Anda di halaman 1dari 3

SUMMARY

Penatalaksanaan yang aman dengan efek samping minimal merupakan hal yang sangat
dibutuhkan sebagai profilaksis cytomegalovirus pada transplantasi sel hematopoietik untuk
menekan angka kesakitan dan kematian. Beberapa terapi yang bekerja dengan menargetkan dna
polimerase cytomegalovirus memberikan hasil, namun disertai efek samping yang berbahaya
pula. Selain itu meningkatnya kasus resistensi terhadap antivirus membuat para peneliti harus
segera menemukan terapi alternatif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui
bahwa letermorvir 240 mg berpotensi sebagai profilaksis infeksi cytomegalovirus terutama pada
kasus transplantasi sel hematopoietic alogenik dibandingkan dengan pemberian Latermorvir
dengan dosis 60 mg dan 120 mg, gansiklovir serta valgansiklovir

Cytomegalovirus merupakan virus umum yang dapat menginfeksi siapa saja.


Kebanyakan orang tidak mengetahuinya karena tidak menimbulkan gejala penyakit tertentu.
Penyakit Cytomegalovirus ini merupakan penyakit yang dihasilkan dari replikasi CMV saat
reaktivasi atau infeksi baru yang bersifat kronis, penyakit ini berpotensi mengancam jiwa pada
pasien dengan system imun rendah. Dewasa ini telah banyak pengobatan yang diberikan sebagai
profilaxis seperti iv/oral gansiklovir, valganciclovir, iv foscarnetatau sidovovir. Meskipun
memberikan hasil, namun obat-obatan tersebut memiliki efek samping yang berbahaya seperti
mielosupresi (neutropenia/ trombositopenia dengan gansiklovir, valganclovir dan sidofovir) dan
toksisitas ginjal (foscarnet dan sidofovir). Penatalaksanaan dengan efek samping minimal
merupakan hal yang dibutuhkan untuk pasien. Letermovir (sebelumnya dikenal sebagai AIC246)
sangat efektif sebagai agen anti-CMV baru dengan mekanisme menargetkan terminase subunit
virus PUL56. Komponen dari kompleks terminase terlibat dalam pembelahan DNA virus
Dengan demikian, letermovir menjadi pilihan pengobatan baru yang potensial untuk pasien yang
terinfeksi dengan strain CMV dan resisten terhadap antiviral tertentu.

Infeksi Cytomegalovirus merupakan penyebab utama penyakit dan kematian pada pasien
yang menjalani proses transplantasi sel hematopoietic alogenik dimana perawatan dan
pengobatan yang tersedia sangat terbatas disertai efek toksik yang ditimbulkan. Infeksi
cytomegalovirus pada manusia umumnya asimtomatik, tetapi dapat memperlihatkan gejala
penyakit yang parah pada pasien dengan penurunan system imun. Cytomegalovirus ditularkan
melalui kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi dengan cairan seperti air liur.Gejala yang
ditimbulkan oleh infeksi Cytomegalovirus pada pasien pasca-transplantasi mulai dari gejala
ringan yaitu demam, leukopenia, dapat berkembang menjadi berat dengan keterlibatan organ
lainnya gejalanya juga termasuk viremia, pneumonitis, enteritis, dan retinitis bahkan dapat
menyebabkan kematian pada beberapa kasus. Infeksi Cytomegalovirus juga dapat menyebabkan
cacat berat pada janin kongenital terinfeksi, termasuk gangguan pendengaran sensorineural yang
mungkin semakin memburuk setelah lahir. Dengan demikian, dibutuhan antivirus yang efektif
dalam menekan infeksi Cytomegalovirus pada beberapa populasi pasien untuk mengurangi
angka kesakitan dan angka kematian pada populasi tersebut. Oleh karena itu, percobaan ini
dirancang untuk menilai keamanan dan keefektifan letermovir oral dibandingkan dengan plasebo
untuk profilaksis terhadap CMV viremia pada penyakit setelah transplantasi sel hematopoietik
alogenik.

Dengan tujuan untuk mengurangi populasi penyakit dan kematian pada pasien yang
menjalani proses transplantasi sel hematopoietic alogenik maka pada tanggal 29 Maret 2010 dan
17 Oktober 2011 yang dilakukan percobaan di 19 pusat transplantasi (9 di Jerman, 10 di Amerika
Serikat sesuai dengan International Conference on Harmonization Guidelines. Pada percobaan
pertama ini dilakukan dengan menggunakan antivirus letermovir yang dikonsumsi sekali sehari
secara oral dengan dosis 60 mg, 120 mg, atau 240 mg atau plasebo yang cocok untuk 12 minggu.
Percobaan ini dilakukan pada 131 pasien dimana 98 pasien menerima letermorvir (33 pasien
menerima 60mg perhari, 31 pasien menerima 120 mg perhari dan 34 pasien menerima 240 mg
perhari) 33 pasien menerima plasebo. Pasien dievaluasi setiap minggu sampai hari 85 untuk
mendeteksi CMV, status penyakit CMV, dan keamanan. Rincian obat dan kepatuhan terhadap
studi didokumentasikan. Farmakokinetik sampling juga dilakukan. Dan secara signifikan tidak
ada kasus yang diamati dari kegagalan virologi pada kelompok pasien yang menerima letermovir
dengan dosis 240 mg per hari. Kegagalan virologi terjadi pada 6% dari pasien dalam kelompok
120-mg, 15% dari pasien dalam kelompok 60-mg, dan 24% dari pasien pada kelompok plasebo.
Dengan efek samping yang ditimbulkan selama pengobatan adalah gangguan pencernaan seperti
mual, muntah, diare (66% letermorvir dan 61% plasebo), sedangkan hasil laboratorium
menunjukkan efek samping minimal pada hematopoietik atau toksisitas ginjal pada kelompok
pasien pasien yang menerima letermorvir. Analisis menunjukkan 5 pasien meninggal selama
percobaan, empat kematian akibat gangguan yang muncul selama pengobatan (satu pasien yang
menerima 60 mg per hari meninggal akibat GVHD, satu pasien yang menerima 60 mg per hari
meninggal karena leukemia myeloid akut, satu pasien yang menerima 240 mg per hari meninggal
karena pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya dan satu pasien yang menerima plasebo
meninggal karena pneumonia bakteri). Tetapi tidak satu pun dari kematian tersebut berhubungan
dengan obat studi atau penyakit CMV. Penghentian obat studi karena efek samping yang muncul
selama pengobatan adalah dua kali lebih umum dibandingkan kelompok plasebo seperti pada
kelompok letermovir (58% dan 26%), dan penghentian paling sering disebabkan oleh infeksi
(terutama infeksi CMV) (di 39% kelompok plasebo dan 14% pasien kelompok letermovir).

Terlihat dalam gambar 1. Kaplan-Meier Plot, tampak data pasien yang mengalami
kegagalan dalam masa percobaan diakibatkan karna menghentikan obat kurang dari 12 minggu
dan terdapat data pasien yang menyelesaikan pengobatan sesuai dengan waktu yang telah
disepakati. Analisis ini melibatkan 20 pasien yang kemudian terbukti memiliki DNA
sitomegalovirus terdeteksi antara skrining dan hari 1 (5 pasien pada kelompok plasebo dan,
dalam kelompok letermovir, 4 pasien dalam kelompok 60-mg, 7 pasien dalam 120-mg
kelompok, dan 4 pasien dalam kelompok 240-mg). P = 0,002 untuk perbandingan letermovir
dengan dosis 240 mg per hari dengan plasebo menunjukkan hasil keberhasilan yang lebih besar
dari letermovir dengan dosis 240 mg per hari dibandingkan dengan dosis 120 mg per hari pada
kedua populasi.

Jadi, berdasarkan farmakokinetik dan keamanan profil dari letermovir yang diperoleh
dari percobaan pertama dan percobaan kedua tampak bahwa dosis sekali sehari 240 mg akan
mencapai hasil yang efektif. Penghambatan proses terminasi adalah mekanisme kerja yang
diusulkan oleh antivirus letermorvir dimana kompleks terminase ini digunakan dalam
pematangan, penyusunan yang berguna untuk pembentukan dna virus. Selanjutnya, mengingat
risiko efek samping yang lebih rendah pada bidang hematologi dan toksisitas ginjal
dibandingkan dengan obat lainnya. Letermovir berpotensi sebagai obat lini pertama untuk
pencegahan dan pengobatan penyakit cytomegalovirus pada transplantasi sel hematopoietik
alogenik.

Anda mungkin juga menyukai