Isi Proposal Metpen PDF
Isi Proposal Metpen PDF
Pendahuluan
5
awal dalam pengelolaan sumberdaya pertambangan terlebih dalam tahapan
eksplorasi pendahuluan. Pada penelitian ini akan menggunakan dua data remote
sensing yaitu foto udara dan citra satelit Advanced Spaceborne Emission and
Reflecton Radiometer (ASTER).
6
I.2 Rumusan Masalah
2. Bagaimana pengaplikasian remote sensing foto udara dan citra Satelit ASTER
dalam melakukan pemetaan mineral lempung daerah Tlogowaru, Kabupaten
Tuban, Jawa Timur ?
Penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal agar penelitian memberikan hasil
yang spesifik. Selain itu, batasan-batasan ini juga meliputi batasan teknis sehingga
penelitian mungkin dilakukan oleh peneliti. Peneliti ini membahas tentang :
1. Metode remote sensing foto udara yang diambil menggunakan Drone Phantom
Professional
3. Metode remote sensing citra satelit ASTER yang didapatkan dari USGS
I.4 Asumsi
Melalu metode remote sensing dan foto udara dan citra satelit ASTER
diharapkan dapat menghasilkan pemetaan potensi mineral lempung yang ada di
Tlogowaru.
7
1.5. Hipotesis
Metode remote sensing foto udara dan citra satelit ASTER adalah metode
paling tepat untuk melakukan interpretasi pemetaan mineral lempung yang ada di
Tlogowaru.
8
Bab II
Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
9
daerah tanah liat Tlogowaru ini menjadi suatu kawasan sedimentasi yang dicirikan
oleh adanya produk kegiatan pengendapan dari pelapukan batu kapur dari lokasi
yang lebih tinggi.
Daerah pemetaan menempati Satuan Dataran menempati bagian tengah. Satuan
ini didominasi oleh lempung permukaan hasil pelapukan batugamping. Tata guna
lahan pada satuan ini adalah untuk pemukiman penduduk dan persawahan serta
perkebunan dengan irigasi yang airnya tergantung pada curah hujan dan hasil
pemompaan dari air tanah dan bekas tambang.
10
Gambar II.2 Peta Geomorfologi di Daerah Penyelidikan Saat Ini
Formasi ini diperkirakan berumur Miosen Awal, terdiri dari napal pasiran
berselingan dengan batugamping bioklastik. Napal pasiran berwarna cokelat
kekuningan dan berbutir halus sampai sedang. Batu gamping bioklastik berwarna
cokelat kelabu mengandung fosil foraminifera. Batuan ini tidak tersingkap di
daerah penelitian dan sekitarnya.
Formasi ini berumur Miosen tengah terdiri dari batu pasir kuarsa yang berselang
seling dengan batu gamping dan batu lempung, banyak mengandung fosil
11
foraminifera. Batu lempung umumnya berwarna coklat kekuningan, sedangkan
batu pasir kuarsa umumnya berwarna coklat kemerahan dengan lensa-lensa batu
pasir kuarsa putih.
Formasi ini menindih selaras Formasi Tuban (Tmb), berumur Miosen Tengah
yang terdiri dari batu gamping pasiran dengan sisipan batu napal pasiran.
Formasi Ledok (Tml) berada di atas Formasi Wonocolo secara selaras, formasi ini
berumur Miosen Akhir-Pliosen yang terdiri dari batu pasir glaukonitan dengan
sisipan batu gamping pasiran.
Di atas formasi Ledok terdapat Formasi Mundu (Tpm) dan Formasi Paciran (Tpp)
yang saling menjari berumur Pliosen. Formasi Mundu berupa batu napal, batu
lempung lanauan, dan batu gamping napalan. Sedangkan Formasi Paciran terdiri
dari batu gamping pejal dan batu gamping dolomitan.
Lapisan termuda adalah Aluvium (Qa) dan Koluvium (Qc) dimana satuan ini
diendapkan paling akhir yang berumur Holosen. Merupakan hasil rombakan dari
Formasi Paciran dan Formasi Tuban berupa pasir, lempung, lanau, dan kerikil.
12
Tabel II.1 Stratigrafi Regional Daerah Penyelidikan
pasiran (Tmw)
Awal
Struktur geologi yang berkembang di kawasan ini adalah struktur lipatan, sesar
dan kekar. Batu gamping di daerah Kabupaten Tuban, khususnya di sekitar
Kecamatan Merakurak, terlipat dan tersesarkan karena kegiatan tektonik. Sumbu
pelipatan yang berarah Barat-Timur merupakan rangkaian dari struktur antiklin
dan sinklin, yang juga melibatkan batuan dasar kars. Pengaruh tektonik yang
dialami oleh batuan menyebabkan sebagian besar singkapan batugamping
terkekarkan.
Menerusnya pola hasil deformasi pada Formasi Paciran mengindikasikan jika
tektonik di daerah ini berumur muda. Sistem percelah-retakan dan kekar yang
terbentuk pada Formasi Paciran menjadikan sebagian singkapannya sebagai
daerah resapan yang berfungsi menyalurkan air permukaan hingga mencapai
lapisan batu gamping (yang juga terkekarkan) di kedalaman tanah.
13
Struktur sesar di daerah batu gamping dengan segala ciri khasnya sangatlah sulit
untuk ditemukan mengingat sifat-sifat batuan ini yang sangat berbeda dengan
jenis batuan lain terutama sifat mudah melarut pada media air yang bersifat asam.
Hal tersebut mengakibatkan jejak-jejak struktur sesar seperti cermin sesar dan
gores garis sulit untuk didapatkan. Struktur sesar normal atau turun dicirikan oleh
adanya gawir sesar yang terdapat pada sayap-sayap antiklin.
Selain data pengukuran di lapangan baik perubahan-perubahan struktur lapisan
batuan, terputusnya perlapisan batuan, terdapatnya bidang-bidang kekar yang
merupakan indikasi minor dari adanya struktur sesar maupun terdapatnya riam-
riam atau air terjun di sepanjang aliran sungai diperlukan data pendukung lain
yang bersifat interpretatif seperti pelurusan sungai dan lineament dari peta
topografi serta hubungannya dengan pola-pola sesar regional yang ada di sekitar
daerah pemetaan. Dari hasil analisis yang didasarkan pada data sebagaimana
tersebut di atas dapat diinterpretasikan bahwa diperkirakan pola kelurusan yang
berhubungan dengan struktur sesar yang ada di daerah pemetaan secara umum
berarah Timur-Barat yang dipengaruhi oleh gaya utama yang bekerja secara
regional berarah Utara-Selatan.
14
Gambar II.3 Peta Geologi Regional (Modifikasi dari Situmorang dkk, 2009)
Secara lokal satuan batuan di daerah Tlogowaru merupakan endapan aluvial yang
berumur Holosen mempunyai ciri litologi berwarna coklat hingga keabuan, tidak
kompak besar butir berukuran pasir halus, dengan tingkat homogenitas endapan
yang tinggi. Endapan alluvial ini mempunyai porositas yang rendah, bersifat
impermeabel. Endapan alluvial tampak tertutup oleh tanah dengan ketebalan rata-
rata 20 cm. Tidak terlihat adanya indikasi sesar, struktur, maupun perlipatan di
daerah penambangan Tlogowaru.
15
Gambar II.4 Endapan Aluvial
Gambar II.5 Peta Geologi Lokal Sekitar IUP (Batas Lithologi dari
Situmorang dkk ,2009)
16
II.3 Teori Dasar
Semen (cement) adalah hasil industry dari paduan bahan baku batu
kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahanpengganti
lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa
memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada
pencampuran dengan air. Bila semen dicampurkan dengan air, maka terbentuklah
beton.
Remote sensing dalam bahasa Indonesia yaitu penginderaan jauh, dapat diartikan
suatu teknik pengumpulan data atau informasi objek permukaan bumi secara tidak
langsung (instrumen tidak kontak langsung dengan objek) melalui analisis
pengumpulan datanya, yang didapatkan dari perekaman sensor yang menerima
pantulan sinyal gelombang dari objek, wahana dari perekaman sensor yang
menerima pantulan sinyal gelombang dari objek, wahana dari instrumen ini dapat
berupa satelit luar angkasa (spaceborne) dan dapat juga berupa wahana pesawat
(airborne). Remote sensing merupakan suatu teknologi dengan memanfaatkan
sarana angkasa (luar angkasa) untuk dapat melakukan observasi pada permukaan
bumi. Secara umum remote sensing dapat dilakukan dengan 3 sistem yaitu :
17
3. Melakukan pemotretan permukaan bumi dengan menggunakan satelit yang
dikenal dengan Citra Satelit
18
refleksi radiasi matahari pada 9 band dan radiasi emisi pada 5 band. ASTER
mengukur refleksi radiasi di 3 band antara 0,52 dan 0,86 µm (daerah visible and
near infrared, VNIR ) dan 6 band dari 1,6-2,43 µm (daerah short wave infrared,
SWIR), dengan masing-masing resolusi spasial 15 m dan 30 m (Fujisada and Ono,
1994). Pada emisi radiasi diukur pada resolusi spasial 90 m dalam 5 band dari
panjang gelombang 8,12-11,65 µm (di daerah thermal infrared region, TIR),
(Fujisada and Ono, 1994). Analisis menggunakan data ASTER dapat
menghasilkan pemetaan mineral yang didapat dari resolusi spasial dan spektral
dari citra ASTER sehingga sangat berguna untuk eksplorasi mineral pada tahap
reconnaisance (Bedini, 2010).
19
Illit : bintik-bintik kecil di massa dasar dan mengubah plagioklas,
birefringence sedang-tinggi.
Teknik analisis X-Ray Fluoresence (XRF) merupakan teknik analisis suatu bahan
dengan menggunakan peralatan spektrometer yang dipancarkan oleh sampel dari
penyinaran sinar-X. Sinar-X yang dianalisis berupa sinarX karakteristik yang
dihasilkan dari tabung sinar-X, sedangkan sampel yang dinalisis dapat berupa
sampel padat pejal dan serbuk. Dasar analisis alat X-Ray Fluoresence (XRF)
adalah pencacahan sinar-X yang dipancarkan oleh suatu unsur akibat pengisian
kembali kekosongan elektron pada orbital yang lebih dekat dengan inti atom (kulit
K) oleh elektron yang terletak pada orbital yang lebih luar. Kekosongan elektron
ini terjadi karena eksitasi elektron. Pengisian elektron pada orbital K akan
menghasilkan spektrum sinar-X deret K, pengisian elektron pada orbital
berikutnya menghasilkan spektrum sinar-X deret L, deret M, deret N dan
seterusnya (Sumantry, 2002).
20
Bab III
Metode Penelitian
21
III.3 Diagram Alir Penelitian
FAKTA :
1. Tahapan eksplorasi pendahuluan yang membutuhkan data
penyebaran mineral lempung di daerah Tlogowaru
2. Perlu metode yang efektif untuk menghasilkan pemetaan dengan
cakupan yang luas
PERNYATAAN MASALAH :
Cakupan lahan yang luas sehingga membutuhkan metode pemetaan yang
efektif dan paling tepat.
Analisis Petrografi
dan XRF
Data jenis mineral
Pengolahan Foto Udara Pengolahan Citra lempung dan
Satelit ASTER komposisinya.
Hasil : Hasil :
KESIMPULAN
22
III.4 Teknik Analisis Data
III.4.1 Pengolahan Foto Udara :
Data yang didapat dari foto udara kemudian diakukan pengolahan menggunakan
Agisoft Photoscan untuk didapatkan peta tata guna lahan. kemudian dilakukan
pengolahan menggunakan Globbal Mapper untuk mendapatkan lineanment dan
Digital Elevation Model yang akan digunakan untuk menentukan zona
mineralisasi.
Pengolahan data citra satelit ASTER dilakukan menggunakan software ENVI. ada
beberapa proses yang biasanya dilakukan dalam pemrosesan :
1. Koreksi geometri :
koreksi yang dilakukan untuk mengurangi efek geometris saat
pengambilan citra dan non sistematis seperti variasi ketinggian dan posisi
pengambilan.
2. Koreksi radiometrik :
Memperbaiki kualitas citra yang disebabkan karena distorsi radiometrik
saat kondisi atmosfer dan sensor.
3. Penajaaman citra :
Peningkatan mutu citra dengan menguatkan kontras warna untuk
mendapatkan gambaran visual yang lebih baik
4. Pembuatan komposit warna :
pada data ASTER terdapat banyak band yang mempunyai fungsi berbeda.
pada penilitian ini akan mendapatkan band ratio yang sesuai untuk
menghasilkan gambar False Colour Composite (FCC). Hasil gambar ini
digunakan untuk identifikasi mineral deposit pada area studi. Mineral pada
daerah penelitian dideteksi berdasarkan klasifikasi menggunakan hasil
ekstraksi gambar yang didapatkan.
23
III.4.3 Integrasi Hasil Foto Udara dan Remote Sensing
Interpretasi dari foto udara didapatkan kenampakan tata guna lahan dan
lineanment untuk mendapatkan morfologi yang akan memberikan informasi
genesa dari bentuk lahan. Pada ASTER akan mendapatkan hasil interpretasi
litologi yang meliputi interpretasi karakteristik umum (pola, tekstur, bentuk,
lokasi topografik) dan karakteristik khusus (morfologi, pola kerapatan aliran, serta
vegetasi). Setelah dihasilkan lokasi yang diindikasi berpotensi terdapat mineral
lempung maka dicocokkan genesa lokasi tersebut dengan peta geologi yang ada
dan peta geologi hasil interpretasi.
24
III.5 Jadwal Penelitian
Berikut merupakan tabel rencana penelitian yang akan dilakukan:
No. Aktivitas Timeline 2018
Januari Februari Maretil April Mei
1. Sudi Literatur
2. Pengolahan
Foto Udara
3. Pengolahan
ASTER
4. Analisis
Petrografi
5. Analisis XRF
6. Pembahasan
Tabel III.1 Jadwal Penelitian
25
DAFTAR PUSTAKA
Bedini Enton, 2010, Mineral Mapping in the Kap Simpson Complex, Central
East Greendland, Using HyMap and ASTER Remote Sensing Data,
Advance in Space Research, Elsevier.
Shabou Marouen, et all, 2015, Soil Clay Content Mapping Using a Time Series
of Landsat TM Data in Semi-Arid Lands, Journal Remote Sensing ISSN
2072-4292.
26
Wibowo,Leo Arbi dkk, 2013, Penggunaan Citra Aster dalam Identifikasi
Peruntukan Lahan Pada Sub DAS Lesti (Kabupaten Malang), Jurnal Teknik
Pengairan Volume 4, Hlm 39-46.
27