IWAN GUNAWAN
140710150027
DEPARTEMEN GEOFISIKA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
SEDIMENTOLOGI BERDASARKAN FAKTOR FISIKA-KIMIA-BIOLOGI
Sedimentologi adalah ilmu yang mempelajari sedimen atau endapan (Wadell, 1932).
Sedangkan sedimen atau endapan pada umumnya diartikan sebagai bahan yang jatuh kebawah
dalam suatu larutan. Pada mulanya hanya pada larutan yang bersifat kimia saja yang menghasilkan
sedimen seperti garam, akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya juga bahan rombakan yang
ada pada cairan. Sedimen ini tidak hanya menempati pada cairan saja tetapi juga pada udara dan
gas, seperti endapan angin dan gas gunungapi.
Sebagai ilmu pengetahuan sedimentologi sangat erat berhubungan dengan tiga ilmu dasar:
biologi, fisika mupun kimia. Biologi, yang mempelajari binatang dan tetumbuhan, dapat
mempelajari sisa kehidupan masa silam yang sudah menjadi fosil. Ilmu ini dikenal dengan nama
paleontologi. Paleontologi sangat bermanfaat dalam studi stratigrafi, terutama dalam penentuan
umur runtunan batuan berdasarkan kandungan fosilnya (biostratigrafi) dan kaitannya dengan
litostratigrafi.
Parameter fisik meliputi elemen static dan dinamik dari lingkungan pengendapan.
a. Elemen fisik
- Elemen fisik statis meliputi geometri cekungan(Basin); material yang diendapkan
seperti kerakal silisiklastik, pasir, dan lumpur; kedalaman air; suhu; dan
kelembapan.
- Elemen fisik dinamik adalah faktor seperti energy dan arah aliran dari angin, air dan
es; air hujan; dan hujan salju.
b. Parameter kimia termasuk salinitas, pH, Eh, dan karbondioksida dan oksigen yang
merupakan bagian dari air yang terdapat pada lingkungan pengendapan.
c. Parameter biologi dari lingkungan pengendapan dapat dipertimbangkan untuk meliputi
kedua-duanya dari aktifitas organism, seperti pertumbuhan tanaman, penggalian,
pengeboran, sedimen hasil pencernaan, dan pengambilan dari silica dan kalsium karbonat
yang berbentuk material rangka. Dan kehadiran dari sisa organism disebut sebagai material
pengendapan.
1. FISIKA
Transportasi
a. Traksi, yaitu material yang diangkut akan terseret pada dasar sungai.
b. Rolling, yaitu material akan terangkut dengan cara menggelinding pada dasar
sungai.
c. Saltasi, yaitu material akan terangkut dengan cara meloncat pada dasar sungai.
d. Suspensi, yaitu proses pengangkutan material secara mengambang dan bercampur
dengan air sehingga menyebabkan air sungai menjadi keruh.
e. Solution, yaitu pengangkutan material larut dalam air dan membentuk larutan
kimia.
Secara umum terdapat 2 jenis aliran di dalam fluida yaitu :
1. Aliran laminar yaitu dimana air mengalir begitu saja tanpa ada penghalang dimana
”shear stress” antara molekul H2O membentuk vektor – vektor kecepatan. (lihat
gambar 2.1)
2. Aliran turbulen, yaitu dimana vektor – vektor kecepatan terhalang oleh material
menyebabkan aliran bergerak secara acak kesegala arah.
Dissolution – Dissolution atau pelarutan adalah proses pelarutan mineral pada batuan
sedimen yang kemudian membentuk porositas sekunder.
Cementation – Cementation atau sementasi merupakan proses pengendapan mineral
yang merupakan semen dari batuan sedimen, semen tersebut nantinya akan diendapkan
pada saat proses primer ataupun proses sekunder.
Authigenesis – Authigenesis adalah proses munculnya mineral baru yang tumbuh pada
pori-pori batuan.
Recrystallization – Recrystallization adalah proses perubahan struktur kristal, akan
tetapi komposisi mineralnya tetap sama. Adapun mineral yang biasanya terkristalisasi
adalah kalsit.
Replacement – Replacement adalah proses melarutnya suatu mineral yang kemudian
memiliki mineral lain yang terbentuk dan menggantikan mineral yang terlaut tadi.
Kompaksi – Kompaksi adalah proses mengkompakkan butiran-butiran batuan sedimen
ke pori-pori batuan.
Bioturbation – Bioturbation atau bioturbasi adalah proses sedimentasi batuan sedimen
menjadi batuan sedimen kimiawi yang disebabkan oleh makhluk hidup.
Proses sedimentasi batuan menjadi batuan sedimen kimiawi ada yang disebut dengan
diagenesis. Diagenesis adalah proses perubahan batuan sedimen menjadi batuan sedimen
yang berbeda setelah melalui proses litifikasi pada suhu dan tekanan yang kurang dari yang
dibutuhkan pada saat pembentukan batuan metamorf. Adapun tahapan diagenesis adalah:
Eoldiagensis – Eoldiagenesis adalah tahap awal pengendapan sedimen, dimana akan
terjadi pembebanan yang akan menyebabkan terjadinya kompaksi pada setiap lapisan
sedimen. Pada tahap ini proses kompaksi sangat mendomasi.
Mesodiagenesis = Earlydiagenesis merupakan proses pengankatan air dan mineral
batuan.
Laterydiagenesis – Laterydiagenesis merupakan proses tahapan dari proses
mesodiagenesis yang telah melewati hatap eoldiagenesis. Pada tahap ini kompaksi
yang kuat akan berkolaborai dengan proses burial yang akan menyebabkan suhu dan
tekanan menjadi naik sehingga memicu terjadinya dissolution, dissolution ini sangat
mendominasi pada proses ini. Sampai pada proses ini dapat dikategorikan sebagai
proses earlydiagenesis. Jika telah terjadi proses pelarutan dan masih terjadi proses
burial maka akan terjadi sementasi di sekitar butiran sedimen yang kemudian hal ini
disebut sebagai proses laterydiagenesis. Apabila kompaksi terjadi secara terus menerus
dan suhunya mencapai 150 derajat Celcius maka proses diagenesis akan berhenti dan
akan digantikan oleh proses metamorfise.
Telodiagenesis – Merupakan tahap akhir setelah terjadi tahapan mesodiagenesis yaitu
tahap pengangkatan. Pada tahap pengankatan ini keberadaan berbagai jenis air akan
mempengaruhi susunan komposisi kimia suatu batuan sehingga kemungkinan
terbesarnya akan terjadi proses authigenesis atau proses pengisian mineral baru.
3. BIOLOGI
Terjadi ketika delta tersebut didominasi oleh sistem sungai yang proses pasang surut atau
gelombangnya sedikit sehingga proses pengendapan dan sedimen terus tersuplai. Membuat delta
ini berbentuk seperti kaki burung (bird’s foot delta). Endapan yang terjadi adalah lempung, lanau,
pasir. Model stratigrafi yang terdapat pada delta model ini adalah coarsening upward sequence.
a. Channel fasies : batupasir dengan cross bedding (through dan plannar), kontak dasar erosi,
rip-up clast/fragmen batubara, sekuen halus ke atas.
b. Marsh fasies : batubara, batulempung dengan rootles.
c. Bay fasies : batulempung dengan acak binatang.
d. Crevasse-splay facies : sekuen kasar ke atas (sortasi baik ke atas).
e. Distributary mount bar : batupasir dengan cross laimnasi, paralel laminasi.
f. Bar facies : climbing ripple, mika melimpah, material karbon, struktur deformasi.
g. Distal bar fasies : batulanau dan batulempung, paralel laminasi, climbing ripple, material
karbon, struktur deformasi, acak binatang.
h. Prodelta facies : batulempung dengan struktur deformasi.
i. Refleksi seismik : oblique dan sigmoid clinoform.
Pada bagian ini mempunyai bentuk channel dan sheet dengan kontinuitas tubuh pasir jelek
sampai sedang. Delta yang didominasi sungai dicirikan dengan batupasir dan batulanau yang masif
sampai berlapis baik dan mungkin memperlihatkan graded bedding. Pasir delta front
memperlihatkan banyaknya pengaruh sungai dalam pengendapan distribusi lingkungan mouth bar.
Jumlah bioturbasi bervariasi tergantung pada rata-rata sedimentasi dan ukuran butir dari suplai
sedimen. Variasi pembelokan dalam sistem fluvial biasanya menghasilkan suatu pengkasaran ke
arah atas yang tidak teratur.
Tide Dominate
Proses pengendapan delta yang didominasi oleh pasang surut. Biasa terjadi pada suatu
daerah pasang surut yang cukup luas atau kecepatan pasang surut yang tinggi. Dengan kondisi
seperti itu maka suplai sedimen lebih didukung oleh pasang surut yang kuat dan kecenderungan
membentuk delta menjadi kecil. Fitur lain yang dihasilkan adalah bahwa ia memiliki banyak
struktur linier sejajar dengan arus pasang surut dan tegak lurus ke lepas pantai. Model stratigrafinya
juga sama yaitu coarsening upward sequence yang tersusun atas interbedded sand, lempung, lanau,
pasir halus, pasir kasar.
Wave Dominate
Proses pengendapan pada delta ini masih terjadi namun gelombang memiliki dominansi
untuk mengerosi tepi luar struktur delta sehingga memudahkan untuk memberikan gambaran
tentang delta itu sendiri. Bentuk delta tipe ini adalah Arcuate dan endapannya kebanyakan pasir.
Model stratigrafi tipe ini juga menunjukkan coarsening upward sequence tapi mungkin bedanya
pada sekuen-sekuennya, kalo yang sebelumnya ada yang mengalami coarsening pada sekuen tebal
dan kecil/tipis akan tetapi pada tipe ini hampir di seluruhnya.
Luas dataran Delta Mahakam adalah sekitar 1700 km2 yang terbagi menjadi empat zona
vegetasi, yaitu: hutan tanaman keras tropis dataran rendah, hutan campuran tanaman keras dan
palma dataran rendah, hutan rawa nipah dan hutan bakau.
Dua zona vegetasi yang terakhir, karena penyebarannya tergantung pada keberadaan air
laut, seringkali disebut bersama-sama sebagai hutan mangrove, dan menutupi 60% luas dataran
delta. Sistem perakaran hutan mangrove yang kokoh mampu menahan empasan ombak dan
mencegah abrasi pantai, membuatnya berfungsi sebagai zona penyangga (buffer zone).3
Delta Mahakam merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki transpor
sedimen yang kompleks. Material-material sedimen tersuspensi (melayang) di Sungai Mahakam
dan terperangkap di Estuari Mahakam yang akhirnya (dalam waktu ratusan tahun) membentuk
Delta Mahakam sekarang yang bertipe kaki burung. (Prakosa, 2006)
Sungai Mahakam sebetulnya adalah jenis sungai pasang-surut, di mana pengaruh proses
pasang surut dari laut mencapai jarak 140 km dari garis pantai ke arah hulu. Bahkan pada musim
kemarau yang sangat ekstrim, pengaruh pasang surut tersebut mampu mencapai 360 km dari
garis pantai. Debit rata-rata air laut yang terbawa masuk ketika pasang dapat mencapai 2,5 kali
lebih besar daripada debit rata-rata air tawar Sungai Mahakam.4
Analisa dinamika arus menunjukkan bahwa transportasi sedimen pada bagian muara delta
bergerak ke arah daratan. Data-data tersebut menunjukkan bahwa secara alamiah, pengaruh laut
terhadap delta dan DAS Mahakam bagian hilir adalah besar dan signifikan.
Delta Mahakam merupakan sebuah kawasan perairan payau di Kalimantan Timur yang
mempunyai hutan mangrove yang cukup luas. Seperti pada umumnya hutan mangrove, tentu
mempunyai ciri-ciri ekologis yang unik, yaitu berupa saling keterkaitan antara tumbuhan dan
hewan yang hidup bersamanya.5
Sampai tahun 1980-an, seluruh kawasan Delta Mahakam merupakan daerah vegetasi yang
lebat dengan berbagai jenis tumbuhan mangrove. Ekosistem hutan mangrove merupakan habitat
bagi beragam jenis biota laut. Penduduk setempat sudah lama memanfaatkan kawasan ini sebagai
areal tangkapan ikan, udang, dan kepiting.
Produksi udang untuk ekspor dimulai pada tahun 1970an. Permintaan yang tinggi akan
udang dari negara-negara lain tersebut membuat para petani ikan membangun tambak-tambak
udang. Selama tahun 1990an, mereka merubah lahan-lahan mangrove, menghancurkan vegetasi
mangrove dengan menebang dan membakar lahan-lahan tersebut, dan menjadikannya tambak-
tambak udang.
Kekayaan ekosistem Delta Mahakam sangat didukung oleh lokasi delta tersebut yang
terletak di tepi barat Selat Makassar, sebuah selat yang sangat penting bagi iklim dan ekonomi
dunia. Melalui selat inilah, arus laut antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia mengalir dan
kaya akan zat-zat nutrisi. Arus laut ini dikenal di dunia sebagai Indonesian throughflow atau Arus
Lintas Indonesia (Arlindo).6
Selain kaya akan keanekaragaman hayati, Delta Mahakam juga dikenal memiliki
kekayaan alam yang berlimpah, terutama berupa minyak bumi dan gas alam. Kegiatan
pengelolaan minyak dan gas bumi di kawasan Delta Mahakam telah memaksa daerah tersebut
beralih fungsi menjadi area sarana pendukung kegiatan produksi migas.
Di kawasan tersebut terdapat lokasi sumur bor untuk produksi dan sarana serta fasilitas
pendukung. Jaringan-jaringan pipa produksi minyak dan gas juga sebagian terpasang melewati
kawasan darat, serta sebagian lain terdapat di kanal-kanal buatan dan di dasar sungai.
Para penduduk lokal yang mengelola tambak udang seringkali terlibat dalam konflik
horizontal dengan para pengusaha minyak dan gas bumi. Tumpahan minyak yang tercemar
diklaim warga setempat sebagai penyebab matinya udang-udang hasil ternak mereka.
Letak Geografis
Delta Mahakam terletak di antara 0°21’ dan 1°10’ lintang selatan, dan 117°40’ bujur
timur.
Jika dilihat dari angkasa, kawasan Delta Mahakam ini secara simetris berbentuk
menyerupai bentuk kipas atau kaki burung, dengan tepinya berbentuk hampir setengah lingkaran
(fan-shape lobate).
Iklim di Delta Mahakam yaitu basah dan tropis dengan curah hujan rata-rata lebih dari
2460 mm tiap tahunnya. Ditinjau dari aspek biofisik, lokasi delta mahakam terletak di wilayah
ekuator menjadikan suhu konstan yang tinggi (rata-rata suhu tahunan 26 - 28°C).
Tidak ada studi yang meneliti kuantitas limpahan air sungai yang bermuara di Delta
Mahakam, tetapi diketahui bahwa Sungai Mahakam merupakan sumber utama air tawar di Delta
Mahakam. Debit air Sungai Mahakam yang memiliki panjang 770 Km berkisar antara 1500 m3/s
dan total sedimen yang masuk ke Delta Mahakam sekitar 8.106 m3 per tahun.
Di selat Makasar, arah sirkulasi air di permukaan yaitu menuju utara dan selatan dengan
kecepatan maksimum pada bulan Februari yaitu 0,5 per detik. Arus ini cukup kuat untuk
mengangkut partikel-partikel yang mengendap keluar dari delta.
Secara alamiah, Delta Mahakam menghadapi naiknya air laut yang menyebabkan
pengaruh energi laut semakin kuat dan laju abrasi pantai semakin meningkat. Secara umum,
proses naiknya air laut tersebut disebabkan oleh dua faktor, yaitu pemanasan global dan
penurunan geologis.
Tinggi gelombang di sekitar Delta Mahakam biasanya lebih kecil dari 60 cm, sehingga
kemungkinan pengaruh efek gelombang sangat kecil terhadap pendistribusian sedimen di sekitar
Delta Mahakam.
Delta Mahakam adalah dataran rendah yang terdiri dari populasi mangrove dengan
keberagaman tertentu dari mangrove (nipah). Karena dataran yang rendah ini, pertukaran air dari
daerah ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut.
Pasang surut (pasut) memiliki kontribusi yang signifikan terhadap distribusi sedimen
Delta Mahakam, di mana rata-rata tunggang pasut dapat mencapai 2,5 meter. Pasut inilah yang
menyebabkan arus pasut di sekitar mulut delta dapat mencapai 1m per detik (Allen, 1979 di
dalam Davis, 1985).
Secara umum pola arus di Selat Makasar sangat dipengaruhi oleh pasang surut yang
berasal dari Laut Sulawesi di sebelah utara dan Laut Jawa di bagian selatan. Arus bergerak dari
utara ke selatan Selat Makasar.