Anda di halaman 1dari 8

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fobia Sosial


2.1.1 Definisi
Fobia sosial adalah suatu ketakutan yang bermakna dan terus-menerus atas
satu atau lebih situasi-situasi sosial atau perbuatan/ penampilan (performance)
tatkala orang tersebut dihadapkan/dipertemukan dengan orang-orang yang tak
dikenalnya, atau kemungkinan untuk diperhatikan dengan cermat oleh orang lain.
Individu tersebut takut bahwa dia akan berbuat sesuatu (menunjukkan gejala
ansietas) yang memalukan. 1
Fobia sosial merupakan gangguan yang biasanya mulai timbul sejak dini
dan bersifat kronik. Bila tidak diobati akan dapat menimbulkan berbagai
keterbatasan dalam kehidupan sosial, aktivitas profesional, kemampuan mencari
nafkah, dan kontribusi terhadap masyarakat luas. Fobia sosial dapat terjadi
komorbiditas (terjadi berdasarkan) depresi, dengan penyakit penyalahgunaan zat
atau alkohol. Fobia sosial merupakan gangguan yang kronik dan kepada pasien
perlu dijelaskan bahwa terapi membutuhkan waktu yang panjang.4

2.1.2 Epidemiologi
Sejumlah studi melaporkan prevalensi seumur hidup yang berkisar dari 3
hingga 13%. Prevalensi 6 bulan untuk fobia social adalah sekitar 2 hingga 3 per
100 orang. Didalam studi epidemiologis perempuan lebih banyak diandingkan
laki-laki. Usia puncak awitan fobia social adalah remaja walaupun awitannya
lazim antara usia 3 tahun dan 5 tahun. 2
Prevalensi fobia sosial pada kelompok eksekutif di Indonesia besarnya
antara 9,6 -16%, yang timbul sejak usia muda dan terus berlangsung sampai pada
usia dewasa. Di negara maju prevalensi fobia sosial besarnya 2-13%, dan secara
bermakna mengganggu pekerjaan, status akademik dan hubungan seseorang. Ada
kecendrungan kenaikan angka prevalensi fobia sosial, seiring dengan perubahan
perilaku (gaya hidup) masyarakat. Fobia sosial timbul sejak masa kecil, 40% di
antaranya di bawah 10 tahun. Sisanya di bawah usia 20-tahun. 3
4

2.1.3 Etiologi
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebagai penyebab terjadinya
gangguan fobia sosial ini.
1. Faktor Perilaku
Beberapa penelitian melaporkan adanya kemungkinan ciri tersendiri pada
anak-anak yang mempunyai pola perilaku menahan diri (behavioral inhibition).
Anak-anak yang mempunyai sifat demikian sering mempunyai orang tua
menderita gangguan panik dan anak tersebut akan berkembang menjadi sangat
pemalu. Beberapa orang fobia sosial juga menunjukkan perilaku menahan diri
semasa kanak-kanaknya. Juga ada data yang menunjukkan bahwa orang tua
pasien fobia sosial kurang memperhatikan/menjaga anaknya (less caring), lebih
menolak (more rejecting) atau over protective terhadap anakanaknya.1
2. Faktor Psikoanalitik
Sigmund Freud mengatakan bahwa gangguan ansietas (salah satunya
gangguan fobia) sebagai akibat konflik yang berasal dari kejadian-kejadian pada
fase perkembangan psikoseksual yang tidak terselesaikan dengan baik; pada
pasien fobia mekanisme pertahanan ego yang dipakai adalah displacement
(memindahkan situasi yang tidak bisa diterima ke situasi yang lebih bisa
diterima). Beberapa penelitian melaporkan hubungan dengan kebiasaan
menghalanghalangi anak pada masa kecilnya . 1
Freud pertama kali membahas rumusan teoritis terbentuknya fobia pada
kasusnya yang terkenal, “Little Hans”, bercerita tentang seorang anak laki-laki
usia 5 tahun yang takut terhadap kuda. Hans pernah melihat seekor kuda jatuh dan
kemudian berkembang satu ketakutan bahwa kuda akan jatuh dan menggigitnya.
Freud dapat menunjukkan bahwa kuda tidak ada hubungannya dengan ketakutan
Hans yang sebenarnya, tetapi sebagai simbol menggantikan ayahnya yang
ditakutinya secara tidak sadar. Gigitan kuda menjadi simbol (secara tidak sadar)
ancaman kastrasi oleh ayahnya. Ketakutan terhadap si ayah telah direpresi dan
diganti ke objek lain. Freud percaya bahwa baik dorongan seksual atau agresif,
atau gabungan keduanya bersamaan, menjadikan adanya kekuatan bertahan dalam
melawan dorongan tersebut. Prinsip teori psikoanalitik adalah ide/pikiran yang
merupakan sumber asli ketakutan telah digantikan (replaced) menjadi fobia objek
5

lain yang memunculkan (represent) sumber aslinya secara simbolik; melalui


represi dan displacement, sumber asli ketakutan tersebut tidak diketahui oleh
individu. 1
3. Faktor Neurokimiawi
Hipersensitif terhadap penolakan oleh orang lain diperkirakan dipengaruhi
oleh sistem dopaminergik. Kekurangan dopamin telah ditemukan pada tikus yang
punya sifat pemalu dan inilah yang membedakannya dari mereka yang bersifat
lebih agresif; bila sistem dopamin pada tikus yang agresif diputus secara
farmakologik maka binatang tersebut akan menjadi lebih patuh/tunduk. Penelitian
lain menunjukkan bahwa kadar metabolit dopamin dalam cairan spinal meninggi
pada orangorang ekstrovert dengan gangguan depresif dibandingkan dengan
orang-orang introvert. Dopamin bertanggung jawab terhadap beberapa fungsi
motivasi dan dorongan/ rangsangan (incentive) susunan saraf pusat, minat sosial
yang tinggi; keinginan berteman/ berkumpul dengan kelompok dan kepercayaan
diri bisa mencerminkan pengaruh tersebut. 1
Pasien fobia penampilan/perbuatan (performance anxiety) melepaskan
lebih banyak norepinefrin dan epinefrin sentral ataupun perifer dibandingkan
orang nonfobik; pasien ini bisa sangat sensitif terhadap rangsang adrenergik
normal. Keadaan ini berhubungan dengan tanda karakteristik, seperti denyut
jantung yang cepat, banyak keringat, dan tremor jika penderita tampil. 1,2
Pada pengamatan, inhibitor MAO dapat lebih efisien dari pada obat
trisiklik dalam terapi fobia social menyeluruh, menyebabkan beberapa peneliti
menyusun hipotesis bahwa aktifitas dopaminergic berkaitan dengan pathogenesis
gangguan ini. Akhirnya, serotonin memainkan peranan didalam fobia karena SSRI
terbukti efektif dalam mengobati gangguan ini. 1
4. Faktor Neuroendokrin
Anak-anak dengan defisiensi hormon pertumbuhan (growth hormone defi
ciency, GHD) mempunyai kecenderungan mengidap gangguan penyesuaian
psikologik. Anak-anak tersebut mempunyai sifat imatur, tergantung (dependent),
pemalu (shy), menarik diri (withdrawal), dan terisolasi sosial (socially isolated).
Anak-anak ini menunjukkan ketidakmampuan kognitif dan perilaku. Orang
dewasa pengidap growth hormone deficiency yang diobati dengan pemberian
6

growth hormone melaporkan adanya perbaikan status kesehatan dan perasaan


senang (wellbeing) secara psikologik. Berdasarkan hal ini, diduga growth
hormone punya pengaruh terhadap neuroendokrin sentral. Di kelompok dewasa
yang pernah mengalami defisiensi growth hormone, ditemukan insidens fobia
sosial yang cukup tinggi. 1
5. Faktor Genetik
Keluarga tingkat pertama (first degree relatives) penderita fobia sosial
kira-kira tiga kali lebih sering menderita fobia sosial dibandingkan keluarga
tingkat pertama orang tanpa gangguan mental/kontrol. Penelitian pada 1.427
orang anak kembar (898 monozigot dan 529 dizigot) menemukan kasus gangguan
kepribadian menghindar sebanyak 2,7% dan fobia sosial 5%. Meta-analisis ikatan
gen pada pasien gangguan fobia menemukan kelainan pada kromosom 16q. 1,2

2.1.4 Gambaran Klinis


Individu akan merasa gugup dalam beberapa situasi sosial. Hal tersebut
terjadi bila harus pidato atau memberikan presentasi. Namun dalam gangguan
kecemasan sosial, juga disebut fobia sosial, interaksi sehari-hari menyebabkan
kecemasan irasional, rasa takut, kesadaran diri berlebihan dan malu. Gangguan
kecemasan sosial adalah suatu kondisi kesehatan mental kronis, terapi pengobatan
seperti konseling psikologis, pengobatan dan belajar keterampilan coping
(mengatasi sesuatu masalah) dapat membantu mendapatkan kepercayaan diri dan
meningkatkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain.3
Gangguan kecemasan sosial mempengaruhi emosi dan perilaku. Hal ini
juga dapat menyebabkan gejala fisik yang signifikan.
1. Gejala emosi dan perilaku kecemasan sosial, termasuk:
 Takut secara berlebihan ketika berinteraksi dengan orang asing
 Takut situasi di mana seseorang itu dapat dinilai
 Khawatirkan memalukan atau memalukan diri sendiri
 Ketakutan bahwa orang lain akan melihat bahwa kita terlihat cemas
 Kecemasan yang mengganggu rutinitas harian, pekerjaan, sekolah atau
kegiatan lain
7

 Menghindari melakukan sesuatu atau berbicara dengan orang karena takut


malu
 Menghindari situasi di mana mungkin menjadi pusat perhatian
 Kesulitan membuat kontak mata
 Kesulitan berbicara3
2. Tanda fisik dan gejala gangguan kecemasan sosial:
 Blushing (muka merah)
 Berkeringat
 Gemetar atau bergetar
 Detak jantung cepat
 Gangguan perut
 Mual
 Suara gemetar
 Ketegangan otot
 Kebingungan
 Diare
 Tangan dingin, basah3
2.1.5 Diagnosis
Untuk dapat didiagnosis dengan gangguan kecemasan sosial, seseorang
harus memenuhi kriteria dijabarkan dalam Diagnostic dan Statistic Manual of
Mental Disorders (DSM)-5. Kriteria untuk fobia sosial untuk dapat didiagnosis
meliputi:
1. Ketakutan irrasional yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi
sosial atau tampil di depan orang-orang yang belum dikenal atau dengan
kemungkinan dinilai oleh individu yang tak dikenal. Individu akan merasa
takut bahwa ia akan bertindak dengan cara (atau menunjukkan gejala
kecemasan) yang akan memlukan atau merendahkan.
2. Pemaparan dengan situasi social yang ditakuti hampir selalu mencetuskan
kecemasan, yang dapat berupa serangan panic yang berkaitan dengan situasi
atau dipredispiosisikan oleh situasi.
3. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tanpa alasan.
8

4. Situasi social atau di depan umum yang ditakuti dihindari, atau dihadapi
dengan kecemasan atau distress yang berat.
5. Penghindaran, antisipasi kecemasan, atau distress dalam situasi sosisal atau
tampil di depan umum secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fugsi
pekerjaan (akademik),atau aktivitas social dan hubungan dengan orang lain
atau ada distress yang jelas ketika mengalami fobia.
6. Pada individu berusia di bwah 18 tahun, durasi sekurang-kurangnya adalah 6
bulan.
7. Ketakutan atau penghindaran tidak karena efek fisiologis suatu zat (misalnya
obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medik umum, dan tidak
lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain( misalnya gangguan panic
dengan atau tanpa agoraphobia, gangguan cemas perpisahan, gangguan
dismorfik tubuh, gangguan perkembangan persevasif, atau gangguan
kepribadian schizoid).
8. Bila terdapat suatu kondisi medik umum atau gangguan mental lain, ketakutan
pada kriteria A tidak berhubungan dengannya, misalnya gagap, gementar pada
penyakit Parkinson, atau gangguan perilaku abnormal da anoreksia nervosa
atau bulimia nervosa.5
Sedangkan berdasarkan PPDGJ III diagnosis fobia sosial ditegakkan
berdasarkan yaitu:
1. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti misalnya waham atau pikiran obsesif.
2. Anxietasnya harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu
(outside the family circle) dan
3. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol. 5
2.1.6 Diagnosis Banding
Fobia social harus dibedakan dengan rasa takut yang sesuai serta rasa malu
yang normal. Membedakannya yaitu gejala fobik harus mengganggu fungsi
normal pasien. Keadaan medis nonpsikiatri yang dapat menyebabkan terjadinya
fobia mencakup penggunaan zat (terutama halusinogen dan simpatomimetik),
tumor susunan saraf pusat dan penyakit serebrovaskular. Skizofrenia juga
9

dimasukkan dalam diagnosis banding, karena pasien skizofrenik dapat memiliki


gejala fobik sebagai bagian dari psikosisnya. Perbedaannya yaitu, pasien fobik
memiliki tilikan terhadap rasa takutnya yang tidak rasional dan tidak adanya
kualitas bizar serta gejala psikotik lain yang menyertai skizofrenia.2
Didalam diagnose banding fobia social, klinisi harus mempertimbangkan
gangguan panic, agoraphobia dan gangguan kepribadian menghindar. Umumnya,
pasien dengan fobia social tidak menyeluruh cenderung mengalami ansietas
segera ketika terdapat stimulus fobik. Ansietas atau panic terbatas pada situasi
yang telah diidentifikasi, pasien secara abnormal menjadi tidak cemas ketika
mereka tidak dihadapkan pada stimulus fobik. Pasien dengan agoraphobia sering
ditenangkan dengan adanya orang lain pada situasi yang mencetuskan ansietas,
sedangkan pasien dengan fobia social akan menjadi lebih cemas dari pada
sebelumnya dengan adanya orag lain. Sesak nafas, rasa tercekik pusing, dan takut
mati adalah gejala yang lazim pada gangguan panic dan agoraphobia, sedangkan
gejala yang berkaitan dengan fobia social biasanya rona merah diwajah, kedutan
otot dan cemas akan diperhatikan secara seksama. 2

2.1.7 Penatalaksanaan
Farmakologi
Psikoterapi dan farmakoterapi berguna dalam terapi fobia social dan
berbagai pendekatan diindikasikan untuk tipe menyeluruh dan untuk situasi
penampilan. Sejumlah studi menunjukkan bahwa peggunaan farmakoterapi dan
psikoterapi memberikan hasil yang lebih baik dari pada terappi itu secara
tersendiri. 2
Obat yang efektif untuk terapi fobia social mencakup (1) SSRI, (2)
benzodiazepin, (3) venlafaxine (Effexor), dan (4) buspiron (BuSpar). Sebagian
besar klinisi mempertimbangkan SSRI sebagai terapi pilihan lini pertama pada
pasien dengan fobia social menyeluruh. Benzodiazepine alprazolam (Xanax) dan
klonazepam (Klonopin) bermanfaat untuk fobia socialspesifik dan menyeluruh.
Buspiron menunjukkan efek aditif jika digunakan untuk memperkuat terapi
dengan SSRI.2
Pada kasus berat, terapi fobia social berhasil dengan MAOI ireversibel,
seperti fenelzin (Nardil), dan reversible inhibitors of monoamine oxidase (RIMA),
10

seperti moklobemid (Aurorix) dan brofaromin (Consonar). Terapi fobia social


yang berkaitan dengan situasi penampilan sering melibatkan penggunaan
antagonis reseptor ᵝ-adrenergik segera sebelum pajanan terhadap stimulus fobik.
Dua senyawa yang paling luas digunakan adalah atenolol (Tenormin) 50-100mg
tiap pagi atau 1 jam sebelum penampilan, dan propranolol 20-40mg. 2

Nonfarmakologik
Penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif (cognitive
behaviour therapy) secara profesional akan sangat efektif. Terapi perilaku kognitif
dapat dilakukan sendiri atau dalam bentuk kelompok. Terapi perilaku dengan cara
desensitisasi(memperkenalkan/mendekatkan kepada objek/situasi yang ditakuti
secara bertahap mulai dari ringan sampai pada situasi yang paling ditakuti) atau
melalui latihan berulang-ulang, latihan di rumah (homework) dan latihan
relaksasi. Terapi perilaku kognitif dengan cara exposure (membawa pasien
langsung pada situasi yang ditakutinya), atau melalui feedback videotape atau
dengan fantasi, cukup menolong beberapa individu yang takut bicara di depan
umum dan bentuk fobia lainnya. Pada terapi perilaku kognitif, kemungkinan
relaps kecil jika dihentikan karena active coping dan adanya dorongan yang
menumbuhkan kepercayaan diri pasien. Kombinasi terapi farmakologik dan terapi
perilaku kognitif bisa memberikan perbaikan lebih bermakna khususnya pada
pasien dengan gangguan berat dengan hendaya cukup tinggi.1,2
2.1.8 Prognosis
Fobia social cenderung memiliki awitan pada masa remaja awal atau masa
kanak-kanak akhir. Studi epidemiologis retrospektif dan studi klinis prospektif
memberi kesan bahwa gangguan dapat sangat mengganggu kehidupan orang
selama bertahun-tahun. Hal ini dapat mencakup gangguan pencapain akademik
atau sekolah, gangguan kinerja pekerjaan, dan perkembangan social. 2

Anda mungkin juga menyukai