Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENGERTIAN DA RUANG LINGKUP BAHASAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, filsafat berasal dari kata Yunani yang tersusun dari dua
kata philein dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikmat (wisdom). Orang Arab
memindahkan kata philosophia dari bahasa yunani ke dalam bahasa mereka dengan
menyesuaikan, tabiat susunan kata-kata Arab, yaitu Falsafah dengan pola fa’lala, fa’lalah, dan
fi’lal.

Dari pengertian secara etimologi itu, ia memberi definisi filsafat sebagai berikut:

1. Pengetahuan tentang hikmah.

2. Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar.

3. Mencari kebenaran.

4. Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas[1]

Dengan menggunakan pendekatan secara objektif terhadap dunia filsafat, diharapkan lebih
mendapatkan kejelasan tentang arti filsafat. Filsafat, baik secara substansial maupun
eksistensial, adalah ‘induk’ atau sumber dari semua jenis ilmu pengetahuan. Artinya, semua
objek materi ilmu pengetahuan dalam jenis apa pun dipelajari di dalam filsafat, dan semua
objek forma (sudut pandang) ilmu pengetahuan secara terpadu menjadi objek forma filsafat.

Menurut objek materinya, filsafat menyelidiki segala sesuatu yang ada, meliputi ada manusia,
ada alam, dan ada causa prima (sang pencipta). Menurut objek formanya, filsafat menyelidiki
segala sesuatu yang ada itu dari seluruh segi, mulai dari segi abstrak sampai segi konkret.
Jadi, filsafat menyelidiki seluruh realitas ini secara radikal menyeluruh.

Filsafat adalah pemikiran radikal. Penyelidikan dengan pemikiran mendalam atau perenungan
mengenai objek sampai ke akar-akarnya (radix). Maksudnya adalah berpikir mendalam
sampai ditemukan unsur-unsur inti yang secara sistematik menjadikan objek pemikiran itu
ada sebagaimana halnya. Sering pula dikatakan bahwa filsafat adalah perenungan mengenai
objek sampai pada tingkat kebenaran hakiki, yaitu kebenaran tingkat abstrak-universal yang
bersifat mutlak.
Ada yang mengatakan filsafat adalah berpikir ilmiah, tetapi tidak setiap pemikiran ilmiah
adalah filsafat. Maksudnya, metode dan sistem pemikiran ilmiah kefilsafatan berproses
menurut segala segi, sehingga dapat mencapai kebenaran ilmiah kefilsafatan, kebenaran
universal, yaitu kebenaran hakiki atau kebenaran absolute (substantif). Sedangkan metode
dan sistem pemikiran ilmiah biasanya berproses menurut sudut pandang tertentu, sehingga
hanya menghasilkan kebenaran ilmiah (objektif) yang cakupannya tertentu dan khusus yang
bersifat relatif.[2]

1. B. Pengertian Pendidikan

1. 1. Definisi Maha Luas

Pendidikan adalah hidup (segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup. Segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan
individu, suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia
lahir).

1. 2. Definisi Sempit

Pendidikan adalah sekolah (pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai


lembaga pendidikan formal, segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan
remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan
kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka).

1. 3. Definisi alternatif atau luas terbatas

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan
pemerintahan. Melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan, yang berlangsung di
sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat. Untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup. Secara tepat dimasa yang akan
datang.

Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan


formal, non formal dan informal di sekolah dan luar sekolah. Yang berlangsung seumur hidup
yang bertujuan optimalisasi perkembangan kemampuan-kemampuan individu. Agar di
kemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.

Pendidikan adalah usaha sadar yang teratur dan sistematis yang dilakukan oleh orang tua
yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat-sifat dan
tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan.[3]

Menurut Herman H. Horne sebagaimana dikutip pendapatnya oleh Muzayyin Arifin


mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses penyesuaian diri manusia secara timbal
balik dengan alam sekitar, dengan manusia, dan dengan tabiat tertinggi dari kosmos.

Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan


bertumbuhnya budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh
terpisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan, dan penghidupan
anak yang kita didik sesuai dengan dunianya dan dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya.[4]

1. C. Pengertian Filsafat Pendidikan

Menurut Al-Syaibany dalam Jalaludin & Idi (2007: 19), filsafat pendidikan adalah
aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur,
menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan dapat
menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya.
Dalam hal ini, filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor
yang integral. Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam
bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dan
menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari
filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.

Sementara Dewey dalam Jalaludin & Idi (2007: 20) menyampaikan bahwa filsafat
pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang
menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju tabiat
manusia. Sementara menurut Thompson (Arifin, 1993: 2), filsafat artinya melihat suatu
masalah secara total dengan tanpa ada batas atau implikasinya; ia tidak hanya melihat tujuan,
metode atau alat-alatnya, tapi juga meneliti dengan saksama hal-hal yang dimaksud.
Keseluruhan masalah yang dipikirkan oleh filosof tersebut merupakan suatu upaya untuk
menemukan hakikat masalah, sedangkan suatu hakikat itu dapat dibakukan melalui proses
kompromi.

Lebih jauh Barnadib (Jalaludin & Idi, 2007: 20), menyatakan bahwa filsafat pendidikan
merupakan ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
dalam bidang pendidikan. Baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisis
filosofis terhadap bidang pendidikan. Sedangkan menurut seorang ahli filsafat Amerika,
Brubachen (Arifin, 1993: 3), filsafat pendidikan adalah seperti menaruh sebuah kereta di
depan seekor kuda, dan filsafat dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggal
pendidikan. Filsafat pendidikan itu berdiri secara bebas dengan memperoleh keuntungan
karena punya kaitan dengan filsafat umum. Kendati kaitan ini tidak penting, tapi yang terjadi
ialah suatu keterpaduan antara pandangan filosofis dengan filsafat pendidikan, karena filsafat
sering diartikan sebagai teori pendidikan dalam segala tahap. Lebih jauh, Alwasilah (2008:
15) menyatakan bahwa filsafat pendidikan dapat didefinisikan sebagai teori yang mendasari
alam pikiran ihwal pendidikan atau suatu kegiatan pendidikan.

Berdasarkan uraian diatas dapat kita tarik pengertian bahwa filsafat pendidikan sebagai ilmu
pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-kaidah norma dan atau
ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan
kehidupannya.[5]

1. D. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan

Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang
lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya
adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi
obyek filsafat pendidikan meliputi:

1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (the nature of education).

2. Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan (the nature
of man).

3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan
kebudayaan.
4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan.

5. Merumuskan hubungan antara filsafat Negara (ideologi), filsafat pendidikan dan


politik pendidikan (sistem pendidikan).

6. Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan
pendidikan.

BAB II
LATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT PENDIDIKAN

Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the mother of sciences) yang mampu
menjawab segala pertanyaan dan permasalahan. Mulai dari masalah-masalah yang
berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika dan
kehidupannya. Filsafat adalah untuk mengetahui hakikat sesuatu. Namun kalau pertanyaan
filosofis itu diteruskan,akhirnya akan sampai dan berhenti pada sesuatu yang disebut agama.
Berikut ini akan dibahas lebih rinci.
Diantara permasalahan yang tidak dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalahan
yang ada dilingkungan pendidikan. Padahal menurut John Dewey, seorang filosof Amerika,
filsafat merupakan teori umum dan landasan pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita
dan pengalaman yang terdapat dalam pengalaman pendidikan.
Apa yang dikatakan John Dewey memang benar. Dan karena itu filsafat dan pedidikan
memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, berdirilah filsafat pendidikan yang berusaha
menjawab dan memecahkan persoalal-persoalan pendidikan yang bersifat filosifis dan
memerukan jawaban secara filosofis
Disiplin ilmu pengetahuan yang lahir itu ternyataa memiliki objek dan sasaran
yang berbeda-beda, yang terpisah satusama lain. Suatu disiplin ilmu pengetahuan mengurus
dan mengembangkan bidang garapan sendiri-sendiri dengan tidak memperhatikan hubungan
dengan bidang lainnya. Tugas filsafat adalah mengajukan pertanyaan–pertanyaan dan
menyelidiki faktor–factor realita dan pengalaman yang banyak terdapat dalam lapangan
pendidikan.
Ajaran filsafat yang komprehensif telah menempati status yang tinggi
dalamkehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai ideology suatu bangsa dannegara.
Tujuan berfilsafat adalah membina manusia mempunyai akhlaq yang tertinggi.
1. Manusia dan Ilmu Pengetahuan

 Manusia
Manusia adalah sebuah makhluk yang unik. Meskipun kita tahu bahwa kita adalah
manusia (atau mungkin tidak tahu?) adalah bukan merupakan pekerjaan yang mudah untuk
melukiskan apa yang unik pada manusia jika dibandingkan dengan makhluk hidup lain.

Pertama-tama marilah kita lihat dari ciri biologisnya. Manusia adalah makhluk bersel
banyak, metazoa, ketimbang makhluk bersel tunggal, protista. Ia juga adalah makhluk
bertulang belakang, vertebrata,ketimbang makhluk tidak bertulang belakang, avertebrata. Di
antara vertebrata manusia tergolong ke dalam kelompok binatang menyusui, mammalia,
karena ia berdarah panas, menghirup udara, dengan kulit berbulu, dan menyusui bayinya.
Lebih lanjut manusia tergolong ke dalam mammalia yang janinnya berkembang di dalam
rahim betinanya, eutheria, yang menerima makanan melalui plasenta. Kemudian manusia
dikelompokkan ke dalam ordo primata, yang di dalamnya termasuk lemur, tarsius, kera dan
kera besar: gorila, orangutan, dan simpanse. Yang membedakan manusia dengan primata
lainnya adalah perilaku bipedal, berjalan dengan kedua kaki, berpostur tegak, tulang belakang
berbentuk S, dan kaki yang lebih panjang dari tangan. Hanya tangan yang dapat dipakai
untuk menggenggam, prehensil, dengan jempol yang besar dan bertenaga, terletak
berseberangan dengan jari-jari lainnya yang memungkinkan genggaman yang kokoh. Hampir
seluruh tubuh tak berbulu dan hanya ditumbuhi rambut terutama pada bagian kepala.
Rahangnya pendek dengan susunan gigi melengkung. Mukanya pendek dan hampir vertikal.
Otaknya relatif besar jika dibandingkan dengan makhluk lain terutama pada bagian neo-
cortex.

Manusia juga memiliki ciri psikologis dan tingkah laku yang unik dan
membedakannya dengan makhluk lain. Perilaku manusia mudah berubah dan kurang
instingtif dibandingkan dengan binatang. Manusia memiliki sifat ingin tahu, meniru,
memperhatikan, mengingat dan berimajinasi, seperti yang dimiliki oleh binatang lain yang
relatif maju, dan dapat mengaplikasikannya secara lebih halus dan rumit. Manusia mampu
mengubah alam dengan kemampuan berpikirnya. Mereka membuat alat dan
menggunakannya. Mereka sadar-diri, mampu mengingat masa lalu dan memproyeksikan
masa depan, sadar akan kehidupan dan kematian. Ia mampu berpikir abstrak dan mampu
menggunakan simbol, yang kelak berkembang menjadi bahasa. Mereka juga memiliki rasa
keindahan, estetika, dan perasaan religius yang digambarkan dengan keheranan dan
kepercayaan akan hal yang supranatural dan spiritual. Ia adalah makhluk bermoral yang
mampu mengembangkan struktur kemasyarakatan yang kompleks.

 Ilmu Pengetahuan

Di antara makhluk hidup, manusia memiliki derajat lebih tinggi. Ia memiliki sifat
“ingin tahu“ yang berasal dari akal budinya. Kemampuan itu tidak dimiliki makhluk hidup
lain (seperti hewan dan tumbuhan). Sifat keingintahuan manusia adalah ingin tahu lebih
banyak akan segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya. Sifat ini mendorong manusia
untuk melakukan penelitian. Dengan penelitian tersebut, manusia dapat menjawab
ketidaktahuan serta mampu memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
Seiring dengan perkembangan zaman, sifat keingintahuan manusia semakin
berkembang. Hal itu dilakukan dengan cara mempelajari, mengadakan pengamatan dan
penyelidikan untuk menambah pengetahuan dan keterampilannya tentang makhluk hidup
seperti manusia, hewan, dan tumbuhan serta alam sekitarnya.
Ilmu pengetahuan adalah warisan bersama umat manusia, bukan milik pribadi dari
orang-orang tertentu. Permulaannya dimulai dengan permulaan umat manusia. Ketika budaya
intelektual Eropa mencapai kedewasaan yang memadai, yang sebagian besarnya dicapai
melalui prestasi negara-negara selain-Eropa lainnya, ilmu-ilmu eksperimental secara khusus
telah matang bagi perkembangan baru menyeluruh melalui Renaissance, Abad Kebangkitan.
Jika ilmu pengetahuan sejati berarti mengarahkan kecerdasan menuju kebahagian akhirat
tanpa mengharapkan keuntungan materi, melakukan pengkajian tak kenal lelah dan terperinci
tentang alam semesta untuk menemukan kebenaran mutlak yang mendasarinya, dan
mengikuti metoda yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, maka ketiadaan hal-hal
tersebut memiliki arti bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat memenuhi harapan kita.
Meskipun biasanya dikemukakan sebagai pertikaian antara Kristen dan ilmu pengetahuan,
pertikaian zaman Renaissance terutama adalah antara ilmuwan dan Gereja. Copernicus,
Galileo, dan Bacon [dikemukakan sebagai] anti-agama. Kenyataannya, dapat kita katakan
bahwa ketaatan mereka terhadap agama telah memunculkan cinta dan pemikiran untuk
menemukan kebenaran.

B. Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Para Ahli

 Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Socrates (470-399SM)


Dalam sejarah filsafat, Socrates adalah salah seorang pemikir besar kuno (470-399
SM) yang gagasan filosofis dan metode pengajarannya sangat mempengaruhi teori dan
praktik pendidikan di seluruh dunia barat. Socrates lahir Athena, merupakan putra seorang
pemahat dan seorang bidan yang tidak begitu dikenal, yaitu Sophonicus dan Phaenarete
(Smith, 1986: 19).
Prinsip dasar pendidikan, menurut Socrates, adalah metode diakletis. Metode ini
digunakan Socrates sebagai dasar teknis pendidikan yang direncanakan untuk mendorong
seseorang belajar berpikir secara cermat, untuk menguji coba dirri sendiri dan untuk
memperbaiki pengetahuannya. Metode ini tidak lain digunakan untuk meneruskan
intelaktualitas. Dengan kata lain, tujuan pendidikan yang benar adalah untuk merangsang
penalaran yang cermat dan disiplin mental yang akan menghasilkan perkembangan
intelektual yang terus-menerus dan standar moral yang tinggi (Smith, 1986: 25).
Dalam pendidikan, Socrates menggunakan system atau cara berpikir yang bersifat
induksi, yaitu menyimpan pengetahuan yang bersifat umum dengan berpangkal dari banyak
pengetahuan tentang hal khusus.

 Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Plato (427-347 SM)

Plato dilahirkan dalam keluarga aristokrasi di Athena, sekitar 427 SM. Ayahnya,
Ariston, adalah keturunan dari raja pertama Athena yang pernah berkuasa pada abad ke-7
SM. Sementara ibunya, Perictions, adalah keturunan keluarga Solon, seorang pembuat
undang-undang, penyair, memimpin militer dari kaum nigrat dan pendiri dari demokrasi
Athena terkemuka (Smith, 1986:29).
Menurut Plato, tujuan pendidikan adalah untuk menemukan kemampuan-kemampuan
ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga ia menjadi seorang warga Negara yang baik,
masyarakat yang harmonis, yang melaksanakan tugas-tugasnya secara efesien sebagai
seorang anggota masyarakat. Menurut Plato, pendidikan direncanakan dan deprogram
menjadi tiga tahap sesuai tingkat usia. Pertama, pendidikan yang diberikan kepada taruna
hingga hingga sampai dua puluh tahun. Kedua, dari usia dua puluh tahun sampai tiga puluh
tahun. Ketiga, dari tiga puluh tahun samapi empat puluh tahun.

 Pemikiran filsafat pendidikan menurut Aristoteles (367-345 SM )

aristoteles adalah murid plato. Dia adalah seorang cendikiawan dan intelek terkemuka,
mungkin sepanjang masa. Umat manusia telah berutang budi padanya oleh karena banyaknya
kemajuan pemikiranya dalam filsafat dan ilmu pengetahuan, khususnya logika, politik, etika,
biologi, dan psikologi. Aristoteles lahir tahun 394 SM, di Stagira, sebuah kota kecil di
semenanjung Chalcidice di sebelah barat laut Egea. Ayahnya, NIchomachus adalah dokter
perawat Amyntas II, raja Macedonia, dan ibunya, phaesta mempunyai nenek moyang
terkemuka.
Menurut Aristoteles, agar orang bisa hidup baik maka ia harus mendapatkan
pendidikan. Pendidikan bukanlah soal akal semata-mata, melainkan soal memberi bingbingan
kepada perasaan-perasaan yang lebih tinggi,yaitu akal, guna mengatur nafsu-nafsu. Akal
sendiri tidak berdaya, sehingga ia memerlukan dukungan perasaan yang lebih tinggi agar di
arahkan secara benar. Aristoteles mengemukakan bahwa pendidikan yang baik itu yang
mempunyai tujuan tujuan untuk kebahagiaan. Kebahagiaan tertinggi adalah hidup spekulatif (
Barnadib. 1994:72).
Jadi jelaslah bagi kita bahwa filsafat berkembang sesuai dengan perputaran dan
perubahan zaman.
BAB III

ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI DAN AKSIOLOGI DALAM FILSAFAT


PENDIDIKAN

Dalam makalah ini akan memaparkan tentang cabang-cabang dalam filsafat,


yang pertama di sebut landasan ontologis; cabang ini menguak tentang objek apa yang di
telaah ilmu, Bagaimana ujud yang hakiki dari objek tersebut ? bagaimana hubungan antara
objek tadi dengan daya tangkap manusia (sepert berpikir, merasa dan mengindera) yang
membuahkan pengetahuan?. Kedua di sebut dengan landasan epistimologis; berusaha
menjawab bagaimna proses yang memungkinkan di timbanya pengetahuan yang berupa
ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus di perhatikan agar kita mendapatkan
pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya?
Cara/tehnik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa
ilmu?. Sedang yang ketiga, di sebut dengan landasan aksiologi; landasan ini akan menjawab,
untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara
penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang
merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/professional.
1. ONTOLOGI
Secara terminologi, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on atau ontos yang
berarti “ada” dan logos yang berarti “ilmu”. Sedangkan secara terminologi ontologi adalah
ilmu tentang hakekat yang ada sebagai yang ada (The theory of being qua being). Sementara
itu, Mulyadi Kartanegara menyatakan bahwa ontology diartikan sebagai ilmu tentang wujud
sebagai wujud, terkadang disebut sebagai ilmu metafisiska. Metafisika disebut sebagai “induk
semua ilmu” karena ia merupakan kunci untuk menelaah pertanyaan paling penting yang
dihadapi oleh manusia dalam kehidupan, yakni berkenaan dengan hakikat wujud.
Mulla Shadra berpendapat ‘Tuhan sebagai wujud murni’. Hal ini dibenarkan oleh
Suhrawardi bahwa alam merupakan emanasi. Alam merupakan manifestasi (tajalli). Sedang
Plato berpendapat bahwa cunia yang sebenarnya adalah dunia ide. Dunia ide adalah sebuah
dunia atau pikiran univewrsal (the universal mind). Aristoteles tidak menyangsikan pendapat
gurunya (Plato), hanya saja dia lebih percaya bahwa yang kita lihat adalah riil. Sedangkan
Thales beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Kita tidak tahu pasti apa
yang dimaksudkannya dengan itu, dia mungkin percaya bahwa seluruh kehidupan berasal
dari air dan seluruh kehidupan kembali ke air lagi ketika sudah berakhir.
Hubungan antara ontologi dengan pendidikan
Ontologi merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan.Berisi
mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari mengenai apa yang ingin diketahui
manusia dan objek apa yang diteliti ilmu. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi
pendidikan ialah sisi yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan ontologi
dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana
disitulah teletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.

2. EPISTEMOLOGI
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata
dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan atau kebenaran
dan logos berarti pikiran, kata atau teori. Dengan demikian epistimologi dapat diartikan
sebagai pengetahuan sistematik mengenahi pengetahuan. Epistimologi dapat juga diartikan
sebagai teori pengetahuan yang benar (teori of knowledges). Epistimologi adalah cabang
filsafat yang membicarakan tentang asal muasal, sumber, metode, struktur dan validitas atau
kebenaran pengetahuan.
Istilah epistimologi dipakai pertama kali oleh J. F. Feriere untuk membedakannya
dengan cabang filsafat lain yaitu ontologi (metafisika umum). Filsafat pengetahuan
(Epistimologi) merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan masalah hakikat
pengetahuan. Epistomogi merupakan bagian dari filsafat yang membicarakan tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan asal mula pengetahuan, batas – batas, sifat sifat
dan kesahihan pengetahuan. Objeck material epistimologi adalah pengetahuan . Objek formal
epistemologi adalah hakekat pengetahuan.
Aspek estimologi merupakan aspek yang membahas tentang pengetahuan filsafat.
Aspek ini membahas bagaimana cara kita mencari pengetahuan dan seperti apa pengetahuan
tersebut. Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme,
premis mayor, dan premis minor.

Hubungan antara epistemologi dengan pendidikan


Hubungan epistemologi dengan pendidikan adalah untuk mengembangkan ilmu
secara produktif dan bertanggung jawab serta memberikan suatu gambaran-gambaran umum
mengenai kebenaran yang diajarkan dalam proses pendidikan.
3. AKSIOLOGI
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang berarti nilai.
Sedangkan logos berarti teori/ ilmu. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang
mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi dipahami sebagai
teori nilai. Jujun S.suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup
kajian filsafat nilali merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan
agama. Sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga yang diidamkan oleh setiap
insan.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas
nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai
budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan
oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya
malah menimbulkan bencana. Dalam aksiologi ada dua penilaian yang umum digunakan
yaitu:

1. Etika
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah
moral. Kajian etika lebih fokus pada perilkau, norma dan adat istiadat manusia. Etika
merupakan salah satu cabang filsafat tertua. Tujuan dari etika adalah agar manusia
mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
2. Estetika
Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan.
Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang
tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh.
Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola
baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.

Hubungan antara aksiologi dengan pendidikan

Aksiologi mempelajari mengenai manfaat apa yang diperoleh dari ilmu


pengetahuan,menyelidiki hakikat nilai,serta berisi mengenai etika dan estetika.Penerapan
aksiologi dalam pendidikan misalnya saja adalah dengan adanya mata pelajaran ilmu sosial
dan kewarganegaraan yang mengajarkan bagaimanakah etika atau sikap yang baik itu,selain
itu adalah mata pelajaran kesenian yang mengajarkan mengenai estetika atau keindahan dari
sebuah karya manusia. Dasar Aksiologis Pendidikan adalah Kemanfaatan teori pendidikan
tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar
yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab.
BAB IV

HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, MANUSIA, DAN PENDIDIKAN

A. HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, MANUSIA DAN PENDIDIKAN


1. Manusia dan Filsafat
Karena manusia itu memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak danberfikir, dan kerena
situasi dan kondisi alam dimana dia hidup selalu berubah-ubah dan penuh dengan peristiwa-
peristiwa penting bahkan dasyat, yang kadang-kadang dia tidak kuasa untuk menenteng dan
menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, temenung, memikirkan segala hal yang
terjadi disekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak, diliatnya bahwa segala
sesuatu tumbuh diatasnya, berkembang, berbuah,dan melimpah ruah. 1[1]
Didalam sejaran umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmuranmanusia
meningkat tinggi, maka tampullah manusia-manusia unggul merenung dan memikir,
menganalisa, membahas dan mengupas berbagai problema dan permasalahan hidup dan
kehidupan, sosial masyarakat, alam semesta, dan jagad raya. Maka lahirlah untuk pertama
kalinya filsafat dalam periode pertama, selanjutnya filsafat alam periode dua, lalu sophisme,
kemudian filsafat klasik yang bermula kurang lebih enam abad sebelum Masehi.
Memang filsafat alam, baik periode pertama maupun periode kedua, begitu pula pemikiran
Sophisme, belumlah mempunyai pengaruh yang mendalam, dalam bidang pendidikan.
Berulah setelah lahir filsafat klasik yang dipelopori oleh sokrates (470 SM – 399 SM), dan
murid-muridnya plato dan aristoteles, filsafat mulai berpengaruh positif dalam bidang
pendidikan.
Proses kehidupan umat manusia di abad kedua puluh ini, semuanya perubahan-perubahan
yang drastis. Kebangunan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong proses
kehidupan umat manusia diatas permukaan planet bumi ini ratusan tahun lebih maju dari
abad-abad sebelumnya. Dua kali perang dunia telah merubah status permukaan bumi secara
drastis. Kemauan teknologi telah mendekatkan jarak bumi yang jauh menjadi dekat sekali,
seperti di sebelah rumah saja. Apa yang terjadi di sutau negara pada detik ini dan saat ini
juga telah diketahui olehnegara-negara lain di dunia ini.
Jadi untuk menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sudah
jelas sistem pendidikan, teori pendidikan, dan filsafat pendidikan harus disesuaikan dengan
situasi dan kondisi dunia sekarang ini. Sistem pendidikan, teori pendidikan, filsafat

1
pendidikan dan peralatan pendidikan tradisional sudah jelas tidak akan dapat menjawab
tantangan zaman yang sekarang kita hadapi.
Kita harus mengakui bahwa dalam sistem, teori,dan filsafat pendidikan kita masih mengiport
dari negara lain. Meskipun para ahli kita dalam bidang ini barangkali sudah ada, akan tetapi
belum berani tampil ke depan. Baiklah marilah! Kita gunakan sistem, teori, peralatan dan
filsafat pendidikan oran lain dulu, sebelum kita dapat menciptakan sendiri semuanya itu, asal
kita usahakan untuk menyeuaikannya dengan kepribadian kita, kita ambil mana yang baik
dan kita buang mana yang mudharat, lalu kita jadikan hak milik kita sendiri. Jadi dalam hal
ini harus ada proses indonesialisme.2[2]

2. Filsafat dan Teori Pendidikan


Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut, secara lebih rinci dapat
diuraikan sebgai berikut:
1) Filsafat,dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara pendekatan yang
digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan
menyusun teori-teori pendidikannya, disamping menggunakan metoda-metoda ilmiyh
lainnya.
2) Fisafat, juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah berkembang oleh
para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu,
mempunyai relefansi dengan kehidupan nyata. Artinya mengarahkan agar teori-teori dengan
pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam
praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang
dalam masyarakat.
3) Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau
pedagogik.
Disamping hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan, juga terdapat
hubungan yang bersifat suplementer, sebagaimana dikemukakan oleh Ali Saefullah dalam
bukunya antara Filsafat dan pendidikan, sebagai berikut:
a. Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang sifat
hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta ini moral
pendidikannya.
b. Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan yang meliputi pelitik pendidikan,
kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan
pengajaran, termasuk pola-pola akultrasi dan peran pendidikan dalam pembangunan
masyarakat dan negara.

2
Definisi diatas merangkum dua cabang ilmu pendidikan, yaitu: filsafat pendidikan dan
sistem atau teori pendidikan dan hubungan antara keduanya adalahbehwa yang satu suplemen
terhadap yang lain dan keduanya diperlakukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan
hanya sebagai pengajar bidang studi tertentu.

3. Hubungan antara Filsafat, Manusia dan Pendidikan


a. Kedudukan Filsafat dalam Ilmu Pendidikan
Dalam ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal, atau pokok. Karena
filsafat lah yang mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia dibidang kerohanian
untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan.lambat laun sesuai dengan sifatnya, manusia
tidak pernah merasa puas dengan meninjau suatu hal dari sudut yang umum, melainkan juga
ingin memperhaikan hal-hal yang khusus.3[3]
Kedudukan atau hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan atau berfikir filosofis dan
berfikir ilmiah akan dilengkapi uraian ini dengan piaget tentang epistemologi genetis, yaitu
fase-fase berfikir dan pikiran manusia dengan mengambil contoh perkembangan akan mulai
dari tahun pertama usia anak hingga dewasa sebagaimana diuraikan oleh halford sebagai
berikut:
Jasa utama dari piaget adalah uraiannya mengenai perkembangan anak dalam hal tinggah
laku yang terdiri atas empat fase, yaitu:
1) Fase Sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai usia dimana caraberfikir anak
masih sangat ditentukanoleh kemampuan pengalaman sensorinya, sehingga sangat sedikit
terjadi peristiwa berfikir yang sebenarnya, dimana tanggapan tidak berperan sama sekali
dalam proses berfikir dan pikiran anak.
2) Fase Pra-operasional, pada usia kira-kira antara 5 – 8 tahun, yang ditandai adanya kegiatan
berfikir dengan mulai menggunakan tanggapan (disebut logika fungsional).
3) Fase Operasional yang kongkrit, yaitu kegiatan berfikir untuk memecahkan persoalan
secara kongkrit dan terhadap benda-benda yang kongkrit pula.
4) Fase Operasi Formal, pada anak dimulai usia 11 tahun. Anak telah mulai berfikir abstrak,
dengan menggunakan konsep-konsep yang umum dengan menggunakan hipotesa serta
memprosenya secara sistematis dalam rangka menyelesaikan problema walaupun si anak
belum mampu membayangkan kemungkinan-kemungkinan bagaimana realisasinya.
Bisa disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu menerima dasarnya dari filsafat, antara lain :
1) Setiap ilmu pengetahuan itu mempunyai objek dan problem

3
2) Filsafat juga memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan
dengan dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan itu.
3) Di samping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang digunakan dalam
tiap-tiap ilmu pengetahuan.
4) Dasar yang diberikan oleh filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari semua ilmu
pengetahuan. Tidak mungkin tiap ilmu itu meninggalkan dirinya sebagai ilmu pengetahuan
dengan meninggalkan syarat yang telah ditentukan oleh filsafat.
5) Filsafat juga memberikan metode atau cara kepada setiap ilmu pengetahuan.

b. Kedudukan Filsafat dalam Kehidupan Manusia


Untuk memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia maka
terlebih dahulu diungkapkan kembali pengertian filsafat. Filsafat berarti cinta akan
kebijaksanaan. Jadi seorang filosof adalah orang yang mencintai kebijaksanaan dan hikmat
yang mendorong manusia itu sendiri untuk menjadi orang yang bijaksana. Dalam arti lain,
filsafat didifinisikan sebagai suatu pemikiran yang radikal dalam arti mulai dari akarnya
masalah samapai mencapai kebenaran melalui tahapan pemikiran. Oleh karena itu seorang
yang berfilsafat adalah orang yang berfikir secara sadar dan bertanggung jawab dengan
pertanggungjawaban pertama adalah terhadap dirinya sendiri. 4[4]
Filsafat dalam coraknya yang religius bukanlah berarti disamakan dengan agama atau
pengganti keduudkan agama, walaupun filsafat dapat menjawab segala pertanyaan atau sial-
soal yang diajukan. Kedudukan agama sebagai pengetahuan adalah lebih tinggi daripada
filsafat karena didalam agama masih ada pengetahuan yang tak tercapai oleh budi biasa adan
hanya dapat diketahui karena diwahyukan.

Anda mungkin juga menyukai