Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Medikal di
Ruang 26i RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang
OLEH :
115070201111021
KELOMPOK 2
REGULER 1
MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi GBS
Guillain Barre Syndrom (GBS) didefinisikan sebagai sebuah penyakit demyelinisasi
neurologist. Terjadi secara akut, berkembang dengan cepat. Biasanya mengikuti pola
ascending (merambat ke atas) mengenai akar saraf-saraf spinal dan perifer. Terkadang
mengenai saraf-saraf cranial. Memiliki rangkaian klinis dengan variabel yang tinggi.
(Symposium Guillain BarreSyndrom, di Brussel, 1937).
Guillain Bare’ Syndrom adalah ganguan kelemahan neuro-muskular akut yang
memburuk secara progresif yang dapat mengarah pada kelumpuhan total, tatapi
biasanya paralisis sementara ( Doenges:369)
GBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas,
suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya
sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya disfungsi motorik, sensorik, dan otonom.
Guillain Barre Syndrome (GBS) atau yang dikenal dengan Acute Inflammatory
Idiopathic Polyneuropathy (AIIP) atau yang bisa juga disebut sebagai Acute Inflammatory
Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) adalah suatu penyakit pada susunan saraf yang
terjadi secara akut dan menyeluruh, terutama mengenai radiks dan saraf tepi, kadang-
kadang mengenai saraf otak yang didahului oleh infeksi. Penyakit ini merupakan penyakit
dimana sistem imunitas tubuh menyerang sel saraf.
Fungsi dari myelin :
1. Fungsi dari selubung mielin adalah untuk memfasilitasi konduksi impuls listrik melalui
sel-sel saraf. Selubung mielin terbuat dari modifikasi membran plasma yang melilit
akson saraf dalam pola spiral. Selubung mielin sangat penting untuk berfungsinya
sistem saraf.
2. Fungsi mielin adalah melindungi akson dan memberi nutrisi.
3. Klasifikasi
Klasifikasi Guillain Barre Syndrom
a. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), yang merupakan jenis GBS yang paling
banyak ditemukan, dan sering disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh respon
autoimun yang menyerang membrane sel Schwann.
b. Sindroma Miller Fisher (MFS), merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan
bermanifestasi sebagai paralisis desendens, berlawanan dengan jenis GBS yang biasa
terjadi. Umumnya mengenai otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala, yakni
oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b dalam 90% kasus.
c. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina; menyerang nodus
motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko. Hal ini disebabkan oleh respon
autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini musiman dan
penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Didapati antibodi Anti-GD1a,
sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN.
d. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN), mirip dengan AMAN, juga menyerang
aksoplasma saraf perifer, namun juga menyerang saraf sensorik dengan kerusakan
akson yang berat. Penyembuhan lambat dan sering tidak sempurna.
e. Neuropati panautonomik akut, merupakan varian GBS yang paling jarang; dihubungkan
dengan angka kematian yang tinggi, akibat keterlibatan kardiovaskular dan disritmia.
f. Ensefalitis batang otak Bickerstaff’s (BBE), ditandai oleh onset akut oftalmoplegia,
ataksia, gangguan kesadaran, hiperefleksia atau refleks Babinski (menurut Bickerstaff,
1957; Al-Din et al.,1982). Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun diikuti fase
remisi dan relaps. Lesi luas dan ireguler terutama pada batang otak, seperti pons,
midbrain, dan medulla. Meskipun gejalanya berat, namun prognosis BBE cukup baik.
4. Etiologi
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya
dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan
mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
a. Infeksi
b. Vaksinasi
c. Pembedahan
d. Penyakit sistematik :
Keganasan
Systemic lupus erythematosus
Tiroiditis
Penyakit Addison
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi
terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli
membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindrom ini adalah melalui
mekanisme imun. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesis merupakan mekanisme yang
menimbulkan jejas saraf tepi pada sindrom ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity)
terhadap agen infeksious pada saraf tepi,
2. Adanya auto-antibody terhadap sistem saraf tepi,
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh
darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demielinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan
imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering
adalah infeksi virus.
Lokasi GBS yang menyerang sistem nervus perifer.
Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan
berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan
pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein
myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen.
6. Fase-Fase GBS
Fase Guillain Barre Syndrom
Perjalan penyakit ini terdiri dari 3 fase,yaitu:
a. Fase progresif
Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai gejala
menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan timbul nyeri, kelemahan
progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi tergantung
seberapa berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir klinis
pada waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan
mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan
fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.
b. Fase plateau.
Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak didapati baik
perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun derajat
kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan terutama
dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada.
Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi,
keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini.
Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus, serta
fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta
kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan
dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien langsung mencapai
fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan di fase
plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan.
c. Fase penyembuhan
Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan perbaikan dan
penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang
menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf
mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk membentuk
otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta
mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara optimal. Kadang masih
didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga
bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali
dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan samapi waktu
yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari derajat
kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.
a. Kelumpuhan
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot eksremitas tipe lower motor
newron. Pada sebagian besar kellumphan di mulai dari kedua eksremitas bawah
kemudian menyebar secara asenden ke badan anggota gerak atas dan saraf kranialis
kadang-kadang juga bisa ke empat anggota di kenai secara anggota kemudian
menyebar ke badan dan saraf kranialis.
b. Gangguan sensibilitas
Parastesia biasanya lebih jelas pada bagian distal eksremitas, muka juga bisa di kenai
dengan distribusi sirkumolar. Defesit sensori objektif biasanya minimal. Rasa nyeri otot
sering di temui seperti rasa nyeri setelah suatu aktivitas fisik
c. Saraf kranilis
Yang paling sering di kenal adalah N.VI. kelumpuhan otot sering di mulai pada satu sisi
tapi kemudian segera menjadi bilateral sehingga bisa di temukan berat antara kedua
sisi. Semua saraf kranialis bisa di kenai kecuali N.I dan N.VIII. diplopia bisa terjadi akibat
terkena N.IV atau N.III. bila N.IX dan N.X terkena akan menyebabkan gangguan sukar
menelan disfonia dan pada kasus yang berat menyebabkab pernapasan karena paralis
dan laringeus
e. Kegagalan pernapasan
Kegagalan pernapasan merupakan koomplikasi utam yang dapat berakibat fatal bila
tidak di tangani dengan baik. Kegagalan pernapasan ini di sebabkan paralisis
pernapasan dan kelumpuhan otot-otot pernapasan, yang di jumpai pada 10-33%
penderita
f. Papiledema
Kadang-kadang di jumpai papiledem, penyebabnya belum di ketahui dengan pasti di
duga karena penindian kadar protein dalam otot yang menyebabkan penyumbatan
arachcoidales sehingga absorbsi cairan otak berkurang
Pemeriksaan darah
Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke
bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit.
Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang ditemui. Laju endap darah
dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah satu gejala.
Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat
Dengan peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf pada
kultur jaringan.Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus,
menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya
jarang karena virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.
Elektrokardiografi (EKG)
Menunjukkan adanya perubahan gelombang T serta sinus takikardia. Gelombang T akan
mendatar atauinverted pada lead lateral. Peningkatan voltase QRS kadang dijumpai,
namun tidak sering.
b. Penatalaksanaan nyeri
Penatalaksanaan nyeri dapat menjadi bagian dari perhatian pad pasien dengan
SGB. Nyeri otot hebat biasanya menghilang sejalan dengan pulihnya kekuatan otot. Unit
stimulasi listrik transkutan dapat berguna pada beberapa orang. Setelah itu nyeri
merupakan hiperestetik. Beberapa obat dapat memberikan penyembuhan sementara.
Nyeri biasanya memburuk antara pukul 10 malam dan 4 pagi, mencegah tidur, dan
narkotik dapat saja digunakan secara bebas pada malam hari jika pasien tidak
mengkompensasi secara marginal karena narkotik dapat meningkatkan gagal
pernafasan. Dalam kasus ini, pasien biasanya diintubasi dan kemudian diberikan
narkotik.
c. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat harus dipertahankan. Jika pasien tidak mampu untuk
makan per oral, dapat dipasang selang peroral. Selang makan, bagaimana pun, dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit, jadi dibutuhkan pemantauan dengan cermat
oleh dokter dan perawat.
d. Gangguan tidur
Gangguan tidur dapat menjadi masalah berat untuk pasien dengan gangguan
ini,terutama karena nyeri tampak meningkat pada malam hari. Tindakan yang
memberikan kenyamanan, analgesic dan kontrol lingkungan yang cermat (mis,
mematikan lampu, memberikan suasana ruangan yang tenang) dapat membantu untuk
meningkatkan tidur dan istirahat. Juga harus selalu diingat bahwa pasien yang
mengalami paralise dan mungkin pada ventilasi mekanik dapat sangat ketakutan sendiri
pada malam hari, karena ketakutan tidak mampu mendapat bantuan jika ia mendapat
masalah. Harus disediakan cara atau lampu pemanggil sehingga pasien mengetahui
bahwa ia dapat meminta bantuan. Membuat jadwal rutin pemeriksaan pasien juga dapat
membantu mengatasi ketakutan.
e. Dukungan emosional
Ketakutan, keputusasaan, dan ketidakberdayaan semua dapat terlihat pada
pasien dan keluarga sepanjang perjalanan terjadinya gangguan. Penjelasan yang
teratur tentang intervensi dan kemajuan dapat sangat berguna. Pasien harus
diperbolehkan untuk membuat keputusan sebanyak mungkin sepanjang perjalanan
pemulihan. Kadang pasien seperti sangat sulit untuk dirawat karena mereka
membutuhkan banyak waktu perawat. Mereka dapat menggunakan bel pemanggil
secara berlebihan jika merasa tidak aman. Perawat harus mempertimbangkan untuk
membiarkan keluarga menghabiskan sebagian waktu lebih banyak bersama pasien.
Dengan menyediakan perawat primer dapat memberikan pasien dan keluarga rasa
aman, mengetahui bahwa ada seseorang yang dapat menjadi sumber informasi dengan
konsisten. Pertemuan tim dengan pasien dan keluarga harus dilakukan secara.
Farmakologi
Sindroma Guillain-Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan pasien
diatasi di unit intensif care. Pasien yang mengalami masalah pernapasan memerlukan
ventilator yang kadang-kadang dalam waktu yang lama.
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum
bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu
dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup
tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah
mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas
(imunoterapi).
a. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak
mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
b. Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan
hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu
nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan
dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari.
Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu
pertama).
Metode ini digunakan untuk menghilangkan antibody dari darah. Prosesnya
meliputi pengambilan darah dari tubuh, biasanya dari tangan, darah dipompa ke
mesin yang memisahkan antibody, kemudian mengembalikannya lagi ke tubuh
pasien.
Rejimen yang kami gunakan menghilangkan 200 sampai 250 ml/kg plasma
dalam 4 sampai 6 penanganan pada selang beberapa hari atau dalam jangka waktu
yang lebih pendek jika tidak ada koagulopati. Cairan pengganti yang digunakan yaitu
larutan saline dikombinasikan dengan 5% albumin. Akses vena yang besar biasanya
membutuhkan insersi dari subclavia atau kateter internal jugular, dan ini dapat
menjadi sumber utama komplikasi (pneumothorax, infeksi, hemoragik). Pada
kebanyakan pasien, penatalaksanaan ini dapat dilakukan melalui vena antekubiti.
Saat prosedur, hipotensi, hipoprotrombinemia dengan perdarahan (biasanya
epitaksis) dan aritmia jantung dapat terjadi. Beberapa grup memilih untuk
menggunakan kadar fibrinogen, yang saat menurun saat dilakukannya
plasmapharesis, sebagai meteran untuk risiko dari potensi hemoragik sebelum
memulai pemeriksaan dan penggantian berikutnya. Hepatitis dan AIDS tidak berisiko
jika plasma diganti dengan albumin dan saline dibanding dengan pooled plasma.
c. Pengobatan imunosupresan:
- Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gammamun (immunoglobulin) intervena lebih
menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi
lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan
dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
Kecepatan laju infusnya <200ml/jam. Tujuan pemberian obat ini adalah
menetralisir plasma darah yang tengah merusak saraf. "Dengan dosis tepat yang
disuntikkan ke dalam pembuluh darah, gen antibodi perusak diharapkan bisa
netral kembali. Namun patut dicatat, pada sekitar 20% pasien, obat tersebut
menimbulkan efek samping berupa nyeri otot dan kedinginan.
Metode ini digunakan untuk memblok antibody dengan menggunakan
dosis tinggi dari immunoglobulin (IVIG). Pada kasus ini, immunoglobulin
dimasukkan ke dalam darah dalam jumlah besar, yang mengakibatkan
terhambatnya antibody yang menyebabkan inflamasi.
The Dutch Study Group telah menemukan bahwa intravenous
administration of immune globulin(0,4g/kg per hari untuk 5 hari berturut-turut)
sama efektifnya dengan penggantian plasma dan lebih mudah serta mungkin
lebih aman karena tidak dibutuhkannya akses intravena yang besar. Hasil dari
penelitian yang dilakukan dengan membandingkan dua model penatalaksanaan
dan dievaluasi secara berkala. Pada percobaan akhir ada tren dimana hasil lebih
baik ada pada pasien yang menerima pertukaran plasma, dan hasilnya lebih
bagus lagi pada grup yang memberikan pergantian plasma diikuti dengan 5 hari
pemberian immuno globulin. Kebanyakan pasien mentoleransi penatalaksanaan
IVIG dengan baik. Gagal ginjal, proteinuria, dan meningitis asepsis, yang
berbentuk sakit kepala hebat, dan komplikasi langka. Satu-satunya reaksi serius
yang ditemukan pada beberapa pasien yang secara kongenital kekurangan IgA
dan yang mendapatkan pooled gamma globulin mengakibatkan anafilaksis dan
inflamasi lokal vena thrombosis
- Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
a. 6 merkaptopurin (6-MP)
b. Azathioprine
c. Cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.
a. Respirasi
Monitor ketat frekuensi dan pola nafas yaitu monitor oksimetri dan AGD. Pernafasan
mekanik, perawatan pasien dengan ventilator mekanik.
b. Kardiovaskuler : monitor ketat frekuensi, irama, kekuatan denyut nadi (HR ) dan
tekanan darah (blood pressure ).
e. Physioterapi
Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien GBS meliputi beberapa penilaian yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada
klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang
secara sadar biasa digunakan klien selama masa stres meliputi kemampuan
klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan
perubahan perilaku akibat stres.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan
pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga memasukkan
pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis
yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam
mengkaji terdiri dari dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh
defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana
pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam
sistem dukungan individu.
b. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
Pada klien GBS biasanya didapatkan suhu tubuh normal. Penurunan denyut
nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda penurunan curah jantung.
Peningkatan frekuensi pernapasan berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan dan adanya
akumulasi sekret akibat insufisiensi pernapasan. TD didapatkan ortostatik
hipotensi atau TD meningkat (hipertensi transien) berhubungan dengan penurunan
reaksi saraf simpatis dan parasimpatis.
B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan karena
infeksi saluran pernapasan dan paling sering didapatkan pada klien GBS
adalah penurunan frekuensi pernapasan karena melemahnya fungsi otot-otot
pernapasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan GBS
berhubungan akumulasi sekret dari infeksi saluran napas.
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler pada klien GBS didapatkan bradikardi
yang berhubungan dengan penurunan perfusi perifer.Tekanan darah didapatkan
ortostatik Hipotensi atau TD meningkat ( hipertensi transien ) berhubungan
dengan penurunan reaksi saraf simpatis dan parasimpatis.
B3 (Brain)
Merupakan pengkajian focus meliputi :
Tingkat kesadaran
Pada klien GBS biasanya kesadaran compos mentis ( CM ). Apabila klien
mengalami penurunan tingkat kesadaran maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai dan sebagai bahan evaluasi untuk monitoring
pemberian asuhan keperawatan.
Fungsi serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik
yang pada klien GBS tahap lanjut disertai penurunan tingkat kesadaran
biasanya status mental klien mengalam perubahan.
System motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada klien
GBS tahap lanjut mengalami perubahan. Klien mengalami kelemahan
motorik secara umum sehingga menggaganggu moblitas fisik .
Pemeriksaan reflexs
Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum,
periosteum derajat reflexs dalam respons normal.
Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kejang, Tic,dan distonia.
System sensorik
Parestesia ( kesemutan kebas ) dan kelemahan otot kaki, yang dapat
berkembang ke ekstrimtas atas, batang tubuh, dan otot wajah. Klien
mengalami penurunan kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan
suhu.
B4 (Bladder)
Terdapat penurunan volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan
penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutris pada klien GBS menurun karena anoreksia dan kelemahan
otot-otot pengunyah serta gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan
via oral kurang terpenuhi.
B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menururnkan
mobilitas pasien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien
lebh banyak dibantu orang lain.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis GBS sangat bergantung pada :
a. Riwayat penyakit dan perkembangan gejala-gejala klinik.
b. Lumbal pungs dapat menunjukkan kadar protein normal pada awalnya dengan
kenaikan pada mnggu ke-4 sampai ke-6. Cairan spinal memperlihatkan adanya
peningkatan konsentrasi protein dengan menghitung jumlah sel normal.
c. Pemeriksaan konduksi saraf mencatat transmisi impuls sepanjang serabut saraf.
Pengujan elektrofisiologis diperlihatkan dalam bentuk lambatnya laju konduksi
saraf.
d. Sekitar 25% orang dengan penyakit ini mempunyai antibody baik terhadap
cytomegalovirus atau virus Epstein-Barr. Telah ditunjukkan bahwa perubahan
respons imun pada antigen saraf tepi menunjang perkembangan gangguan.
e. Uji fungsi pulmonal dapat dilakukan jika GBS terduga, sehingga dapat ditetapkan
nilai dasar untuk perbandingan sebagai kemajuan penyakit. Penurunan kapasitas
pulmonal dapat menunjukkan kebutuhan akan ventilasi mekanik.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yakni :
1. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan progresif cepat
otot-otot pernapasan dan ancaman gagal pernapasan
2. Resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan perubahan
frekuensi, irama, dan konduksi listrik jantung.
3. Resiko gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan mengunyah dan menelan makanan.
4. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,
penurunan kekuatan otot, dan penurunan kesadaran.
5. Cemas yang berhubungan dengan kondisi sakit dan prognosis penyakit yang
buruk.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan progresif cepat otot-
otot pernapasan dan ancaman gagal pernapasan
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan pola napas kembali efektif.
Criteria hasil : secara subjektif sesak napas (-),RR 16-20x/menit. Tidak menggunakan otot
bantu pernapasan, gerakan dada normal
Intervensi Rasional
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas Menjadi parameter monitoring serangan gagal
tambahan, perubahan irama dan napas dan menjadi data dasar intervensi selanjutnya
kedalaman, penggunaan otot bantu
pernapasan
Evaluasi keluhan sesak napas bak Tanda dan gejala meliputi adanya kesukaran
secara verbal maupun nonverbal bernapas saat bicara, pernapasan dangkal dan
ireguler,takikardia dan perubahan pola napas.
Pantau frekuensi jantung dan irama Perubahan frekuensi dan irama jantung
menunjukkan komplikasi disritma.
Kolaborasi :
Berikan O2 tambahan sesuai indikasi Dapat meningkatkan saturasi oksgean dalam
darah
Resiko gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
ketdakmampuan mengunyah dan menelan makanan
Tujuan : pemenuhan nutrisi klien terpenuhi
Criteria hasil : setelah dirawat tiga hari klien tidak terjadi komplikasi akibat penurunan
asupan nutrisi
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam Perhatian yang diberikan untuk nutrisi yang
pemenuhan nutrisi klien oral adekuat dan pencegahan kelemahan otot karena
kurang makanan.
Monitor komplikasi akibat paralisis Ilius paralisis dapat disebabkan oleh insufisiensi
akibat insufisisensi aktivitas aktivitas parasimpatis. Dalam kejadian ini,
parasimpatis makanan melalui intravena dipertimbangkan
diberikan oleh dokter dan perawat mementau
bising usus sampai terdengar
Berikan nutrisi via NGT Indikasi jika klien tidak mampu menelan melalui
oral
Berikan nutrisi via oral bila paralis Bila klien dapat menelan, makanan melalui oral
menelan berkurang diberikan perlahan-lahan dan sangat hati-hati
Dekatkan alat dan sarana yang Bila pemulihan mulai untuk dlakukan, klien
dibutuhkan klien dalam pemenuhan dapat hipotensi ortostatik ( dari disfungsi otonom )
aktivitas sehari-hari dan kemungkinan membutuhkan meja tempat tidur
untuk menolong mereka mengambil posisi duduk
tegak
Monitor komplikasi gangguan mobilitas Deteksi awal thrombosis vena profunda dan
fisik dekubitus sehingga dengan penemuan yang cepat
penanganan lebih mudah dilaksanakan.
Kolaborasi dengan tim fisisoterapis Mencegah deformities kontraktur dengan
menggunakan pengubahan posisi yang hati-hati
dean lathan rentang gerak
Cemas yang berhubungan dengan kondisi sakit dan prognosis penyakit yang buruk
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi kecemasan hilang atau
berkurang
Criteria hasil : mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang
mempengaruhinya, dan menyatakan cemas berkurang
Intervensi Rasonal
Bantu klien mengekspresikan Cemas berkelanjutan dapat memberikan dampak
perasaan marah, kehilangan, dan serangan jantung selanjutnya
takut
Kaji tanda verbal dan non verbal Reaksi verbal atau nonverbal dapat menunjukkan
kecemasan, dampingi klien, dan rasa agitasi, marah dan gelisah
lakukan tundakan bila menunjukkan
perilaku merusak
Hindari konfrantasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan mungkin
memperlambat penyembuhan
Mulai melakukan tindakkan untuk Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu
mengurangi kecemasan. Beri
lingkungan yang tenang dan suasana
penuh istirahat
Orientasikan klien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan kecemasan
rutin dan aktivitas yang diharapkan
Daftar Pustaka