TB BLM Edit
TB BLM Edit
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman
mikobakterium tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch
pada tahun 1882.
Penyakit tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia
sudah berabad-abad hidup bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini
dibuktikan dengan ditemukannya lesi tuberkulosis pada penggalian tulang-tulang
kerangka di Mesir. Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan dalam
ukiran-ukiran pada dinding candi Borobudur.1
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
2.3. Mikrobiologi
B. Biomolekuler
Gen pab dan gen groEL masing-masing menyandi protein berikatan posfat
misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti
protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs)
menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase.
Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari
16 IS ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS
(IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan
RFLP.9
2.4. Patogenesis
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi
oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit
kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.
Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam
makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN.
2.5. Klasifikasi
A. Tuberkulosis Paru
d. Kasus gagal
1) Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).
2) Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
Catatan:
a. Kasus pindahan (transfer in):
Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan / pindah.
b. Kasus Bekas TB:
1) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.
2) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologic.9
2.6. DIAGNOSIS
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun.
B. Pemeriksaan Fisik
C. Pemeriksaan Bakteriologik
1. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas
objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl
0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke
dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah
tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium.
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) :
1. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
E. Pemeriksaan Khusus
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem
ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk
membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.
b. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologik untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum. Uji ICT
merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal
dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5
antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran
immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping
garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan
warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum
mengandung antibody IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan
dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif
bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis
antigen pada membran.
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji
ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu
alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam
serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti
F. Pemeriksaan Lain
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua
dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat
pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan
tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
4. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di
Indonesia dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat
bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji
yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat
memberikan hasil negatif.
Cara penularan12
A. Risiko penularan12
1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien
TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan
lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)
orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
4. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi
positif.
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami
efek samping OAT KDT.
Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan
pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B
kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah
menyerupai defisiensi piridoksin
(syndrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul
pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,
hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah :
a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-
kadang diare
c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
d. Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
e. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop
dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
f. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu
dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan
lagi walaupun gejalanya telah menghilang
g. Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin)
dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini
kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien.
Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi
ginjal. Gejala efek samping yang
terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin
parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
E. Terapi Pembedahan
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap
positif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kavitas yang menetap.
F. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi klinik
1. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
2. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
3. Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
1. Fluorokuinolon
Secara invitro fluorokuinolon dapat digunakan untuk kuman TB yang
resisten terhadap lini-1 yaitu moksifloksasin konsentrasi hambat minimal paling
rendah dibandingkan fluorokuinolon lainnya dengan urutan berikutnya
gatifloksasin, sparfloksasin, levofloksasin, ofloksasin dan siprofloksasin.
Siprofloksasin harus dihindari
pemakainnya karena efek samping pada kulit yang berat (foto sensitif).
Resistensi silang
Tionamid dan tiosetason
Etionamid pada kelompok tionamid komplit resistensi silang dengan
a. Aminoglikosid
b. Fluorokuinolon
c. Sikloserindan terizidon
Pengobatan MDR-TB hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang
distandarisasi untuk pasien menggunakan minimal 2-3 OAT yang masih sensitif
dan obat tambahan lain.
Obat tambahan yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon
(ofloksasin dan siprofloksasin),aminoglikosida (amikasin, kanamisin dan
kapreomisin), etionamid, sikloserin, klofazimin, amoksilin, klavulanat.
Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2
–3 OAT lini 1 ditambah dengan obat lini 2, yaitu Ciprofloksasin dengan dosis
Beberapa pasien yang datang berobat, mungkin diduga terinfeksi HIV atau
menderita AIDS. Indikasi untuk melakukan tes HIV dapat dilihat pada tabel 5 di
bawah ini. Pemeriksaan tes HIV disertai dengan konseling sebelum dan sesudah
tes (Voluntary Counseling and Testing/VCT)
2.11. Komplikasi
Terapi pencegahan :
Kemoprofilaksis diberikan kepada pasien HIV atau AIDS. Obat yang
digunakan pada kemoprofilaksis adalah Isoniazid (INH) dengan dosis 5 mg / kg
BB (tidak lebih dari 300 mg ) sehari selama minimal 6 bulan.
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis. WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8
juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA
(Basil Tahan Asam) positif. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa
jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang
atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 –
0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri
dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.
tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa
dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan
dalam virulensi.
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi
oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit
kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.
Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam
makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke