PERHITUNGAN AHP
Pengertian Analitycal Hierarchy Process (AHP)
Analitycal Hierarchy Process (AHP) Adalah metode untuk memecahkan suatu situasi
yang komplek tidak terstruktur kedalam beberapa komponen dalam susunan yang
hirarki, dengan memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap variabel secara
relatif, dan menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna
mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif yang
terbaik. Seperti melakukan penstrukturan persoalan, penentuan alternatif-alternatif,
penenetapan nilai kemungkinan untuk variabel aleatori, penetap nilai, persyaratan
preferensi terhadap waktu, dan spesifikasi atas resiko. Betapapun melebarnya alternatif
yang dapat ditetapkan maupun terperincinya penjajagan nilai kemungkinan,
keterbatasan yang tetap melingkupi adalah dasar pembandingan berbentuk suatu
kriteria yang tunggal.
Peralatan utama Analitycal Hierarchy Process (AHP) adalah memiliki sebuah hirarki
fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah
kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelomok-kelompoknya dan diatur
menjadi suatu bentuk hirarki.
AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode
yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut :
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada
subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai
kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.
Contoh permasalahan:
Bagian terpenting dari proses analisis adalah 3 (tiga) tahapan berikut:
1. Nyatakan tujuan analisis: Memilih mobil baru
2. Tentukan kriteria: style, kehandalan, dan konsumi bahan bakar
3. Tentukan alternative pilihan: Avansa, Xenia, Ertiga, Grand Livina
Informasi ini kemudian disusun membentuk pohon bertingkat
Informasi yang ada kemudian di-sintesis untuk menentukan peringkat relative dari
alternative pilihan yang ada. Kriteria dari jenis qualitative dan quantitative dapat
diperbandingkan menggunakan informed judgement untuk menghitung bobot dan
prioritas.
Hal ini dapat dilakukan dengan judgement untuk menentukan peringkat dari kriteria.
Dalam sebuah sistem berbasis AHP, judgement ini diberikan oleh user pengguna sistem
dan dilakukan pada saat user bermaksud melakukan proses AHP dan melihat
rekomendasi.
Misalnya:
1. Kehandalan 2 kali lebih penting dari style
2. Style 3 kali lebih penting dari konsumsi bahan bakar
3. Kehandalan 4 kali lebih penting dari konsumsi bahan bakar
Dari judgement di atas bisa dibuatkan tabel perbandingan berpasangan sebagai berikut:
1. Jumlahkan baris
2. Jumlahkan jumlah dari baris-baris yang ada
3. Normalisasi nilai jumlah dari masing-masing baris
Angka normalisasi pertama yang sebesar 0.3194 didapatkan dengan membagi angka
12.75/39.9165
Perbedaannya memang sudah kecil, apalagi kalau dihitung satu putaran lagi:
Dalam kasus ini, yang memberikan judgement untuk kriteria style dan kehandalan
adalah pakar tentang mobil dengan informasi bersifat qualitative.
Style
Kehandalan
Dari matrik ini dihitung eigenvector, untuk menentukan peringkat dari alternative
pilihan untuk masing-masing kriteria.
Peringkat Style
Peringkat Kehandalan
Untuk kriteria konsumsi bahan bakar, ditentukan dengan informasi yang bersifat
quantitative sebagai berikut:
Konsumsi Bahan Bakar
Dengan menormalisasi informasi bersifat quantitative, akan bisa didapatkan peringkat
konsumsi bahan bakar untuk masing-masing alternative pilihan.
Dengan demikian bobot kriteria dan alternative pilihan sudah terlengkapi, sehingga
pohon keputusan tergambar menjadi:
Sehingga pilihan yang paling bagus untuk kasus pengambilan keputusan ini adalah
mobil dengan tipe Grand Livina.
Sambil mencari trik-trik magic (sulap) yang rencananya akan saya implementasikan dalam kode php dan
buat ebooknya, saya akan mencoba memberikan pemahaman saya mengenai algoritma analytic hierarchy
process (AHP). Sebenarnya saya telah memberikan link belajar untuk memahami algoritma AHP pada
postingan artikel saya sebelumnya. Namun, disini saya akan mencoba mengulas sedikit tentang AHP
berdasarkan pemahaman saya, bagaimana cara kerja AHP dalam pengambilan keputusan multi kriteria
dan implementasi algoritma AHP pada contoh kasus pemilihan mobil.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari permasalahan dan kita dituntut untuk dapat
mengambil keputusan yang tepat. Dari mulai yang sederhana, seperti menentukan jenis jajanan yang
ekonomis tapi sehat, sampai untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan industri. Untuk
pengambilan keputusan dengan satu kriteria saja mungkin tidak terlalu sulit untuk dilakukan. Namun,
bagaimana dengan permasalahan yang melibatkan multipilihan dengan multikriteria penilaian?
Disinilah algoritma AHP berperan. Analytic Hierarchy Process atau AHP dikembangkan oleh Prof. Thomas
L. Saaty sebagai algoritma pengambilan keputusan untuk permasalahan multikriteria (Multi Criteria
Decision Making atau MCDM). Permasalahan multikriteria dalam AHP disederhanakan dalam bentuk
hierarki yang terdiri dari 3 komponen utama. Yaitu tujuan atau goal dari pengambilan keputusan, kriteria
penilaian dan alternatif pilihan. Adapun gambar dari hierarki tersebut adalah sebagai berikut.
Setelah permasalahan multikriteria dimodelkan dalam hierarki seperti gambar diatas, maka dapat
dimulai tahapan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) untuk menentukan bobot kriteria.
Tahap perbandingan berpasangan ini akan digunakan pada saat mencari/menghitung bobot kriteria dan
bobot alternatif untuk setiap kriteria penilaian. Misal ada sejumlah m kriteria M dan sejumlah n alternatif
N. Maka perbandingan berpasangan dilakukan antar anggota kriteria M pada tahap mencari bobot
kriteria. Dan perbandingan berpasangan dilakukan antar anggota alternatif N untuk setiap anggota
kriteria M.
Perbandingan berpasangan dilakukan berdasarkan preferensi subyektif dari pengambil keputusan. Untuk
penilaiannya menggunakan Skala Perbandigan 1-9 Saaty seperti terlihat pada gambar berikut.
Setelah bobot kriteria didapatkan, selanjutnya dilakukan pengecekan konsistensi untuk matrik
perbandingan berpasangan-nya. Jika lebih dari 0.1 maka harus dilakukan perbandingan berpasangan
kembali sampai didapat ratio kurang dari atau sama dengan 0.1 (konsisten). Hal yang serupa dilakukan
juga terhadap masing-masing matrik perbandingan antar alternatif.
Setelah bobot kriteria dan bobot alternatif didapatkan maka dihitung total dari perkalian antara bobot
alternatif dengan bobot kriteria yang bersesuaian. Untuk lebih memperjelas lagi cara/alur kerja AHP ini,
saya akan membahas contoh kasus pengambilan keputusan pemilihan mobil menggunakan algoritma
AHP.
Problem : Andi ingin membeli mobil. Adapun alterntif pilihan mobil yang akan dibeli Andi adalah Civic
Coupe, Saturn Coupe, Ford Escort, dan Mazda Miata. Sedangkan kriteria penilaian yang dipertimbangkan
Andi untuk membeli mobil adalah style, reliability, fuel economy.
Dari kasus yang dihadapi Andi, maka buat hierarki permasalahannya terlebih dahulu. Tujuan atau Goal
adalah Memilih Mobil. Kriterianya gaya, mesin handal, hemat bahan bakar. Alternatif pilihan Andi adalah
Civic Coupe, Saturn Coupe, Ford Escort dan Mazda Miata. Selanjutnya berikut ini hierarki yang didapat
melalui 3 komponen tersebut.
Selanjutnya lakukan perbandingan berpasangan dengan Skala Saaty untuk mendapatkan bobot kriteria:
2. Hitung bobot kriteria (priority vector) dengan cara : 1) normalisasi nilai setiap kolom matrik
perbandingan berpasangan dengan membagi setiap nilai pada kolom matrik dengan hasil
penjumlahan kolom yang bersesuaian. 2) Hitung nilai rata-rata dari penjumlahan setiap baris
matrik
3. Cek Konsistensi Ratio (CR) dari matrik perbandingan berpasangan kriteria. Jika CR > 0.1 maka
harus diulang kembali perbandingan berpasangan sampai didapat CR <= 0.1.
Hitung CI
Tabel IR
8. Susunan Hierarki yang baru (lengkap dengan bobot kriteria dan bobot alternatif)
9. Perangkingan Alternatif ( hasil penjumlahan dari perkalian setiap bobot alternatif dengan bobot
kriteria yang bersesuaian)
Demikianlah uraian artikel mengenai Analytic Hierarchy Process (AHP) ini. Semoga dapat bermanfaat dan
membantu memberikan pemahaman bagi Anda yang sedang mempelajari algoritma AHP. Berikut ini juga
ditambahkan beberapa referensi yang dijadikan acuan sumber dalam penulisan artikel ini. Dan juga dapat
menjadi referensi lebih lanjut bagi Anda untuk memahami lebih dalam mengenai algoritma AHP.
Referensi :
1. Penulisan artikel berdasarkan pemahaman saya setelah membaca :
Teknomo,Kardi.Tutorial AHP.http://people.revoledu.com/kardi/tutorial/AHP/index.html
Kusrini.Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan.Andi
Tzeng,Gwo-Hsiung dan Huang,Jih-Jeng.Multiple Attribute Decision Making Mehods
and Application.CRC Press
2. Pembahasan contoh kasus diambil dari :
Asli Sencer.Analytic Hierarchy
Process.http://www.mis.boun.edu.tr/sencer/mis463/slides/ahp.ppt
NB: Saya juga menyediakan script PHP dan Mysql untuk SPK Metode AHP dengan kasus Evaluasi
Kinerja Karyawan dengan harga Rp 350.000 (bisa dimodif (Anda sendiri) untuk kasus yang
relevan). Jika berminat, SMS ke 0852 9635 2409 dengan format : Order SPK AHP Email Anda. Saya
juga menyediakan jasa pembuatan SPK dengan metode AHP mulai dari 0 sesuai kasus Anda. Harga
jasa ini Rp 1.5 juta. Tertarik? SMS ke 0852 9635 2409 dengan format : Order Full SPK AHP Email
Anda.
Iklan
Peralatan utama AHP adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya persepsi
manusia. Keberadaan hierarki memungkinkan dipecahnya masalah kompleks atau tidak terstruktur
dalam sub – sub masalah, lalu menyusunnya menjadi suatu bentuk hierarki (Kusrini, 2007).
Gambar 2. 1 Struktur Hirarki AHP
Konsep dasar AHP adalah penggunaan matriks pairwise comparison (,atriks perbandingan
berpasangan) untuk menghasilkan bobot relative antar kriteria maupun alternative. Suatu kriteria
akan dibandingkan dengan kriteria lainnya dalam hal seberapa penting terhadap pencapaian tujuan
di atasnya (Saaty, 1986).
Tingkat
Definisi Keterangan
Kepentingan
Penilaian dalam membandingkan antara satu kriteria dengan kriteria yang lain adalah bebas
satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidak konsistensian. Saaty (1990) telah
membuktikan bahwa indeks konsistensi dari matrik ber ordo n dapat diperoleh dengan rumus :
CI = (λmaks-n)/(n-1)................................................... (1)
Dimana :
Nilai eigen terbesar didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom
dengan eigen vector. Batas ketidak konsistensian di ukur dengan menggunakan rasio konsistensi (CR),
yakni perbandingan indeks konsistensi (CI) dengan nilai pembangkit random (RI). Nilai ini bergantung
pada ordo matrik n.
CR = CI/RI............................................................... (2)
Bila nilai CR lebih kecil dari 10%, ketidak konsistensian pendapat masih dianggap dapat
diterima.
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
Contoh Kasus :
Langkah Penyelesaian :
1. Tetapkan permasalahan, kriteria dan sub kriteria (jika ada), dan alternative pilihan.
CAT : Jumah kriteria dan sub kriteria, minimal 3. Karena jika hanya dua maka akan
berpengaruh terhadap nilai CR (lihat tabel daftar rasio indeks konsistensi/RI)
a. Kriteria IPK 4 kali lebih penting dari jabatan organisasi, dan 3 kali lebih penting dari TOEFL.
CAT : Terjadi 3 kali perbandingan terhadap 3 kriteria (IPK->jabatan, IPK->TOEFL, Jabatan->TOEFL). Jika
ada 4 kriteria maka akan terjadi 6 kali perbandingan. Untuk memahaminya silahkan coba buat
perbandingan terhadap 4 kriteria.
Sehingga matrik matrik Pairwise Comparison untuk kriteria adalah :
IPK 1 3 4
TOEFL 1/3 1 2
Perbandingan di atas adalah dengan membandingkan kolom yang terletak paling kiridengan setiap
kolom ke dua, ketiga dan keempat.
Perbandingan terhadap dirinya sendiri, akan menghasilkan nilai 1. Sehingga nilai
satu akan tampil secara diagonal. (IPK terhadap IPK, TOEFL terhadap TOEFL dan
Jabatan terhadap ajabatan)
Perbandingan kolom kiri dengan kolom-kolom selanjutnya. Misalkan nilai 3,
didapatkan dari perbandingan IPK yang 3 kali lebih penting dari TOEFL (lihat nilai
perbandingan di atas)
Perbandingan kolom kiri dengan kolom-kolom selanjutnya. Misalkan nilai ¼
didapatkan dari perbandingan Jabatan dengan IPK (ingat, IPK 4 kali lebih penting
dari jabatan sehingga nilai jabatan adalah ¼ dari IPK)
3. Menentukan rangking kriteria dalam bentuk vector prioritas (disebut juga eigen vector ternormalisasi).
a. Ubah matriks Pairwise Comparison ke bentuk desimal dan jumlahkan tiap kolom tersebut.
Elemen Kolom
Jumlah Kolom
c. Hitung Eigen Vektor normalisasi dengan cara : jumlahkan tiap baris kemudian dibagi dengan jumlah
kriteria. Jumlah kriteria dalam kasus ini adalah 3.
- Dst
d. Menghitung rasio konsistensi untuk mengetahui apakah penilaian perbandingan kriteria bersifat
konsisten.
Λmaks diperoleh dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolommatrik Pairwise Comparison ke
bentuk desimal dengan vector eigen normalisasi.
CI = (λmaks-n)/n-1 = 0,013
- Rasio Konsistensi =CI/RI, nilai RI untuk n = 3 adalah 0,58 (lihatDaftar Indeks random konsistensi (RI))
4. Untuk matrik Pairwise Comparison sub kriteria, saya asumsikan memiliki nilai yang sama dengan
matrik Pairwise Comparison kriteria. Anda bisa mencoba merubah nilai pembobotan jika ingin lebih
memahami pembentukan matrik ini.
Sangat
Baik Baik Cukup Jumlah Baris Eigen Vektor Normalisasi
Sangat
Baik 0,632 0,667 0,571 1,870 0,623
Sangat
Baik Baik Cukup Jumlah Baris Eigen Vektor Normalisasi
Sangat
Baik 0,632 0,667 0,571 1,870 0,623
5. Terakhir adalah menentukan rangking dari alternatif dengan cara menghitung eigen vector untuk tiap
kirteria dan sub kriteria.
Ifan 1 3 3 0,440
Rudy 3 3 1 0,204
Anton 1 2 2 0,479
- Nilai bobot diperoleh dari kondisi yang dimiliki oleh alternatif. Contoh pada Ifan, yang memiliki IPK 3,86
(sangat baik), maka diberikan bobot 1 (2 untuk baik dan 3 untuk cukup). Ifan memiliki nilai TOEFL 470
(cukup), sehingga diberikan bobot 3 dan jabatan organisasi adalah anggota dengan bobot 3 (1 untuk
ketua dan 2 untuk koordinator).
- Hasil diperoleh dari perkalian nilai vector kriteria dengan vector sub kriteria. Dan setiap hasil perkalian
kriteria dan subkriteria masing-masing kolom dijumlahkan. Contoh Ifan, pada kolom IPK (eigen vector
: 0,623) dikalikan dengan sub kriteria IPK yaitu sangat baik (eigen vector : 0,623).dst
(IPK x Sangat Baik + TOEFL x Sangat Baik + Jabatan Organisasi x Anggota) = 0,440
Dari hasil di atas, Anton memiliki nilai paling tinggi sehingga layak menjadi mahasiswa terbaik..
Metode AHP bisa digunakan untuk menentukan segala kasus yang membutuhkan output berupa
prioritas dari hasil perangkingan. Syarat kriteria yang digunakan adalah data yang "seimbang"
(misal data mahasiswa Kampus XYZ bisa dibandingkan dengan kampus ABC, tidak bisa
dibandnigkan dengan sekolah XXX).