Bab Ii
Bab Ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Sejumlah studi melaporkan prevalensi seumur hidup yang berkisar dari 3
hingga 13%. Prevalensi 6 bulan untuk fobia social adalah sekitar 2 hingga 3 per
100 orang. Didalam studi epidemiologis perempuan lebih banyak diandingkan
laki-laki. Usia puncak awitan fobia social adalah remaja walaupun awitannya
lazim antara usia 3 tahun dan 5 tahun. 2
Prevalensi fobia sosial pada kelompok eksekutif di Indonesia besarnya
antara 9,6 -16%, yang timbul sejak usia muda dan terus berlangsung sampai pada
usia dewasa. Di negara maju prevalensi fobia sosial besarnya 2-13%, dan secara
bermakna mengganggu pekerjaan, status akademik dan hubungan seseorang. Ada
kecendrungan kenaikan angka prevalensi fobia sosial, seiring dengan perubahan
perilaku (gaya hidup) masyarakat. Fobia sosial timbul sejak masa kecil, 40% di
antaranya di bawah 10 tahun. Sisanya di bawah usia 20-tahun. 3
4
2.1.3 Etiologi
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebagai penyebab terjadinya
gangguan fobia sosial ini.
1. Faktor Perilaku
Beberapa penelitian melaporkan adanya kemungkinan ciri tersendiri pada
anak-anak yang mempunyai pola perilaku menahan diri (behavioral inhibition).
Anak-anak yang mempunyai sifat demikian sering mempunyai orang tua
menderita gangguan panik dan anak tersebut akan berkembang menjadi sangat
pemalu. Beberapa orang fobia sosial juga menunjukkan perilaku menahan diri
semasa kanak-kanaknya. Juga ada data yang menunjukkan bahwa orang tua
pasien fobia sosial kurang memperhatikan/menjaga anaknya (less caring), lebih
menolak (more rejecting) atau over protective terhadap anakanaknya.1
2. Faktor Psikoanalitik
Sigmund Freud mengatakan bahwa gangguan ansietas (salah satunya
gangguan fobia) sebagai akibat konflik yang berasal dari kejadian-kejadian pada
fase perkembangan psikoseksual yang tidak terselesaikan dengan baik; pada
pasien fobia mekanisme pertahanan ego yang dipakai adalah displacement
(memindahkan situasi yang tidak bisa diterima ke situasi yang lebih bisa
diterima). Beberapa penelitian melaporkan hubungan dengan kebiasaan
menghalanghalangi anak pada masa kecilnya . 1
Freud pertama kali membahas rumusan teoritis terbentuknya fobia pada
kasusnya yang terkenal, “Little Hans”, bercerita tentang seorang anak laki-laki
usia 5 tahun yang takut terhadap kuda. Hans pernah melihat seekor kuda jatuh dan
kemudian berkembang satu ketakutan bahwa kuda akan jatuh dan menggigitnya.
Freud dapat menunjukkan bahwa kuda tidak ada hubungannya dengan ketakutan
Hans yang sebenarnya, tetapi sebagai simbol menggantikan ayahnya yang
ditakutinya secara tidak sadar. Gigitan kuda menjadi simbol (secara tidak sadar)
ancaman kastrasi oleh ayahnya. Ketakutan terhadap si ayah telah direpresi dan
diganti ke objek lain. Freud percaya bahwa baik dorongan seksual atau agresif,
atau gabungan keduanya bersamaan, menjadikan adanya kekuatan bertahan dalam
melawan dorongan tersebut. Prinsip teori psikoanalitik adalah ide/pikiran yang
merupakan sumber asli ketakutan telah digantikan (replaced) menjadi fobia objek
5
4. Situasi social atau di depan umum yang ditakuti dihindari, atau dihadapi
dengan kecemasan atau distress yang berat.
5. Penghindaran, antisipasi kecemasan, atau distress dalam situasi sosisal atau
tampil di depan umum secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fugsi
pekerjaan (akademik),atau aktivitas social dan hubungan dengan orang lain
atau ada distress yang jelas ketika mengalami fobia.
6. Pada individu berusia di bwah 18 tahun, durasi sekurang-kurangnya adalah 6
bulan.
7. Ketakutan atau penghindaran tidak karena efek fisiologis suatu zat (misalnya
obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medik umum, dan tidak
lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain( misalnya gangguan panic
dengan atau tanpa agoraphobia, gangguan cemas perpisahan, gangguan
dismorfik tubuh, gangguan perkembangan persevasif, atau gangguan
kepribadian schizoid).
8. Bila terdapat suatu kondisi medik umum atau gangguan mental lain, ketakutan
pada kriteria A tidak berhubungan dengannya, misalnya gagap, gementar pada
penyakit Parkinson, atau gangguan perilaku abnormal da anoreksia nervosa
atau bulimia nervosa.5
Sedangkan berdasarkan PPDGJ III diagnosis fobia sosial ditegakkan
berdasarkan yaitu:
1. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti misalnya waham atau pikiran obsesif.
2. Anxietasnya harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu
(outside the family circle) dan
3. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol. 5
2.1.6 Diagnosis Banding
Fobia social harus dibedakan dengan rasa takut yang sesuai serta rasa malu
yang normal. Membedakannya yaitu gejala fobik harus mengganggu fungsi
normal pasien. Keadaan medis nonpsikiatri yang dapat menyebabkan terjadinya
fobia mencakup penggunaan zat (terutama halusinogen dan simpatomimetik),
tumor susunan saraf pusat dan penyakit serebrovaskular. Skizofrenia juga
9
2.1.7 Penatalaksanaan
Farmakologi
Psikoterapi dan farmakoterapi berguna dalam terapi fobia social dan
berbagai pendekatan diindikasikan untuk tipe menyeluruh dan untuk situasi
penampilan. Sejumlah studi menunjukkan bahwa peggunaan farmakoterapi dan
psikoterapi memberikan hasil yang lebih baik dari pada terappi itu secara
tersendiri. 2
Obat yang efektif untuk terapi fobia social mencakup (1) SSRI, (2)
benzodiazepin, (3) venlafaxine (Effexor), dan (4) buspiron (BuSpar). Sebagian
besar klinisi mempertimbangkan SSRI sebagai terapi pilihan lini pertama pada
pasien dengan fobia social menyeluruh. Benzodiazepine alprazolam (Xanax) dan
klonazepam (Klonopin) bermanfaat untuk fobia socialspesifik dan menyeluruh.
Buspiron menunjukkan efek aditif jika digunakan untuk memperkuat terapi
dengan SSRI.2
Pada kasus berat, terapi fobia social berhasil dengan MAOI ireversibel,
seperti fenelzin (Nardil), dan reversible inhibitors of monoamine oxidase (RIMA),
10
Nonfarmakologik
Penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif (cognitive
behaviour therapy) secara profesional akan sangat efektif. Terapi perilaku kognitif
dapat dilakukan sendiri atau dalam bentuk kelompok. Terapi perilaku dengan cara
desensitisasi(memperkenalkan/mendekatkan kepada objek/situasi yang ditakuti
secara bertahap mulai dari ringan sampai pada situasi yang paling ditakuti) atau
melalui latihan berulang-ulang, latihan di rumah (homework) dan latihan
relaksasi. Terapi perilaku kognitif dengan cara exposure (membawa pasien
langsung pada situasi yang ditakutinya), atau melalui feedback videotape atau
dengan fantasi, cukup menolong beberapa individu yang takut bicara di depan
umum dan bentuk fobia lainnya. Pada terapi perilaku kognitif, kemungkinan
relaps kecil jika dihentikan karena active coping dan adanya dorongan yang
menumbuhkan kepercayaan diri pasien. Kombinasi terapi farmakologik dan terapi
perilaku kognitif bisa memberikan perbaikan lebih bermakna khususnya pada
pasien dengan gangguan berat dengan hendaya cukup tinggi.1,2
2.1.8 Prognosis
Fobia social cenderung memiliki awitan pada masa remaja awal atau masa
kanak-kanak akhir. Studi epidemiologis retrospektif dan studi klinis prospektif
memberi kesan bahwa gangguan dapat sangat mengganggu kehidupan orang
selama bertahun-tahun. Hal ini dapat mencakup gangguan pencapain akademik
atau sekolah, gangguan kinerja pekerjaan, dan perkembangan social. 2