Anda di halaman 1dari 23

Bab I

Pendahuluan

I.1 Latar Belakang


Pemetaan merupakan bagian dari kegiatan eksplorasi pendahuluan untuk
mengasilkan suatu bentuk laporan berupa peta yang dapat memberikan gambaran
mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat
informasi gejala-gejala struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola
penyebaran batuan pada suatu daerah. Hasil dari pemetaan pada tahapan
eksplorasi awal ini akan dijadikan sebagai salah satu acuan dalam kegiatan
eksplorasi selanjutnya. Metode-metode yang digunakan pada tahap eksplorasi
terdiri dari metode eksplorasi langsung dan metode eksplorasi tidak langsung.
Eksplorasi langsung dilakukan melalui pemetaan geologi/alterasi, pemetaan
eksplorasi, sampling, dan pemboran. Metode yang digunakan pada eksplorasi
tidak langsung adalah melalui penginderaan jarak jauh / remote sensing,
eksplorasi geokimia, dan eksplorasi geofisika.

Wilayah yang dilakukan pemetaan pada penelitian ini adalah di daerah


Tlogowaru, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Daerah ini merupakan daerah dengan
prospek mineral lempung. Kegiatan pemetaan yang dilakukan untuk mengetahui
sebaran dari mineral lempung yang berada di daerah tersebut serta mengetahui
mineralogi dari lempung.

Cakupan daerah yang luas pada daerah prospek membutuhkan metode


yang efektif untuk mendapatkan pemetaan mineral dengan hasil yang tepat.
Metode remote sensing adalah teknik penggunaan sensor radiasi elektromagnetik
untuk merekam gambaran lingkungan bumi yang dapat diinterpretasikan sehingga
menghasilkan informasi yang berguna (Yanuarsyah, 2013). Pada remote sensing
memanfaatkan citra dari teknologi wahana satelit dalam menginterpretasi
informasi kegiatan eksplorasi mineral oleh industri pertambangan. Pada umumnya
remote sensing diaplikasikan sebagai alat bantu dalam pembuatan peta dan
sebagai sistem penyimpanan data hasil eksplorasi. Pemetaan potensi sumberdaya
geologi pertambangan khususnya potensi mineral perlu dilakukan sebagai langkah

5
awal dalam pengelolaan sumberdaya pertambangan terlebih dalam tahapan
eksplorasi pendahuluan. Pada penelitian ini akan menggunakan dua data remote
sensing yaitu foto udara dan citra satelit Advanced Spaceborne Emission and
Reflecton Radiometer (ASTER).

Interpretasi dari hasil foto udara akan mendapatkan hasil identifikasi


kelurusan Digital Elevation Model (DEM) yang dapat membantu mendeliniasi
morfologi secara lebih detail. Pada foto udara juga memiliki keunggulan tidak
adanya kendala awan dalam citra yang dihasilkan. Kelemahannya, foto udara
terdiri dari kumpulan scene kecil yang banyak, terlebih lagi untuk pemotretan
dengan area yang sangat luas. Citra Satelit dari ASTER yang berada di atas
platform Earth Observing System (EOS) TERRA, mencatat refleksi radiasi
matahari pada 9 band dan radiasi emisi pada 5 band. ASTER mengukur refleksi
radiasi di 3 band antara 0,52 dan 0,86 µm (daerah visible and near infrared,
VNIR) dan 6 band dari 1,6-2,43 µm (daerah short wave infrared, SWIR), dengan
masing-masing resolusi spasial 15m dan 30 m (Fujisada and Ono, 1994). Pada
emisi radiasi diukur pada resolusi spasial 90m dalam 5 band dari panjang
gelombang 8,12-11,65 µm (di daerah thermal infrared region, TIR), (Fujisada and
Ono, 1994). Interpretasi dari hasil pengolahan citra ASTER menggunakan
komposit RGB yang meghasilkan False Colour Composite (FCC) tertentu akan
membantu identifikasi zona alterasi, struktur geologi, dan satuan batuan dengan
metode pengolahan lainnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut n penulis akan melakukan penelitian


dengan judul “Pemetaan Mineral Lempung Menggunakan Foto Udara dan Citra
Satelit di PT Semen Indonesia Daerah Tlogowaru, Kabupaten Tuban, Jawa
Timur”. Melalui penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan gambaran
pemetaan dan penyebaran mineral dari lempungyang nantinya dapat digunakan
sebagai acuan dalam melakukan kegiatan eksplorasi selanjutnya.

6
I.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana penyebaran mineral lempung yang ada di daerah Tlogowaru,


Kabupaten Tuban, Jawa Timur ?

2. Bagaimana pengaplikasian remote sensing foto udara dan citra Satelit ASTER
dalam melakukan pemetaan mineral lempung daerah Tlogowaru, Kabupaten
Tuban, Jawa Timur ?

I.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal agar penelitian memberikan hasil
yang spesifik. Selain itu, batasan-batasan ini juga meliputi batasan teknis sehingga
penelitian mungkin dilakukan oleh peneliti. Peneliti ini membahas tentang :

1. Metode remote sensing foto udara yang diambil menggunakan Drone Phantom
Professional

2. Model 3D foto udara yang dibuat dari foto udara

3. Metode remote sensing citra satelit ASTER yang didapatkan dari USGS

4. Analisis soil sampling yang dilakukan pengujian menggunakan analisis


petrografi dan XRF

5. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah PT Semen Indonesia daerah Tlogowaru,


Kabupaten Tuban, Jawa Timur

I.4 Asumsi

Melalu metode remote sensing dan foto udara dan citra satelit ASTER
diharapkan dapat menghasilkan pemetaan potensi mineral lempung yang ada di
Tlogowaru.

7
1.5. Hipotesis

Metode remote sensing foto udara dan citra satelit ASTER adalah metode
paling tepat untuk melakukan interpretasi pemetaan mineral lempung yang ada di
Tlogowaru.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

Memberikan informasi tentang penyebaran mineral lempung yang ada di


wilayah Tlogowaru dan menambah pengetahuan tentang pengolahan data foto
udara dan ASTER yang bisa dimanfaatkan sebagai metode untuk pemetaan
daerah prospek mineral lempung.

8
Bab II
Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori

II.1 Tinjauan Pustaka


Berdasarkan penelitian Bedini (2010), penggunaan data dari foto udara dapat
memberikan hasil gambaran secara detail dari distribusi spasial alterasi mineral
yang belum didapatkan dari studi lapang pada daerah tersebut, analisis data
ASTER menghasilkan pemetaan mineral dengan resolusi spasial dan spektral
yang moderat sehingga citra ASTER dapat digunakan untuk proses eksplorasi
mineral tahap reconnaisance.
Berdasarkan penelitian dari Martins (2015) , band ratio digunakan untuk membuat
False Colour Composite (FCC) yang dapat digunakan untuk identifikasi
reflektansi spektral untuk mendeteksi nmineral pada area studi.
Berdasarkan penelitian dari Shabou et all (2015), kandungan tanah liat (fraksi < 2
µm ) adalah salah satu sifat tanah yang paling penting. Karena sifat tersebut
mengendalikan sifat hidrolik tanah, seperti welting point, kapaistas lapang dan
kondiktivitas hidrolik jenuh, yang mengendalikan jenis fluks air pada zona tidak
jenuh.

II.2 Kondisi Umum Daerah Tlogowaru


II.2.1 Geomorfologi
Berdasarkan interpretasi peta rupa bumi, analisis morfologi, dan pengamatan
lapangan, maka bentuk-bentuk bentang alam daerah pemetaan secara umum
didominasi oleh bentuk morfologi bukit dan dataran dengan elevasi tertinggi
adalah 14 m dan terendah 6 m dpl. Bentang alam daerah penyelidikan merupakan
daerah dataran yang dibentuk oleh hasil rombakan Formasi Pasiran dan Tuban.
Dibatasi oleh punggungan batu kapur di Utara dan Selatan berlereng relatif landai
berarah Utara dan Selatan dengan permukaan daerah puncak relatif datar. Bentuk
dan arah morfologi tersebut diduga dikontrol oleh adanya struktur perlipatan yang
merupakan bagian dari struktur regional yang berkembang di wilayah Tuban.
Proses geologi lainnya yang berkembang di kawasan ini adalah proses
pengendapan yang memberikan warna tersendiri bagi tanah liat tersebut sehingga

9
daerah tanah liat Tlogowaru ini menjadi suatu kawasan sedimentasi yang dicirikan
oleh adanya produk kegiatan pengendapan dari pelapukan batu kapur dari lokasi
yang lebih tinggi.
Daerah pemetaan menempati Satuan Dataran menempati bagian tengah. Satuan
ini didominasi oleh lempung permukaan hasil pelapukan batugamping. Tata guna
lahan pada satuan ini adalah untuk pemukiman penduduk dan persawahan serta
perkebunan dengan irigasi yang airnya tergantung pada curah hujan dan hasil
pemompaan dari air tanah dan bekas tambang.

Gambar II.1 Peta Geomorfologi Sebelum Penambangan di Daerah Penelitian

10
Gambar II.2 Peta Geomorfologi di Daerah Penyelidikan Saat Ini

II.2.2 Geologi Regional


Menurut Situmorang, dkk (1992), daerah penelitian termasuk dalam kelompok
Lajur Rembang yang tersusun oleh batuan karbonat tanpa batuan gunung api,
dimana pengendapan pada umumnya terjadi di laut dangkal tidak jauh dari pantai.
Urutan batuan dari lapisan tertua sampai muda yaitu:

a. Anggota Tawun, Formasi Tuban (Tmt)

Formasi ini diperkirakan berumur Miosen Awal, terdiri dari napal pasiran
berselingan dengan batugamping bioklastik. Napal pasiran berwarna cokelat
kekuningan dan berbutir halus sampai sedang. Batu gamping bioklastik berwarna
cokelat kelabu mengandung fosil foraminifera. Batuan ini tidak tersingkap di
daerah penelitian dan sekitarnya.

b. Anggota Ngrayong, Formasi Tuban (Tmtn)

Formasi ini berumur Miosen tengah terdiri dari batu pasir kuarsa yang berselang
seling dengan batu gamping dan batu lempung, banyak mengandung fosil

11
foraminifera. Batu lempung umumnya berwarna coklat kekuningan, sedangkan
batu pasir kuarsa umumnya berwarna coklat kemerahan dengan lensa-lensa batu
pasir kuarsa putih.

c. Formasi Bulu (Tmb)

Formasi ini menindih selaras Formasi Tuban (Tmb), berumur Miosen Tengah
yang terdiri dari batu gamping pasiran dengan sisipan batu napal pasiran.

d. Formasi Wonocolo (Tmw)

Di atas Formasi Bulu diendapkan Formasi Wonocolo (Tmw) yang berumur


Miosen Akhir terdiri dari napal pasiran berselingan dengan batu gamping pasiran.

e. Formasi Ledok (Tml)

Formasi Ledok (Tml) berada di atas Formasi Wonocolo secara selaras, formasi ini
berumur Miosen Akhir-Pliosen yang terdiri dari batu pasir glaukonitan dengan
sisipan batu gamping pasiran.

f. Formasi Mundu (Tpm) dan Formasi Paciran (Tpp)

Di atas formasi Ledok terdapat Formasi Mundu (Tpm) dan Formasi Paciran (Tpp)
yang saling menjari berumur Pliosen. Formasi Mundu berupa batu napal, batu
lempung lanauan, dan batu gamping napalan. Sedangkan Formasi Paciran terdiri
dari batu gamping pejal dan batu gamping dolomitan.

g. Aluvium (Qa) dan Koluvium (Qc)

Lapisan termuda adalah Aluvium (Qa) dan Koluvium (Qc) dimana satuan ini
diendapkan paling akhir yang berumur Holosen. Merupakan hasil rombakan dari
Formasi Paciran dan Formasi Tuban berupa pasir, lempung, lanau, dan kerikil.

12
Tabel II.1 Stratigrafi Regional Daerah Penyelidikan

Umur Formasi Deskripsi

Pasir, lempung, lanau, dan kerikil


Aluvium (Qa) dan
Holosen (Qa);hasil rombakan Formasi Paciran
Koluvium (Qc)
dan Formasi Tuban

Batunapal, batulempung lanauan, dan


Mundu (Tpm) dan batugamping napalan (Tpm);
Pliosen
Paciran (Tpp) batugamping pejal dan batugamping
dolomitan (Tpp)

Batupasir glaukonitan dengan sisipan


Ledok (Tml) dan batugamping pasiran (Tml); napal
Wonocolo (Tmw) pasiran berselingan dengan batugamping
Akhir

pasiran (Tmw)

Bulu (Tmb) dan Batugamping pasiran dengan sisipan


Anggota Ngrayong, batunapal pasiran (Tmb); batupasir
Formasi Tuban kuarsa berselingan batugamping dan
Tengah

(Tmtn) batulempung (Tmtn)

Anggota Tawun, Napal pasiran berselingan dengan


Miosen

Awal

Formasi Tuban batugamping bioklastik

Struktur geologi yang berkembang di kawasan ini adalah struktur lipatan, sesar
dan kekar. Batu gamping di daerah Kabupaten Tuban, khususnya di sekitar
Kecamatan Merakurak, terlipat dan tersesarkan karena kegiatan tektonik. Sumbu
pelipatan yang berarah Barat-Timur merupakan rangkaian dari struktur antiklin
dan sinklin, yang juga melibatkan batuan dasar kars. Pengaruh tektonik yang
dialami oleh batuan menyebabkan sebagian besar singkapan batugamping
terkekarkan.
Menerusnya pola hasil deformasi pada Formasi Paciran mengindikasikan jika
tektonik di daerah ini berumur muda. Sistem percelah-retakan dan kekar yang
terbentuk pada Formasi Paciran menjadikan sebagian singkapannya sebagai
daerah resapan yang berfungsi menyalurkan air permukaan hingga mencapai
lapisan batu gamping (yang juga terkekarkan) di kedalaman tanah.

13
Struktur sesar di daerah batu gamping dengan segala ciri khasnya sangatlah sulit
untuk ditemukan mengingat sifat-sifat batuan ini yang sangat berbeda dengan
jenis batuan lain terutama sifat mudah melarut pada media air yang bersifat asam.
Hal tersebut mengakibatkan jejak-jejak struktur sesar seperti cermin sesar dan
gores garis sulit untuk didapatkan. Struktur sesar normal atau turun dicirikan oleh
adanya gawir sesar yang terdapat pada sayap-sayap antiklin.
Selain data pengukuran di lapangan baik perubahan-perubahan struktur lapisan
batuan, terputusnya perlapisan batuan, terdapatnya bidang-bidang kekar yang
merupakan indikasi minor dari adanya struktur sesar maupun terdapatnya riam-
riam atau air terjun di sepanjang aliran sungai diperlukan data pendukung lain
yang bersifat interpretatif seperti pelurusan sungai dan lineament dari peta
topografi serta hubungannya dengan pola-pola sesar regional yang ada di sekitar
daerah pemetaan. Dari hasil analisis yang didasarkan pada data sebagaimana
tersebut di atas dapat diinterpretasikan bahwa diperkirakan pola kelurusan yang
berhubungan dengan struktur sesar yang ada di daerah pemetaan secara umum
berarah Timur-Barat yang dipengaruhi oleh gaya utama yang bekerja secara
regional berarah Utara-Selatan.

14
Gambar II.3 Peta Geologi Regional (Modifikasi dari Situmorang dkk, 2009)

II.2.3 Geologi Lokal

Secara lokal satuan batuan di daerah Tlogowaru merupakan endapan aluvial yang
berumur Holosen mempunyai ciri litologi berwarna coklat hingga keabuan, tidak
kompak besar butir berukuran pasir halus, dengan tingkat homogenitas endapan
yang tinggi. Endapan alluvial ini mempunyai porositas yang rendah, bersifat
impermeabel. Endapan alluvial tampak tertutup oleh tanah dengan ketebalan rata-
rata 20 cm. Tidak terlihat adanya indikasi sesar, struktur, maupun perlipatan di
daerah penambangan Tlogowaru.

15
Gambar II.4 Endapan Aluvial

Gambar II.5 Peta Geologi Lokal Sekitar IUP (Batas Lithologi dari
Situmorang dkk ,2009)

16
II.3 Teori Dasar

II.3.1 Pentingnya Mineral Lempung pada Pembuatan Semen

Semen (cement) adalah hasil industry dari paduan bahan baku batu
kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahanpengganti
lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa
memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada
pencampuran dengan air. Bila semen dicampurkan dengan air, maka terbentuklah
beton.

Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa kalsium


oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang
mengandung senyawa silica oksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3), besi
oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen,
bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk
clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum)
dalam jumlah yang sesuai.

II.3.2 Data Remote Sensing

Remote sensing dalam bahasa Indonesia yaitu penginderaan jauh, dapat diartikan
suatu teknik pengumpulan data atau informasi objek permukaan bumi secara tidak
langsung (instrumen tidak kontak langsung dengan objek) melalui analisis
pengumpulan datanya, yang didapatkan dari perekaman sensor yang menerima
pantulan sinyal gelombang dari objek, wahana dari perekaman sensor yang
menerima pantulan sinyal gelombang dari objek, wahana dari instrumen ini dapat
berupa satelit luar angkasa (spaceborne) dan dapat juga berupa wahana pesawat
(airborne). Remote sensing merupakan suatu teknologi dengan memanfaatkan
sarana angkasa (luar angkasa) untuk dapat melakukan observasi pada permukaan
bumi. Secara umum remote sensing dapat dilakukan dengan 3 sistem yaitu :

1. Pemotretan dengan kamera atau topografi dengan menggunakan pesawat udara


yang dikenal dengan Foto Udara (Aerial Photograph)

2. Melakukan scanning melalui gelombang mikro (Radar) yang ditempatkan pada


wahana luar angkasa

17
3. Melakukan pemotretan permukaan bumi dengan menggunakan satelit yang
dikenal dengan Citra Satelit

Penggunaan teknologi penginderaan jauh dalam eksplorasi mineral memiliki


keuntungan yaitu kemampuan citra meliputi wilayah yang luas (resolusi spasial),
membedakan objek di permukaan bumi (resolusi spektral) dan kemampuan
perekaman ulang pada daerah yang sama pada waktu singkat (Yanuarsyah, 2013).

II.3.3.1 Sistem Foto Udara

Foto udara merupakan pemotretan permukaan bumi dengan menggunakan kamera


foto dengan menggunakan pesawat udara. Adapun hasil pemotretan yang dapat
diperoleh adalah fotograf hitam & putih, fotograf berwarna, inframerah hitam &
putih, dan inframerah berwarna. Pemotretan untuk pembuatan suatu series foto
udara yang meliputi suatu daerah dapat dilakukan pada jalur terbang dan
menghasilkan lembaran-lembaran foto. Untuk dapat dilakukan penggabungan
foto-foto (mosaik) maka masing-masing lembaran yang dihasilkan (difoto) harus
saling overlap (umumnya 30%). Citra dari foto udara mempunyai kelebihan yaitu
resolusi lebih detail (Bedini, 2010) dan tidak ada kendala atmosfer seperti awan
yang biasanya terdapat pada hasil citra satelit yang tentunya sangat mengganggu
untuk interpretasi. Hasil interpretasi dari foto udara memberikan identifikasi
kelurusan zona lemah (lineament) yang selanjutnya menentukan zona
mineralisasi.

II.3.3.2 Sistem Citra Satelit Data ASTER

ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer)


merupakan sensor generasi terbaru yang dikembangkan untuk melakukan
observasi permukaan bumi dalam rangka monitoring lingkungan hidup dan
sumber daya alam oleh Ministry of Economy, Trade and Industry (Jepang) yang
diluncurkan oleh platform Amerika yang bernama TERRA. Penggunaan citra
ASTER diharapkan cukup memadai untuk klasifikasi jenis peruntukan lahan
utama di dalam Daerah Aliran Sungai.

Citra Satelit Advanced Spaceborne Emission and Reflecton Radiometer (ASTER)


yang berada di atas platform Earth Observing System (EOS) TERRA, mencatat

18
refleksi radiasi matahari pada 9 band dan radiasi emisi pada 5 band. ASTER
mengukur refleksi radiasi di 3 band antara 0,52 dan 0,86 µm (daerah visible and
near infrared, VNIR ) dan 6 band dari 1,6-2,43 µm (daerah short wave infrared,
SWIR), dengan masing-masing resolusi spasial 15 m dan 30 m (Fujisada and Ono,
1994). Pada emisi radiasi diukur pada resolusi spasial 90 m dalam 5 band dari
panjang gelombang 8,12-11,65 µm (di daerah thermal infrared region, TIR),
(Fujisada and Ono, 1994). Analisis menggunakan data ASTER dapat
menghasilkan pemetaan mineral yang didapat dari resolusi spasial dan spektral
dari citra ASTER sehingga sangat berguna untuk eksplorasi mineral pada tahap
reconnaisance (Bedini, 2010).

Dalam penggunaannya citra ASTER telah banyak digunakan untuk berbagai


keperluan seperti beberapa diantaranya adalah karakteristik spectral mineral dan
batuan dengan memanfaatkan sub sistem TIR, klasifikasi peruntukan lahan
memanfaatkan sub system VNIR, klasifikasi jenis tanah memanfaatkan sub sistem
SWIR, monitoring aktivitas gunung berapi dengan kombinasi sub sistem VNIR
dan SWIR, pemetaan tumbuhan di daerah kering dan basah memanfaatkan
kombinasi sub sistem VNIR dan SWIR, monitoring suhu permukaan laut dengan
memanfaatkan sub sistem TIR, dan identifikasi peruntukan lahan menggunakan
kombinasi sub sistem VNIR dan SWIR. Salah satu tujuan dalam penelitian
bertujuan untuk mengelompokkan pixel-pixel citra ke dalam salah satu kelas
peruntukan lahan (www.aster-indonesia.com).

II.3.3 Analisis Petrografi

Analisis petrografi dapat digunaka untuk mengidentifikasi jenis mineral. ciri-ciri


mineral lempung berdasarkan analisis berdasarkan analisis petrografis adalah
sebagai berikut (Silaban, 2001):
Smektit : abu-abu, coklat, birfringence rendah, mengubah massa dasar atau
plagioklas.
Klorit : hijau terang, fibrous, umumnya mengubah piroksen, membentuk urat
halus, kadang-kadang pleokroik.

19
Illit : bintik-bintik kecil di massa dasar dan mengubah plagioklas,
birefringence sedang-tinggi.

II.3.4 Analisis XRF

Teknik analisis X-Ray Fluoresence (XRF) merupakan teknik analisis suatu bahan
dengan menggunakan peralatan spektrometer yang dipancarkan oleh sampel dari
penyinaran sinar-X. Sinar-X yang dianalisis berupa sinarX karakteristik yang
dihasilkan dari tabung sinar-X, sedangkan sampel yang dinalisis dapat berupa
sampel padat pejal dan serbuk. Dasar analisis alat X-Ray Fluoresence (XRF)
adalah pencacahan sinar-X yang dipancarkan oleh suatu unsur akibat pengisian
kembali kekosongan elektron pada orbital yang lebih dekat dengan inti atom (kulit
K) oleh elektron yang terletak pada orbital yang lebih luar. Kekosongan elektron
ini terjadi karena eksitasi elektron. Pengisian elektron pada orbital K akan
menghasilkan spektrum sinar-X deret K, pengisian elektron pada orbital
berikutnya menghasilkan spektrum sinar-X deret L, deret M, deret N dan
seterusnya (Sumantry, 2002).

Spektrum sinar-X yang dihasilkan selama proses di atas menunjukkan puncak


(peak) karakteristik yang merupakan landasan dari uji kualitatif untuk unsur-unsur
yang ada pada sampel. Sinar-X karakteristik diberi tanda sebagai K, L, M, N dan
seterusnya untuk menunjukkan dari kulit mana unsur itu berasal. Penunjukkan
alpha (α), beta (β) dan gamma (γ) dibuat untuk memberi tanda sinar-X itu berasal
dari transisi elektron dari kulit yang lebih tingg.

20
Bab III
Metode Penelitian

III.1 Tempat/Lokasi Penelitian


Penelitian akan dilakukan di wilayah PT Semen Indonesia, daerah Tlogowaru,
Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Secara geografis, daerah penelitian terletak pada
koordinat 60 50’ 37” - 60 51’ 45” LS dan 1110 55’ 57” - 1110 56’ 55” BT.

III.2 Metode Pengumpulan Data


Penelitian membutuhkan berbagai data pendukung, baik data studi pustaka
maupun data lapangan, dan data laboratorium. Oleh karena itu terdapat 3(tiga)
metode pengumpulan data dalam penelitian ini.
III.2.1 Metode Penelitian Lapangan
Pengambilan data dilakukan secara analisis isi data geologi dari perusahaan,
pengambilan data foto udara dengan drone, pengambilan data ASTER dari USGS,
dan pengambilan data soil sampling di lapangan..

III.2.2 Metode Penelitian Laboratorium


Metode laboratorium dilakukan untuk melakukan analisis dari soil sampling yang
kemudian dilakukan uji petrografi dan XRF untuk mendapatkan atau mengetahui
mineralogi dari mineralnya.
III.2.3 Metode Studi Pustaka
Metode studi pustaka diperlukan untuk melengkapi analisis data hasil penelitian.
Metode ini dilakukan dengan cara mencari bahan yang mendukung pendefinisian
atau berkaitan dengan objek permasalahan melalui buku, jurnal ilmiah, prosiding,
situs internet, dan sebagainya.

21
III.3 Diagram Alir Penelitian

FAKTA :
1. Tahapan eksplorasi pendahuluan yang membutuhkan data
penyebaran mineral lempung di daerah Tlogowaru
2. Perlu metode yang efektif untuk menghasilkan pemetaan dengan
cakupan yang luas

PERNYATAAN MASALAH :
Cakupan lahan yang luas sehingga membutuhkan metode pemetaan yang
efektif dan paling tepat.

Metode Remote Sensing Uji Lapangan

Analisis Petrografi
dan XRF
Data jenis mineral
Pengolahan Foto Udara Pengolahan Citra lempung dan
Satelit ASTER komposisinya.

Hasil : Hasil :

Peta tata guna lahan dan Peta pola, bentuk, arah


lineanment patahan, lipatan, tekstur.

Integrasi Peta Hasil Foto


Udara dan ASTER

Integrasi Peta Hasil


Interpretasi

Verifikasi dengan Hasil


Uji Lapangan

KESIMPULAN

Gambar III.1 Diagram Alir Penelitian

22
III.4 Teknik Analisis Data
III.4.1 Pengolahan Foto Udara :

Data yang didapat dari foto udara kemudian diakukan pengolahan menggunakan
Agisoft Photoscan untuk didapatkan peta tata guna lahan. kemudian dilakukan
pengolahan menggunakan Globbal Mapper untuk mendapatkan lineanment dan
Digital Elevation Model yang akan digunakan untuk menentukan zona
mineralisasi.

III.4.2 Pengolahan ASTER :

Pengolahan data citra satelit ASTER dilakukan menggunakan software ENVI. ada
beberapa proses yang biasanya dilakukan dalam pemrosesan :

1. Koreksi geometri :
koreksi yang dilakukan untuk mengurangi efek geometris saat
pengambilan citra dan non sistematis seperti variasi ketinggian dan posisi
pengambilan.
2. Koreksi radiometrik :
Memperbaiki kualitas citra yang disebabkan karena distorsi radiometrik
saat kondisi atmosfer dan sensor.
3. Penajaaman citra :
Peningkatan mutu citra dengan menguatkan kontras warna untuk
mendapatkan gambaran visual yang lebih baik
4. Pembuatan komposit warna :
pada data ASTER terdapat banyak band yang mempunyai fungsi berbeda.
pada penilitian ini akan mendapatkan band ratio yang sesuai untuk
menghasilkan gambar False Colour Composite (FCC). Hasil gambar ini
digunakan untuk identifikasi mineral deposit pada area studi. Mineral pada
daerah penelitian dideteksi berdasarkan klasifikasi menggunakan hasil
ekstraksi gambar yang didapatkan.

23
III.4.3 Integrasi Hasil Foto Udara dan Remote Sensing

Interpretasi dari foto udara didapatkan kenampakan tata guna lahan dan
lineanment untuk mendapatkan morfologi yang akan memberikan informasi
genesa dari bentuk lahan. Pada ASTER akan mendapatkan hasil interpretasi
litologi yang meliputi interpretasi karakteristik umum (pola, tekstur, bentuk,
lokasi topografik) dan karakteristik khusus (morfologi, pola kerapatan aliran, serta
vegetasi). Setelah dihasilkan lokasi yang diindikasi berpotensi terdapat mineral
lempung maka dicocokkan genesa lokasi tersebut dengan peta geologi yang ada
dan peta geologi hasil interpretasi.

III.4.4 Analisis Soil Sampling

Analisis mineral lempung mdigunakan untuk mendapatkan data primer yang


hasilnya digunakan untuk verifikasi lapangan sebagai hasil koreksi hasil
interpretasi. Uji soil sampling menggunakan tanalisis Petrografi dan XRF.
Analisis Petrografi digunakan untuk mengetahu jenis mineral lempung. sedangkan
analisis XRF digunakan untuk mengetahui komposisi dari mineral yang nantinya
juga dapat digunakan sebagai acuan dalam pembuatan semen di PT Semen
Indonesia. Soil sampling juga dilakukan untuk mendapatkan nilai akurasi dari
interpretasi citra dibandingkan dengan hasil uji lapangan. Akurasi hasil yang
didapat dilakukan.

24
III.5 Jadwal Penelitian
Berikut merupakan tabel rencana penelitian yang akan dilakukan:
No. Aktivitas Timeline 2018
Januari Februari Maretil April Mei
1. Sudi Literatur
2. Pengolahan
Foto Udara
3. Pengolahan
ASTER
4. Analisis
Petrografi
5. Analisis XRF
6. Pembahasan
Tabel III.1 Jadwal Penelitian

III.6 Rancangan Anggaran Biaya Penelitian


Berikut merupakan tabel anggaran biaya selama penelitian :

Justifikasi Anggaran Dana


Transportasi Rp500.000,00
Uji XRF Rp2.000.000,00
Uji Petrografi Rp1.000.000,00
Penjilidan Rp1.000.000,00
Total Rp3.500.000,00

Tabel III.2 Rancangan Anggaran Biaya

25
DAFTAR PUSTAKA

Bedini Enton, 2010, Mineral Mapping in the Kap Simpson Complex, Central
East Greendland, Using HyMap and ASTER Remote Sensing Data,
Advance in Space Research, Elsevier.

Carrino Thais, et all, 2017, Hyperspectral Remote Sensing Applied to Mineral


Exploration in Southern Peru: A Multiple Data Integration Approach in the
Chapi Chiara Gold Prospect, Int J Appl Earth Obs Geoinformation, Elsevier.

Fujisada, H., Ono, A. Observational performance of ASTER instrument on EOS


AM1 spacecraft. Adv. Space Res. 14, 147–150, 1994.

Fathurrahmi, Identification of Natural Clay’s Type Using X-Ray Diffraction Jurusan


Kimia, Jurnal Natural Vol.xxi, No. xxi, 2013 .

Shabou Marouen, et all, 2015, Soil Clay Content Mapping Using a Time Series
of Landsat TM Data in Semi-Arid Lands, Journal Remote Sensing ISSN
2072-4292.

Silaban, MSP, Asosiasi Panasbumi Indonesia Studi Mineral Lempung


Hidrotermal Dan Aplikasinya Untuk Operasi Pemboran Panasbumi (Studi
Kasus : Prospek Panasbumi Ulubelu, Lampung),Proceeding of The 5th
Inaga Annual Scientific Conference & Exhibitions Yogyakarta, Maret 7-10,
2001.

Sutarno, 2002, The Appication of Powder X-Ray Diffraction Method.Papers and


Moduls, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Yanuarsyah, Iksal dan Erwin Hermawan, Pemanfaatan Citra Landsat 8 ETM


untuk Pemetaan Potensi Zona Mineralisasi pada Ijin Usaha Pertambangan
Eksplorasi Pulau Wetar, Jurnal Ilmiah Geomatika, 2013

26
Wibowo,Leo Arbi dkk, 2013, Penggunaan Citra Aster dalam Identifikasi
Peruntukan Lahan Pada Sub DAS Lesti (Kabupaten Malang), Jurnal Teknik
Pengairan Volume 4, Hlm 39-46.

27

Anda mungkin juga menyukai