Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“Penanaman Nilai-Nilai Karakter Siswa SMK”

LANDASAN ILMU PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Oleh:
Wahyu Hutria 16138157

Dosen Pembimbing::
Dr. AMBIYAR, M.Pd
Dr. AZWAR INRA, M. Pd

PROGRAM MAGISTER
PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah


memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah ini dengan judul “Penanaman Nilai-Nilai Karakter Siswa SMK”.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh nilai mata
kuliah Landasan Ilmu Pendidikan Teknologi dan Kejuruan pada program
studi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Negeri Padang tahun 2018.
Ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Landasan Ilmu
Pendidikan Teknologi Kejuruan Bapak Dr. Ambiyar, M.Pd. dan Bapak Dr. Azwar
Inra, MPd. yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyelesaian
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan.Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya.

Padang, Mei 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendidikan Karakter .......................................................................... 5
B. Tujuan Pendidikan Karakter …......................................................... 7
C. Isi Pendidikan Karakter…. ................................................................ 9
D. Karakter Remaja atau Siswa SMK…. ............................................... 10
E. Implementasi Pendidikan Karakter di SMK…. ................................ 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................ 16
B. Saran .................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 18

ii
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman
Gambar 1 : Affective domain Krathworl ............................................................ 8
Gambar 2 : Isi Pendidikan Berkarakter ............................................................... 9
Gambar 3 : Konteks Mikro Pendidikan Karakter ............................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan, secara umum dimaknai sebagai usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya.
Munculnya pendidikan pada dasarnya dikarenakan adanya kebutuhan
manusia dalam memenuhi hajat hidup, seperti menjauhkan diri dari sifat
bodoh, menambah pengetahuan dari berbagai aspek, memenuhi kemajuan
gaya dan pola hidup serta meraih prestasi untuk mengeksiskan diri dalam
kehidupan.
Ada berbagai macam kebutuhan dalam hidup manusia, salah satunya
adalah kebutuhan akan seks. Seks adalah salah satu kebutuhan mendasar dari
sifat biologis manusia normal. Seks dibutuhkan manusia agar dapat terus
menjaga dan mempertahankan kelestarian keturunan-nya. Namun, adanya
penyebaran informasi dan rangsangan seksual yang saat ini menjamur
diberbagai media massa membuat aktivitas seksual tidak lagi sebatas aktivitas
yang sepatutnya harus dilakukan ketika dua orang yang berbeda jenis kelamin
mengikatkan diri dalam sebuah ikatan yang dinamakan pernikahan. Banyak
di antaranya yang sudah melakukan hubungan sakral tersebut sebelum
menikah, khususnya terjadi pada usia sekolah. Hal ini berarti, ada siswa yang
melakukan hubungan seks ketika mereka masih berstatus sebagai pelajar.

Pelajar adalah remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan


individu untuk mencapai dewasa. Selama masa remaja ini individu
mengalami proses dalam kematangan mental, emosional, sosial dan fisik
(Hurlock, 2007). World Health Organization atau biasa disingkat WHO
(dalam Sarwono, 2008) juga menyatakan bahwa tahap ini dimulai dari saat

1
pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat
mencapai kematangan seksual. Adapun rentang usia remaja menurut Wong
(2008) adalah dimulai saat individu mulai berumur 11 tahun sampai 20 tahun.
Tanpa pengetahuan yang cukup remaja dapat jatuh ke perilaku seksual
beresiko.

Angka perilaku seks pada remaja di Indonesia berdasarkan data Riset


Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010) terdapat 4,8% remaja dari usia 10-14
tahun telah melakukan hubungan seksual. Sebesar 0,5 sampai 1,5%
diantaranya hamil. Sebesar 41,8% pada usia 15 sampai 19 tahun telah
melakukan hubungan seksual dan 13% diantaranya menyebabkan kehamilan.
Sedangkan data yang bersumber dari survei yang dilakukan oleh Komite
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Kementrian Kesehatan,
(Kemenkes) pada Oktober 2013 memaparkan bahwa sekitar 62,7% remaja di
Indonesia telah melakukan hubungan seks di luar nikah . 20% dari 94.270
perempuan yang mengalami hamil di luar nikah juga berasal dari kelompok
usia remaja dan 21% diantaranya pernah melakukan aborsi.

Maraknya perilaku seks bebas di kalangan remaja juga ditemukan di


Kota Padang yang kuat dengan adat dan agamanya, dibuktikan dengan hasil
penelitian yang dilakukan Mohanis (2003) pada beberapa siswa Sekolah
Menengah Atas (SMU, SMK dan MA) di Kota Padang dengan sampel
sebanyak 200 orang, didapatkan hasil bahwa sebanyak 27% responden
berperilaku seksual beresiko berat dan 73% di antaranya berperilaku seksual
beresiko ringan. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Nursal (2008) terhadap
350 pelajar SMA Negeri di Kota Padang. Penelitian ini mendapatkan hasil
bahwa sebanyak 58 orang (16,6%) pelajar SMA Negeri Kota Padang
berperilaku seksual beresiko, dan 15 orang (4,3%) diantaranya telah
melakukan hubungan seksual. Penelitian tentang perilaku seks bebas
dijabarkan secara lebih rinci oleh Kamelia (2007) terhadap 182 pelajar SMA
di Kota Padang.

2
Fenomena-fenomena di atas menunjukkan bahwa karakter dan moral
bangsa Indonesia sudah mengalami dekadensi, sehingga langkah cepat perlu
segera diambil untuk mengantisipasi dampak-dampak negatif. Salah satunya
yaitu dengan menggaungkan kembali “pendidikan karakter”. Banyak negara
yang dalam menghadapi krisis menempatkan pembangunan karakter sebagai
fokus untuk menemukan solusi. Revitalisasi bangsa Jerman oleh kekalahan
perang dengan Perancis dilakukan dengan pendidikan karakter dan
spiritualitas. Bangsa Jepang negerinya menghadapi urbanisasi, disertai
introduksi pendidikan moral. Bangsa Amerika pada akhir abad keduapuluh
yang sarat dengan aneka masalah mengintroduksi kembali pendidikan
karakter (Suyata, 2011:4).

Tujuan pengembangan pendidikan kejuruan dan vokasi secara holistik


semestinya tidak tereduksi hanya pada proses pembentukkan keterampilan
teknis semata untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Pendidikan kejuruan
dan vokasi bukan pula sebatas schooling. Pendidikan kejuruan dan vokasi
adalah pendidikan yang menuju pada proses inkulturisasi dan akulturasi yaitu
proses memperadabkan.

Suatu generasi baru masa depan yang berlangsung di sekolah,


keluarga, industri, dunia usaha, dan masyarakat terbuka yang porous (Putu
Sudira, 2011:1), sehingga implementasi pendidikan karakter di SMK dapat
mengupayakan terciptanya keselarasan antara karakter yang dikembangkan di
sekolah dengan pembiasaan di rumah dan masyarakat. Agar pendidikan
karakter dapat dilaksanakan secara optimal, pendidikan karakter bisa
dilaksanakan melalui integrasi dengan mata pelajaran yang ada, mata
pelajaran dalam muatan lokal (mulok) serta kegiatan pengembangan diri,
namun realita di lapangan untuk mengimplementasikan pendidikan karakter
di masing-masing sekolah mengalami kesulitan, karena tidak adanya standar
yang jelas sehingga pendidikan karakter masih belum menemukan bentuknya,
dan masih dalam batas trial and eror, namun disisi lain tidak adanya draf
standar yang jelas tentang pendidikan karakter, memberikan ruang untuk

3
mengembangkan pendidikan karakter di masing-masing satuan
pendidikannya.
Maka atas dasar alasan di atas, penulis ingin memaparkan materi
tentang “Penanaman nilai-nilai karakter siswa SMK ” penting untuk
dilakukan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya
adalah bagaimana Penanaman nilai-nilai karakter siswa SMK ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan Khusus
Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Ujian Akhir Semester
mata Kuliah Landasan Ilmu Pendidkan Teknologi dan Kejuruan.
Tujuan Umum
Memberikan gambaran mengenai :
1. Apa itu pendidikan karakter.
2. Apa tujuan pendidikan karakter.
3. Apa Isi Pendidikan Karakter.
4. Karakter remaja atau siswa SMK.
5. Impementasi Pendidikan Karakter di SMK.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan karakter.
Pendidikan adalah proses sepanjang hayat dan perwujudan pembentukan diri
secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi dalam rangka
pemenuhan semua komitmen manusia sebagai makhluk individu, sosial, dan
sebagai mahluk Tuhan (Dwi Siswoyo, 2007). Dari pengertian di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa pendidikan merupkan pembentukan diri secara
utuh yang dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didiknya.
Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan
menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan
kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu (Alicia, 2008).
Menurut Soemarno, karakter merupakan aktualisasi potensi dari dalam dan
internalisasi nilai-nilai moral dari luar menjadi bagian kepribadiannya. Dari
dua pengertian diatas, karakter dapat diartian sebagai cerminan tindakan
seseorang. Seseorang yang melakukan tindakan baik, mencerminkan bahwa
ia memiliki karakter yang baik, begitu pula sebaliknya.
Dari dua pengertian pendidikan dan karakter, maka dapat ditari sebuah
pengertian pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah pembentukan diri
manusia secara utuh yang dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didiknya,
yang mana pembentukan diri tersebut menjadi sudah menjadi tabiat atau
kebiasaan yang tertanam pada diri seseorang.
Karakter adalah sifat pribadi yang relatif stabil pada diri individu yang
menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma
yang tinggi. Karakter harus berbasis pada nilai dan norma. Josephson Institute
of Ethics, (2008) mengemukakan ada tujuh nilai-nilai standard yang
memandu perilaku seseorang, dalam kaitannya dengan implementasi
pendidikan karakter : (1) isu sosial, (2) kecenderungan arah ideologi religius
atau politis, (3) memandu diri sendiri, (4) sebagai standard untuk evaluasi diri

5
dan orang lain, (5) sebagai dasar perbandingan kemampuan dan kesusilaan,
(6) sebagai standar untuk membujuk dan mempengaruhi orang lain, dan (7)
sebagai standar merasionalkan sesuatu hal (dapat diterima atau tak dapat
diterima), sikap dan tindakan melindungi, memelihara, dan tentang
mengagumi sesuatu/seseorang atau diri sendiri.
Secara etimologis, kata karakter berasal dari bahasa Yunani
Charrassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Sedang dalam
kamus Ingris-Indonesia karakter berasal dari kata character yang berarti
watak, karakter atau sifat (Echols dan Shadily, 1995:5). Muchlas Samani &
Hariyanto (2012: memaknai karakter sebagai nilai-nilai dasar yang
membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas
maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta
diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang
lain. Dari beberapa definisi tersebut di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal
mana yang baik sehingga peserta didik menjadi faham (kognitif) tentang
mana yang benar dan yang salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik
dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter
yang baik bukan hanya melibatkan aspek pengetahuan yang baik (moral
knowing), akan tetapi juga merasakan yang baik (moral feeling) dan perilaku
yang baik(moral action).
Oleh karena itu pendidikan karakter harus dijadikan sebagai suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah, meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa
(YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan

6
penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga
dan lingkungan sekolah. Oleh karena itu pembangunan dan pendidikan
karakter ini tidak hanya diberlakukan bagi siswa saja, tapi juga bagi guru dan
instruktur.
Karakter merupakan gabungan antara kondisi fisik, psikologis dan
spiritual yang dibawa sejak lahir maupun yang dipelajari seturut
perkembangan hidupnya. Gabungan kedua keadaan itu kemudian menetap
dalam diri seseorang serta membentuk keseluruhan pandangan hidup,
spiritualitas, sikap, kecakapan dan kemampuan yang dapat melahirkan tata
perilaku produktif (disebut Kepribadian). Berdasar pengertian tersebut serta
melihat unsur-unsur dan sifat-sifat karakter, guru dan instruktur diharapkan
dapat menerapkan pendidikan karakter kepada siswa. Harapannya,
pendidikan karakter membuat siswa memiliki kepribadian matang secara
psikologis dan sosial. Kematangan itu ditunjukkan dalam kecakapan-
kecakapan, kemampuan berkomunikasi dan menjalin kerjasama dengan orang
lain, professional dalam bidang kerja masing-masing, serta memiliki
kepribadian yang dapat dipercaya dan diandalkan. Pada akhirnya, pendidikan
karakter menjadi modal untuk terus mengembangkan diri menjadi seorang
yang berprestasi. Oleh karena itulah maka pembinaan karakter juga harus
termasuk dalam materi yang diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh
peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan
karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan
norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan
nyata dalam kehidupan sehari-hari.
B. Tujuan Pendidikan Karakter.
Tujuan pendidikan karakter selaras dengan tujuan pendidikan nasional.
UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20,
Tahun 2003. menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

7
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab."
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, berto-leran, bergotong
royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu penge-
tahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada
Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila (Balitbang Kemendiknas, 2011:
2).
Proses penanaman nilai-nilai karakter siswa menurut Krathwohl, Bloom
& Masia (1964) ada 5 tahap, yaitu:(1) Receiving (me-nyimak); (2)
Responding (menanggapi); (3) Valuating (member nilai); (4) Organizing
(mengorganisasikan nilai); (5) Characteri-zation (karakteristik nilai), seperti
gambar berikut:

Gambar 1. Affective domain Krathworl (1964:27)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2009:9-10) mengidentifikasi


ada 18 nilai yang bersumber dari Agama, Pancasila, budaya, yang sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional yaitu: (1) religius, (2) jujur, (3) tole-ransi,
(4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa
ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai
prestasi, (13) ber-sahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar

8
membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung
jawab.
C. Isi Pendidikan Karakter.
Isi pendidikan karakter adalah nilai dan keterampilan yang diberikan
oleh pendidik dalam rangka membentuk karakter peserta didik. Secara mudah
dapat difahami lewat skema di bawah ini:

Gambar 2. Isi Pendidikan Karakter


Nilai-nilai yang perlu disampaikan oleh pendidik untuk membentuk
karakter siswa adalah: (1) Tata tertib siswa di sekolah, (2) Tata tertib siswa di
kelas, (3) Nilai-nilai kesopanan, (4) Nilai-nilai kebangsaan, (5) Nilai-nilai
kejujuran, (6) Nilai-nilai kesabaran, (7) Nilai-nilai kemandirian.
Materi pada pendidikan karakter mencakup pengertian, langkah-
langkah, dan manfaat. Sebagai contoh untuk nilai-nilai kesopanan, maka
cakupan materinya adalah pengertian kesopanan, langkah-langkah menjadi
sopan, dan manfaat kesopanan.
Keterampilan yang diberikan pendidik dalam membentuk karakter/
kepribadian siswa SMK berkaitan dengan kearifan lokal Yogyakarta.
Keterampilan tersebut adalah keterampilan bahasa jawa. Penggunaan bahasa
jawa halus, akan membetuk karakter siswa SMK yang halus. Selanjutnya
adalah keterampilan Unggah-ungguh dalam bersikap. Penggunaan baju batik
selama proses pembelajaran juga dapat menciptakan karakter/ pribadi
menghargai.
Selama proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar), kesemuaanya harus
tertuang dalam RPP dan Silabus semua mata pelajaran dan disampaikan oleh

9
semua guru. Sementara itu, di luar kelas (Non KBM), proses penyampaian
norma-norma dan kearifan lokal tetap harus dilakukan oleh semua pihak
pendidik terhadap peserta didik.
D. Karakter Remaja atau Siswa SMK
Siswa SMK pada umumnya berada pada masa puber yang ditandai
dengan terjadinya kematangan alat-alat seksual dan tercapainya kemampuan
reproduksi. Pada masa ini, remaja mengalami berbagai macam perubahan
meliputi perubahan ukuran tubuh dan proporsi tubuhnya. Ciri-ciri lain dari
masa remaja/puber adalah periode tumpang tindih peran tugas antara tugas
masa anak dan masa dewasa (Kebingungan identitas). Hal tersebut
menimbulkan kebingungan pada siswa yang mengakibatkan kelelahan dan
kelesuan serta membuat sikap dan perilakunya cenderung ingin menyendiri,
mudah bosan, inkoordinasi dan antagonis secara sosial. Jika remaja mampu
melalui tahap perkembangannya ini dengan baik, mereka bisa menjalankan
tugas perkembangan berikutnya. Oleh karena itu, di sinilah peran guru dan
instruktur, yaitu untuk membantu siswa memahami tahap dan tugas
perkembangannya. Dengan paham kedua hal tersebut, mereka diharapkan bisa
mengoptimalkan dirinya dengan baik.
Membicarakan remaja memang selalu menarik. Mengapa? karena
dinamika/ritme kehidupan individu di usia remaja memang sangat variatif,
cenderung tidak stabil, penuh gejolak, dan penuh tantangan. Dengan kondisi
seperti ini, bagaimana cara orangtua/pendidik bisa mengadakan pendekatan
pada remaja, memang perlu pengenalan yang lebih mendalam tentang mereka.
Artinya, orangtua/pendidik perlu berusaha untuk memahami tentang siapa dan
bagaimana remaja itu.
Agar orangtua/pendidik mampu mengadakan pendekatan secara efektif
pada remaja dibutuhkan pemahaman tentang bagaimana proses perkembangan
remaja, serta bagaimana orangtua/ pendidik harus mensikapinya. Untuk itu
terlebih dahulu orangtua/pendidik perlu mengetahui prinsip-prinsip
perkembangan. Gambaran mengenai pola perkembangan yang tepat

10
merupakan dasar untuk mampu memahami remaja, sehingga proses
pendidikan yang akan diberikan dapat mengenai sasaran secara efektif.
Menurut para ahli psikologi perkembangan bila orangtua memahami
tentang prinsip-prinsip perkembangan, maka diharapkan mereka akan: 1)
mengetahui apa yang diharapkan dari remaja, dalam arti pada usia berapa kira-
kira akan muncul berbagai perilaku khas, dan kapan pola-pola perilaku
tersebut akan digantikan oleh pola perilaku yang lebih matang. 2) dapat
membantu proses penyesuaian diri remaja secara tepat, dan 3) mengetahui
pola normal perkembangan, sehingga memungkinkan orangtua membantu
remaja untuk mempersiapkan diri ketika proses perkembangan tersebut akan
dialami
E. Implementasi Pendidikan Karakter di SMK
Sebagaimana tujuan penyelenggaraan kegiatan ini,seminar ini bertujuan
membantu para guru dan instruktur untuk lebih memahami karakter dan latar
belakang permasalahan siswa sebagai remaja dilihat dari perspektif psikologis,
sosial, budaya dan lain sebagainya. Oleh karena itu itu, seminar ini selain
menjadi langkah preventif dan intervensif bagi para guru dalam menyiapkan
mental berkarya di dunia pekerjaan yang akan dihadapi para siswa juga
sekaligus bertujuan membentuk karakteristik siswa-siswi SMK yang
“berimtaq” sehingga diharapkan para lulusan menjadi insan-insan dengan
pribadi yang “pinunjul, unggul dan berketrampilan dan berkecakapan yang
cukup”. Tidak hanya cukup dan cakap dalam ranah/domain koqnitif tetapi
sekaligus cakap dalam kecerdasan afektif, kecerdasan rasa dan kecerdasan
hati.
Sekolah menengah kejuruan (SMK) memang tidak bisa disamakan
dengan SMA pada umumnya. gaya belajar, kebutuhan, dan karakteristik siswa
SMK dan SMA memang sangat berbeda. Siswa SMK dituntut memiliki
Kedisiplinan yang lebih kuat dari anak SMA biasa. Dunia yang akan dihadapi
dan digeluti siswa mapun alumni SMK adalah dunia Kejuruan yang
mengharuskan seorang siswa SMK (lulusan SMK) memiliki sesuatu keahlian
yang siap pakai didunia kerja. Tuntutan seperti itu mengharuskan siswa SMK

11
mempunyai karakteristik kepribadian dan mental yang kuat, serta disiplin
dalam bekerja. Bahkan standart ISO yang digunakan di SMK pun melatih
mereka untuk bekerja secara terstruktur dan rapi.
SMK mempunyai ciri khas tentang pendidikan karakter yaitu:
pendidikan karakter kerja, sebagai pendidikan yang mempersiap-kan
lulusannya memiliki daya hati (heart set) kerja, baik sebagai pekerja
(pegawai), bekerja sendiri (sebagai pengusaha kecil), maupun sebagai orang
yang memperkerjakan orang lain. Definisi ini jelas menuntut dilakukannya
restrukturalisasi, rekulturasi dan refigurisasi pembelajaran pada institusi-
institusi pendidik-an yang khususnya memang dirancang untuk menyiapkan
lulusannya memasuki lapangan kerja, yaitu Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK).
Proses penanaman nilai-nilai karakter siswa
Konsep penanaman nilai-nilai karakter siswa SMK dapat
diimplementasikan melalui dua konteks yaitu konteks mikro dan makro.
Konteks mikro di implementasikan ke dalam: (a) integrasi dalam mata
pelajaran dan muatan lokal; (b) budaya sekolah; (c) kegiatan pengembangan
diri.

Gambar 3. Konteks Mikro Pendidikan Karakter (Sumber: Kemdiknas,2011)

1. Integrasi dalam Mata Pelajaran dan Muatan Lokal (Mulok)


Pada sekolah di Kota Padang khususnya SMK terdapat muatan lokal
tentang pendidikan akhlak dengan tujuan peserta didik SMK di Padang
menjadi peserta didik yang memiliki budi pekerti yang baik.
2. Budaya Sekolah
Budaya sekolah merupakan tradisi yang dilakukan sehari-hari
(pembiasaan) karena nilai-nilai karakter tidak akan pernah terukir tanpa

12
adanya pembiasaan (habbit) sesuai de-ngan apa yang dikatakan oleh
Lickona bahwa budaya moral sekolah akan berpengaruh pada fungsi moral
siswa (the school moral culture affect students moral functioning). Oleh
karenanya untuk menerapkan dalam pelaksanaan pendidikan karakter
siswa, SMK dengan sadar berupaya menciptakan sebuah lingkungan serta
budaya yang positif dan mayoritas muslim bagi seluruh warga sekolah
(peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan). Budaya pendidik dan
kependidikan SMK dapat dilakukan:
(a) budaya Islami: hal ini dapat ditunjukkan pada aspek, ucapan, sikap
dan perilaku sehari-hari, tenaga pendidik sebagai teladan yang baik, dan
juga dapat dilihat dari cara berbusana, seluruh pendidik dan tenaga
kependidikan menggunakan busana muslim-muslimah. (b) budaya disiplin
kerja: disiplin kerja ditunjukkan dengan cara datang dan pulang tepat waktu
serta melaksanakan tugas dengan maksimal, budaya disiplin kerja ini
memberikan teladan yang baik) kepada peserta didik untuk selalu bersikap
disiplin dan tepat waktu dalam segala hal; (c) budaya malu, ada 10 budaya
malu yang diterapkan di SMK yaitu: malu terlambat masuk, malu tidak ikut
apel, malu tidak suka masuk kantor tanpa alasan, malu sering ijin tidak
masuk kerja, malu bekerja tanpa program, malu pulang sebelum waktu-nya,
malu sering meninggalkan kerjaan, malu bekerja tanpa tanggung jawab,
malu berpakai-an seragam tidak rapi dan tanpa atribut.
Salah satu langkah SMK dalam melaksanakan pendidikan karakter
siswa adalah melalui budaya dan kultur yang dicip-takan dilingkungan
siswa, adapun budaya siswa SMK adalah sebagai berikut:
(a) datang ke sekolah sebelum jam pelajaran dimulai; (b) senyum,
kemudian mengucapkan Salam serta menyapa dan mencium tangan
bapak/ibu guru yang sudah hadir di sekolahan; (c) menuntun kendaraan
ketika memasuki gerbang sekolah, dan parkir secara rapi; (d) berdo’a
sebelum dan setelah selesai kegiatan belajar mengajar; (e) menjaga
ketertiban, keamanan dan kebersihan ruang belajar dan lingkungan
sekolah; (f) mentaati aturan-aturan agama Islam dan menjahui larangan-

13
larangan; (g) berpakain rapi dan menutup aurat (h) tertib memasuki ruang
belajar dan dalam proses belajar mengajar; (i) minta izin jika ingin keluar
pada saat belajar mengajar; (j) menjaga kebersihan di lingkungan sekolah
dengan membuang sampah di tempat yang telah disediakan; (k) jama’ah
Sholat Dzuhur: setiap hari para siswa SMK diwajibkan untuk sholat
berjama’ah Dzuhur setiap hari di aula SMK, (l) tidak memakai per-hiasan
yang berlebihan; (m) mentaati perintah bapak/ibu guru; (n) mentaati tata
tertib sekolah.
3. Pengembangan Diri
Implementasi pendidikan karakter di SMK melalui program pe-
ngembangan diri. Program pengembangan diri adalah berbagai macam
program tambahan yang diselenggarakan oleh pihak sekolah guna
menunjang terwujudnya karakter dan kepribadian siswa, serta kegiatan
yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan,
bakat, minat, setiap peserta didik dan kondisi sekolah.
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan dibimbing oleh
konselor, guru, atau te naga kependidikan lainnya yang dapat dilakukan
dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Contoh pramuka, olahraga, teater,
marching band.
Pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif,
tetapi harus juga menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam
kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Oleh karena itu
implementasi pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran
pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma
atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan,
dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.
1. Bentuk bentuk pengejawantahan dari implementasi pendidikan karakter
di SMK ini misalnya dilakukan dengan memberikan ruang dan waktu
yang cukup bagi siswa, guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk
melakukan/menyelenggaraakan kegiatan-kegiatan ektrakurikuler.

14
Kegiatan ekstrakulikuler ini merupakan salah satu media yang potensial
untuk pembinaan karakter, kemampuan, rasa tanggung jawab sosial,
bekerja sama, menghargai orang lain, serta mengembangkan potensi dan
prestasi peserta didik. Peningkatan mutu akademik peserta didik dengan
kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang
secara khusus diselenggarakan oleh pendidik atau tenaga kependidikan
yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.
2. Bentuk lainnya adalah mengoptimalkan peran dan fungsi kegiatan BK
(bimbingan Konseling) dan BP (bimbingan penyuluhan) di sekolah. BK
ini sebagai media pengarah dan pembimbing siswa mempunyai tujuan
untuk mendorong: perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang
akan datang, mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang
dimilikinya seoptimal mungkin, menyesuaikan diri dengan lingkungan
pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya, mengatasi
hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan
lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja. Jadi
sangat jelas bahwa BK merupakan salah satu komponen yang sangat
penting didalam dunia pendidikan sebagai salah satu yang dapat
mendorong pembentukan karakter yang baik pada siswa. Harus
dilenyapkan dalam pikiran siswa bahwa BK/BP adalah POLISI
SEKOLAH dan institusi penghukuman bagi siswa nakal dan bermasalah.
3. Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen
atau pengelolaan sekolah. . Pengelolaan tersebut antara lain
meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum,
pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan
komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah
merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di
sekolah.

15
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
2. Pendidikan pembentukan karakter merupakan salah satu media yang
potensial untuk pembinaan karakter, kemampuan, rasa tanggung jawab
sosial, bekerja sama, menghargai orang lain, serta mengembangkan
potensi dan prestasi sisw.
3. Dengan pendidikan pembetukan karakter ini dapat menjadi sebagai
pemicu atau pendorong perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa
yang akan datang, menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan,
lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya, mengatasi hambatan
dan kesulitan yang dihadapi dalam studi.
4. Menghilangkan atau mengurangi dampak negatif siswa yang sering
tawuran, banyaknya siswa yang tidak siap (mental) menghadapi Ujian
nasional, adanya siswa pecandu Narkoba, dan dampak negative lainnya.
5. Disamping itu dengan memahami dan menempatkan siswa SMK sebagai
remaja, maka Guru, pendidik dan instruktur dapat mengadakan
pendekatan dan pendidikan yang pas pada remaja. Dibutuhkan
kemampuan untuk dapat memahami tentang siapa dan bagaimana remaja
itu. Adapun cara-cara yang dapat ditempuh oleh orangtua/pendidik adalah
dengan mengetahui prinsip-prinsip perkembangan, perkembangan
psikologis, dan tugas-tugas perkembangan remaja. Dari pengetahuan ini
diharapkan orangtua/pendidik dapat membantu mengembangkan potensi-
potensi yang dimiliki remaja, agar dapat teraktualisasi secara optimal,

16
serta menghindarkan mereka dari perilaku-perilaku distruktif yang akan
merugikan semua pihak
B. Saran
Perlu diperluas cakupan wilayah penelitian. Hal ini dilakukan dengan
pertimbangan perbedaan kearifan lokal di setiap daerah. Model pendidikan ini
perlu diterapkan untuk mengetahui tingkat efektifitas penerapan model
pendidikan karakter terhadap pembentukan karakter peserta didik itu sendiri.

17
DAFTAR PUSTAKA

Alicia Komputer. 2008. Teori Pembentukan Karakter. Diambil dari URL:


http://koleksi-skripsi.blogspot.com/2008/07/teori-pembentukan-
karakter.html. Diakses pada tanggal: Mei 2018.

Dwi Siswoyo. 2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Hlm 20-50.

Echols, J.M. & Shadily, H. (1996). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia.

Harlock, E.B .1997. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan ) Alih Bahasa Istiwidayati dan Soedjarwo. Jakarta :
Erlangga.

Kamelia, Muthia. 2007. Hubungan Keterpaparan Erotika Media Massa dan Peer
Group dengan Perilaku Seksual Remaja. Karya Tulis Ilmiah Fakultas
Kedokteran, Universitas Andalas, Padang, hlm. 43.

Kemdiknas. (2011). Pedoman pelaksanaan pendidikan karakter (berdasarkan pe-


ngalaman di satuan pendidikan rintis-an). Jakarta: Balitbang Puskurbuk.

Krathwohl, D.R., Bloom, B.S., and Masia, B.B. (1964). Taxonomy of educational
objectives: handbookII: affective do-main. New York: David McKay Co.

Mohanis. 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Siswa


SLTA Negeri (SMU, SMK, MA) di Kota Padang Tahun 2003. Tesis Faculty
of Public Health Universitas Indonesia, Jakarta.

Nursal, Dien G.A. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku


Seksual Murid SMU Negeri di kota Padang Tahun 2007. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, FK Universitas Andalas, hlm. 176-178.

Putu Sudira, (2011). Pendidikan Kejuruan dan Vokasi Berbasis Tri Hita Karana.
dalam (Prosiding Kongres Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan),
Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila Universitas Gajah Mada.

Samani, M. & Hariyanto. (2012). Konsep dan model pendidikan karakter.


Bandung : PT. Remaja Rosyda Karya.

Sarwono W. Sarlito .2008. Psikologi Remaja. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Suyata. (2011). Pendidikan karakter: dimensi filosofis dalam Pendidikan


Karakter: dalam perspektif teori dan praktik. Zuchdi, D. (Ed.).Yogyakarta:
UNY Press, Cet.1.

18

Anda mungkin juga menyukai