Anda di halaman 1dari 16

ARTIKEL KOMPOSTING

PENGOLAHAN AIR DAN LIMBAH

Disusun oleh :
Vania Ramadhanty (3335160091)
Kelas A

Teknik kimia
Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tritayasa
2017/2018
Komposting Sampah Kota dengan proses Aerobik Sistem
Open windrow

Sampah
Sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan
yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan biologis
(karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat
(Azwar, 1990). Sumber sampah bisa bermacam-macam, diantaranya dari rumah
tangga, pasar, warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalan.
Perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang pesat di daerah perkotaan
mengakibatkan daerah pemukiman semakin luas dan padat. Peningkatan aktivitas
manusia, lebih lanjut menyebabkan bertambahnya sampah. Faktor yang
mempengaruhi jumlah sampah selain aktivitas penduduk antara lain adalah:
jumlah atau kepadatan penduduk, sistem pengelolaan sampah, keadaan geografi,
musim dan waktu, kebiasaan penduduk, teknologi serta tingkat sosial ekonomi
(Depkes RI., 1987).
Krisis pangan yang terjadi di negara kita telah memacu pemerintah untuk
mengeluarkan kebijaksanaan pengembangan perekonomian yang berbasis pada
pertanian termasuk didalamya intensifikas/ekstensifikasi pertanian dan
pemanfaatan lahan-lahan tidur, untuk mengejar peningkatan produksi pangan.
Kenyataan tersebut mengakibatkan peningkatan kebutuhan pupuk, sehingga
keberadaan pupuk di pasaran menjadi langka. Kebijakan lain untuk
menghapuskan subsidi terhadap pupuk anorganik telah mengakibatkan pula
melambungnya harga pupuk tersebut, sehingga sulit terjangkau oleh para petani.

Upaya Penanggulangan Sampah

Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan penyediaan pupuk bagi


para petani adalah melalui pemanfaatan sampah menjadi kompos. Upaya ini
sangat tepat dan bijaksana karena bukan hanya permasalahan lingkungan saja
yang dapat ditanggulangi, tetapi produk kompos yang dihasilkan dapat pula
membantu menjawab kelangkaan dan mahalnya pupuk anorganik di pasaran.

Komposting
Pengkomposan merupakan suatu proses biologis oleh mikroorganisme
yang mengubah sampah padat organik menjadi bahan yang stabil menyerupai
humus. Proses dekomposisi (penguraian) sampah padat organik dapat berlangsung
secara aerobik ataupun anaerobik, tergantung dari tersedianya oksigen. Proses
anaerobik berlangsung lambat dan mengeluarkan bau busuk yang sulit
dikendalikan, sehingga hampir semua proses pembuatan kompos secara modern
dilakukan secara aerobik dengan mengkombinasi suhu mesofilik dan termofilik.

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa


dalam teknologi pembuatan kompos secara aerobik, sistem open windrow adalah
yang paling tepat untuk diterapkan di Indonesia. Pemilihan sistem tersebut
berdasarkan konsepsi yang dapat dipertanggungjawabkan secara teknis, sosiologis
dan ekonomis. Dengan sistem open windrow secara teknis tidak diperlukan sarana
dan prasarana yang kompleks dan modern sehingga dapat diterapkan dengan
mudah dan tepat guna. Demikian pula jumlah modal, biaya operasional dan biaya
pemeliharaan tempat pengkomposan relatif lebih rendah dibandingkan dengan
semua sistem pengkomposan lainnya. Sedangkan prosesnya sangat cocok dengan
iklim tropika dimana kelembaban dan temperatur udaranya cukup tinggi dan stabil
(25 sampai 30 oC).

Komposting System Open Windrow


Sistem open windrow adalah cara pembuatan kompos ditempat terbuka
beratap (bukan di dalam reaktor yang tertutup dengan injeksi udara) dengan aerasi
alamiah. Sampah akan yang dikomposkan ditumpuk memanjang dengan frekuensi
pembalikan tertentu dan suhunya dikendalikan. Untuk lahan yang terbatas,
penumpukan juga dapat dilakukan dalam bak-bak terbuka yang memiliki saluran
aerasi memadai (bak aerasi).
Pada dasarnya pengkomposan dengan sistem open windrow merupakan
proses degradasi materi organik menjadi materi yang stabil melalui reaksi biologis
mikroorganisma secara aerobik dalam kondisi yang terkendali. Ketika sampah
padat organik dipaparkan di udara dan kandungan airnya sesuai, maka berbagai
mikroorganisme yang biasanya sudah terdapat dalam sampah dan mampu
melakukan proses pengkomposan mulai bekerja. Selain oksigen dari udara dan
air, mikroorganisme memerlukan pasokan makanan yang mengandung karbon dan
unsur hara seperti nitrogen, fosfor dan kalium untuk pertumbuhan dan reproduksi
mereka. Kebutuhan makanan tersebut juga disediakan oleh sampah organik.
Mikroorganisme kemudian melepaskan karbon dioksida, air dan energi,
berkembang biak dan akhirnya mati. Sebagian dari energi yang dilepaskan
tersebut digunakan untuk pertumbuhan dan gerakan, sisanya dilepaskan sebagai
panas. Akibatnya setumpuk bahan kompos melewati tahap-tahap penghangatan,
suhu puncak, pendinginan dan pematangan.

Sampah Kompos
Sampah Organik
terdegradasi matang
Karbon, Nitrogen, Fosfor, C/N ratio ideal 30
Karbon, Nitrogen, Fosfor, Kalium C/N ratio 10-20, pH 6-8.5
Kalium
Karbon, Nitrogen, Fosfor, Kalium

MIKROORGANISME MIKROORGANISME
MIKROORGANISME MIKROORGANISME
DALAM SAMPAH BEKERJA
DALAM SAMPAH MATI
 Air dan  Energi panas

 Oksigen  Karbon dioksida

Suhu Puncak
TAHAP PENGHANGATAN TAHAP PENDINGINAN DAN PEMATANGAN

Diagram Alir Proses Dasar Pengkomposan

Proses pembuatan kompos berlangsung dengan menjaga keseimbangan


kandungan nutrien, kadar air, pH, temperatur dan aerasi yang optimal melalui
penyiraman dan pembalikan. Pada tahap awal proses pengkomposan, temperatur
kompos akan mencapai 65 – 70 oC sehingga organisma patogen, seperti bakteri,
virus dan parasit, bibit penyakit tanaman serta bibit gulma yang berada pada
limbah yang dikomposkan akan mati. Dan pada kondisi tersebut gas-gas yang
berbahaya dan baunya menyengat tidak akan muncul. Penyiraman dan
pembalikan tumpukan dilakukan secara berkala untuk menjamin tersedianya
oksigen yang cukup bagi berlangsungnya proses biodegradasi oleh
mikroorganisme penghasil kompos. Proses pengkomposan umumnya berakhir
setelah 6 sampai 7 minggu yang ditandai dengan tercapainya suhu terendah yang
konstan dan kestabilan materi. Proses pengkomposan dengan sistem open
windrow praktis tidak memerlukan tambahan zat kimia dan inokulan mikroba dari
luar sehingga aman bagi lingkungan.

Cara Pembuatan Pupuk Organik Kompos

Secara umum proses yang dilakukan dalam pembuatan pupuk organik dari
sampah kota dapat digambarkan seperti diagram alir proses pengkomposan di
bawah ini.

DIAGRAM ALIR PROSES PENGKOMPOSAN SAMPAH KOTA

LAPAK

- STARTER
- NITROGEN AIR KANTUNG
- AIR

SAMPAH SORTASI PEMBUATAN KOMPOS


PENGERINGAN
KOTA PENYIAPAN KOMPOS HALUS
BAHAN BAHAN BAKU
PENGENDALIAN SUHU, PENYARINGAN
ORGANIK
KELEMBABAN, AERASI,
PEMBUATAN
PENGEMASAN
LAPAK PETAK PH DAN NUTRIEN
PELABELAN
RESIDU PEMBALIKAN

BAHAN ORGANIK KASAR


KOMPOS
KASAR
RESIDU

PRA PASCA
MASUKAN KELUARAN
PENGKOMPOSAN PENGKOMPOSAN
PROSES PENGKOMPOSAN
TEKNOLOGI PENANGANAN LIMBAH PADAT SECARA BIOLOGIS – DIT. TEKNOLOGI LINGKUNGAN – BPPT
Diagram alir proses pengkomposan sampah kota menunjukkan tahapan
kegiatan yang dikerjakan dalam pembuatan pupuk organik dari sampah kota,
khususnya pada plant pengkomposan Mranggen, proses produksi pupuk organik
(kompos) mencakup tahapan-tahapan :

 Pengangkutan sampah ke lokasi plant

 Sortasi sampah

 Pembuatan tumpukan

 Perlakuan

 Pengayakan

 Pengemasan

Berikut ini akan diuraikan dengan lebih rinci kegiatan-kegiatan yang


dilakukan pada masing-masing tahapan proses produksi plant pengkomposan
Mranggen, yaitu :

 Pengangkutan sampah ke lokasi plant

Sampah penduduk diangkut secara berkala dan dikumpulkan. sampah-sampah


ini dilakukan kegiatan pelapakan dan sortasi bahan-bahan organik untuk dijadikan
sebagai bahan baku proses pengkomposan. Residu yang merupakan sisa hasil
pelapakan dan sortasi dikumpulkan dalam gerobak-gerobak sampah untuk
dinaikkan ke truk melalui depo transfer.

Depo Transfer Sampah plant pengkomposan. Depo tranfer adalah sarana


untuk pengambilan sampah-sampah yang akan diangkut ke lokasi TPA. Dengan
pengumpulan residu hasil sortasi pada gerobak-gerobak sampah, di sekitar depo
transfer tidak terdapat timbunan sampah terbuka. Selain itu pengumpulan residu
pada gerobak-gerobak sampah juga memberikan kemudahan dalam proses
pengangkutan sampah ke atas truk. Keberadaan depo transfer sampah pada lokasi
yang menyatu dengan plant pengkomposan sangat mempersingkat proses
pembuangan residu dan memberikan jaminan terangkatnya seluruh residu hasil
sortasi

 Sortasi sampah

Sampah yang berasal dari pemukiman atau perkotaan terdiri dari campuran
sampah organik dan anorganik. Proses sortasi dilakukan dengan tujuan untuk
memisahkan sampah-sampah organik - yang merupakan bahan baku dalam proses
pengkomposan, dari sampah anorganik dan bahan-bahan lain yang tidak dapat
dikomposkan. Sampah yang datang di lokasi plant pengkomposan langsung
dibawa ke pelataran sortir untuk pemisahan secara manual. Sortasi dilakukan
sesegera mungkin agar tidak terjadi penumpukan sampah yang menimbulkan bau.
Sampah organik yang masih berbentuk memanjang seperti ranting dan batang
pohon, terlebih dahulu dipotong-potong secara manual hingga mencapai ukuran +
5 cm sehingga mudah dikomposkan. Sampah pertanian seperti cabang pohon dan
ranting dipisahkan dari daun-daunnya. Sampah-sampah organik yang berhasil
dikumpulkan dari kegiatan sortasi dibawa ke tempat penumpukan untuk proses
lebih lanjut, barang-barang lapak dikumpulkan pada tempat yang telah disediakan,
dan residu dari kegiatan lapak / sortasi sampah organik dikumpulkan dalam
gerobak-gerobak sampah untuk memudahkan pengangkutan ke atas truk melalui
depo transfer sampah.

Kegiatan pelapakan (pengumpulan dan penjualan sampah-sampah yang masih


memiliki nilai, baik sebagai barang bekas maupun sebagai bahan baku daur ulang)
Dengan demikian proses sortasi sampah organik sebagai bahan baku proses
pengkomposan adalah merupakan pengembangan dari kegiatan sehari-hari yang
telah mereka tekuni sebelumnya. Keterpaduan antara kegiatan pelapakan dan
sortasi sampah organik sebagai bahan baku proses pengkomposan dapat
digambarkan seperti diagram alir berikut.
Sampah Kota

SORTASI-1
Besi TIDAK MEMILIKI
Lapak
Plastik NILAI JUAL

Kaca

DIJUAL
sebagai,
- Barang bekas SORTASI-2
- Bahan baku daur
ulang ANORGANIK ORGANIK

Kantung plastik Sisa makanan

Botol plastik Sisa sayuran Bahan Baku

Kulit sintetis Kulit buah Kompos

Karet sintetis Sampah daun


Pecahan kaca
Ranting/kayu DIKUMPULKAN
Residu Botol kaca
Kertas rusak untuk,
tahapan proses
pengkomposan
DIBUANG selajutnya
melalui,
Depo Transfer
Sampah

Diagram Alir Sortasi Sampah pada Plant Pengkomposan

 Pembuatan tumpukan

SISTEM OPEN WINDROW

Sampah organik yang telah disortir kemudian ditumpuk di ruang


pengkomposan. Berdasarkan hasil rancangan disain plant pengkomposan ukuran
tumpukan memiliki lebar 2,5 m, dan tinggi 1,5 meter dan panjang sesuai dengan
jumlah sampah organik yang tersedia. Pembuatan tumpukan dilakukan dengan
menggunakan garu atau alat yang terbuat dari anyaman bambu. Sampah organik
dari pelataran sortasi setiap kali dibawa dengan alat tersebut kemudian
ditumpahkan ditempat pengkomposan dengan cara membaliknya. Tumpukan yang
telah dibuat tidak boleh dipadatkan. Tumpukan berbentuk piramida terpancung
dengan lebar atas sekitar 1 m. Sesuai dengan jadwal pembalikan kompos maka
pembuatan tumpukan diselesaikan dalam waktu 7 hari.

SISTEM BAK AERASI

Sampah organik yang telah siap dikomposkan dimasukkan ke dalam bak


pertama. Untuk memasukkan sampah dapat digunakan garu atau alat dari bambu.
Pada setiap pengisian, sampah diratakan dengan tanpa pemadatan. Pengisian bak
dilakukan sesuai jadwal pembalikan, yaitu selama 7 hari.

 Perlakuan

Yang dimaksudkan dengan perlakuan pada proses pengkomposan sampah


organik adalah kegiatan-kegiatan: pembalikan, penyiraman dan pemantauan suhu.

1. Pembalikan.

SISTEM OPEN WINDROW

Pembalikan tumpukan dilakukan dengan cara memindahkan tumpukan ke


tempat berikutnya. Pemindahan tersebut dapat dilakukan dengan garu dan alat dari
bambu seperti pada saat pembentukan tumpukan yang pertama kali. Pemindahan
yang berfungsi sebagai pembalikan tersebut dilakukan 1 minggu sekali. Tempat
kosong yang telah ditinggalkannya diisi dengan tumpukan sebelumnya. Proses
pemindahan dilakukan sampai pemindahan yang ketujuh atau sampai pada
tumpukan yang ke delapan. Pada setiap pembalikan/pemindahan tumpukan dapat
dirasakan terjadinya penurunan volume sampah sebagai akibat dari
berlangsungnya proses degradasi. Penurunan ini berlangsung secara cepat pada
minggu pertama sampai minggu ketiga atau empat dan berangsur-angsur menurun
hingga tercapai kondisi stabil pada minggu ke tujuh. Sampah yang dipindahkan
pada tumpukan yang kedelapan sudah dapat dipanen sebagai kompos matang.

SISTEM BAK AERASI

Sama seperti yang dilakukan pada sistem open windrow, pembalikan


sampah dilakukan dengan cara memindahkan tumpukan ke tempat berikutnya,
dalam hal ini bak pengkomposan yang kedua. Pemindahan dilakukan seminggu
sekali dengan cara yang sama seperti pada pengisian bak pengkomposan
sebelumnya. Bak yang telah kosong diisi kembali dengan materi sampah yang
baru. Pemindahan dilanjutkan ke bak berikutnya diikuti dengan pengisian kembali
bak yang ditinggalkannya. Pemindahan dilakukan sampai bak yang kedelapan.
Sampah yang dimasukkan pada bak yang kedelapan sudah dapat dipanen sebagai
kompos matang.

2. Penyiraman.

Penyiraman dilakukan apabila sampah yang dikomposkan terlalu kering.


Kadar air yang ideal dari tumpukan sampah selama proses pengkomposan adalah
antara 50-60 % dengan nilai optimal sekitar 55 %. Penyiraman akan sering
diperlukan apabila sampah yang dikomposkan kurang memiliki kemampuan
untuk menahan air. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor atau
selang air, dan dikerjakan sebelum pemindahan atau pembalikan tumpukan.
Diusahakan penyiraman dilakukan merata ke seluruh bagian sampah yang
dikomposkan.

3. Pemantauan Suhu.

Pengukuran suhu dapat dilakukan dengan termometer kompos yang memiliki


tangkai sensor yang terbuat dari logam. Pertama-tama termometer ditancapkan ke
dalam tumpukan sampah atau bak sampai sedalam 70-90 cm dan dibiarkan sekitar
15 menit sampai jarum penunjuk suhu posisinya tidak berubah-ubah lagi. Pada
beberapa hari pertama pengkomposan, baik pada sistem open windrow maupun
bak aerasi temperatur sampah bisa mencapai 60–70 oC. Suhu ini sedapat mungkin
dipertahankan selama beberapa hari untuk membunuh bakteri-bakteri patogen
dan bibit gulma. Jika tidak terjadi panas, kemungkinan proses pengkomposan
tidak berjalan dengan baik. Hal itu bisa karena sampahnya terlalu basah atau
terlalu kering atau rasio C/N -nya terlalu tinggi. Pada proses pengkomposan
minggu ke tujuh (tumpukan kedelapan) materi dan temperatur kompos telah
menjadi stabil pada suhu dibawah 50 oC yang menandai selesainya proses
pengkomposan.

 Pengayakan

Maksud utama dari pengayakan adalah untuk memperoleh ukuran partikel


kompos yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan. Pengayakan juga berfungsi
sekaligus untuk memisahkan bahan-bahan yang belum terkomposkan secara
sempurna dan memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang
lolos dari proses sortasi. Bahan yang belum terkomposkan secara sempurna
dikembalikan lagi ke dalam tumpukan yang baru dan bahan yang lolos dari proses
sortasi dibuang sebagai residu.

Kompos dapat disaring dengan berbagai jenis ayakan seperti ayakan pasir,
ayakan goyang, ayakan drum berputar dan ayakan getar. Besarnya lubang ayakan
dapat bervariasi tergantung dari ukuran kompos yang diinginkan. Ukuran kompos
dapat dibagi menjadi :

- Grade I, kompos halus yang diayak dengan ayakan yang lubang-


lubangnya berukuran 1 cm x 1 cm

- Grade II, kompos ukuran sedang dengan ayakan yang lubang-


lubangnya berukuran 2 cm x 2 cm

- Grade III, kompos ukuran kasar dengan ayakan yang lubang-


lubangnya berukuran 4 cm x 4 cm

Pada plant pengkomposan, digunakan ayakan goyang dengan ukuran lubang 1 cm


x 1 cm dan 0.5 x 0.5 cm
Ayakan goyang tersebut digunakan dengan cara, sbb. :

- Kedua tangkai ayakan ditaruh di atas bangku agar bidang ayakan


posisinya datar.

- Kemudian masukan kompos yang telah matang ke atas ayakan


secukupnya dengan skop.

- Angkat kedua tangkai ayakan dan kemudian digoyang-goyangkan


dengan cara mendorong ke depan dan ke belakang berkali-kali
sampai bahan melalui lubang ayakan.

- Setelah kompos halus sudah terayak semua, tangkai pengayak di


taruh di atas lantai.

- Kompos yang tidak lolos lubang ayakan dapat dikumpulkan, lalu


ditumpuk menjadi tumpukan kompos yang baru atau dicampurkan
kedalam tumpukan yang belum matang untuk dipanen kemudian.

 Pengemasan

Kompos yang telah diayak dikemas ke dalam kantung plastik kedap air atau
karung. Telah dipersiapkan sebanyak 2000 buah kantung plastik berukuran 35 cm
x 45 cm untuk menampung kompos halus seberat 5 kg. Kantung-kantung plastik
tersebut telah diberi label dengan nama pemilik atau sebagai pembuatnya.

Pupuk organik dari plant pengkomposan sampah kota di dusun Mranggen


telah siap untuk dipasarkan dengan produksi pertama (tanggal 8 Februari 1999)
sebesar 1 m3 yang berasal dari sampah organik sejumlah + 4 m3 dengan waktu
pengkomposan selama 7 minggu. Kegiatan ini melibatkan 1 orang manajer umum,
1 orang manajer operasi dan 5 orang tenaga lapangan.
Sampah Alur Proses Pengkomposan
Kota Plant Pembuatan Pupuk Organik dari Sampah Kota

Terlalu banyak
kandungan
Banyak
Anorganiknya Depo Transfer
kandungan
Sampah

PEMASARAN

Sumur
Kantor
Tower air
Gudang
Residu

SORTASI
Sistem Bak Aerasi
Bahan
5 4
Kompos Lapak
6 3
SARING &
PERLAKUAN
7 2
KEMAS
Bahan Kompos
8 1
PENUMPUKAN Open Windrow

Sungai

Sistem Open Windrow


PENUMPUKAN

8 5 4 1

SARING & PERLAKUAN

KEMAS 7 6 3 2
Manfaat pupuk kompos
Kompos sebagai produk dari proses penguraian bahan organik memiliki
sifat-sifat yang baik untuk menyuburkan tanah dan menyediakan unsur hara bagi
tanaman. Pupuk kompos dapat memperbaiki daya ikat tanah berpasir dan
memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga tidak terlalu berderai atau
terlalu lekat. Kompos juga dapat meningkatkan daya ikat tanah terhadap air
sehingga meningkatkan persediaan air untuk tanaman. Selain itu kompos juga
dapat memperbaiki tata udara tanah dan mempertinggi daya ikat tanah terhadap
zat hara dari pupuk mineral sehingga tidak mudah larut oleh air penghujan
sehingga penggunaan pupuk menjadi lebih efisien. Untuk tanaman, tentu saja
kompos menyediakan unsur makro maupun mikronutrien yang penting untuk
perkembangan pertumbuhannya. Jika dicermati, maka tak dapat dielakkan bahwa
deretan kemampuan pupuk kompos seperti tersebut di atas dalam memperbaiki
sifat tanah dan kemampuannya dalam menyediakan unsur mikronutrien untuk
tanaman, tidak dimiliki oleh pupuk mineral.

Selain sebagai pupuk tanaman produk kompos juga memiliki potensi,


antara lain sebagai :

 Bahan dasar pupuk organik yang diperkaya dengan pupuk mineral,


inokulum bakteri pengikat N, inokulum bakteri pemfiksasi P, dsb.
 Media tanam dalam bentuk pelet untuk tanaman yang spesifik
 Biofilter pada sistem pengkomposan tertutup
 Briket bahan bakar

Ditinjau dari biaya produksi, keuntungan produksi kompos juga cukup


menjanjikan. Berdasarkan perhitungan, contoh kasus di RPH Cakung misalnya,
didapatkan bahwa pupuk kompos itu ternyata lebih murah daripada pupuk
mineral. Apabila unsur hara utama seperti N, P dan K pada pupuk kompos
dihargai setara dengan harga unsur N, P dan K pada pupuk mineral maka harga
pupuk kompos per kilogramnya adalah 120 rupiah, padahal biaya produksi
kompos per kilogramnya adalah 100 rupiah. Kondisi ini membuka peluang yang
baik untuk industri kompos. Dan tentu saja, produk kompos layak dihargai lebih
besar dari 120 rupiah karena sederetan keunggulan seperti yang telah disebutkan
sebelumnya.
Daftar Pustaka
Kustiah, T. 2005. Kajian kebijakan pengelolaan sanitasi berbasis masyarakat.
Bandung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum.

Sulistyorini, Lilis. 2005. Pengelolaan sampah dengan menjadikannya kompos

Widiyaningrum, P & Lisdiana. 2012. Evaluasi kompos daun dan kotoran


kambing yang menggunakan mikroorganisme lokal. Prosiding Seminar Nasional
Peran MIPA dalam peningkatan kualitas hidup dan pengembangan pendidikan
karakter. Semarang, 15 Desember 2012

Samudro, Ganjar, dkk. 2017. Pengaruh kadar air terhadap hasil pengomposan
sampah organic dengan metode open

Cahaya,A.T.S dan Nugroho, A.D, 2008. Pembuatan Kompos Menggunakan


Limbah Padat Organik (Sampah Sayuran dan Ampas Tebu). Semarang : Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

BPPT. 1998. Teknologi pembuatan pupuk organic (kompos)

Murbandono HS, L . 1997 . Membuat Kompos . Penebar Swadaya : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai