Anda di halaman 1dari 13

Tawakal & Sabar Menghadapi Ujian

Ibnu Abbas c berkata, “Kalimat,


‫للاُ َح ْسبُنَا‬ ُُ ‫ْال َو ِكي‬
ُ ‫ل َونِ ْع َُم‬
“Cukuplah Allah bagi kami dan Dia adalah sebaik-baik Pelindung,” diucapkan oleh Nabi
Ibrahim q ketika dilemparkan ke api dan diucapkan oleh Nabi Muhammad n ketika kaum
munafik berkata kepadanya,
“Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu
takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka
menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.”
(Ali Imran: 173)
Seorang muwahid yang berusaha di atas tauhid dan mendakwahkan tauhid pastilah akan
mendapatkan berbagai macam ujian dari kaumnya.
Ketika Ummul Mukminin Khadijah x mengajak Rasulullah n bertemu Waraqah bin Naufal,
Waraqah bin Naufal berkata, “Tidaklah ada seorang pun yang membawa seperti yang kamu
bawa melainkan akan dimusuhi oleh kaumnya.” (HR. al-Bukhari no. 3)
Demikianlah sebagian sejarah dan kisah tentang Nabi Ibrahim. Mudah-mudahan kita bisa
mengambil ibrah dari kisah Ibrahim tersebut, hingga ilmu dan amal saleh kita. Di antara
pelajaran yang kita dapatkan dari sirah Nabi Ibrahim q:
1. Tunduk dan patuh kepada setiap perintah Allah l.
2. Mengutamakan kecintaan kepada Allah l dari segala hal.
3. Tegas dalam menunjukkan keimanan, tidak seperti sebagian orang yang minder untuk
menunjukkan keislamannya.
4. Tegas dalam memegang prinsip akidah, berbeda dengan sebagian orang yang banyak berbasa-
basi dengan orang-orang musyrikin dan orang menyimpang lainnya.
5. Menegakkan prinsip al-wala wal bara, cinta karena Allah l dan benci karena Allah l semata.
6. Sabar dalam melaksanakan ketaatan, walau harus berkorban apa pun karena mengharapkan
balasan Allah l semata.
7. Bersemangat dalam mendakwahkan tauhid terutama kepada keluarga terdekat.
8. Tidak merasa aman dari perbuatan syirik dan penyimpangan Setiap bulan Dzulhijjah, jutaan
umat Islam dari seluruh dunia datang ke Baitullah untuk menunaikan ibadah haji. Rukun Islam
yang kelima tersebut merupakan ibadah yang khusus, karena syaratnya bukan hanya telah
mampu atau memiliki bekal yang cukup, tetapi juga mendapatkan “panggilan” dari Allah karena
ada calon jemaah haji yang telah siap-siap berangkat tetapi gagal berangkat karena sesuatu hal
atau telah memiliki harta yang cukup tetapi hatinya belum tersentuh menunaikanny

Pertama, sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ibadah haji adalah bentuk
penghambaan diri seorang muslim kepada Allah SWT. Ibadah haji merupakan sarana untuk
mendekatkan diri (taqarrub) dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
SWT. Ibadah haji adalah sebuah perjalanan spiritual yang banyak diidamkan oleh hampir setiap
umat Islam. Oleh karena peminat ibadah haji makin hari makin bertambah.
Pahala ibadah yang dilakukan di masjidil haram dan masjid nabawi jauh berlipat ganda
dibandingkan dengan sholat selain di kedua mesjid tersebut. Do’a-do’a yang dipanjatkan dijamin
dikabulkan dan dosa-dosa dijamin diampuni oleh Allah SWT. Setiap jemaah yang pulang dari
tanah suci mengaku bahwa ibadah di tanah suci suasananya sangat berbeda, khidmat, penuh
dengan kekhusyuan. Mereka sangat menikmatinya.

Bukan hanya ibadah wajib, ibadah sunat juga pahalanya lebih utama dibandingkan jika
dilakukan di luar kedua tempat suci tersebut. Jauhnya jarak antara pemondokan ke mesjidil
haram tidak menjadi halangan bagi jemaah haji untuk melaksanakan sholat berjamaah dan
ibadah-ibadah lainnya di mesjid tersebut.

Selain itu, sambil melaksanakan ibadah haji, jemaah haji juga berziarah ke tempat-tempat
bersejarah seperti makam Nabi Muhammad SAW, makam nabi Ibrahim AS, Gua Hira, Gunung
(jabal) Uhud, dan sebagainya. Menunaikan ibadah haji merupakan pengalaman spiritual yang
luar biasa sehingga yang telah menunaikannya suatu saat ingin menunaikannya kembali.

Kedua, berlomba-lomba dalam kebaikan. Ibadah haji adalah peluang untuk mengumpulkan
amal ibadah sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu, setiap jemaah haji perlu berlomba-lomba
dalam kebaikan karena pahala ibadah di tanah suci sangat jauh dibandingkan jika beribadah di
luar tanah suci tersebut. puluhan bahkan ratusan kali lipat. Dan belum tentu memiliki
kesempatan untuk melakukannya lagi.

Ketiga, rela berkorban. Ibadah haji memerlukan biaya dan bekal yang besar. Orang rela
menabung bertahun-tahun bahkan menjual hartanya untuk bisa menunaikan ibadah haji. Hal
tersebut merupakan pengorbanan yang luar biasa. Dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan
kepada Allah SWT. Dia menyadari bahwa harta yang dimilikinya pada hakikatnya adalah titipan
Allah SWT. Supaya hartanya barokah, harus digunakan sebagai sarana beribadah kepada-Nya.
Banyak orang yang sudah kaya, memiliki banyak harta tetapi hatinya belum tergerak untuk
menunaikan ibadah haji dengan berbagai dalih. Oleh karena itu, memiliki banyak harta bukanlah
jaminan seseorang mau menunaikan ibadah haji, tetapi harus ada taufik dan hidayah-Nya.

Keempat, bersikap sungguh-sungguh. Setiap rukun atau tahapan ibadah haji perlu dilakukan
dengan sungguh-sungguh. Tidak boleh ada satupun yang terlewat karena kalau ada yang terlewat
ibadah hajinya tidak sah. Dan kalau ada aturan yang dilanggar, maka akan terkena denda (dam).
Ibadah haji adalah ibadah fisik dan mental. Oleh karena itu keduanya perlu disiapkan dengan
baik. Setiap jemaah haji harus menjaga kesehatan. Selain itu, juga harus menjaga sikap dan
perilakunya. Setiap jemaah haji harus memanfaatkan setiap waktunya hanya untuk beribadah
kepada Allah SWT.

Kelima, belajar kesabaran. Pelaksanaan ibadah haji adalah sarana melatih kesabaran. Jutaan
manusia berdesak-desakkan mengelilingi ka’bah (thawaf), ingin mencium hajar aswad, lari-lari
kecil antara shafa dan marwa (sa’i), wukuf di padang arafah, dan melempar jumrah (jumratul
‘aqobah) sebagai simbol permusuhan terhadap setan. Wukuf yang dilakukan tanggal 9 Dzulhijjah
sebagai puncak ibadah haji memerlukan kesabaran yang luar biasa karena setiap jemaah haji
berdiam di padang arafah yang panas dan terik sambil berdo’a memohon ampunan kepada Allah
SWT.

Keenam, disiplin. Setiap jemaah haji dituntut untuk berdisiplin menaati setiap syarat dan rukun
ibadah haji agar hajinya sah. Harus menaati setiap instruksi yang diberikan oleh pembimbing
kelompok supaya tidak salah bertindak atau tersesat di jalan, dan harus menaati aturan yang
berlaku di tanah suci Mekkah dan Madinah supaya tidak terkena sanksi.

Ketujuh, kesetaraan. Setiap jemaah haji harus menggunakan kain ihram berwarna putih. Hal ini
memberikan pelajaran kepada kita bahwa derajat setiap manusia sama di hadapan Allah. Dalam
pandangan-Nya, manusia yang paling mulia adalah yang paling bertakwa pada-Nya. Ketika
manusia mati hanya dibungkus kain kafan, sementara harta tidak dibawa mati. Sementara warna
putih identik dengan bersih. Artinya bahwa setiap manusia harus bersih dalam sikap, perkataan,
dan perbuatannya. Selain itu, hatinya juga harus bersih, terhindari dari penyakit hati seperti
sombong, riya, iri, hasud, dan sebagainya.

Kedelapan, persaudaraan. Jutaan umat manusia yang menunaikan ibadah haji berasal dari
banyak negara dengan beragam ras, suku bangsa, dan warna kulit. Semuanya bercampur baur,
saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, ibadah haji adalah sarana
untuk merekatkan persaudaraan sesama muslim sedunia. Karena hakikatnya setiap muslim
adalah bersaudara. Alangkah indahnya jika semangat persaudaraan tersebut dapat terus tertanam
pasca mereka menunaikan ibadah haji. Mereka menjadi aktor-aktor penyebar perdamaian dan
persaudaraan di daerah masing-masing.

Setiap bulan Dzulhijjah, jutaan umat Islam dari seluruh dunia datang ke Baitullah untuk
menunaikan ibadah haji. Rukun Islam yang kelima tersebut merupakan ibadah yang khusus,
karena syaratnya bukan hanya telah mampu atau memiliki bekal yang cukup, tetapi juga
mendapatkan “panggilan” dari Allah karena ada calon jemaah haji yang telah siap-siap berangkat
tetapi gagal berangkat karena sesuatu hal atau telah memiliki harta yang cukup tetapi hatinya
belum tersentuh menunaikanya.
Pertama, sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ibadah haji adalah bentuk
penghambaan diri seorang muslim kepada Allah SWT. Ibadah haji merupakan sarana untuk
mendekatkan diri (taqarrub) dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
SWT. Ibadah haji adalah sebuah perjalanan spiritual yang banyak diidamkan oleh hampir setiap
umat Islam. Oleh karena peminat ibadah haji makin hari makin bertambah.

Pahala ibadah yang dilakukan di masjidil haram dan masjid nabawi jauh berlipat ganda
dibandingkan dengan sholat selain di kedua mesjid tersebut. Do’a-do’a yang dipanjatkan dijamin
dikabulkan dan dosa-dosa dijamin diampuni oleh Allah SWT. Setiap jemaah yang pulang dari
tanah suci mengaku bahwa ibadah di tanah suci suasananya sangat berbeda, khidmat, penuh
dengan kekhusyuan. Mereka sangat menikmatinya.

Bukan hanya ibadah wajib, ibadah sunat juga pahalanya lebih utama dibandingkan jika
dilakukan di luar kedua tempat suci tersebut. Jauhnya jarak antara pemondokan ke mesjidil
haram tidak menjadi halangan bagi jemaah haji untuk melaksanakan sholat berjamaah dan
ibadah-ibadah lainnya di mesjid tersebut.

Selain itu, sambil melaksanakan ibadah haji, jemaah haji juga berziarah ke tempat-tempat
bersejarah seperti makam Nabi Muhammad SAW, makam nabi Ibrahim AS, Gua Hira, Gunung
(jabal) Uhud, dan sebagainya. Menunaikan ibadah haji merupakan pengalaman spiritual yang
luar biasa sehingga yang telah menunaikannya suatu saat ingin menunaikannya kembali.

Kedua, berlomba-lomba dalam kebaikan. Ibadah haji adalah peluang untuk mengumpulkan
amal ibadah sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu, setiap jemaah haji perlu berlomba-lomba
dalam kebaikan karena pahala ibadah di tanah suci sangat jauh dibandingkan jika beribadah di
luar tanah suci tersebut. puluhan bahkan ratusan kali lipat. Dan belum tentu memiliki
kesempatan untuk melakukannya lagi.

Ketiga, rela berkorban. Ibadah haji memerlukan biaya dan bekal yang besar. Orang rela
menabung bertahun-tahun bahkan menjual hartanya untuk bisa menunaikan ibadah haji. Hal
tersebut merupakan pengorbanan yang luar biasa. Dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan
kepada Allah SWT. Dia menyadari bahwa harta yang dimilikinya pada hakikatnya adalah titipan
Allah SWT. Supaya hartanya barokah, harus digunakan sebagai sarana beribadah kepada-Nya.
Banyak orang yang sudah kaya, memiliki banyak harta tetapi hatinya belum tergerak untuk
menunaikan ibadah haji dengan berbagai dalih. Oleh karena itu, memiliki banyak harta bukanlah
jaminan seseorang mau menunaikan ibadah haji, tetapi harus ada taufik dan hidayah-Nya.
Keempat, bersikap sungguh-sungguh. Setiap rukun atau tahapan ibadah haji perlu dilakukan
dengan sungguh-sungguh. Tidak boleh ada satupun yang terlewat karena kalau ada yang terlewat
ibadah hajinya tidak sah. Dan kalau ada aturan yang dilanggar, maka akan terkena denda (dam).
Ibadah haji adalah ibadah fisik dan mental. Oleh karena itu keduanya perlu disiapkan dengan
baik. Setiap jemaah haji harus menjaga kesehatan. Selain itu, juga harus menjaga sikap dan
perilakunya. Setiap jemaah haji harus memanfaatkan setiap waktunya hanya untuk beribadah
kepada Allah SWT.

Kelima, belajar kesabaran. Pelaksanaan ibadah haji adalah sarana melatih kesabaran. Jutaan
manusia berdesak-desakkan mengelilingi ka’bah (thawaf), ingin mencium hajar aswad, lari-lari
kecil antara shafa dan marwa (sa’i), wukuf di padang arafah, dan melempar jumrah (jumratul
‘aqobah) sebagai simbol permusuhan terhadap setan. Wukuf yang dilakukan tanggal 9 Dzulhijjah
sebagai puncak ibadah haji memerlukan kesabaran yang luar biasa karena setiap jemaah haji
berdiam di padang arafah yang panas dan terik sambil berdo’a memohon ampunan kepada Allah
SWT.

Keenam, disiplin. Setiap jemaah haji dituntut untuk berdisiplin menaati setiap syarat dan rukun
ibadah haji agar hajinya sah. Harus menaati setiap instruksi yang diberikan oleh pembimbing
kelompok supaya tidak salah bertindak atau tersesat di jalan, dan harus menaati aturan yang
berlaku di tanah suci Mekkah dan Madinah supaya tidak terkena sanksi.

Ketujuh, kesetaraan. Setiap jemaah haji harus menggunakan kain ihram berwarna putih. Hal ini
memberikan pelajaran kepada kita bahwa derajat setiap manusia sama di hadapan Allah. Dalam
pandangan-Nya, manusia yang paling mulia adalah yang paling bertakwa pada-Nya. Ketika
manusia mati hanya dibungkus kain kafan, sementara harta tidak dibawa mati. Sementara warna
putih identik dengan bersih. Artinya bahwa setiap manusia harus bersih dalam sikap, perkataan,
dan perbuatannya. Selain itu, hatinya juga harus bersih, terhindari dari penyakit hati seperti
sombong, riya, iri, hasud, dan sebagainya.

Kedelapan, persaudaraan. Jutaan umat manusia yang menunaikan ibadah haji berasal dari
banyak negara dengan beragam ras, suku bangsa, dan warna kulit. Semuanya bercampur baur,
saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, ibadah haji adalah sarana
untuk merekatkan persaudaraan sesama muslim sedunia. Karena hakikatnya setiap muslim
adalah bersaudara. Alangkah indahnya jika semangat persaudaraan tersebut dapat terus tertanam
pasca mereka menunaikan ibadah haji. Mereka menjadi aktor-aktor penyebar perdamaian dan
persaudaraan di daerah masing-masing.
Secara bahasa (etimologi) Kata Qunut berasal dari kata Qanata yang artinya patuh dalam
mengabdi (kepada Allah). Qunut mempunyai beberapa arti, antara lain berarti tegak, taat
berbakti, berdoa sambil berdiri, berlaku ikhlas dan berdiam diri dalam sholat mendengarkan
bacaan imam.
Adapun pengertian Qunut menurut istilah (terminology), adalah Dzikir-dzikir khusus yang
mencakup atas doa dan pujian kepada Allah SWT. Dengan menggunakan Syighat-syighat atau
bentuk kalimat yang dikehendaki serta mencakup kandungan doa dan pujian tersebut
Syeikh Nawawi al-Bantani menambahkan dalam kitab al-Tsimar al-Yani’ah bahwa Qunut adalah
Dzikir-dzikir khusus yang mencakup atas doa dan pujian kepada Allah SWT. Walaupun berupa
ayat al-Qur an, jika rangkaian dzikir tersebut tidak mencakup atas doa dan pujian kepada Allah
SWT. Maka tidak termasuk Qunut baik itu dilaksanakan dalam shalat Subuh maupun Shalat
Witir. Dikatakan oleh sebagian Ulama bahwa dalam Qunut Witir ditambahkan ayat akhir dari
surat al-Baqoroh dengan ketentuan harus diniatkan sebagai Qunut, karena pembacaan ayat selain
rukun yang berdiri hukumnya makruh.
Ayat akhir dari surat al-Baqoroh adalah sebagai berikut :
ُ ‫اخ ْذنَا‬
‫لَ َربَّنَا‬ ُْ ‫طئْنَا أَ ُْو نَ ِس ْينَا ِإ‬
ِ ‫ن ت ُ َؤ‬ َ ‫أَ ْخ‬, ‫لَ َربَّنَا‬ ُ ‫ل َو‬ ُْ ‫ص ًرا َعلَ ْينَا تَحْ ِم‬ ْ ‫ن الَّ ِذيْنَُ َعلَى َح َم ْلت َ ُهُ َك َما ِإ‬ ُ ‫لَ َما ت ُ َح ِ ِّم ْلنَا َو‬
ُْ ‫قَ ْب ِلنَا ِم‬, ‫لَ َربَّنَا‬ ُ َ‫طاقَ ُة‬
َ ‫بِ ُِه لَنَا‬,
ُُ ‫ار َح ْمنَا لَنَا َوا ْغ ِف ُْر َعنَّا َواع‬
‫ْف‬ ْ َ‫و‬, َُ‫ت‬ ْ
‫ن‬ َ ‫أ‬ ‫َا‬ ‫ن‬َ ‫ل‬ ‫و‬‫م‬ َ
َْ ُْ ُ
‫ا‬ ‫ن‬‫ر‬ ‫ص‬ ْ
‫ن‬ ‫ا‬ َ ‫ف‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬ ‫ع‬ ُ
‫م‬ ‫و‬
َ ِ ْ َ ‫ق‬ ْ
‫ال‬ َُ‫ْن‬
‫ي‬ ‫ر‬
ِِ ‫ف‬ ‫َا‬
‫ك‬ ْ
‫ال‬.
Pengertian Qunut juga bisa dimaknai sebagai sebuah doa yang disisipkan dalam sholat, yang
dibaca ketika i’tidal (berdiri setelah bangun dari ruku’) sesudah membaca lafadz ”sami ’allahu
liman hamidah” pada rakaat terakhir sholat shubuh atau sholat witir yang dilakukan setelah
pertengahan bulan Ramadhan.
B. Macam-macam Qunut
Di dalam Islam, pelaksnaan doa Qunut secara garis besar terbagi menjadi dua macam:
1. Qunut Shalat Subuh yaitu doa Qunut yang dibaca pada waktu I’tidal (berdiri setelah ruku’)
setiap akhir roka’at pada shalat subuh dan shalat Witir pada pertengahan akhir
Ramadhan, Qunut Jenis ini dihukumi dengan Sunnah Ab’adl yakni sunnah yang termasuk
bagian dari shalat sehingga ketika ditinggalkan maka dianjurkan untuk menggantinya dengan
sujud sahwi

2. Qunut Shalat Witir yaitu doa Qunut yang dibaca pada waktu I’tidal (berdiri setelah ruku’)
setiap akhir roka’at shalat Witir pada pertengahan akhir Ramadhan, yakni dari malam 16 bulan
Ramadhan sampai akhir Ramadhan, Qunut Jenis ini dihukumi dengan Sunnah Ab’adl dikalangan
ulama Syafi’iyah

3. Qunut Nazilah yaitu Qunut yang dilakukan atau dibaca saat adanya bencana Semisal terjadi
bencana besar yang melanda suau daerah, kelaparan, diserang musuh dsb. Qunut ini juga dibaca
pada rakaat terakhir setiap shalat fardlu akan tetapi tidak dianjurkan/disunnahkan sujud sahwi
ketika meninggalkannya karena tidak termasuk sunnah Ab’adl

BAB III
PEMBAHASAN

Hukum Membaca Qunut Subuh


Di dalam madzab Syafi’i sudah disepakati bahwa membaca doa Qunut dalam shalat subuh pada
I’tidal rekaat kedua adalah Sunnah Ab’adl. artinya diberi pahala bagi yang mengerjakannya dan
bagi yang lupa mengerjakannya disunnahkan menambalnya dengan sujud syahwi. Hal ini
sebagaimana dikutip oleh KH. Muhyiddin Abdusshomad dari kitab Al-Majmu’ oleh Imam
Nawawi dalam:
Dalam madzab Syafi’i disunnatkan Qunut pada waktu shalat subuh baik ketika turun bencana
atau tidak. Dengan hukum inilah berpegang mayoritas ulama salaf dan orang-orang yang sesudah
mereka. Dan diantara yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar as-shidiq, Umar bin
Khattab, Utsman bin affan, Ali bin abi thalib, Ibnu abbas, Barra’ bin Azib – semoga Allah
meridhoi mereka semua.(Al-Majmu’ Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab Juz 1 Hal. 504)
Pada dasarnya persoalan membaca Qunut atau tidak dalam shalat shubuh telah menjadi
perselisihan di kalangan ulama sejak generasi salaf yang shaleh. Menurut Imam Abu Hanifah
dan Imam Ahmad bin Hanbal, membaca Qunut tidak disunnahkan dalam shalat shubuh.
Sementara menurut Imam Malik dan Imam al-Syafi’i, membaca Qunut disunnahkan dalam shalat
shubuh. Kedua pendapat tersebut, baik yang mengatakan sunnah atau tidak, sama-sama berdalil
dengan hadits-hadits Rasulullah SAW. Hanya saja pendapat yang satunya berpandangan bahwa
riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW tidak membaca Qunut itu lebih kuat.
Sementara pendapat yang satunya lagi berpendapat bahwa riwayat yang menerangkan bahwa
Rasulullah SAW membaca Qunut justru yang lebih kuat. Jadi pandangan kaum Salafi-Wahabi
dan golongan lainya yang sependapat dengan mereka yang mengatakan bahwa membaca Qunut
itu tidak ikut Rasulullah SAW adalah salah dan tidak benar.
Berikut ini adalah perbedaan pendapat para Imam Madzahib al-Arba’ah tentang pelaksanaan
doa Qunut dalam shalat:
1. Madzab Hanafi :
Disunatkan Qunut pada shalat witir dan tempatnya sebelum ruku. Adapun Qunut pada shalat
subuh tidak disunatkan . Sedangkan Qunut Nazilah disunatkan tetapi ada shalat jahriyah saja.
2. Madzab Maliki :
Disunnatkan Qunut pada shalat subuh dan tempatnya yang lebih utama adalah sebelum
ruku, tetapi boleh juga dilakukan setelah ruku. Adapun Qunut selain subuh yakni Qunut witir
dan Nazilah, maka keduanya dimakruhkan.
3. Madzab Syafi’i
Disunnatkan Qunut pada waktu subuh dan tempatnya sesudah ruku . Begitu juga disunnatkan
Qunut nazilah dan Qunut witir pada pertengahan bulan ramadhan.
4. Madzab Hambali
Disunnatkan Qunut pada shalat witir dan tempatnya sesudah ruku . Adapun Qunut subuh tidak
disunnahkan.Sedangkan Qunut nazilah disunatkan dan dilakukan diwaktu subuh saja.

Dalil-dalil pelaksanaan doa Qunut


Perbedaan pendapat oleh para ulama diatas semuanya bukan tanpa alasan, semua melalui proses
ijtihad dengan beistinbat dari sumber hokum utama yaitu al-Qur’an dan as-Sunah. Diantara dalil
yang menjadi umber hokum mereka antara lain:
1. Riwayat dari Anas bin Malik RA. :
‫ل َما‬ َُ ‫ل زَ ا‬ ُُ ‫سو‬ َُِّ ‫صلَّى‬
ُ ‫َللا َر‬ َ ُ‫َللا‬ َ ‫ارقَُ َحتَّى ْالفَجْ ُِر فِي يَ ْقنُتُُ َو‬
َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ‫علَ ْي ُِه‬ َ َ‫الدِِّّّ ِّّ ِّّ ِّّ ِّّ ِّّ ُّ ْنيَا ف‬
“Rasulullah SAW tidak henti membaca Qunut dalam shalat Fajar hingga beliau meninggal
dunia” (Musnad Ahmad bin Hambal)
Melihat dari hadits diatas terlihat jelas bahwa Rasulullah melaksanakan doa Qunut dalam shalat
Subuh sampai beliau wafat.
2. Riwayat dari Anas bin Malik RA . :
َُّ َ‫ي ا‬
‫ن‬ َُّ ِ‫صلَّى النَّب‬ ُ ‫سلَّ َُم َعلَ ْي ُِه‬
َ ُ‫للا‬ َ ‫ش ْه ًرا قَنَتَُ َو‬ ُ ‫الر ُك ْو‬
َ ‫عِ بَ ْع َُد‬ ُِ ‫ الدارقطني َوزَ ا َُد )عليه متفق( ت ََر َك ُهُ ث َُُّم ْالعَ َر‬: ‫فِى فَأ َ َّما‬
ُِ َ‫ب أَحْ ي‬
ُّ ‫اء َعلَى يَ ْدع ُُْو‬
ِ‫ْح‬
ُ ‫صب‬ ُْ َ‫ارقَُ َحتَّى َي ْقنُتُُ َيز‬
ُّ ‫ل فَلَ ُْم ال‬ َ َ‫ال ُّد ْن َيا ف‬
“Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. Melakukan Qunut selama sebulan setelah ruku’
mendoakan atas segolongan orang Arab kemudian meninggalkannya” (Muttafaq’Alaih) Imam
Daruquthni menambahkan : adapun didalam shalat Shubuh maka beliau tidak henti-hentinya
melakukan Qunut sampai beliau meninggal dunia”

Hadits ini yang dijadikan rujukan oleh para ulama tentang disunnahkannya Qunut Nazilah
disetiap shalat ketika terjadi bencana taupun serangan musuh. Alwi Abbas al-Maliki
mengomentari pada lafadz ‫ ت ََر َك ُهُ ث َُُّم‬ini bahwa setelah sebulan Rasul melakukan Qunut beliau
meninggalkan di empat Shalat Fardlu kecuali Shubuh. Adapun dalam shalat Shubuh beliau
lakukan secara terus menerus sebagaimana hadits nomer 1 diatas.

3. Riwayat dari Anas bin Malik RA . :


َُّ ‫صلَّى النَّ ِب‬
َُّ َ‫ي ا‬
‫ن‬ ُ ‫سلَّ َُم َعلَ ْي ُِه‬
َ ُ‫للا‬ ُ ُُ‫لَّ يَ ْقنُت‬
َ ‫لَ كَانَُ َو‬ ُ ِ‫قَ ْومُ َعلَى َد َعا ا َ ُْو ِلقَ ْومُ َد َعا اِذَا ا‬
“Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. Tidak Melakukan Qunut kecuali ketika beliau
mendoakan kebaikan suatu kaum atau keburukan suatu kaum ”

Hadits ini juga yang dijadikan rujukan oleh para ulama tentang disunnahkannya Qunut Nazilah.
Dengan ini dpat diketahui bahwa doa Qunut dilakukan ketika terjadi hal-hal yang genting
dikalangan umat Islam.

4. Riwayat Said bin Thariq al-Asyja’i RA. :


ُُ‫ي قُ ْلت‬ ُْ ‫ّأل َ ِب‬,ِ ‫ت يَا‬ ُِ ‫صلَّيْتَُ قَ ُْد ِإنَّكَُ أ َ َب‬ َُ ‫ل خ َْل‬
َ ‫ف‬ ُ ‫صلَّى للاُِ َر‬
ُِ ‫س ْو‬ َ ‫سلَّ َُم‬
ُ ‫علَ ْي ُِه‬
َ ُ‫للا‬ ُْ ‫ع َم َُر بَ ْكرُ َوأَ ِب‬
َ ‫ي َو‬ ُ ‫عثْ َمانَُ َو‬ ُِّ ‫فِى يَ ْقنُت ُ ْونَُ أَفَكَانُ ْوا َو َع ِل‬
ُ ‫ي َو‬
َ
‫ل الفجْ ِر؟‬ ْ َ
َُ ‫ي قا‬ َ
ُْ ‫ي أ‬ُِّ َ‫ ُمحْ َدثُ بُن‬.
“Aku berkata kepada bapakku: wahai bapakku, sesungguhnya engkau telah shalat dibelakang
Rasulullah SAW., Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, apakah mereka melakukan Qunut di
Shalat Fajar? Beliau menjawab, wahai anakku, itu sesuatu yang baru (diada-akan)”.

Hadits ini yang dijadikan rujukan imam Ahmad dan Imam Hanafi tentang tidak dilakukannya
Qunut dalam shalat Subuh.
Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai, adalah
kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota
Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia.

Belum begitu banyak bukti arkeologis tentang kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai bahan
kajian sejarah.[1] Namun beberapa sejarahwan memulai menelusuri keberadaan kerajaan ini
bersumberkan dari Hikayat Raja-raja Pasai,[2] dan ini dikaitkan dengan beberapa makam raja
serta penemuan koin berbahan emas dan perak dengan tertera nama rajanya.[3]

Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267.
Keberadaan kerajaan ini juga tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke
Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah ke negeri
ini pada tahun 1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah serangan Portugal pada tahun
1521

Pembentukan awal
Berdasarkan Hikayat Raja-raja Pasai, menceritakan tentang pendirian Pasai oleh Marah Silu,
setelah sebelumnya ia menggantikan seorang raja yang bernama Sultan Malik al-Nasser.[2]
Marah Silu ini sebelumnya berada pada satu kawasan yang disebut dengan Semerlanga
kemudian setelah naik tahta bergelar Sultan Malik as-Saleh, ia wafat pada tahun 696 H atau 1297
M.[4] Dalam Hikayat Raja-raja Pasai maupun Sulalatus Salatin nama Pasai dan Samudera telah
dipisahkan merujuk pada dua kawasan yang berbeda, namun dalam catatan Tiongkok nama-
nama tersebut tidak dibedakan sama sekali. Sementara Marco Polo dalam lawatannya mencatat
beberapa daftar kerajaan yang ada di pantai timur Pulau Sumatera waktu itu, dari selatan ke utara
terdapat nama Ferlec (Perlak), Basma dan Samara (Samudera).

Pemerintahan Sultan Malik as-Saleh kemudian dilanjutkan oleh putranya Sultan Muhammad
Malik az-Zahir dari perkawinannya dengan putri Raja Perlak. Pada masa pemerintahan Sultan
Muhammad Malik az-Zahir, koin emas sebagai mata uang telah diperkenalkan di Pasai, seiring
dengan berkembangnya Pasai menjadi salah satu kawasan perdagangan sekaligus tempat
pengembangan dakwah agama Islam. Kemudian sekitar tahun 1326 ia meninggal dunia dan
digantikan oleh anaknya Sultan Mahmud Malik az-Zahir dan memerintah sampai tahun 1345.
Pada masa pemerintahannya, ia dikunjungi oleh Ibn Batuthah, kemudian menceritakan bahwa
sultan di negeri Samatrah (Samudera) menyambutnya dengan penuh keramahan, dan
penduduknya menganut Mazhab Syafi'i.[5]

Selanjutnya pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik az-Zahir putra Sultan Mahmud Malik
az-Zahir, datang serangan dari Majapahit antara tahun 1345 dan 1350, dan menyebabkan Sultan
Pasai terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan.

"Maka titah Sang Nata akan segala tawanan orang Pasai itu, suruhlah ia duduk di tanah Jawa ini,
mana kesukaan hatinya. Itulah sebabnya maka banyak keramat di tanah Jawa tatkala Pasai kalah
oleh Majapahit itu"..
Relasi dan persaingan
Kesultanan Pasai kembali bangkit dibawah pimpinan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir tahun
1383, dan memerintah sampai tahun 1405. Dalam kronik Cina ia juga dikenal dengan nama Tsai-
nu-li-a-pi-ting-ki, dan disebutkan ia tewas oleh Raja Nakur. Selanjutnya pemerintahan
Kesultanan Pasai dilanjutkan oleh istrinya Sultanah Nahrasiyah.

Armada Cheng Ho yang memimpin sekitar 208 kapal mengunjungi Pasai berturut turut dalam
tahun 1405, 1408 dan 1412. Berdasarkan laporan perjalanan Cheng Ho yang dicatat oleh para
pembantunya seperti Ma Huan dan Fei Xin. Secara geografis Kesultanan Pasai dideskripsikan
memiliki batas wilayah dengan pegunungan tinggi disebelah selatan dan timur, serta jika terus ke
arah timur berbatasan dengan Kerajaan Aru, sebelah utara dengan laut, sebelah barat berbatasan
dengan dua kerajaan, Nakur dan Lide. Sedangkan jika terus ke arah barat berjumpa dengan
kerajaan Lambri (Lamuri) yang disebutkan waktu itu berjarak 3 hari 3 malam dari Pasai. Dalam
kunjungan tersebut Cheng Ho juga menyampaikan hadiah dari Kaisar Cina, Lonceng Cakra
Donya.[6]

Sekitar tahun 1434 Sultan Pasai mengirim saudaranya yang dikenal dengan Ha-li-zhi-han namun
wafat di Beijing. Kaisar Xuande dari Dinasti Ming mengutus Wang Jinhong ke Pasai untuk
menyampaikan berita tersebut.[6]

Pemerintahan

Lonceng Cakra Donya

Pusat pemerintahan Kesultanan Pasai terletaknya antara Krueng Jambo Aye (Sungai Jambu Air)
dengan Krueng Pase (Sungai Pasai), Aceh Utara. Menurut ibn Batuthah yang menghabiskan
waktunya sekitar dua minggu di Pasai, menyebutkan bahwa kerajaan ini tidak memiliki benteng
pertahanan dari batu, namun telah memagari kotanya dengan kayu, yang berjarak beberapa
kilometer dari pelabuhannya. Pada kawasan inti kerajaan ini terdapat masjid, dan pasar serta
dilalui oleh sungai tawar yang bermuara ke laut. Ma Huan menambahkan, walau muaranya besar
namun ombaknya menggelora dan mudah mengakibatkan kapal terbalik.[6] Sehingga penamaan
Lhokseumawe yang dapat bermaksud teluk yang airnya berputar-putar kemungkinan berkaitan
dengan ini.

Dalam struktur pemerintahan terdapat istilah menteri, syahbandar dan kadi. Sementara anak-
anak sultan baik lelaki maupun perempuan digelari dengan Tun, begitu juga beberapa petinggi
kerajaan. Kesultanan Pasai memiliki beberapa kerajaan bawahan, dan penguasanya juga bergelar
sultan.

Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Kerajaan Perlak telah menjadi
bagian dari kedaulatan Pasai, kemudian ia juga menempatkan salah seorang anaknya yaitu Sultan
Mansur di Samudera. Namun pada masa Sultan Ahmad Malik az-Zahir, kawasan Samudera
sudah menjadi satu kesatuan dengan nama Samudera Pasai yang tetap berpusat di Pasai. Pada
masa pemerintahan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir, Lide (Kerajaan Pedir) disebutkan
menjadi kerajaan bawahan dari Pasai. Sementara itu Pasai juga disebutkan memiliki hubungan
yang buruk dengan Nakur, puncaknya kerajaan ini menyerang Pasai dan mengakibatkan Sultan
Pasai terbunuh.

Perekonomian
Pasai merupakan kota dagang, mengandalkan lada sebagai komoditi andalannya, dalam catatan
Ma Huan disebutkan 100 kati lada dijual dengan harga perak 1 tahil. Dalam perdagangan
Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi pada masyarakatnya, mata uang
ini disebut Deureuham (dirham) yang dibuat 70% emas murni dengan berat 0.60 gram, diameter
10 mm, mutu 17 karat.

Sementara masyarakat Pasai umumnya telah menanam padi di ladang, yang dipanen 2 kali
setahun, serta memilki sapi perah untuk menghasilkan keju. Sedangkan rumah penduduknya
memiliki tinggi rata-rata 2.5 meter yang disekat menjadi beberapa bilik, dengan lantai terbuat
dari bilah-bilah kayu kelapa atau kayu pinang yang disusun dengan rotan, dan di atasnya
dihamparkan tikar rotan atau pandan.[6]

Agama dan budaya


Islam merupakan agama yang dianut oleh masyarakat Pasai, walau pengaruh Hindu dan Buddha
juga turut mewarnai masyarakat ini. Dari catatan Ma Huan dan Tomé Pires,[7] telah
membandingkan dan menyebutkan bahwa sosial budaya masyarakat Pasai mirip dengan Malaka,
seperti bahasa, maupun tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Kemungkinan
kesamaan ini memudahkan penerimaan Islam di Malaka dan hubungan yang akrab ini dipererat
oleh adanya pernikahan antara putri Pasai dengan raja Malaka sebagaimana diceritakan dalam
Sulalatus Salatin.

Akhir pemerintahan
Menjelang masa-masa akhir pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di Pasai
yang mengakibatkan perang saudara. Sulalatus Salatin[8] menceritakan Sultan Pasai meminta
bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut. Namun Kesultanan
Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya
telah menaklukan Melaka tahun 1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi
bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.

Daftar penguasa Pasai


Berikut adalah daftar para sultan yang memerintah Kesultana Samudera Pasai[9]:

No Periode Nama Sultan atau Gelar Catatan dan peristiwa penting


1267 -
1 Sultan Malik as-Saleh (Meurah Silu) Pendiri Samudra Pasai
1297
1297 - Sultan Al-Malik azh-Zhahir I /
2 Koin emas mulai diperkenalkan
1326 Muhammad I
1326 - Penyerangan ke Kerajaan Karang Baru,
3 Sultan Ahmad I
133? Tamiang
133? -
4 Sultan Al-Malik azh-Zhahir II Dikunjungi Ibnu Batutah
1349
1349 -
5 Sultan Zainal Abidin I Diserang Majapahit
1406
1406 -
6 Ratu Nahrasyiyah Masa kejayaan Samudra Pasai
1428
1428 -
7 Sultan Zainal Abidin II
1438
1438 -
8 Sultan Shalahuddin
1462
1462 -
9 Sultan Ahmad II
1464
1464 -
10 Sultan Abu Zaid Ahmad III
1466
1466 -
11 Sultan Ahmad IV
1466
1466 -
12 Sultan Mahmud
1468
1468 -
13 Sultan Zainal Abidin III Digulingkan oleh saudaranya
1474
1474 -
14 Sultan Muhammad Syah II
1495
1495 -
15 Sultan Al-Kamil
1495
1495 -
16 Sultan Adlullah
1506
1506 -
17 Sultan Muhammad Syah III Memiliki 2 makam
1507
1507 -
18 Sultan Abdullah
1509
1509 -
19 Sultan Ahmad V Malaka jatuh ke tangan Portugis
1514
1514 -
20 Sultan Zainal Abidin IV
1517

Warisan sejarah
Penemuan makam Sultan Malik as-Saleh yang bertarikh 696 H atau 1297 M, dirujuk oleh
sejarahwan sebagai tanda telah masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-13. Walau
ada pendapat bahwa kemungkinan Islam telah datang lebih awal dari itu. Hikayat Raja-raja Pasai
memang penuh dengan mitos dan legenda namun deskripsi ceritanya telah membantu dalam
mengungkap sisi gelap sejarah akan keberadaan kerajaan ini. Kejayaan masa lalu kerajaan ini
telah menginspirasikan masyarakatnya untuk kembali menggunakan nama pendiri kerajaan ini
untuk Universitas Malikussaleh di Lhokseumawe.

Anda mungkin juga menyukai