Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TRAUMA DADA
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas KGD 1 semester 5 tahun pelajaran 2017/2018
yang diberikan oleh Ibu Pri Astuti
Disusun Oleh :
Kelompok 7
Kelas : S1 Keperawatan 2A
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya, penulis dapat meyelesaikan makalah ini sesuai apa yang diharapkan
dengan tepat waktu. Makalah ini berisi materi tentang “Asuhan Keperawatan Pasien Dengan
Kegawat Daruratan Trauma Dada”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah KGD 1 sekaligus menambah
pengetahuan pembaca tentang Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Kegawat Daruratan Trauma
Dada.
Penulisan makalah ini diperoleh dari beberapa sumber pada pengumpulan beberapa
daftar pustaka yang ada pada beberapa media buku.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.
Maka dari itu, penulis dengan senang hati akan menerima kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak.
Akhir kata, harapan penulis semoga makalah ini memberi manfaat bagi pembaca dan
semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
ii
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................................... i
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Manfaat penulisan makalah ini agar pembaca mengatahui tentangAsuhan
Keperawatan Pasien Dengan Kegawat Daruratan Trauma Dada.
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
2
BAB II
PEMBAHASAN
ETIOLOGI
3
darah (Kukuh, 2002; David, 2005).
Kontusio dan hematoma dinding thoraks adalah trauma thoraks yang paling
sering terjadi. Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding thoraks, perdarahan massif
dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada kulit, subkutan, otot dan
pembuluh darah interkosta. Kebanyakan hematoma ekstrapleura tidak membutuhkan
pembedahan, karena jumlah darah yang cenderung sedikit.
Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupun
tidak langsung. Fraktur kosta terjadi sekitar 35-40% pada trauma thoraks.
Karakteristik dari trauma kosta tergantung dari jenis benturan terhadap dinding dada.
Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri, yang meningkat pada saat
batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak. Pasien akan berusaha mencegah
daerah yang terkena untuk bergerak sehingga terjadi hipoventilasi. Hal ini
meningkatkan risiko atelektasis dan pneumonia (Milisavljevic, et al., 2012).
Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta-kosta yang berdekatan
patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral. Angka
kejadian dari flail chest sekitar 5%, dan kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab
yang paling sering. Diagnosis flail chest didapatkan berdasarkan pemeriksaan fisik,
foto thoraks, dan CT scan thoraks.
Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering kali
disertai dengan fraktur kosta multipel. Gangguan organ mediastinum harus dicurigai
pada pasien fraktur sternum, umumnya adalah kontusio miokardium (dengan nyeri
prekordium dan dispnea). Diagnosis fraktur sternum didapatkan dari pemeriksaan
fisik, adanya edema, deformitas, dan nyeri lokal (Milisavljevic, et al., 2012).
Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul thoraks yang
paling umum terjadi. Kontusio pulmonum paling sering disebabkan trauma tumpul
pada dinding dada secara langsung yang dapat menyebabkan kerusakan parenkim,
edema interstitial dan perdarahan yang mengarah ke hipoventilasi pada sebagian
paru. Kontusio juga dapat menyebabkan hematoma intrapulmoner apabila pembuluh
darah besar didalam paru terluka. Diagnosis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik (adanya suara gurgling pada auskultasi), foto thoraks, dan CT scan thoraks.
Kontusio lebih dari 30% pada parenkim paru membutuhkan ventilasi mekanik .
Pneumothoraks adalah adanya udara pada rongga pleura.Pneumothoraks sangat
berkaitan dengan fraktur kosta laserasi dari pleura parietalis dan visceralis.Robekan dari
pleura visceralis dan parenkim paru dapat menyebabkan pneumothoraks, sedangkan
4
robekan dari pleura parietalis dapat menyebabkan terbentuknya emfisema
subkutis.Pneumothoraks pada trauma tumpul thoraks terjadi karena pada saat terjadinya
kompresi dada tiba-tiba menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang
dapat menyebabkan ruptur alveolus. Udara 10
yang keluar ke rongga interstitial ke pleura visceralis ke mediastinum menyebabkan
pneumothoraks atau emfisema mediastinum. Selain itu pneumothoraks juga dapat
terjadi ketika adanya peningkatan tekanan tracheobronchial tree, dimana pada saat
glotis tertutup menyebabkan peningkatan tekanan terutama pada bivurcatio trachea
dan atau bronchial tree tempat dimana bronkus lobaris bercabang, sehingga ruptur
dari trakea atau bronkus dapat terjadi. Gejala yang paling umum pada
pneumothoraks adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu (Milisavljevic, et al., 2012).
Hematothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Darah dapat masuk
ke rongga pleura setelah trauma dari dinding dada, diafragma, paru-paru, atau
mediastinum. Insiden dari hematothoraks tinggi pada trauma tumpul, 37% kasus
berhubungan dengan pneumothoraks (hemopneumothoraks) bahkan dapat terjadi
hingga 58% (Milisavljevic, et al., 2012).
5
Pathway
6
2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita trauma dada:
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Bunyi jantung melemah.
g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
h. ECG terdapat low voltage seluruh lead.
i. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
3. Pneumothoraks :
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar
jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
2.4 Penatalaksanaan
1. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat
darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang
tanggap darurat dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.
Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan masing-masing klien
secara spesifik.Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi
oksigen klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak
7
sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan
:
a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan napas.Jika
terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain,
sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk
yang dibengkokkan.Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari
diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak
sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan
larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh
lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift)
dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust Manuver)
b. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan
dinding dada, mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien (Look,
Listen, and Feel), biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu
waktu.Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang ditemui dari hasil
pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi
klien.
c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi jantung, tekanan darah,
vaskularisasi perifer, serta kondisi perdarahan.Klien dengan trauma dada kadang
mengalami kondisi perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat
trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur tulang terbuka dan
tertutup yang mengenai / melukai pembuluh darah atau organ (multiple).Tindakan
menghentikan perdarahan diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan
hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif.
Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada penderita trauma dada,
maka tindakan harus diberikan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau
meminimalisir kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.
d. Tindakan Kolaboratif
8
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan waktu yang
disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien yang mengalami trauma dada. Adapun
tindakan yang biasa diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan
dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah Vena dan AGD, hingga
tindakan operatif yang bersifat darurat.
2. Konservatif
a) Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari
pemberian sebelumnya.Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan paska trauma
harus tetap diberikan penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari
terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat berbahaya pada penderita dengan
trauma yang mengenai bagian organ jantung.
b) Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka
dan tindakan penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme pathogen.
c) Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila
belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita
dapat diberi “broad spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x
sehari.
d) Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita
memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan
dan program pengobatan konservatif.
3. Invasif / Operatif
a. WSD (Water Seal Drainage)
WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah, pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan
pipa penghubung.
b. Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh
proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat
pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan
pemberian oksigen dalam waktu yang lama.( Brunner dan Suddarth, 2001).
9
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
1.Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma,
seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan yang
ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.
2. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan trauma
toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto
toraks.Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari
pemeriksaan foto toraks.
3. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph
gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien
penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai
keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah, serta kadar
karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama
pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah
arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A. Femoralis.
4. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks, seperti
fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi.Adanya retro sternal hematoma
serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya
pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan
pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi.
5. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan diagnosa adanya
kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan
aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta katub jantung dapat
diketahui segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya
meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat trauma
tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma.Adanya abnormalitas gelombang
EKG yang persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan
10
kemungkinan adanya kontusi jantung.Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia,
gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi
jantung.
7. Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya cedera aorta
pada trauma tumpul toraks.
8. Hb (Hemoglobin)
Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan tubuh.
2. BREATHING
Dada dan leher penderita harus terbuka selama dilakukan penilaian breathing dan
vena-vena leher. Pergerakan pernapasan dan kualitas pernapasan pernapasan dinilai
dengan diobservasi, palpasi dan didengarkan. Gejala yang terpenting dari trauma thorax
adalah hipoksia termasuk peningkatan frekuensi dan perubahan pada pola pernapasan,
terutama pernapasan yang dengan lambat memburuk. Sianosis adalah gejala hipoksia
yang lanjut pada penderita. Jenis trauma yang mempengaruhi breathing harus dikenal
dan diketahui selama primary survey.
11
3. CIRCULATION
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan keteraturannya. Tekanan
darah dan tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan
palpasi kulit untuk warna dan temperatur. Adnya tanda-tanda syok dapat disebebkan oleh
hematothorax masif maupun tension pneumothorax. Penderita trauma thorax didaerah
sternum yang menunjukkan adanya disritmia harus dicurigai adanya trauma miokard.
B. Pengkajian Sekunder
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (Doenges, 2000) meliputi :
a. Aktivitas istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda
Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri,
menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher,
bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
g. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy
paru.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri
2. Ketidak efektifan pola nafas
3. Gangguan perfusi jaringan
12
Intervensi
No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri Pain level Pain management
Definisi: Pain control - Lakukan pengkajian
pengalaman sensori Comfort level nyeri secara
dan emosional yang KH komprehensif
tidak menyenangkan - Mampu mengontrol termasuk
yang muncul akibat nyeri( tahu penyebab lokasi,kualitasdan
kerusakan jaringan nyeri, mampu faktor presipitasi)
yang aktual atau menggunakan teknik - Observasi reaksi
potensial atau nonfarmakologi untuk nonverbal dari ketidak
digambarkan dalam mengurangi nyeri, nyamanan
hal kerusakan mencari bantuan) - Kaji kultur yang
sedemikian rupa - Mampu mengenali mempengaruhi respon
nyeri nyeri
- Menyatakan rasa
nyaman bila nyeri
berkurang
2. Ketidak efektifan Respiratory Airway Management
pola nafas status:airway patency - Buka jalan
Definisi: inspirasi KH: nafas,gunakan teknik
dan/ekspirasi yang Menunjukkan jalan nafas chin lift atau jaw
tidak memberi yang paten (klien tidak thrust bila perlu
ventilasi merasa tercekik,irama - Posisikan pasien
nafas,frekuensi pernafasan memaksimalkan
dalam rentang normal,tidak ventilasi
ada suara nafas abnormal) - Auskultasi suara
nafas,catat adanya
suara tambahan
13
- Monitor respirasi dan
status o2
3. Gangguan perfusi KH : - Kaji faktor penyebab
jaringan - Tanda-tanda vital dari situasi/keadaan
dalam batas normal individu/penyebab
- Kesadaran meningkat penurunan perfusi
- menunjukkan perfusi jaringan.
adekuat - Monitor GCS dan
keadaan umum
- Berikan oksigen
tambahan sesuai
indikasi
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trauma dada/Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul
maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk)
pada rangka thorax. Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan
gangguan fungsi atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan
paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik seperti
Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade Jantung, dan sebagainya.
3.2 Saran
Dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan kegawat
daruratan hendaknya mengetahui terlebih dahulu gambaran keadaan pasien dan rencana
asuhan keperawatan yang tepat untuk penanganan yang lebih.
15
DAFTAR PUSTAKA
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta
Smeltzer, Suzanne C.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi
8.Volume 1.EGC. Jakarta
https://www.academia.edu/9402455/ASUHAN_KEPERAWATAN_DENGAN_KASUS_TRAUMA_DADA
Wilkinson, Judith M., & Nancy r R. Ahern. (2013). BUKU SAKU DIAGNOSA KEPERAWATAN DIAGNOSA
NANDA, INTERVENSI NIC, KRITERIA HASIL NOC, Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
16