Oleh: Kelompok 7
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Adapun
tujuan umum dari penulisan ini adalah agar mahasiswa mendapatkan bekal dasar mata kuliah
yang dapat menunjang dalam penulisan paper nantinya.
Dalam penyelesaian paper ini, penulis mendapatkan bayangan mengenai materi dari
Satuan Acara Perkuliahan (SAP) yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah, dan
disamping itu penulis mencari dan mendapatkan bahan-bahan dari buku yang telah
direferensikan.
Paper ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk membuat paper selanjutnya. Kami
menyadari paper ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu sangat diperlukan kritik
dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun untuk dijadikan pelajaran
kedepannya. Berbagai kesalahan dalam penulisan ini, baik disengaja ataupun tidak disengaja
mohon dimaafkan. Semoga paper ini bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Lebih dari 2/3 permukaan bumi tertutup oleh samudrea. Ekosistem perairan ini
merupakan sumber dari berbagai macam produk dan jasa yang bermanfaat bagi
manusia dan ekologi bumi. Dari laut manusia dapat menggunakannya untuk perikanan
komersial, perikanan rekreasi (termasuk ikan hias untuk akuarium), wisata bahari, jasa
transportasi, pengendalian atmosfer bumi dan iklim, serta sebagai sumber
pertambangan dan juga sumber energi. Permukaan laut yang luas menyimpan energi
yang luar biasa besarnya dalam sistem ekologi bumi.
Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar, manakala dilihat dari
sisi luasnya perairan lautan, letak geografis wilayah maupun panjang garis pantai.
Sebagai negara kepulauan, hampir dua pertiga wilayahnya adalah lautan. Luas lautnya
sekitar 3.1 juta km2 yang terdiri dari perairan laut nusantara 2,8 juta km2 dan perairan
laut teritorial 0,3 km2. Bila ditambah dengan perairan Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI), maka secara keseluruhan luas perairan laut Indonesia adalah 5,8 juta
km2. Sementara itu, garis pantai yang dimiliki Indonesia mencapai 81.800 km. Garis
pantai ini termasuk salah satu garis pantai yang paling panjang di dunia (Nazaruddin
2001). Perairan yang berada di bawah kedaulatan dan yurisdiksi NKRI dan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia merupakan berkah untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya
bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Kegiatan pokok dari usaha perikanan berawal dari usaha penggalian sumber
hayati perikanan, yang selanjutnya menimbulkan berbagai usaha yang menunjang
usaha-usaha lanjutan. Adapun akibat yang timbul tidak saja menyangkut aspek teknis
biologis, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, hukum, keamanan, dan ketertiban
masyarakat yang semuanya memerlukan pengendalian agar tercapai satu keseimbangan
1
dalam rangka mencapai tujuan pokok dari pembangunan perikanan tersebut. Subsektor
perikanan di Indonesia memberikan harapan untuk menjamin kehidupan yang lebih
baik di masa kini dan masa yang akan datang, apabila dikelola dengan baik.
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang dapat ditarik dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
5. SDI Karang Konsumsi: ikan ekor kuning, pisang-pisang, kerapu, sunu, kerapu
tikus, kakak, dan baronang.
6. SDI lobster, termasuk berbagai jenis udang dan lobster.
7. SDI cumi-cumi: jenis loligo edulis dan jenis cumi lainnya.
Status dan kedudukan wilayah perairan Indonesia bagi Indonesia sebagai negara
kepulauan sangat penting untuk dipahami, dan implikasinya terhadap pengelolaan dan
pemanfaatan potensi perikanan. Persoalannya kemudian, apakah wilayah perairan
Indonesia itu sekaligus menjadi wilayah perikanan Indonesia? Dalam pandangan
hukum ternyata wilayah Perairan Indonesia tidaklah sekaligus berarti sebagai Wilayah
Perikanan Indonesia. Pasal 2 Undang-Undang No. 9 Tahun 1996 Tentang Perikanan
menyebutkan wilayah Perikanan Indonesia meliputi: perairan, sungai, danau, waduk,
rawa, dan genangan air lainnya di dalam wilayah Republik Indonesia, dan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia.
1. Wilayah Perairan Indonesia meliputi laut teritorial Indonesia, yaitu jalur laut selebar
12 (dua belas) mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia.
2. Perairan kepulauan, yakni semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis
pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman atau jaraknya dari
pantai.
3. Perairan pedalaman, yaitu semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air
rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk ke dalamnya semua bagian dari
perairan yang terletak pada sisi darat dari satu garis penutup.
4
Mempertemukan rumusan peraturan perundang-undangan terhadap Wilayah
Perairan Indonesia dan Wilayah Perikanan Indonesia dapat ditarik garis pembeda yang
jelas yaitu, bahwa wilayah perairan Indonesia hanyalah satu bagian dari Wilayah
Perikanan Indonesia. Wilayah perikanan Indonesia berdasarkan ketentuan hukum, lebih
luas dari pada wilayah perairan Indonesia. Wilayah Perairan Indonesia hanya 12 mil
laut, sedangkan Wilayah perikanan Indonesia mencapai 200 mil laut—sejalan dengan
ZEE Indonesia.
Dengan masuknya ZEE Indonesia ke dalam wilayah perikanan Indonesia, ia
sekaligus melahirkan adanya hak dan kewajiban Indonesia di dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya ikan di ZEE dan di Perairan Indonesia. Seperti diketahui
keberadaan dan fungsi ZEEI dalam perspektif hukum laut pada hakikatnya tidak sama,
sekalipun ia sama-sama merupakan wilayah perikanan.
2.3 Sifat Sumber Daya Perikanan
Pertanyaan yang relevan untuk memahami lebih dalam mengenai sifat SDI
adalah mengenai siapa pemiliknya. Siapakah yang memiliki SDI di laut, di selat, di
samudra lepas, di sungai, di danau dan sebagainya. Mungkin anda sampai jawaban
pemerintah. Benarkah di Indonesia pemerintah memiliki perikanan di Indonesia?
Ataukah pemerintah hanya menguasai? Pertanyaan lain yang lebih serupa adalah
siapakah yang memiliki udara atau bersih di Denpasar, misalnya? Mungkin anda
menjawab milik umum atau malah tidak ada yang memiliki. Dalam hal ini berlaku
istilah "Everyone's property is no one's property" atau "no one's property is every one's
property."
Dalam keadaan tidak ada kepemilikan terhadap satu sumber daya seperti SDI ini
akan terjadi saling berebut dalam pemanfaatannya. Sebagai contoh, di satu sungai
misalnya terdapat SDI yang cukup banyak. Seorang yang memancing ikan di tempat itu
tidak mempunyai kewenangan untuk melarang orang lain untuk ikut memancing di
tempat itu, bahkan dia tidak bisa melarang orang lain untuk menggunakan berbagai cara
penangkapan ikan (seperti jala). Jadi cara pengambilan ikan bisa tidak terbatas.
Akibatnya seorang mungkin memperoleh ikan yang banyak dan orang lain sedikit atau
tidak dapat ikan sama sekali, timbul eksternalitas negatif terhadap beberapa pemancing.
Tidak ada seorang pun yang secara sukarela memelihara sumber daya yang demikian
itu, sehingga akan terjadi inefisiensi dan pemborosan pemakaian sumber daya tersebut.
5
Dalam keadaan di mana tidak ada kepemilikan terhadap satu sumber daya, maka
dikatakan bahwa sumber daya itu milik umum, atau dengan kata lain sebagai sumber
daya publik, atau secara umum dikatakan barang publik. Barang publik telah
dibicarakan pada Bab 3 di depan dan merupakan salah satu bentuk dari kegagalan
pasar. Akan terjadi pemborosan pemakaiannya (karena adanya penunggang bebas),
terjadi eksternalitas negatif dalam pengelolaannya sehingga diperlukan campur tangan
pemerintah. Perlu diingat bahwa istilah barang publik ini dilawankan dengan barang
privat dan bukan berarti barang yang disediakan oleh pemerintah.
6
ekonomi (Bengen 2005 seperti pada Malawa 2006).
Beddington dan Retting (1983) mengatakan, paling tidak ada dua bentuk penutupan
musim penangkapan ikan. Pertama, menutup musim penangkapan ikan pada waktu
7
tertentu untuk memungkinkan ikan dapat memijah dan berkembang. Contoh dari
bentuk ini adalah penangkapan ikan teri (anchovy) di Peru yang biasanya menutup
kegiatan penangkapan pada awal tahun ketika juvenil dan ikan berukuran kecil sangat
banyak di perairan. Kedua, penutupan kegiatan penangkapan ikan karena sumberdaya
ikan telah mengalami degradasi, dan ikan yang ditangkap semakin sedikit.
Pelarangan jenis alat tangkap tertentu dapat dilakukan secara permanen atau sementara
waktu, yang dilakukan untuk melindungi sumberdaya ikan dari penggunaan alat
tangkap yang merusak atau destruktif, atau pertimbangan lain yang bertujuan
untukmelindungi nelayan kecil/tradisional. Cara-cara penangkapan ikan yang dewasa
ini sudah lazim dilarang adalah penangkapan ikan dengan menggunakan racun dan
bahan peledak.
8
5) Kuota Penangkapan Ikan
Kuota penangkapan ikan adalah salah satu cara pendekatan dalam manajemen
sumberdaya perikanan, yaitu pola manajemen rasionalisasi yang dicapai melalui
pemberian hak kepada industri atau perusahaan perikanan untuk menangkapikan
sejumlah tertentu dalam suatu perairan.
Dari aspek ekologi dan ekonomi Maximum Sustainable Yield (MSY) secara
teoritis memiliki pengertian sebagai jumlah tangkapan ikan (predator) terbesar yang
dapat diambil dari persediaan suatu jenis ikan (prey) dalam jangka waktu yang tak
terbatas. Konsep Maximum Sustainable Yield (MSY), bertujuan untuk mempertahankan
ukuran populasi ikan pada titik maksimum yaitu saat tingkat pertumbuhan ikan yang
maksimum (tingkat tangkapan maksimum yang memberikan manfaat bersih ekonomi
atau keuntungan bagi masyarakat), dengan memanen individu dan menambahkannya ke
dalam populasi ini memungkinkan populasi tersebut tetap produktif .
Asumsi kunci dari model panen lestari pada Maximum Sustainable Yield (MSY)
adalah populasi organisme tumbuh dan menggantikan diri sendiri, dalam pengertian
populasi organism tersebut merupakan sumberdaya yang terbarukan. Selain itu
9
diasumsikan bahwa tingkat pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup dan tingkat
reproduksi akan meningkat ketika pemanenan mengurangi kepadatan, sehingga akan
menghasilkan surplus biomassa yang dapat dipanen. Jika tidak, maka pemanenan lestari
tidak memungkinkan.
Namun, konsep MSY tidak lepas dari kritikan para ilmuwan. Kritik terhadap
MSY antara lain adalah:
Konsep kedua, jika tujuan kebijakan adalah untuk pemanfaatan secara ekonomi
(economic benefit), maka laju eksploitasi optimum ditetapkan untuk mencapai MEY
(Maximum Economic Yield), yaitu surplus pendapatan maksimum yang terus menerus
(Total Sustainable Revenues) yang melebihi biaya penangkapan (fishing cost). MEY
(Maximum Economic Yield) merupakan modifikasi dari MSY dengan
memperhitungkan nilai hasil tangkapan dan biaya penangkapan. Perikanan dikatakan
underfishing dalam pengertian ekonomi perlu pengembangan selanjutnya. Demikian
pula halnya perikanan dikatakan overfishing, jika hasil tangkapan aktual tidak
mencapai MEY (Maximum Economic Yield) karena upaya penangkapann yang
berlebihan.
10
3) Optimum Sustainable Yield (OSY)
11
Dalam publikasi tersebut, wilayah perairan Indonesia dibagi menjadi 9
(sembilan) zone, yaitu :
1) Selat Malaka
2) Laut Cina Selatan
3) Laut Jawa
4) Selatan Makasar dan Laut Flores
5) Laut Banda
6) Laut Seram dan Teluk Tomini
7) Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik
8) Laut Arafura
9) Samudra Hindia
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
Nehen, I Ketut. 2012. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Denpasar:
Udayana Pers
Elis Hertini dan Nurul Gusriani.2013. Maximum Sustainable Yield (MSY) Pada
Perikanan Dengan Struktur Prey-Predator. Bandung: PTNBR – BATAN
Nurhayati, Atikah. 2013. Analisis Potensi Lestari Perikanan Tangkap di Kawasan
Pangandaran. Jawa Barat: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjajaran
https://id.wikipedia.org/wiki/Perikanan#Pengelolaan_sumberdaya_ikan (Diakses pada 6
November 2017)
http://www.bppptegal.com/v1/index.php?option=com_content&view=article&id=223:p
engelolaan-sumberdaya-perikanan-yang-berkelanjutan&catid=44:artikel&Itemid=85
(Diakses pada 6 November 2017)
http://tugas-abah.blogspot.co.id/2016/02/makalah-sumber-daya-perikanan.html
(Diakses pada 6 November 2017)
http://www.alamikan.com/2012/11/mengetahui-msy-maximum-sustainable.html
(Diakses pada 7 November 2017)
http://bioeconomic.blogspot.co.id (Diakses pada 7 November 2017)
14