Anda di halaman 1dari 6

MODUL

TEKS RESENSI

Setelah kita membaca buku, menonton film/sinetron, ataupun melihat pameran lukisan dan
yang semacamnya, kita hampir selalu mengomentarinya: bagus, seru, lucu, mengasyikkan,
ataupun ungkapan-ungkapan sejenisnya. Lontaran-lontaran seperti itulah yang dimaksud dengan
ulasan ataupun resensi dalam bentuk sederhana. Dengan demikian, ulasan sebenarnya bukan
sesuatu yang asing bagi kita.
Dalam pelajaran ini, kita akan mmempelajari struktur dan kaidah kebahasaan resensi
secara lebih mendalam. Resensi berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata kerja revidere atau
recensere, dalam bahasa Belanda istilahnya resensie, sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal
dengan sebutan review, yang artinya melihat kembali, menimbang, atau menilai.
Tiga hal itu mengacu pada hal yang sama, yakni mengulas sebuah buku/karya. Dapat dikatakan
bahwa kegiatan meresensi adalah memberikan penilaian, mengungkapkan kembali isi buku/karya.
Bidang sasaran resensi : (1) buku, baik fiksi maupun nonfiksi; (2) pementasan seni, seperti
film, sinetron, tari, drama, musik; (3) pameran seni, baik seni lukis maupun seni patung.
Tujuan yang ditulis dalam resensi adalah
1. Memberikan informasi tentang kehadiran sebuah buku/karya kepada masyarakat;
2. Mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan tentang kualitas
sebuah buku/karya yang telah hadir di masyarakat;
3. Memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah buku itu pantas mendapat sambutan dari
masyarakat atau tidak;
4. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi orang yang tidak memiliki waktu yang cukup
untuk membaca buku;
5. Menguji kualitas buku dengan membandingkan terhadap karya dari penulis yang sama atau
penulis lainnya;
6. Memberi masukan kepada penulis buku berupa kritik dan saran terhadap cara penulisan, isi,
dan substansi buku.
Sedangkan manfaat penulisan resensi adalah
1. Bagi pengarang, resensi dapat menjadi sebuah masukan demi perbaikan atau peningkatan
kualitas karya-karya berikutnya.
2. Bagi penerbit, resensi dapat menjadi media informasi, promosi/iklsn kepada masyarakat luas
mengenai buku/karya yang baru diterbitkan.
3. Bagi pembaca, resensi dapat membantu memberikan informasi tentang sebuah buku/karya
sehingga pembaca dapat menentukan perlu tidaknya membaca/membeli/menonton sebuah
buku/karya tersebut.

Contoh Resensi Novel :

Resensi Novel
Judul : Ayah
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
Terbit : Mei 2015
Tebal : 412 halaman + xx

Novel ini merupakan novel yang kesembilan dari Andrea Hirata setelah Laskar Pelangi
Song Book yang diterbitkan pada Mei 2015. Novel yang berlatar di Belitong menceritakan sosok
ayah dalam suatu keluarga. Sabari bin Insyafi adalah anak terakhir dari pria bernama Insyafi.
Sabari tidaklah setampan teman-temannya, Toharun, Tamat, dan Ukun, juga paling tidak suka
dengan cinta-cintaan. Sosok Sabari diceritakan sebagai pria yang lugu, namun hebat dalam bahasa
Indonesia, terutama membuat puisi.
Sabari, Tamat, dan Ukun adalah sahabat yang tidak terpisahkan. Tetap saja dalam
bersahabatan ada perbedaan-perbedaan yang membuat mereka menjadi semakin akrab dan seperti
keluarga. Seperti halnya dalam masalah pelajaran, Tamat dan Ukun selalu bersaing untuk
menghindari ranking terbawah, sementara Sabari melenggang mulus di peringkat atas. Ibarat
langit dengan bumi. Namun dalam hal cinta, Tamat dan Ukun (kecil) memunyai selera yang sama.
Sudah banyak gadis disukainya, hanya sebatas suka, sedangkan Sabari tidak pernah sekalipun
ingin merasakan cinta.
Alur cerita menjadi lebih menarik tatkala Sabari mulai merasakan cinta kepada salah satu
gadis tercantik, Marlena. Hanya saja, semakin dia mengejar; semakin menjauhlah cintanya
tersebut. Perjuangan untuk mengejar cinta sejatinya tidak perah sedikitpun goyah. Walau dia tahu
semakin dia mencintai, selama itu juga dia akan tersakiti. Sebuah romantisme cinta yang tidak
kalah hebat dengan Romeo dan Juliet.
Sudut pandang cinta membuat cerita di novel ini bergairah. Perjuangan Sabari untuk
mendapatkan Marlena akhirnya terbayar sudah. Mereka menikah dan dikaruniai seorang anak.
Zorro, itulah panggilan bayi mungil nan memesona. Tidak berhenti di sana. Sabari akhirnya
merasakan getirnya hidup. Ditinggal seorang istri yang menikah dengan orang lain, kemudian
mengasuh anak dari kecil hingga berumur hampir tiga tahun. Dan mendengar ucapan pertama dari
si kecil dengan sebutan “ayah”. Setelah beranjak umur tiga tahun, Zorro kecil diambil paksa sang
istri (Lena) untuk hidup dengannya. Kehidupan Lena tak jauh beda, jika Sabari menderita dan
depresi karena ditinggal Lena dan Zorro. Lena sendiri melalui hidup dengan getir karena menikah
beberapa kali dan selalu kandas karena suaminya berselingkuh.
Novel ini disajikan tiga setting, pertama masa kecil, kedua sewaktu SMA, dan ketiga masa
setelah SMA antara Sabari dan ketiga temannya. Penulis menyelipkan sejumlah puisi yang indah
di novel ini melalui peran sang tokoh utama yang pandai berpuisi. Awalnya pembaca dibuat
bingung dengan urutan novel yang berlatar waktu maju-mundur dan nama ganda sang tokoh,
seperti membuat teka-teki, namun di akhir pembaca langsung tahu apa yang dimaksud. Di novel
ini juga sarat akan pesan moral seperti perjuangan, kesetiakawanan, dan latar sosial masyarakat
Belitong zaman dahulu.
Pesan lain di novel ini adalah tentang sebuah persahabatan. Persahabatan yang pada
akhirnya membuat Tamat dan Ukun rela mengelilingi Sumatera untuk mencari Zorro dan Lena
agar temannya (Sabari) tidak menjadi gila. Bermodalkan tekad dan surat-surat dari temannya serta
sahabat pena Lena, kedua sahabat itu menginjakkan kaki dari Aceh sampai ujung terjauh Sumatera.
Harapan mereka adalah ingin sahabatnya kembali seperti waktu maih muda, kembali ceria seperti
dulu lagi.
Di antara semua itu, pesan yang paling mencolok adalah tentang arti sebuah keluarga. Di
mana Sabari yang selalu mendambakan Zorro agar datang dipelukkannya. Berkumpul dengannya,
dan melalui hidup seperti orang lainnya. Menjadi ayah dan anaknya, dan mengajari anaknya untuk
menjadi sosok yang bisa dibanggakan. Segala pengorbanan sudah dia lakukan untuk cintanya
kepada istri dan juga cintanya kepada anak. Sosok yang tidak ingin melihat anaknya mnangis dan
sengsara.
Tulisan novel ini benar-benar mengagumkan. Bahasa yang mendayu-dayu dan membuat
kadang kita tersenyum, terbahak, sedih, geram, dan meneteskan air mata. Bahasa penuh sastra
disajikan oleh penulis di dalam novel ini. Hampir setiap bab terdapat puisi-puisi yang mendayu-
dayu penuh makna. Beberapa kutipan puisi ataupun kalimat yang ada di dalam novel ini;

Cinta adalah mahkota puisi


Musim adalah giwang puisi
Hujan adalah kalung puisi
Bulan adalah gelang puisi
Cincin adalah perhiasan
(Novel “Ayah”-Halaman 37)

Kulalui sungai yang berliku


Jalan panjang sejauh padang
Debur ombak yang menerjang
Kukejar bayangan sayap elang
Di situlah kutemukan jejak-jejak untuk pulang
Ayahku, kini aku telah datang
Ayahku, lihatlah, aku sudah pulang
(Novel “Ayah” – Halaman 384)

Masih banyak kejutan lagi dalam cerita novel ini. Dikemas dengan cara menarik dan
sedikit dagelan di sana-sini, novel ini mampu mengahdirkan hiburan yang baru, segar, dan sarat
makna budaya, terutama kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Belitong, Bangka, dan sekitarnya.
Dicetak dengan kertas yang tidak terlalu menyilaukan mata sehingga nyaman juga dibaca. Novel
ini layak dibaca oleh semua kalangan, terutama seorang ayah yang mencintai keluarganya atau
seorang anak yang terkadang melupakan kasih sayang dan keberadaan seorang ayah dalam
hidupnya.
Sumber: http://www.nasirullahsitam.com/2015
(dengan pengubahan)

Contoh Resensi Film :

Resensi Film

JUDUL FILM : Denias, Senandung di Atas Awan


PENULIS : Jeremias Nyangoen dan Monty Tiwa
PRODUSER : Nia Zulkarnaen dan Ari Sihasale
SUTRADARA : John de Rantau
TAHUN PRODUKSI : 2006
DURASI : 110 Menit
NAMA PEMAIN :
 Albert Tom Joshua Fakdawer
 Ari Sihasale
 Nia Zulkarnaen
 Marcella Zalianty
 Michael Jakarimilena
 Pevita Eileen Pearce
 Mathias Muchus
 Audrey Papilaya

Denias, Senandung di Atas Awan merupakan sebuah film yang wajib ditonton oleh mereka
yang peduli tentang pendidikan di Indonesia. Film ini diambil dari kisah nyata yang memberikan
banyak motivasi untuk tetap semangat mencari ilmu.
Skenario film ini ditulis oleh Jeremias Nyangoen dan Monty Tiwa. Jeremias Nyangoen
(lahir di Pontianak, 29 Juni 1968) adalah seorang aktor Indonesia yang dikenal
memerankanSumanto dalam film “Kanibal-Sumanto” pada tahun 2004. Monty Tiwa (lahir di
Jakarta, 28 Agustus 1976) adalah seorang sutradara dan seorang penulis skenario asal Indonesia.
Dia jiga dikenal sebagai produser film, penyunting film, dan pencipta lagu. Ia pernah bekerja di
Trans TV sebagai Creative Writer (2002-2003), di RCTI sebagai Head Section (2003-2004), dan
di MNC sebagai Creative Director (2004-2005). Kini Monty Tiwa bekerja sebagai penulis lepas
dan sutradara. Skenario karya Monty Tiwa adalah “Andai Ia Tahu”, “Vina Bilang Cinta”,
“Biarkan Bintang Menari”, “9 Naga”, “Juli di Bulan Juni”, “Mengejar Mas-mas”, “Otomatis
Romantis”, “XL”, “Antara Aku, Kau, dan Mak Erot”, “Kalau Cinta Jangan Cengeng”, “Antara
Aku, Kau, dan Saipul Jamil”, “XXL Double Extra Large”. Penghargaan yang pernah diraih oleh
Monty Tiwa antara lain,Skenario Terbaik (Film Cerita Lepas), Piala Vidia FFI 2005 untuk Juli di
Bulan Juni, Penata Sunting Terbaik Piala Vidia FFI 2006 untuk Ujang Panty 2, Penulis Skenario
Cerita Asli Terbaik Piala Citra di FFI 2006 untuk Denias, Senandung di Atas Awan.
Film ini menceritakan tentang perjuangan seorang anak pedalaman Papua yang bernama
Denias untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Seluruh setting lokasi dilakukan di Pulau
Cendrawasih ini. Cerita dalam film ini merupakan adaptasi dari kisah nyata seorang anak Papua
yang bernama Janias.
Sebuah film yang harus ditonton oleh meraka yang mengaku peduli dengan dunia
pendidikan di Indonesia. Sebuah film yang membuka pandangan kita tentang betapa pendidikan
yang layak di negeri ini masih sangat mahal, masih sangat rumit dan masih banyak diskriminasi-
diskriminasi yang tidak masuk akal.
Dalam film ini juga dapat kita lihat keindahan Provinsi Papua yang berhasil direkam dengan begitu
indahnya.
Keunggulan film DENIAS “Senandung di Atas Awan” adalah dari tema yang diangkat
adalah pendidikan. Ini memberikan nilai positif dari film tersebut, karena sangat sedikitnya film
pendidikan yang di angkat dengan kenyataan sekarang yang maraknya film horror dan cinta yang
di angkat menjadi tema. Film DENIAS ini bisa dijadikan contoh sebagai produser-produser lain
agar tetap menjalankan nilai pendidikan dalam film mereka. Sedangkan kelemahan dari film ini
adalah karena ceritanya sangat sederhana dan penyampaiannya sangat monoton. Kadang membuat
orang malas untuk menonton walaupun tema yang di angkat bagus.
Tema yang diangkat oleh cerota ini adalah tentang film pendidikan, yaitu perjuangan
seorang anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dengan usaha yang dia lakukan sehingga
mendapatkan sekolah gratis. Amanat yang terkandung dalam film ini, yaitu memberikan semangat
yang luar biasa dari seorang anak pedalaman Papua untuk sekolah kepada kita dan memberikan
semangat untuk memperjuangkan apa yang kita inginkan. Alur ceritanya menggunakan alur maju
atau progresif, karena ceritanya runtut dari Denias mendapatkan pendidikan di sekolah darurat
dekat tempat tinggalnya sampai mendapatkan sekolah di kota. Tokoh-tokoh dengan karakter yang
diperankan dalam film tersebut menjadi kekuatan dalam film tersebut. Sudut pandang cerita ini
berdasarkan kisah nyata seorang anak pedalaman Papua yang bernama Janias yang mempunyai
semangat tinggi untuk mendapatkan pendidikan dan sekarang Janias kuliah di Australia.
Sebagian besar lokasi syuting film ini ertempat di daerah kerja PT. Freeport Indonesia,
sebuah perusahaan asing yang bergerak di bidang pertambangan tembaga dan emas di Papua.
Lokasi perkampungan Denias mengambil tempat di kawasan pegunungan Wamena. Rumah-
rumah yang dipakai syuting merupakan rumah asli masyarakat setempat, namun ada sebagian
yang dibangun untuk kebutuhan syuting. Sebagian penduduk setempat juga merupakan figuran.
Syuting sekolah Denias bertempat di SD-SMP YPJ Kuala Kencana. Sebagian besar figuran dalam
adegan sekolah film ini merupakan siswa-siswi YPJ Kuala Kencana. Tempat-tempat lain yang
juga digunakan dalam film ini adalah Kota Timika dan Kuala Kencana.
Film Senandung di Atas Awan, memperlihatkan sisi kehidupan papua yang benar-benar
masih murni suku pedalaman. Hal ini dapat dilihat dari pakaian. Pakaian penduduk asli pedalaman
masih di tunjukan dengan pakaian adat Papua, masih menggunakan koteka walupun sebagian
sudah mengenal pakaian penutup. Tapi di dalam film ini benar-benar tidak merubah adat
kebiasaan orang pedalaman disana, rumah adat desa Wamena, logat bahasa juga sangat kental
sekali. Sehingga film ini terlihat benar-benar murni. Dalam film ini di gambarkan secara jelas
kehidupan di suku pedalamannya dari kebudayaannya. Contoh dalam film tersebut di gambarkan
anak yang sudah beranjak dewasa diwajibkan memakai koteka dan setelah upacara pemakaian
koteka tersebut dipisahkan tempat untuk laki-laki dan perempuan dan juga dalam upacara
berkabung di Papua, suami yang istrinya meninggal, jarinya dipotong untuk menandakan bahwa
suami itu duda dan tradisi mandi Lumpur, dll. Ilustrasi Musik yang dipakai sekaligus soundtrack
film ini dinyanyikan langsung oleh Albert pemeran Denias. Lumayan bagus sesuai dengan isi film
tersebut, kesan dramatik lumayan muncul dalam film tersebut tetapi sedikit terlalu berlebihan
dalam film tersebut. Teknik pengambilan gambar lumayan bagus saat seluruh wilayah kepulauan
Cendrawasih di tampilkan seluruhnya sangat bagus. Dan pengambilan gambar di sekitar desa di
pedalaman itu sangat bagus. Dalam film ini benar- benar ingin menonjolkan keindahan kepulauan
Cendrawasih.
Struktur Penulisan Resensi Buku
Pada umumnya sistematika resensi meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Judul Resensi
Judul resensi harus menggambarkan isi resensi. Penulisan judul resensi haarus jelas, singkat,
dan tidak menimbulkan kesalahan penafsiran.
b. Identitas buku/karya
Identitas buku/karya, meliputi judul buku/karya, nama pengarang, penerbit, tahun terbit,
cetakan ke-, tebal buku, gambar kulit, ukuran buku, harga (jika ada)
c. Pendahuluaan
Sebelum melangkah pada sebuah peilaian, seorang peresensi biasanya memberikan
gambaran umum tentang karya yang akan diresensi, seperti menguraikan latar belakang
pengarang, karya-karyanya, pernah mendapat penghargaan atau tidak, dsb.
1) Kepengarangan
Perensesi yang baik sebenarnya harus mengetahui biografi penulis dari karya yang akan
diresensi , seperti latar belakang pengarang maupun karya-karyanya karena sebuah
karya yang diciptakan biasanya tidak terlalu jauh dari latar belakang kehidupan
penulisnya. Kepengarangan ditulis secara ringkas.
2) Jenis/genre buku
Pereensi harus dapat mengklasifikasikan buku atau karya yang akan diresensi, pakah
termasuk fiksi tau nonfoksi, bernre horor, komedi, atau yang lainnya.
d. Isi
Isi resensi memuat tentang sinopsis/ulasan singkat buku dengan kutipan,
keunggulan/kelemahan buku, sistematika penyajian dan penggunaan bahasa.
1) Gambaran isi buku / sinopsis
Pada bagian ini seorang resensator harus harus dapat memaparkan ringkasan isi buku
atau garis besar isi buku. Pada buku nonfiksi diuraikan tentang garis besar isi buku atau
pokok-pokok isi buku, sedangkan untuk buku fiski, seperti novel atau film yang akan
diresensi memaparkan sinopsis atau ringkasan peristiwa maupun konflik yang terjadi
pada karya fiksi tersebut.
2) Keunggulan dan kelemahan (isi, bahasa, sistematika penulisan)
Pada bagian ini, penulis resensi mengemukakan kelebihan dan kekurangan isi buku
fiksi/nonfiksi ditinjau dari berbagai sudut pandang, bergantung pada kepekaan
resensator, baik ditinjau dari segi isi buku/karya (unsur intrinsik dan ekstrinsik), bahasa,
maupun sistematika penyajiannya.
e. Penutup
Pada bagian akhir resensi biasanya diisi dengan sebuah simpulan tentang sasaran dan
harapan yang dituju oleh buku itu serta layak tidaknya untuk diapresiasi oleh masyarakat.

Secara singkat, unsur-unsur dari resensi buku fiksi (cerpen, novel) yaitu :
 Identitas buku, seperti :
1. Judul buku
2. Nama pengarang
3. Penerbit
4. Tahun terbit
5. Jumlah halaman
6. Harga buku
7. Cover buku (gambar depan buku)
8. Jenis kertas, dsb.
 Ringkasan atau jalan cerita (Sinopsis), pada bagian ini dapat ditambahkan mengenai siapa
pengarang buku yang kita resensi dan apa pencapaian yang telah diraihnya selama ini.
 Keunggulan dan kelemahan buku, dapat ditemukan melalui :
1. Tema
2. Alur
3. Tokoh atau watak
4. Setting
5. Gaya bahasa
6. Teknik bercerita (sudut pandang)
7. Amanat, dsb.
Atau dapat lebih mudah, diambil dari unsur intrinsik dan entrinsik.
 Arah saran pemilihan buku
 Penutup (Kesimpulan)

Anda mungkin juga menyukai