Anda di halaman 1dari 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

DAS Citarum merupakan DAS terbesar dan terpanjang di Provinsi Jawa Barat. DAS
Citarum hulu meiliki batasan area dari mata air sungai Citarum hingga Waduk Sangguling
dengan luasan ±1771 km2 . Berdasarkan pengolalaannya DAS Citarum Hulu dibagi dalam
tujuh sub-DAS yaitu: Cikapundung, Citarik, Cihaur, Cirasea, Cisangkuy, Ciminyak dan
Ciwidey (BBWS Citarum, 2005).
Aktivitas manusia yang kurang memperhatikan lingkungan telah banyak memicu dan
mempercepat terjadinya bencana alam. Sebagai contoh pemotongan lereng terjal untuk
pemenuhan sarana prasarana jalan dan pemukiman dapat memicu longsor, dan okupasi badan
sungai mengakibatan berkurangnya dimensi/ukuran palung sungai sehingga terjadi banjir
karena sungai tak mampu menampung aliran air. Saat ini masih dimitoskan bahwa timbulnya
bencana banjir, erosi dan tanah longsor sebagai akibat penebangan hutan, terutama yang
dilakukan secara liar (illegal). Pandangan tentang pengaruh hutan terhadap tanah longsor dan
banjir masih diperdebatkan, dan perlu ditelaah secara kasus per kasus agar diperoleh hasil
analisis yang faktual dan rasional. Untuk bisa melakukan tindakan bijak, maka pemahaman
tentang teknik mitigasi bencana banjir, erosi dan tanah longsor sangat diperlukan oleh para
pihak terkait.
Tindakan yang perlu dilakukan mencakup teknik identifikasi daerah rawan terkena
bencana, teknik pencegahan dan pengurangan, serta metode pengembangan dan sosialisasi
peringatan dini. Semua tindakan tidak mungkin dilakukan sepihak dari atas (top down) tetapi
merupakan tindakan terpadu dari atas dan dari bawah (bottom up). Kewaspadaan masyarakat
penghuni wilayah rawan bencana sangat diperlukan, dan pengembangan keberdayaan
masyarakat dalam mitigasi bencana alam harus selalu digaungkan setiap saat. Pemberdayaan
tidak hanya dalam bentuk himbauan dan perintah tetapi tindakan nyata dan kesadaran
masyarakat akan bahaya yang selalu mengancam setiap saat.
1.2.Permasalahan

Permasalahan yang terjadi pada DAS Citarum pada satu dekade terakhir adalah terjadinya
banjir, degradasi tanah, polusi sungai, dan Sedimentasi pada DAS Citarum hulu. Permasalah
tersebut terjadi akibat tingginya intensitas hujan, variasi kemiringan lereng, dan perubahan tata
guna lahan. Erosi dan sedimentasi yang tidak terkendali, akan berdampak terjadinya
pendangkalan pada sungai – sungai yang berada pada DAS Citarum dan Waduk Saguling. Hal
tersebut akan menimbulkan terjadinya bencana banjir, tanah longsor, berkurangnya kapasitas
tampungan dan umur fungsi waduk yang berimbas pada menurunnya produktifitas dan hasil
pertanian. Kondisi topografi DAS Citarum didominasi oleh pegunungan yang membatasi
sepanjang DAS, dan dataran luas yang berada di tengah DAS. Tata guna lahan DAS Citarum
didominasi oleh pertanian dan hutan. DAS Citarum dalam kurun waktu tujuh tahun (1994-
2001) luas hutan berkurang hampir 60%, sebaliknya luas lahan pertanian bertambah hingga
40% dengan laju ekspor sedimen yang melebihi 100 ton/km2 (Poerbandono, 2006). Pada tahun
2000 luas DAS mencapai 72.000 ha menyusut 89 persen menjadi 9.900 ha pada 2009.
Sebaliknya luas permukiman pada DAS tersebut meningkat 115 persen dari 81.700 ha menjadi
176.000 ha pada periode yang sama. Pada dekade terakhir menurut Sukardi, 2013. DAS
Citarum hulu telah mengalami sedimentasi yang cukup besar seperti yang ditunjukan pada
Gambar
Pengendalian sedimentasi pada DAS Citarum dalam upaya untuk menjaga kestabilan tanah
dan mencegah terjadinya bencana harus dilakukan dengan metode yang tepat dengan
disesuaikan laju sedimentasi yang terjadi. Pembangunan cek dam, kantong sedimen (sand
pocket ), adalah berbagai jenis bangunan pengendali sedimen yang telah banyak digunakan
dalam mengendalikan sedimen. Perlunya kajian kasus dalam mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan guna menentukan kebijakan yang tepat dan efektif dalam
mengendalikan laju erosi dan sedimentasi agar tidak mengganggu tampungan waduk dan
mencegah bencana yang tidak kita inginkan.

1.3.Tujuan dan Manfaat

Sebagai rekomendasi kepada pihak terkait dan masyarakat dalam:


1. Survei dalam perencanaan bangunan sabo dimaksudkan untuk pengumpulan dan analisis
data untuk mengetahui fenomena aktif, fenomena pasif dan faktor pendukung dalam
rangka pembangunan bangunan sabo.
2. Survei juga digunakan sebagai perbandingan kelayakan suatu bangunan sabo terhadap
bentang alam yang ada, apakah sabo tersebut layak atau tidak.
3. Sebagai tindakan preventif untuk mengurangi kemungkinan kerugian akibat bencana.
4. Rencana pembangunan sabo sesuai dengan yang diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai