2. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura.
Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan
osmotic koloid menurun mialnya pada penderita hypoalbuminemia dan bertambahnya
permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya
tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negative intra pleura apabila
atelectasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1998).
Efusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik
dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan
tekanan perider menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan ke dalam rongga pleura, (3) sangat menurunnya tekanan osmotic kolora
plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan, (4) infeksi atau
setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang
memecahkan membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan
cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall, EGC, 1999, 623-624).
Pathway
3. Tanda dan Gejala
a. Batuk
b. Dyspnea
c. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
d. Pada efuai yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta
e. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi
f. Perkusi meredup diatas efusi pleura
g. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura
h. Fremitus fokal dan raba berkurang
i. Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik,
bronkiektasis, abses dan TB paru.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Respirasi
Inspeksi paa pasien efusi pleura berbentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan
menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang
diketahui dari posisi trachea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan
pasien biasanya dyspnea.
Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya
> 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada
yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tergantung jumlah cairan. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi
duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di
bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis dan dibaliknya ada kompresi atelectasis dari
parenkim paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari
atelectasis kompresi di sekitar batas atas caran. Ditambah lagi dengan tanda i-e
artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata I maka akan terdengar
suara e sangau, yang disebut egofoni.
2) Sistem Kardiovskuler
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada
ICS-5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung
frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur
tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran
ictuscordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. : Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran
jantung atau ventrikel kiri. ; Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan
II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala
payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan
arus turbulensi darah.
3) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar,
tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga
erku di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltic usus dimana nilai
normanya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah
nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feses), turgor kulit perut untuk
mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba.
Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
4) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaean perlu dikaji. Disamping juga diperlukan
pemerikaan GCS. Adakah komposmentis atau somnolen atau koma. Refleks
patologis, dan bagaimana dengan reflek fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
senspris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan, dan pengecapan.
5) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada
kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemeriksaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
6) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit hygiene, warna, ada tidaknya lesi
pada kulit, pada pasien dengan effuse biasanya akan tampak sianoss akibat
adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai
kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian teksture kulit (halus-
lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
b. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium
1) Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak
bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan
kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari
300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk
memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral
dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bilacairan pleura
sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).
2) CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta
cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum
mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru
dan jaringan toraks lainnya
3) Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering
digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura
pada torakosentesis.
4) Biopsy Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui
biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel
ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan
tumor pleura) (Soeparman, 1990, 788).
Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain:
- Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effuse pleura terbagi atas transudate dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada table berikut:
Transudate Eksudat
Kadar protein dalam effuse 9/dl <3 >3
Kadar protein dalam effuse <0,5 >0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effuse (1-U) <200 >200
Kadar LDH dalam effuse <0,6 >0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan efusi <1,016 >1,016
Rivalta Negative Positif
5. Penatalaksanaan
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi
melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila
empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu
dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara
sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi
pengeluaran cairan yangadekuat. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura
parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, bleomicin, corynecbaterium parvum
dll.
a. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
b. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
c. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
d. Torasentesis, untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dispnea.
e. Water seal drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan ge*ala sub%ektif
seperti nyeri, dyspnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1-1,2 liter perlu dikeluarkan
segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
f. Antibiotika, jika terdapat empiema.
g. Operatif.
2. Masalah Keperawatan
a. Actual
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan nyeri dada.
3) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret.
b. Resiko
1) Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
- Intervensi Keperawatan
DIAGNOSE TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN (NOC) NIC
Pola nafas tidak efektif b.d Setelah diberikan asuhan NIC:
penurunan ekspansi paru keperawatan selama Airway Management
….x…. diharapkan pola - Buka jalan nafas
nafas dalam batas normal gunakan tehnik chin
16-24 x/menit. lift atau jaw thrust
NOC: bila perlu
- Respiratory status: - Posisikan pasien
Ventilation untuk
- Respiratory status: memaksimalkan
Airway patency ventilasi
- Vital Sign Status - Identifikasi pasien
Kriteria Hasil : perlunya
- Mendemonstrasikan pemasangan alat
batuk efektif dan bantu nafas buatan
suara nafas yang - Keluarkan secret
bersih, tidak ada dengan batuk atau
sianosis, dan dyspnea suction
(mampu - Auskultasi suara
mengeluarkan nafas, catat adanya
sputum, mampu suara nafas
bernafas dengan tambahan
mudah, tidak ada - Berikan
pursed lips) bronkodilator bila
- Menunjukkan jalan perlu
nafas yang paten
(klien tidak merasa - Atur intak untuk
tercekik, frekuensi cairan
pernafasan dalam mengoptimalkan
rentang normal 16- keseimbangan
24x/menit, tidak ada - Monitor respirasi dan
suara nafas abnormal) status O2
- Tanda Tanda Vital
dalam rentang normal Terapi Oksigen
(tekanan darah 120/80 - Bersihkan mulut,
mmHg, Nadi : 60- hidung, dan secret
100x/menit, trakea
pernafasan 16- - Pertahankan jalan
20x/menit). nafas yang pate
- Atur peralatan
oksigenasi
- Monitor aliran
oksigen
- Pertahankan posisi
pasien
- Observasi adanya
tanda-tanda
hipoventilasi
- Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam
batas normal
- Monitor adanya
penurunan berat
badan
- Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
- Monitor lingkungan
selama makan
- Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
- Monitor mual dan
muntah
- Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
- Monitor makanan
kesukaan
- Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
3. REFERENSI
Alfarisi. 2010. Definisi dan Klasifikasi Efusi Pleura. Diakses pada tanggal 7 April 2018
pada http://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/05/definisi-dan-klasifikasi-efusi-
pleura.html
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.