya perikanan
4. Untuk mengetahui pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perikanan

UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pada Pasal 1 menyatakan bahwa


yang dimaksud dengan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari periode
sebelum produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan
dalam satu sistem bisnis perikanan. Ketentuan dalam UU tersebut mengandung
terminologi, yaitu:

1. Pengelolaan dan pemanfaatan


2. Sumber daya ikan

Pengelolaan dan pemanfaatan perikanan adalah satu proses yang terintegrasi


mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan
keputusan, alokasi sumber dan implementasinya dalam upaya menjamin kelangsungan
produktivitas serta pencapaian tujuan pengelolaan atau pemanfaatannya.
Yang dimaksud dengan ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau
sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Sedangkan sumber
daya ikan adalah potensi semua jenis ikan. Jenis ikan dalam satu sistem bisnis
perikanan di Indonesia dibedakan menjadi: untuk konsumsi, dan untuk non konsumsi.
Selanjutnya Sumber Daya Ikan (SDI) untuk konsumsi dibedakan menjadi tujuh
kelompok, yaitu:
1. SDI Pelagis Besar: tuna besar, tuna mata besar, tuna sirip biru, tuna ekor panjang,
jenis ikan pedang, jenis tuna kecil seperti cakalang, dan jenis ikan tongkol seperti
ikan cucut.
2. SDI Pelagis Kecil: ikan layang, teru lemuru, tembang, kembung, ikan terbang dan
lain-lain.
3. SDI Demersal: kakap merah, mayuny, gerot-gerot, kurisi, beloso, kunciran, layur,
pepetek, dan bawal putih.
4. SDI Udang Peneid dan jenis krustasea lainnya: udang putih, udang jerbung, udang
windu, udang bago, udang dogol, udang api-api, jenis udang karang, jenis kepiting
bakau, dan jenis rajungan.

3
5. SDI Karang Konsumsi: ikan ekor kuning, pisang-pisang, kerapu, sunu, kerapu
tikus, kakak, dan baronang.
6. SDI lobster, termasuk berbagai jenis udang dan lobster.
7. SDI cumi-cumi: jenis loligo edulis dan jenis cumi lainnya.

Sedangkan SDI non konsumsi dibedakan menjadi dua, yaitu:


1. SDI Hias: Indonesia memiliki lebih kurang 253 jenis ikan hias laut, di antaranya
famili Romacanthidae, famili Labridae, famili Acanthuridae, dan famili
Scorpaenidae.
2. SDI benih alam komersial: kakap putih, kerapu, bandeng, baronang, dan udang.
2.2 Cakupan Sumber Daya Perikanan Indonesia

Status dan kedudukan wilayah perairan Indonesia bagi Indonesia sebagai negara
kepulauan sangat penting untuk dipahami, dan implikasinya terhadap pengelolaan dan
pemanfaatan potensi perikanan. Persoalannya kemudian, apakah wilayah perairan
Indonesia itu sekaligus menjadi wilayah perikanan Indonesia? Dalam pandangan
hukum ternyata wilayah Perairan Indonesia tidaklah sekaligus berarti sebagai Wilayah
Perikanan Indonesia. Pasal 2 Undang-Undang No. 9 Tahun 1996 Tentang Perikanan
menyebutkan wilayah Perikanan Indonesia meliputi: perairan, sungai, danau, waduk,
rawa, dan genangan air lainnya di dalam wilayah Republik Indonesia, dan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Sementara itu Pasal 3 UU No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia


menyebutkan wilayah Perairan Indonesia sebagai berikut:

1. Wilayah Perairan Indonesia meliputi laut teritorial Indonesia, yaitu jalur laut selebar
12 (dua belas) mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia.
2. Perairan kepulauan, yakni semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis
pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman atau jaraknya dari
pantai.
3. Perairan pedalaman, yaitu semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air
rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk ke dalamnya semua bagian dari
perairan yang terletak pada sisi darat dari satu garis penutup.

4
Mempertemukan rumusan peraturan perundang-undangan terhadap Wilayah
Perairan Indonesia dan Wilayah Perikanan Indonesia dapat ditarik garis pembeda yang
jelas yaitu, bahwa wilayah perairan Indonesia hanyalah satu bagian dari Wilayah
Perikanan Indonesia. Wilayah perikanan Indonesia berdasarkan ketentuan hukum, lebih
luas dari pada wilayah perairan Indonesia. Wilayah Perairan Indonesia hanya 12 mil
laut, sedangkan Wilayah perikanan Indonesia mencapai 200 mil laut—sejalan dengan
ZEE Indonesia.
Dengan masuknya ZEE Indonesia ke dalam wilayah perikanan Indonesia, ia
sekaligus melahirkan adanya hak dan kewajiban Indonesia di dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya ikan di ZEE dan di Perairan Indonesia. Seperti diketahui
keberadaan dan fungsi ZEEI dalam perspektif hukum laut pada hakikatnya tidak sama,
sekalipun ia sama-sama merupakan wilayah perikanan.
2.3 Sifat Sumber Daya Perikanan

Pertanyaan yang relevan untuk memahami lebih dalam mengenai sifat SDI
adalah mengenai siapa pemiliknya. Siapakah yang memiliki SDI di laut, di selat, di
samudra lepas, di sungai, di danau dan sebagainya. Mungkin anda sampai jawaban
pemerintah. Benarkah di Indonesia pemerintah memiliki perikanan di Indonesia?
Ataukah pemerintah hanya menguasai? Pertanyaan lain yang lebih serupa adalah
siapakah yang memiliki udara atau bersih di Denpasar, misalnya? Mungkin anda
menjawab milik umum atau malah tidak ada yang memiliki. Dalam hal ini berlaku
istilah "Everyone's property is no one's property" atau "no one's property is every one's
property."

Dalam keadaan tidak ada kepemilikan terhadap satu sumber daya seperti SDI ini
akan terjadi saling berebut dalam pemanfaatannya. Sebagai contoh, di satu sungai
misalnya terdapat SDI yang cukup banyak. Seorang yang memancing ikan di tempat itu
tidak mempunyai kewenangan untuk melarang orang lain untuk ikut memancing di
tempat itu, bahkan dia tidak bisa melarang orang lain untuk menggunakan berbagai cara
penangkapan ikan (seperti jala). Jadi cara pengambilan ikan bisa tidak terbatas.
Akibatnya seorang mungkin memperoleh ikan yang banyak dan orang lain sedikit atau
tidak dapat ikan sama sekali, timbul eksternalitas negatif terhadap beberapa pemancing.
Tidak ada seorang pun yang secara sukarela memelihara sumber daya yang demikian
itu, sehingga akan terjadi inefisiensi dan pemborosan pemakaian sumber daya tersebut.

5
Dalam keadaan di mana tidak ada kepemilikan terhadap satu sumber daya, maka
dikatakan bahwa sumber daya itu milik umum, atau dengan kata lain sebagai sumber
daya publik, atau secara umum dikatakan barang publik. Barang publik telah
dibicarakan pada Bab 3 di depan dan merupakan salah satu bentuk dari kegagalan
pasar. Akan terjadi pemborosan pemakaiannya (karena adanya penunggang bebas),
terjadi eksternalitas negatif dalam pengelolaannya sehingga diperlukan campur tangan
pemerintah. Perlu diingat bahwa istilah barang publik ini dilawankan dengan barang
privat dan bukan berarti barang yang disediakan oleh pemerintah.

2.4 Pengelolaan Sumber Daya Perikanan di Indonesia

Sebagaimana diketahui bahwa sumberdaya perikanan adalah sumberdaya yang


dapat pulih (renewable) yang berarti bahwa apabila tidak terganggu, maka secara alami
kehidupan akan terjaga keseimbangannya, dan akan sia-sia bila tidak dimanfaatkan.
Apabila pemanfaatannya tidak seimbang dengan daya pulihnya maka sumberdaya
tersebut dapat terdegradasi dan terancam kelestariannya, yang sering dikenal sebagai
tangkap berlebih (overfishing). Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kondisi
tangkap lebih maka perlu adanya pengelolaan sumberdaya perikanan.

Pasal 1 dalam UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan memberikan definisi


mengenai pengelolaan sumber daya ikan sebagai semua upaya, termasuk semua proses
yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,
pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan
hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh
pemerintah atau otoritas lain diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas
sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.

Dari bunyi pasal tersebut sebenarnya sudah terkandung makna pengelolaan


berkelanjutan. Dalam pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan tidak
melarang aktivitas penangkapan yang bersifat ekonomi/ komersial, tetapi menganjurkan
dengan persyaratan bahwa tingkat pemanfaatan tidak melampaui daya dukung
(carrying capacity) lingkungan perairan atau kemampuan pulih sumber daya ikan (atau
istilahnya MSY = maximum sustainable yield). Sehingga generasi mendatang tetap
memiliki aset sumber daya alam (SDA) yang sama atau lebih banyak dari generasi saat
ini. Pengelolaan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut dapat mencapai tiga
tujuan pembangunan berkelanjutan, yakni berkelanjutan secara ekologis, sosial dan

6
ekonomi (Bengen 2005 seperti pada Malawa 2006).

Berkelanjutan secara ekologi berarti bahwa kegiatan pengelolaan SDI dimaksud


harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung
lingkungan, dan konservasi SDI termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity)
sehingga pemanfaatan SDI dapat berkesinambungan. Berkelanjutan secara sosial
mensyaratkan bahwa kegiatan pengelolaan ikan hendaknya dapat menciptakan
pemerataan hasil, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan
masyarakat, identitas sosial dan pengembangan kelembagaan. Sedangkan berkelanjutan
secara ekonomi berarti bahwa kegiatan pengelolaan SDI harus dapat membuahkan
pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital dan penggunaan SDI serta investasi secara
efisien.

2.4.1 Pendekatan Pengelolaan Perikanan

Salah satu pertanyaan mendasar dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah


bagaimana memanfaatkan sumberdaya tersebut sehingga menghasilkan manfaat
ekonomi yang tinggi bagi pengguna, namun kelestariannya tetap terjaga.

Dalam menentukan stok sumberdaya ikan di perairan Indonesia, dipergunakan


beberapa metoda sesuai dengan jenis dan sifat sumberdaya ikan. Dalam kaitan ini
terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan didalam mengelola sumberdaya
perikanan, agar tujuan pengelolaan dapat tercapai.Pendekatan dimaksud sebagaimana
dikemukakan oleh Gulland dalam Widodo & Nurhudah (1985) adalah sebagai berikut :

1) Pengaturan Musim Penangkapan Ikan (MPI)

Manajemen sumberdaya perikanan melalui pendekatan penutupan musim penangkapan,


memerlukan dukungan semua lapisan masyarakat khususnya masyarakat nelayan
sebagai pemanfaat sumberdaya untuk memiliki rasa kepedulian dan disiplin yang tinggi
dalam pelaksanaan peraturan perundang-undanganyang ada. Sebagaimana dikatakan
Nikijuluw (2002), bahwa penutupan musim penangkapan merupakan pendekatan
manajemen yang umumnya dilakukan di negara yang sistem penegakan hukumnya
sudah maju.

Beddington dan Retting (1983) mengatakan, paling tidak ada dua bentuk penutupan
musim penangkapan ikan. Pertama, menutup musim penangkapan ikan pada waktu

7
tertentu untuk memungkinkan ikan dapat memijah dan berkembang. Contoh dari
bentuk ini adalah penangkapan ikan teri (anchovy) di Peru yang biasanya menutup
kegiatan penangkapan pada awal tahun ketika juvenil dan ikan berukuran kecil sangat
banyak di perairan. Kedua, penutupan kegiatan penangkapan ikan karena sumberdaya
ikan telah mengalami degradasi, dan ikan yang ditangkap semakin sedikit.

2) Penutupan Daerah Penangkapan Ikan

Pendekatan penutupan daerah penangkapan ikan berarti menghentikan kegiatan


penangkapan ikan disuatu perairan pada musim tertentu atau secara permanen.
Pendekatan ini dilakukan seiring dengan penutupan musim penangkapan. Penutupan
daerah penangkapan dalam jangka panjang biasanya dilakukan dengan usaha-usaha
konservasi jenis ikan tertentu yang memang dalam status terancam kepunahan. Hal ini
juga dilakukan secara permanen atau sementara untuk menutup kegiatan penangkapan
ikan di daerah tempat ikan berpijah (spawning ground) atau daerah asuhan (nursery
ground).

3) Selektifitas Alat Tangkap

Pendekatan manajemen sumberdaya perikanan ini dilaksanakan melalui penggunaan


alat penangkapan ikan yang tinggi selektifitasnya. Beberapa contoh pendekatan ini
adalah pembatasan minimum terhadap ukuran mata jaring (mesh size), pembatasan
minimum ukuran mata pancing, serta pembatasan ukuran mulut perangkappada kondisi
terbuka. Masalah utama yang dihadapi dalam penerapan kebijakan ini adalah tingginya
biaya pelaksanaan, pengawasan, pemantauanatau pengendalian. Disamping itu juga
diperlukan adanya personil perikanan yang memiliki kemampuan teknis dalam
bertindak cepat di lapangan untuk menentukan jenis dan skala alat tangkap yang
digunakan.

4) Pelarangan Alat Tangkap

Pelarangan jenis alat tangkap tertentu dapat dilakukan secara permanen atau sementara
waktu, yang dilakukan untuk melindungi sumberdaya ikan dari penggunaan alat
tangkap yang merusak atau destruktif, atau pertimbangan lain yang bertujuan
untukmelindungi nelayan kecil/tradisional. Cara-cara penangkapan ikan yang dewasa
ini sudah lazim dilarang adalah penangkapan ikan dengan menggunakan racun dan
bahan peledak.

8
5) Kuota Penangkapan Ikan

Kuota penangkapan ikan adalah salah satu cara pendekatan dalam manajemen
sumberdaya perikanan, yaitu pola manajemen rasionalisasi yang dicapai melalui
pemberian hak kepada industri atau perusahaan perikanan untuk menangkapikan
sejumlah tertentu dalam suatu perairan.

6) Pengendalian Upaya Penangkapan Ikan

Pengendalian upaya penangkapan adalah salah satu pendekatan pengelolaan


sumberdaya perikanan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil tangkapan, kinerja
ekonomi industri perikanan melalui pengurangan upaya atau kapasitas penangkapan
ikan yang berlebihan. Pendekatan lain yang dapat dilakukan dalam mengendalikan
upaya penangkapan ikan adalah penentuan jumlah unit penangkapan ikan yang
diperbolehkan melalui pengaturan perijinan.

2.4.2 Tujuan dan Konsep Pengelolaan Perikanan

Tujuan pengelolaan seperti dikemukakan diatas adalah pemanfaatan dalam


jangka panjang atas sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. Untuk mewujudkan
tujuan ini diperlukan pendekatan proaktif dan berusaha secara aktif menemukan cara
untuk mengoptimalkan keuntungan ekonomi dan social dari sumberdaya yang tersedia.

1) Maximum Sustainable Yield (MSY)

Dari aspek ekologi dan ekonomi Maximum Sustainable Yield (MSY) secara
teoritis memiliki pengertian sebagai jumlah tangkapan ikan (predator) terbesar yang
dapat diambil dari persediaan suatu jenis ikan (prey) dalam jangka waktu yang tak
terbatas. Konsep Maximum Sustainable Yield (MSY), bertujuan untuk mempertahankan
ukuran populasi ikan pada titik maksimum yaitu saat tingkat pertumbuhan ikan yang
maksimum (tingkat tangkapan maksimum yang memberikan manfaat bersih ekonomi
atau keuntungan bagi masyarakat), dengan memanen individu dan menambahkannya ke
dalam populasi ini memungkinkan populasi tersebut tetap produktif .

Asumsi kunci dari model panen lestari pada Maximum Sustainable Yield (MSY)
adalah populasi organisme tumbuh dan menggantikan diri sendiri, dalam pengertian
populasi organism tersebut merupakan sumberdaya yang terbarukan. Selain itu

9
diasumsikan bahwa tingkat pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup dan tingkat
reproduksi akan meningkat ketika pemanenan mengurangi kepadatan, sehingga akan
menghasilkan surplus biomassa yang dapat dipanen. Jika tidak, maka pemanenan lestari
tidak memungkinkan.

Berdasarkan gagasan utama, konsep tangkapan lestari atau Maximum


Sustainability Yield (MSY), bertujuan untuk mempertahankan ukuran populasi pada
titik maksimum dimana tingkat pertumbuhan dengan pemanenan yang biasanya akan
ditambahkan ke dalam populasi, dan memungkinkan populasi tersebut menjadi
produktif selamanya.

Namun, konsep MSY tidak lepas dari kritikan para ilmuwan. Kritik terhadap
MSY antara lain adalah:

 Tidak bersifat stabil.


 Didasarkan hanya pada konsep steady state, yaitu pada kondisi keseimbangan.
 Tidak memperhitungkan nilai ekonomi.
 Mengabaikan aspek interdependensi dari sumberdaya.
 Sulit diterapkan pada kondisi perikanan yang memiliki ragam jenis (multispecies).

2) Maximum Economic Yield (MEY)

Konsep kedua, jika tujuan kebijakan adalah untuk pemanfaatan secara ekonomi
(economic benefit), maka laju eksploitasi optimum ditetapkan untuk mencapai MEY
(Maximum Economic Yield), yaitu surplus pendapatan maksimum yang terus menerus
(Total Sustainable Revenues) yang melebihi biaya penangkapan (fishing cost). MEY
(Maximum Economic Yield) merupakan modifikasi dari MSY dengan
memperhitungkan nilai hasil tangkapan dan biaya penangkapan. Perikanan dikatakan
underfishing dalam pengertian ekonomi perlu pengembangan selanjutnya. Demikian
pula halnya perikanan dikatakan overfishing, jika hasil tangkapan aktual tidak
mencapai MEY (Maximum Economic Yield) karena upaya penangkapann yang
berlebihan.

10
3) Optimum Sustainable Yield (OSY)

Istilah Optimum Sustainable Yield (OSY) dimaksudkan sebagai suatu usaha


untuk mempertimbangkan segala keuntungan dan kerugian yang sering digolongkan ke
dalam biologi, ekonomi, hukum (legal), sosial dan politik. Pertimbangan sosial menjadi
salah satu kunci dalam tujuan pengelolaan dengan pendekatan ini. Hal ini dapat
dipahami karena hasil ekonomi yang optimal hanya akan bermakna jika diikuti oleh
keuntungan maksimal secara sosial berupa pengurangan angka pengangguran atau
penyediaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, dan resolusi konflik.

Hasil pengkajian terakhir yang telah dilakukan terhadap sumberdaya ikan


Indonesia, menunjukan bahwa jumlah potensi lestari adalah sebesar 6,409 juta ton
ikan/tahun, dengan tingkat eksploitasi pada tahun terakhir mencapai angka 4,069 juta
ton ikan/tahun (63,49%). Dengan demikian, masih ada cukup peluang untuk
meningkatkan produksi perikanan nasional. Namun demikian, yang perlu diperhatikan
adalah adanya beberapa zone penangkapan yang kondisi sumberdaya ikannya cukup
memprihatinkan dan sudah melampaui potensi lestarinya (over fishing), yaitu di
perairan Selat Malaka dan perairan Laut Jawa. Akan tetapi di kedua perairan tersebut,
terdapat beberapa kelompok ikan (ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil di Selat
Malaka serta ikan demersal di Laut Jawa) yang masih mungkin untuk dikembangkan
eksploitasinya.

Sementara di 7 (tujuh) zone penangkapan lainnya, sekalipun tingkat


pemanfaatan sumberdaya ikannya secara keseluruhan masih berada dibawah potensi
lestari, akan tetapi untuk beberapa kelompok ikan sudah berada pada posisi “over
fishing”. Sebagai contoh, udang dan lobster di perairan Laut Cina Selatan, ikan
demersal; udang dan cumi-cumi di perairan Selat Makasar dan Laut Flores. Oleh karena
itu, pada beberapa perairan yang kondisi pemanfaatan sumberdaya ikannya telah
mendekati dan atau melampaui potensi lestarinya, maka perlu kiranya mendapatkan
perlakuan khusus agar sumberdaya ikan yang ada tidak “collapse”. Informasi yang
berkaitan dengan potensi dan penyebaran sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia,
telah dipublikasikan oleh “Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut”
pada tahun 1998.

11
Dalam publikasi tersebut, wilayah perairan Indonesia dibagi menjadi 9
(sembilan) zone, yaitu :

1) Selat Malaka
2) Laut Cina Selatan
3) Laut Jawa
4) Selatan Makasar dan Laut Flores
5) Laut Banda
6) Laut Seram dan Teluk Tomini
7) Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik
8) Laut Arafura
9) Samudra Hindia

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup tinggi hanya saja


pemanfaatannya tidak merata baik antar kelompok sumberdaya perikanan yang
berbeeda dalam satu wilayah pengelolaan perikanan, maupun antar kelompok
sumberdaya perikanan yang sama dalam wilayah pengelolaan perikanan yang berbeda
sehingga perlu dilakukan upaya-upaya pengelolaan yang sungguh-sungguh sesuai yang
diperintahkan oleh undang-undang nasional dan peraturan-peraturan internasional.

Pengelolaan sumberdaya perikanan yang dilakukan hendaknya berdasarkan azas


manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan
kelestarian yang berkelanjutan.

Pengelolaan sumberdaya perikanan dilaksanakan bertujuan: meningkatkan taraf


hidup nelayan kecil/pembudidaya ikan skala kecil; medorong perluasan kesempatan
kerja, mencapai pemanfaatan sumberdaya perikanan secara optimal; meningkatkan
produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing; meningkatkan ketersediaan dan
konsumsi protein hewani.

Pengelolaan sumberdaya perikanan dapat menjadi efektif dan afisien apabila


melibatkan users dan stakeholders lainnya di dalam proses perencanaan, implementasi,
monitoring, surveillance dan sebagainya.

Model pengelolaan sumberdaya perikanan yang akan dilakukan pada suatu


lingkungan perikanan hendaknya mengacu kepada aspek biologi, aspek fisik, aspek
ekonomi, aspek budaya dan kearifan local.

13
DAFTAR PUSTAKA

Nehen, I Ketut. 2012. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Denpasar:
Udayana Pers
Elis Hertini dan Nurul Gusriani.2013. Maximum Sustainable Yield (MSY) Pada
Perikanan Dengan Struktur Prey-Predator. Bandung: PTNBR – BATAN
Nurhayati, Atikah. 2013. Analisis Potensi Lestari Perikanan Tangkap di Kawasan
Pangandaran. Jawa Barat: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjajaran
https://id.wikipedia.org/wiki/Perikanan#Pengelolaan_sumberdaya_ikan (Diakses pada 6
November 2017)
http://www.bppptegal.com/v1/index.php?option=com_content&view=article&id=223:p
engelolaan-sumberdaya-perikanan-yang-berkelanjutan&catid=44:artikel&Itemid=85
(Diakses pada 6 November 2017)
http://tugas-abah.blogspot.co.id/2016/02/makalah-sumber-daya-perikanan.html
(Diakses pada 6 November 2017)
http://www.alamikan.com/2012/11/mengetahui-msy-maximum-sustainable.html
(Diakses pada 7 November 2017)
http://bioeconomic.blogspot.co.id (Diakses pada 7 November 2017)

14

Anda mungkin juga menyukai