Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaa dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transundat atau cairan eksudat.
Pleura adalah membrane tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura
parietalis. (Sudoyo, Aru W. 2006).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura (Price, 2005).
Efusi pleura adalah adanya cairan yang berlebih di dalam rongga pleura baik
transudate maupun eksudat (Davey, 2005).
Jadi kesimpulan dari efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal atau
penimbunan cairan yang berlebih dalam rongga pleura baik transudate maupun
eksudat.

2. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura.
Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan
osmotic koloid menurun mialnya pada penderita hypoalbuminemia dan bertambahnya
permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya
tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negative intra pleura apabila
atelectasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1998).
Efusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik
dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan
tekanan perider menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan ke dalam rongga pleura, (3) sangat menurunnya tekanan osmotic kolora
plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan, (4) infeksi atau
setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang
memecahkan membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan
cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall, EGC, 1999, 623-624).

Pathway
3. Tanda dan Gejala
a. Batuk
b. Dyspnea
c. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
d. Pada efuai yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta
e. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi
f. Perkusi meredup diatas efusi pleura
g. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura
h. Fremitus fokal dan raba berkurang
i. Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik,
bronkiektasis, abses dan TB paru.

4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Respirasi
Inspeksi paa pasien efusi pleura berbentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan
menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang
diketahui dari posisi trachea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan
pasien biasanya dyspnea.
Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya
> 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada
yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tergantung jumlah cairan. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi
duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di
bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis dan dibaliknya ada kompresi atelectasis dari
parenkim paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari
atelectasis kompresi di sekitar batas atas caran. Ditambah lagi dengan tanda i-e
artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata I maka akan terdengar
suara e sangau, yang disebut egofoni.
2) Sistem Kardiovskuler
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada
ICS-5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung
frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur
tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran
ictuscordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. : Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran
jantung atau ventrikel kiri. ; Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan
II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala
payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan
arus turbulensi darah.
3) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar,
tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga
erku di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltic usus dimana nilai
normanya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah
nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feses), turgor kulit perut untuk
mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba.
Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
4) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaean perlu dikaji. Disamping juga diperlukan
pemerikaan GCS. Adakah komposmentis atau somnolen atau koma. Refleks
patologis, dan bagaimana dengan reflek fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
senspris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan, dan pengecapan.
5) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada
kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemeriksaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
6) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit hygiene, warna, ada tidaknya lesi
pada kulit, pada pasien dengan effuse biasanya akan tampak sianoss akibat
adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai
kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian teksture kulit (halus-
lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

b. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium
1) Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak
bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan
kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari
300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk
memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral
dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bilacairan pleura
sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).
2) CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta
cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum
mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru
dan jaringan toraks lainnya
3) Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering
digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura
pada torakosentesis.
4) Biopsy Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui
biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel
ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan
tumor pleura) (Soeparman, 1990, 788).

Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain:
- Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effuse pleura terbagi atas transudate dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada table berikut:
Transudate Eksudat
Kadar protein dalam effuse 9/dl <3 >3
Kadar protein dalam effuse <0,5 >0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effuse (1-U) <200 >200
Kadar LDH dalam effuse <0,6 >0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan efusi <1,016 >1,016
Rivalta Negative Positif

Disamping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokomia diperiksa juga cairan


pleura:
- Kadar PH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, arthritis rheumatoid dan neoplasma.
- Kadar amilase. Biasaya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinoma (Soeparman, 1990, 787).

- Analisa cairan pleura


- Transudate : jernih, kekuningan
- Eksudat : kuning, kuning-kehijuan
- Hilothorax : putih seperti susu
- Empierma : kental dan keruh
- Empierma anaerob : berbau busuk
- Mesothelioma : sangat kental dan berdarah
- Perhitungan sel dan sitology
Leukosit 24.000 (mm3) : empyema
Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pakreatilis, TB paru
Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan
Eosinophil meningkat : emboli paru, polioartritis nodosa, parasite dan
jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/mm3 cairan
tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis
atau pneumoi. Bila eritrosit > 100000 (mm3)
menunjukkan infark paru, trauma dada, dan
keganasan
Misotel banyak : jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa
disingkirkan
Sitology : hanya 50-60% kasus-kasus keganasan dapat
ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi
karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisma
obstruksi, preamonitaas atau atelectasis (Asalgaff
Hood, 1995: 147, 148)
- Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamococclis,
E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan
terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%
(Soeparman, 1998: 788).

5. Penatalaksanaan
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi
melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila
empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu
dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara
sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi
pengeluaran cairan yangadekuat. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura
parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, bleomicin, corynecbaterium parvum
dll.
a. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
b. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
c. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
d. Torasentesis, untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dispnea.
e. Water seal drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan ge*ala sub%ektif
seperti nyeri, dyspnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1-1,2 liter perlu dikeluarkan
segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
f. Antibiotika, jika terdapat empiema.
g. Operatif.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non
produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
- Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan.
- Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
h. Pola nutrisi dan metabolisme
- Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien,
- Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak
nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
- Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan
effusi pleura keadaan umumnyalemah.
i. Pola eliminasi
- Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS.
- Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
j. Pola aktivitas dan latihan
- Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
- Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
- Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri
dada.
- Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh
perawat dan keluarganya.
k. Pola tidur dan istirahat
- Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat
- Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang
tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.
l. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
- Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra
lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung
meningkat dan pasien biasanya dyspneua.
- Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya
> 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding
dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
- Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas
cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini
paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
- Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis
dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi
dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
- Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS
– 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
- Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga
memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
- Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung
atau ventrikel kiri.
- Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
- Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar,
tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu
juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
- Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35kali per menit.
- Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi
pasien, apakah hepar teraba.
- Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
- Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma
- Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
- Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
- Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
- Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer
serta dengan pemerikasaan capillary refiltime.
- Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
- Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi
pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat
adanya kegagalan sistem transport O2.
- Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit
untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

2. Masalah Keperawatan
a. Actual
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan nyeri dada.
3) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret.
b. Resiko
1) Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
- Intervensi Keperawatan
DIAGNOSE TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN (NOC) NIC
Pola nafas tidak efektif b.d Setelah diberikan asuhan NIC:
penurunan ekspansi paru keperawatan selama Airway Management
….x…. diharapkan pola - Buka jalan nafas
nafas dalam batas normal gunakan tehnik chin
16-24 x/menit. lift atau jaw thrust
NOC: bila perlu
- Respiratory status: - Posisikan pasien
Ventilation untuk
- Respiratory status: memaksimalkan
Airway patency ventilasi
- Vital Sign Status - Identifikasi pasien
Kriteria Hasil : perlunya
- Mendemonstrasikan pemasangan alat
batuk efektif dan bantu nafas buatan
suara nafas yang - Keluarkan secret
bersih, tidak ada dengan batuk atau
sianosis, dan dyspnea suction
(mampu - Auskultasi suara
mengeluarkan nafas, catat adanya
sputum, mampu suara nafas
bernafas dengan tambahan
mudah, tidak ada - Berikan
pursed lips) bronkodilator bila
- Menunjukkan jalan perlu
nafas yang paten
(klien tidak merasa - Atur intak untuk
tercekik, frekuensi cairan
pernafasan dalam mengoptimalkan
rentang normal 16- keseimbangan
24x/menit, tidak ada - Monitor respirasi dan
suara nafas abnormal) status O2
- Tanda Tanda Vital
dalam rentang normal Terapi Oksigen
(tekanan darah 120/80 - Bersihkan mulut,
mmHg, Nadi : 60- hidung, dan secret
100x/menit, trakea
pernafasan 16- - Pertahankan jalan
20x/menit). nafas yang pate
- Atur peralatan
oksigenasi
- Monitor aliran
oksigen
- Pertahankan posisi
pasien
- Observasi adanya
tanda-tanda
hipoventilasi
- Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital Sign Monitoring


- Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
- Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
- Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
- Monitor TD, nadi,
RR sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
- Monitor kualitas
dari nadi
- Monitor frekuensi
dan irama
pernafasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola
pernafasan
abnormal
- Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
- Monitor sianosis
perifer
- Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign
Gangguan rasa nyaman Setelah diberikan asuhan - Kaji perkembangan
nyeri berhubungan dengan keperawatan selama nyeri
nyeri dada. ….x… jam diharapkan - Ajarkan klien tehnik
relaksasi
nyeri berkurang dengan - Berikan posisi yang
kriteria hasil nyaman
- Keluhan nyeri - Kolaborasi
berkurang pemberiann
- Skala nyeri analgetik
menurun
Bersihan jalan nafas tidak Setelah diberikan asuhan NIC:
efektif berhubungan dengan keperawatan selama Airway suction
akumulasi secret ….x…. diharapkan pola - Pastikan kebutuhan
nafas dalam batas normal oral/tracheal
16-24 x/menit. suctioning
NOC: - Auskultasi suara
- Respiratory status: nafas sebelum dan
Ventilation sesudah suctioning
- Respiratory status: - Informasikan pada
Airway patency klien dan keluarga
- Aspiration Control tentang suctioning
Kriteria Hasil: - Minta klien nafas
- Mendemonstrasikan dalam sebelum
batuk efektif dan suction dilakukan
suara nafas yang - Berikan O2 denga
bersih, tidak ada menggunakan nasal
sianosis, dan untuk memfasilitasi
dyspnea (mampu suksion nasotrakeal
mengeluarkan - Gunakan alat yang
sputum, mampu steril setiap
bernafas dengan melakukan tindakan
mudah, tidak ada - Anjurkan pasien
pursed lips) untuk istirahat dan
- Menunjukkan jalan nafa dalam setelah
nafas yang paten
(klien tidak merasa kateter dikeluarkan
tercekik, frekuensi dari nasotrakeal
pernafasan dalam - Monitor status
rentang normal 16- oksigen pasien
24x/menit, tidak ada - Ajarkan keluarga
suara nafas bagaimana cara
abnormal) melakukan suction
- Mampu
mengidentifikasikan Airway Management
dan mencegah factor - Buka jalan nafas,
yang dapat gunakan teknik chin
menghambat jalan lift atau jaw thrust
nafas. bila perlu
- posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
- identifikasi pasien
perlunya
pemaangan alat jaan
nafas buatan
- keluarkan secret
dengan batuk atau
suction
- auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
- atur intke untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
- monitor respirasi
dan status O2
Resiko nutrisi kurang dari Setelah diberikan asuhan NIC :
kebutuhan tubuh keperawatan selama Nutrition Management
berhubungan dengan …x…. diharapkan - Kaji adanya alergi
anoreksia. nutrisi pasien seimbang. makanan
NOC : - Kolaborasi dengan
- Nutritional Status : ahli gizi untuk
food and Fluid menentukan jumlah
Intake kalori dan nutrisi
Kriteria Hasil : yang dibutuhkan
- Adanya peningkatan pasien.
berat badan sesuai - Anjurkan pasien
dengan tujuan untuk
- Berat badan ideal meningkatkan
sesuai dengan tinggi intake Fe
badan - Anjurkan pasien
- Mampu untuk
mengidentifikasi meningkatkan
kebutuhan nutrisi protein dan vitamin
- Tidak ada tanda tanda C
malnutrisi - Berikan substansi
- Tidak terjadi gula
penurunan berat - Yakinkan diet yang
badan yang berarti dimakan
mengandung tinggi
serat untuk
mencegah
konstipasi
- Berikan makanan
yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
- Ajarkan pasien
bagaimana
membuat catatan
makanan harian.
- Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi

Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam
batas normal
- Monitor adanya
penurunan berat
badan
- Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
- Monitor lingkungan
selama makan
- Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
- Monitor mual dan
muntah
- Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
- Monitor makanan
kesukaan
- Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan

3. REFERENSI
Alfarisi. 2010. Definisi dan Klasifikasi Efusi Pleura. Diakses pada tanggal 7 April 2018
pada http://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/05/definisi-dan-klasifikasi-efusi-
pleura.html

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.

Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai