Tingkat kecerdasan seseorang tidak menjamin terbentuknya karakter yang baik.
Sopan santun atau budi pekerti sebagai salah satu bukti manusia beradap. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya harus menjunjung tinggi etika sopan santun. Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa dewasa ini sikap sopan santun pada anak berkurang drastis. Meskipun demikian, pelajaran mengenai sopan santun baik dirumah maupun dalam dunia pendididkan telah diterapkan. Namun dewasa ini budaya santun khususnya pada anak menjadi hal yag mahal. Seiring perkembangan zaman, tingkah laku remaja kian berubah dari waktu ke waktu. Rasa hormat terhadap orang yang lebih tua secara terang-terangan sering kali tak ditunjukkan keberadaanya. Dalam lingkungan sekolah khususnya di sekolah menengah atas yang seharusnya lebih dewasa, para siswa mulai kurang menghargai gurunya. Saat pelajaran berlangsung mereka asik dengan teman sebangkunya tanpa memperdulikan guru yang sedang mengajar. Ujian Nasional (UN) masih lekat pada benak anak SMA, mereka bersusah payah mengerjakan soal, ada yang dengan kunci jawaban dan ada yang tidak. Parahnya lagi ketika pengumuman ujian di serahkan kepada pihak sekolah ( 7/5/2016), kesempatan anak kekinian untuk berkonvoi dijalan raya di manfaatkan oleh anak yang kurang memiliki nilai – nilai budaya santun. Siswa dan siswi SLTA di Karimun Rayakan Kelulusan UN 2016 dengan Mencoret Seragam Sekolah dan berkonvoi berkendara di jalan Coastal Area. Ini menunjukkan bahwa budaya santun pada anak mulai luntur, bukannya mereka mempersiapkan diri mengikuti tes pada perguruan tinggi malah hal ini di jadikan ajang untuk hura-hura supaya keren. Tidak hanya itu, disaat konvoi berlangsung banyak terlihat ugal-ugalan membawa kendaraan serta mengeber-ngeberkan knalpot yang sudah diganti knalpot racing. Hal ini tentulah sangat mengganggu pengendara yang melintasi jalan tersebut. Dari dunia maya siswa SMA bertindak arogan ketika konvoi di jalan. Dia mengaku anak jenderal ketika di berhentikan oleh seorang Polwan ( Sonya Ekarina br Sembiring). Peristiwa ini menjadi pemberitaan dan ramai dibicarakan di media sosial. Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen Arman Depari membantah siswi itu anaknya. Mardiaz menyesalkan sikap pelajar yang tidak menghormati keberadaan polisi. Fakta yang menunjukkan bahwa tingkat sopan santun remaja Indonesia mulai luntur salah satunya adalah ketika dahulu para remaja bertemu dengan orang yang lebih tua akan berjabat tangan dan menundukkan diri dan bertutur kata sangat sopan. Dalam Jawa sangat menjunjung tingggi nilai tata krama, mulai bahasa, tingkah laku dan berbusana. Disinilah dibutuhkan peran serta orang tua dalam menangani lemahnya budaya santun pada anak. Orang tua berkewajiban mendidik dan menggembleng anak anaknya supaya memiliki budaya sopan santun pada orang sekitar, tidak harus mengikuti trend ketika merayakan kelulusan dengan berkonvoi di jalan sehingga menggangu pengendara dan masyarakat sekitar. Tugas mereka adalah membantu guru di sekolah untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi jalannya proses pendidikan dan pola pikir anak remaja sekarang. Bagian sentral dari tugas itu adalah menjamin tidak berkembangnya potensi dan peluang yang justru menjadi gangguan bagi pertumbuhan pola pikir yang baik. Masyarakat diminta proaktif terhadap tindakan corat-coret yang terjadi ditengah masyarakat. Lunturnya budaya santun terjadi karena faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari diri sendiri, keluarga. Dari faktor internal tersebut kita melakukan interaksi atau hubungan sosial. Faktor eksternal yang dapat melunturkan budaya santun adalah mengikuti kebudayaan lain. Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana dalam menanamkan nilai-nilai sehingga tertanam dalam diri seseorang yang mendorong dan terwujudnya sikap dan perilaku yang baik. Pendidikan karakter untuk membentuk kepribadian dan sopan santun tidak hanya dilakukan di sekolah, tetapi juga dilakukan dalam keluarga dan masyarakat. Kita patut bersyukur atas tujuan Pemerintah dalam pendidikan karakter sangat perlu untuk generasi muda. Penguatan peran dan posisisi keluarga juga terjadi melalui kebijakan pemerintah dan kesadaran individu itu sendiri. Namun demikian, pengembangan nilai – nilai pendidikan, khususnya kaitannya dengan pengembangan moral individual dan sosial, merupakan “wilayah bersama “ yang di tentukan tidak saja oleh pendidikan model persekolahan dan keluarga semata, tetapi juga oleh “pembelajaran sosial”. Peran keluarga dan sekolah di atas semakin terasa kuat saat perkembangan anak dewasa ini tidak bisa terlepas dari kemajuan teknologi. Salah satunya mewujud dalam bentuk produk budaya kekinian. Media populer seperti televisi dan internet sering menjadi sumber dan sekaligus penyedia layanan bagi penguatan pembelajaran karakter dalam basis kognitif publik, teutama anak-anak. Karena itu, David sholle dan Stan Denski dalam karyanya, Media Education and (Re) production of culture (1994), mengingatkna kita pengaruh populer bagi sebuah kreasi budaya publik. Termasuk anak-anak usia sekolah yang masih dalam masa pertumbuhan. Banyaknya sumber-sumber media belajar yang semakin luas kini, di harapkan anak remaja khususnya para pelajar yang masih dalam bangku sekolah maupun bangku perkuliahan mampu menelaah budaya luar yang semakin mengikis budaya santun pada negara kita Indonesia ini. Oleh karena itu Indonesia yang terkenal akan budaya santun, di harapkan pada generasi muda mampu menerapkan dalam dunia keluarga maupun dunia luas. Adanya media yang mendukung dapat dijadikan media pembelajaran supaya lebih baik bukan menjadi hal yang menyesatkan. Oleh karena itu, tanggung jawab semua kalangan akan pentingnya budaya santun pada anak terkait pertumbuhan pola pikir setiap individu untuk menanamkan budaya luhur tata krama dititikberatkan pada anak – anak. Peran keluarga khususnya di butuhkan dalam masalah poloa pikir pertumbuhan ini.