Makalah Kimia 2
Makalah Kimia 2
ANTIBIOTIKA
Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi/jamur,
yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain.Banyak antibiotika
saat ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam prakteknya
antibiotika sintetik tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya kuinolon).Antibiotika
yang akan digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, harus
mememiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, antibiotika tersebut haruslah
bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk manusia.
Antibiotika adalah obat yang sangat ampuh dan sangat bermanfaat jika digunakan
secara benar. Namun, jika digunakan tidak semestinya antibiotika justru akan
mendatangkan berbagai mudharat. Yang harus selalu diingat, antibiotika hanya ampuh
dan efektif membunuh bakteri tetapi tidak dapat membunuh virus. Karena itu, penyakit
yang dapat diobati dengan antibiotika adalah penyakit-penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri.
SEFALOSPORIN
Hubungan struktur dan aktivitas
Sefalosporin dan penisilin termasuk golongan antibiotika β – laktam. Sefalosporin
mulai dikenal sejak tahun 1945. Guiseppe Brotzu berhasil mengisolasi dan menyelidiki
salah satu spesies dari lumut, yaitu Cephalosporium acremonium yang mempunyai efek
antibakterial terhadap kuman tifoid, Brucela, kuman kolera, dan Staphylococcus
aureus. Tahun 1949, Dr. Edward Abraham dan H.S. Burton menemukan sedikitnya ada
dua macam antibiotika yang diproduksi oleh lumut tersebut.
Antibiotika pertama dinamakan sefalosporin P, dan antibiotika ke dua dinamakan
sefalosporin N. Struktur ini kemudian diberi nama penisilin N tetapi sifat antibakterialnya
berbeda dengan bensilpenisilin. Apabila penisilin N dijalankan secara kromatografi akan
terlihat beberapa substansi yang diberi tanda A, B dan C. Komposisi C keluar menjadi
suatu antibiotika dan diberi nama sefalosporin C. Akhirnya, pada tahun 1964 dua macam
sefalosporin digunakan untuk kepentingan klinik, yaitu sefalotin dan sefaloridin. Sesudah
itu diikuti dengan munculnya turunan-turunan baru (3).
Ciri khas kelompok sefalosporin adalah asam 7-amino sefalosporanat (7-ACA : 7-
aminochephalosporanic acid) yaitu gabungan antara cincin β – laktam dan hidrotiazin.
Berbeda dengan inti penisilin meskipun keduanya termasuk antibiotik β – laktam.
Sefalosporin C resisten terhadap penisillinase, tetapi dirusak oleh sefalosporinase.
Hidrolisis asam sefalosporin C menghasilkan 7 – ACA yang kemudian dapat
dikembangkan menjadi berbagai macam antibiotik sefalosporin. Melalui perubahan rantai
R pada cincin beta-laktam dihasilkan bermacam jenis sefalosporin yang mengakibatkan
perubahan sifat antibakterial dan kimiawi, sehingga kemudian dikelompokkan dalam
generasi I, II dan III.
A = Cincin dihidrotiazin
B = Cincin β - laktam
Aktivitas antimikroba
Seperi halnya antibiotik β – laktam lain, mekanisme kerja antimikroba
sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat ialah
reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.
Sefalosporin dibagi menjadi 3 generasi berdasarkan aktivitas antimikrobanya yang
secara tidak langsung juga sesuai dengan urutan masa pembuatannya..
a) Sefalosporin generasi pertama
Memperlihatkan spektrum antimikroba yang terutama aktif terhadap kuman gram –
positif. Keunggulannya dari penislin adalah aktivitasnya terhadap bakteri penghasil
penisillinase. Golongan ini efektif terhadap sebagian
besar S.aureus dan Streptococcustermasuk Str.pyogenes,
Str.viridans dan Str.pneumoniae. bakteri gram-positif yang juga sensitif
ialah Str.anaerob, Clostridium perfrigens, Listeria monocytogenes dan Corynebacterium
diphteriae. Sefalospirin generasi pertama meliputi senyawa-senyawa yang semula
dikembangkan yakni;
sefalotin,
sefalosin,
sefasporin,
sefadrin,
sefaleksin, dan
sefadroksil.
b) Generasi kedua sefalosporin
Golongan ini kurang aktif terhadap bakteri gram-positif dibandingkan dengan generasi
pertama, tetapi lebih aktif terhadap kuman gram-negatif; misalnya H.influenzae,
Pr.mirabilis, E.coli dan Klebsiella. Therhadap Ps.aeruginosa dan enterokukos golongan
ini tidak efektif. Untuk infeksi saluran empedu golongan ini tidak dianjurkan karena
dikhawatirkan enterokokus termasuk salah satu penyebab infeksi. Sefoksitin aktif
terhadap kuman anaerob. Sefalosporin generasi kedua ini mecakup :
sefamandol,
sefoksilin,
sefaktor, dan
sefuroksin.
c) Generasi ketiga sefalosporin
Golongan ini umumnya kurang aktif dibandingkan dengan generasi pertama terhadap
kokus gram-positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain
penghasil penisilinase. Di antara sediaan golongan ini ada yang aktif
terhadap Ps.aeruginosa. Generasi ketiga sefalosporin meliputi :
sefotaksim,
moksalaktam, dan
sefoperazon.
Dewasa ini sefalosporin yang lazim digunakan dalam pengobatan, telah mencapai
generasi ketiga. Mekanisme kerja antibiotik sefalosporin yaitu inhibisi sintetis dinding sel
bakteri dengan cara seperti antibiotik penisilin.
Sefalosporin aktif terhadap kuman gram - positif maupun gram – negatif, tetapi
spektrum antimikroba masing-masing derivat bervariasi.
SIFAT UMUM
FARMAKOKINETIK
EFEK SAMPING
Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi, gejalanya mirip
reaksi alergi yang sering terjadi, gejalanya mirip dengan reaksi alergi yang ditimbulkan
oleh penisilin. Reaksi mendadak yaitu anafilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria
dapat terjadi. Reaksi silang umumnya terjadi pada penderita dengan alergi penisilin berat,
sedangkan pada alergi penisilin ringan atau sedang kemungkinannya kecil. Dengan
demikian pada penderita dengan alergi penisilin berat tidak dianjurkan penggunaan
sefaloporin atau kalau sangat diperlukan harus diawasi dengan sungguh-sungguh.
Reaksi Coombs sering timbul pada penggunaan sefalosporin dosis tinggi. Depresi
sumsum tulang terutama granulositopenia dapat timbul meskipun jarang.
Sefalosporin merupakan zat yang nefrotoksik, meskipun jauh kurang toksik
dibandingkan dengan aminoglikosida dan polimiksin. Nekrosis ginjal dapat terjadi pada
pemberian sefalodrin 4g/hari. Sefalosporin lain pada dosis terapi jauh kurang toksik
dibandingkan dengan sefaloridin. Kombinasi sefalosporin dengan gentamisin atau
tobramisin mempermudah terjadinya nefrotoksisitas.
INDIKASI KLINIK
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (1993), How to Investigate Drug Use in Health Facilities, World Health
Organization, Geneva
Quick, J.D. (EDITOR), (1997), Managing Drug Supply, 2nd Ed., bab III D.28. 422–437,
Kumarian Press, West Hartford
Zai, C., (2002), “Evaluasi Manajemen Obat: Penggunaan Obat yang Rasional dan
Biaya Pemakaian Obat di Puskesmas Kabupaten Nias, Tesis, 50–62, Pasca Sarjana
UGM, Yogyakarta
22536.
1984 : 23758.