Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS BANGSAL

Stroke Non Hemoragik

Pembimbing :
dr. Hernawan, Sp.S

Disusun oleh :
Kurniawan Wijaya G4A016001

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2017
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS:
Stroke Non Hemoragik

Pada tanggal, Desember 2017

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti


program profesi dokter di Bagian Ilmu Kesehatan Saraf
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Disusun oleh :
Kurniawan Wijaya G4A016001

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Hernawan, Sp.S


I. Pendahuluan

Menurut WHO (World Healh Organization) stroke didefinisikan suatu


gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak1. Stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga yang paling
sering setelah penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat1,2.
Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan
sehingga orang yang mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang
lain – pada kelompok usia 45 tahun ke atas dan angka kematian yang
diakibatnya cukup tinggi.12
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan
atas gambaran klinik, patologi anatomi, sistem peredaran darah dan
stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis
stroke mempunyai cara pengobatan, preventif, dan prognosis yang berbeda,
walaupun patogenesisnya serupa. Klasifikasi patologi anatomi dan
penyebabnya berupa1:
1. Stroke Iskemik (Non-Hemoragik)
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis Serebri
c. Emboli Serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan Intraserebral
b. Perdarahan Subarakhnoid
Stroke iskemik atau stroke non-hemoragik terjadi akibat penutupan
aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka terjadi serangkaian proses
patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler
berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan kerusakan
fungsi dan integritas susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian
neuron3,4. Stroke non-hemoragik lebih sering dijumpai dan diagnosisnya
mudah ditegakkan, yaitu timbulnya defisit neurologik secara mendadak
(misalnya hemiparesis), dan kesadaran umumnya tidak menurun5,6

.
II. Tinjauan Pustaka

2.1. Definisi
Stroke non-hemoragik merupakan gangguan peredaran darah
pada otak yang dapat berupa penyumbatan pembuluh darah arteri,
sehingga menimbulkan infark/iskemik. Umumnya terjadi pada saat
istirahat. Tidak terjadi perdarahan dan kesadaran umumnya baik. Stroke
non-hemoragik terjadi karena penurunan aliran darah sampai ke bawah
titik kritis, sehingga terjadi gangguan fungsi pada sebagian jaringan
otak. Bila hal ini lebih berat dan berlangsung lebih lama dapat terjadi
infark dan kematian. Berkurangnya aliran darah ke otak dapat
disebabkan oleh berbagai hal misalnya trombus, emboli yang
menyumbat salah satu pembuluh darah, atau gagalnya pengaliran darah
oleh sebab lain, misalnya kelainan jantung (fibrilasi, asistol) 5,6.

2.2. Anatomi Perdarahan Otak


Vaskularisasi susunan saraf pusat sangat berkaitan dengan tingkat
kegiatan metabolisme pada bagian tertentu dan ini berkaitan dengan
banyak sedikitnya dendrit dan sinaps di daerah tersebut. Pembuluh
darah utama yang mendarahi otak ialah sepasang arteria karotis interna
dan sepasang arteria vertebralis. Dari kedua sumber pendarah itu akan
berhubungan membentuk kolateral yang disebut sirkulus Willisi.
Sistem kolateral juga dijumpai pada pembuluh-pembuluh yang berada
di dalam jaringan otak. Penyaluran darah selanjutnya melalui sistem
vena yang akan bermuara ke dalam sinus duramatris7.
Pada permukaan otak, arteri pendarah membentuk anastomosis
yang cukup, sedangkan anastomosis di dalam jaringan otak lebih
sedikit. Pembuluh darah dari arteri permukaan yang
menembus/memasuki jarigan otak, secara fungsional dapat dianggap
sebagai end artery7.

Gambar 2.1. Sirkulus Willisi

a. Sistem Karotis
Pembuluh utama ialah arteri carotis kommunis yang
mempercabangkan selain arteria karotis eksterna juga arteri karotis
interna yang akan banyak mendarahi bangunan intrakranial terutama
dalam hal ini ialah hemisferium serebri. Cabang-cabang besar arteria
karotis interna adalah: a. oftalmika, a. komunikans posterior, a.
khoroidal anterior, a. serebri anterior, a. komunikans anterior, dan a.
serebri media8.

b. Sistem Vertebrobasiler
Dengan sepasang arteri vertebralis yang kemudian bersatu
menjadi arteri basilaris, akan mendarahi batang otak dan serebellum
dengan tiga kelompok arteri yakni: median, paramedian, dan arteri
sirkumferensial. Arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang a.
serebri posterior7,8.
2.3. Etiologi
a. Trombus
Oklusi vaskuler hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang
terdiri dari trombosit, fibrin, sel eritrosit dan lekosit. Trombus yang
lepas dan menyangkut di pembuluh darah lebih distal disebut
embolus7.

b. Emboli
Emboli merupakan 5-15 % dari penyebab stroke. Dari
penelitian epidemiologi didapatkan bahwa sekitar 50 % dari semua
serangan iskmik otak, apakah yang permanen atau yang transien,
diakibatkan oleh komplikasi trombotik atau embolik dari ateroma,
yang merupakan kelainan dari arteri ukuran besar atau sedang, dan
sekitar 25 % disebabkan oleh penyakit pembuluh darah kecil di
intyrakranial dan 20 % oleh emboli jantung. Emboli dapat terbentuk
dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin trombosit, udara,
tumor, metastase, bakteri, benda asing7.

Faktor Resiko Stroke


2.4. Insiden
Di pusat-pusat pelayanan neurologi di indonesia jumlah penderita
gangguan peredaran darah otak (GPDO) selalu menempati urutan
pertama dari seluruh penderita rawat inap. Trombosis lebih sering pada
umur 50-an hingga 70-an. GPDO pada anak muda banyak dijumpai
akibat infark karena emboli, yaitu mulai dari usia di bawah 20 tahun
dan meningkat pada dekade ke-4 hingga ke-6 dari usia, lalu menurun
dan jarang dijumpai pada usia yang lebih tua7.

2.5. Patofisiologi
Darah merupakan suatu suspensi yang terdiri dari plasma dengan
berbagai macam sel yang terdapat di dalamnya. Dalam keadaan
fisiologik, jumlah darah yang mengalir ke otak ialah 50-60 ml/100 gram
otak/menit atau 700-840 ml/menit7,8.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ADO dibagi dalam:
a. Faktor Ekstrinsik
1. Tekanan Darah Sistemik (TDS), pada keadaan normal, naik
turunnya TDS tidak mempengaruhi ADO karena adanya
autoregulasi.
2. Diameter pembuluh darah. Resistensi vaskuler terbesar terjadi
pada pembuluh darah terkecil. Bila lumen menyempit 70%, maka
akan mengganggu ADO.
3. Kualitas darah
a) Viskositas darah. Bila hematokrit naik, maka viskositas darah
akan meningktya pula, resistensi serebrovaskuler juga naik
sehingga ADO menurun.
b) Eritrosit, terjadi peningkatan agregasi eritrosit dan penurunan
deformabilitas eritrosit.
c) Platelet
b. Faktor intrinsik
1. Autoregulasi, yaitu kemampuan pembuluh darah arteriol otak
untuk mempertahankan ADO meskipun terjadi perubahan pada
tekanan perfusi otak. Autoregulasi akan berfungsi dengan baik,
bila tekanan sistolik 60-200 mmHg dan tekanan diastolik 60-120
mmHg.
2. Faktor Biokimiawi
a) Karbon dioksida (CO2). Peningkatan tekanan CO2 akan
menyebabkan vasodilatasi, sehingga resistensi serebral turun,
akibatnya ADO akan meningkat.
b) Oksigen (O2). Bila tekanan O2 turun kurang dari 50 mmHg
akan mengakibatkan terjadinya vasodilatasi sehingga ADO
meningkat dan sebaliknya.
c) Pengaruh ion H+. Bila kadar ion H turun (asidosis) maka
daerah iskemik akan berubah jadi infark.
d) Ion K+. Ion K mencapai ruang ekstraseluler saat aktivasi
kortikal dan mencapai otot-otot pembuluh darah melalui difusi
dan ini bertanggung jawab terhadap peningkatan perfusi
regional.
3. Susunan saraf otonom. Rangsang sistem simpatis servikal akan
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak, sehingga
ADO turun.

a. Iskemia Otak
Iskemia otak ialah gangguan aliran darah otak (ADO) yang
membahayakan fungsi neuron tanpa perubahan yang menetap. Bila
ADO turun pada batas kritis yaitu 18 ml/100 gr otak/menit maka
akan terjadi penekanan aktivitas neural tanpa perubahan struktural
dari sel. Daerah otak dengan keadaan ini dikenal sebagai penumbra
sistemik. Disini sel relatif inaktif tapi masih viable8.
Pada 3 jam permulaan iskemia, akan terjadi kenaikan kadar air
dan natrium pada substansia grisea dan setelah 12-48 jam terjadi
kenaikan yang progresif dari kadar air dan natrium pada substansia
alba, sehingga memperberat edem otak dan meningkatkan tekanan
intrakranial8.
Bila terjadi sumbatan pembuluh darah, maka daerah sentral
yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut akan mengalami
iskemia berat sampai infark8.

b. Infark Otak
Dengan bertambahnya usia, DM, hipertensi, dan merokok
merupakan faktor terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis sendiri
merupakan kombinasi dari perubahan tunika intima dengan
penumpukan lemak, komposisi darah maupun deposit kalsium dan
disertai pula perubahan pada tunika media di pembuluh darah besar
yang menyebabkan permukaan menjadi tidak rata. Pada saat aliran
darah lambat (saat tidur), maka dapat terjadi penyumbatan
(trombosis). Untuk pembuluh darah kecil dan arteriol, terjadi
penumpukan lipohialinosis yang dapat mengakibatkan mikroinfark8.
Ada 3 jalur terjadinya trombus yaitu8:
a. Melalu asam arakidonat
b. Melalui ADP
c. Melalui faktor aktivasi platelet (PAF)
Emboli berasal dari trombus yang rapuh atau kristal kolesterol
dalam a. karotis dan a. vertebralis yang sklerotik, bila terlepas dan
mengikuti aliran darah akan menimbulkan emboli arteri intrakranium,
yang akhirnya menyebabkan iskemia otak. Adanya kelainan katup
jantung baik kogenital maupun karena infeksi, atrial fibrilasi
merupakan faktor resiko terjadinya embolisasi8.
2.6. Gejala Klinik
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokalisasinya7.
Gejala utama GPDO iskemik akibat trombosis serebri ialah
timbulnya defisit neurologik secara mendadak/subakut, didahului
gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan
kesadaran biasanya tak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari
50 tahun. Pada pungsi lumbal, liquor serebrospinalis jernih, tekanan
normal, dan eritrosit kurang dari 500. Pemeriksaan CT Scan dapat
dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskmik dan
edema7.
GPDO akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda,
mendadak dan pada waktu aktif. Sumber emboli berasal dari berbagai
tempat yakni kelainan jantung atau ateroma yang terlepas. Kesadaran
dapat menurun bila embolus cukup besar. Likuor serebrospinalis adalah
normal7.
Pendarahan otak dilayani oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan
sistem vertebrobasilar. Gangguan pada sistem karotis menyebabkan8:
1. Gangguan penglihatan
2. Gangguan bicara, disfasia atau afasia
3. Gangguan motorik, hemiplegi/hemiparese kontralateral
4. Ganguan sensorik

Gangguan pada sistem vertebrobasilar menyebabkan7:


1. Ganguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan
pada lobus oksipital
2. Gangguan nervi kranialais bila mengenai batang otak
3. Gangguan motorik
4. Gnggguan koordinasi
5. Drop attack
6. Gangguan sensorik
7. Gangguan kesadaran
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti; afasia,
gangguan sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh atau tungkai
lebih lumpuh., eye deviation, hemipareses yang disertai kejang8.
Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan
dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris
nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di
talamus). Bila disertai hemiplegi, lesi pada kapsula interna8.
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa: hemiplegi
alternans, tanda-tanda serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran,
gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, deviasi lidah8.
Bila topis di medulla spinalis, akan timbul gejala seperti;
gangguan sensoris dan keringat sesuai tinggi lesi, gangguan miksi dan
defekasi8.

2.7. Diagnosis Banding


Diagnosis banding stroke non-hemoragik dapat dibedakan
dengan stroke hemoragik sebagai berikut9.
Gejala Perdarahan Iskemik
Permulaan Sangat akut Subakut
Waktu serangan Aktif Bangun pagi
Peringatan sebelumnya - ++
Nyeri kepala ++ -
Muntah ++ -
Kejang-kejang ++ -
Kesadaran menurun ++ +/-
Bradikardi +++ (hari 1) + (hari 4)
Perdarahan di retina ++ -
Papil edema ++ -
Kaku kuduk, kernig, ++ -
brudzinski
Ptosis ++ -
Lokasi Subkortikal Kortikal/subkortikal

2.8. Penegakan Diagnosis


Ditetapkan dari anamnesis, pemeriksaan neurologis, dan
pemeriksaan penunjang. Beberapa pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan yaitu sebagai berikut:13
a. CT dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari
sroke adalah Computerised Topography (CT) dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) pada kepala. Mesin CT dan MRI masing-
masing merekam citra sinar X atau resonansi magnet. Setiap citra
individual memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan
daerah abnormal yang ada di dalamnya.
Pada CT, pasien diberi sinar X dalam dosis sangat rendah yang
digunakan menembus kepala. Sinar X yang digunakan serupa
dengan pada pemeriksaan dada, tetapi dengan panjang ke radiasi
yang jauh lebih rendah. Pemeriksaan memerlukan waktu 15 – 20
menit, tidak nyeri, dan menimbulkan resiko radiasi minimal keculi
pada wanita hamil. CT sangat handal mendeteksi perdarahan
intrakranium, tetapi kurang peka untuk mendeteksi stroke iskemik
ringan, terutama pada tahap paling awal. CT dapat memberi hasil
negatif-semu (yaitu, tidak memperlihatkan adanya kerusakan)
hingga separuh dari semua kasus stroke iskemik.
Mesin MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk
menghasilkan dan mengukur interaksi antara gelombang-gelombang
magnet dan nukleus di atom yang bersangkutan (misalnya nukleus
Hidrogen) di dalam jaringan kepala. Pemindaian dengan MRI
biasanya berlangsung sekitar 30 menit. Alat ini tidak dapat
digunakan jika terdapat alat pacu jantung atau alat logam lainnya di
dalam tubuh. Selain itu, orang bertubuh besar mungkin tidak dapat
masuk ke dalam mesin MRI, sementara sebagian lagi merasakan
ketakutan dalam ruangan tertutup dan tidak tahan menjalani
prosedur meski sudah mendapat obat penenang. Pemeriksaan MRI
aman, tidak invasif, dan tidak menimbulkan nyeri. MRI lebih sensitif
dibandingkan CT dalam mendeteksi stroke iskemik, bahkan pad
stadium dini. Alat ini kurang peka dibandingkan CT dalam
mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.

b. Ultrasonografi
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan
gelombang suara untuk menciptakan citra. Pendaian ini digunakan
untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri atau pembekuan di
arteri utama. Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan relatif
cepat (sekitar 20-30 menit).
c. Angiografi otak
Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak
dalam citra sinar-X kedalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan
sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah
di kepala dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar paling
akurat mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk mencari
penyempitan atau perubahan patologis lain, misalnya aneurisma.
Namun, tindakan ini memiliki resiko kematian pada satu dari setiap
200 orang yang diperiksa.
d. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum
jelas. Sebagai contoh, tindakan ini dapat dilakukan untuk
menyingkirkan infeksi susunan saraf pusat serta cara ini juga
dilakukan untuk mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini
memerlukan waktu sekitar 10-20 menit dan dilakukan di bawah
pembiusan lokal.
d. EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama
jantung atau penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab
stroke. Prosedur EKG biasanya membutuhkan waktu hanya
beberapa menit serta aman dan tidak menimbulkan nyeri.
e. Foto toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan
untuk mencari kelainan dada, termasuk penyakit jantung dan paru.
Bagi pasien stroke, cara ini juga dapat memberikan petunjuk
mengenai penyebab setiap perburukan keadaan pasien. Prosedur ini
cepat dan tidak menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian
khusus untuk melindungi pasien dari pajanan radiasi yang tidak
diperlukan (Feigin, 2009).
f. Pemeriksaan darah dan urine
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi
penyebab stroke dan untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip
stroke. Pemeriksaan yang direkomendasikan:
Analisis urine mencakup penghitungan sel dan kimia urine
untuk mengidentifikasi infeksi dan penyakit ginjal
1. Hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti
trombositosis, trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk
sikle cell disease).
2. Laju endap darah untuk medeteksi terjadinya giant cell arteritis
atau vaskulitis lainnya.
3. Serologi untuk sifilis.
4. Glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia, atau
hiperglikemia.
5. Lipid serum untuk melihat faktor risiko stroke

Dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan


gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan
gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh
darah otak tertentu. Dimana menurut perjalanan penyakitnya terdiri
dari9:
1. Serangan iskemia sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak yang akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND). Gejala neurologik yeng timbul akan
menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari
seminggu.
4. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in Evolution). Gejala
neurologik makin lama makin berat.
5. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent stroke).

Sistem skor
Perbedaan antara stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik sangat
penting dalam rangka pengobatan stroke, pengetahuan mengenai taraf
ketepatan pembuktian klinis terhadap stroke hemoragik dan stroke non-
hemoragik yang dapat diandalkan akan sangat membantu para dokter
yang bekerja di daerah terpencil dengan fasilitas pelayanan medis yang
sangat terbatas dan belum tersedianya pemeriksaan penunjang yang
memadai (misalnya CT-Scan). Untuk itu beberapa peneliti mencoba
membuat perbedaan antara kedua jenis stroke dengan menggunakan
tabel dengan sistem skor.
Skor Siriraj
1 Compos mentis 0
Kesadaran ( x 2,5 ) Mengantuk 1
Semi koma, koma 2
2 Tidak 0
Muntah ( x 2 )
Ya 1
3 Nyeri kepala dalam Tidak 0
2 jam ( x 2 ) Ya 1
4 Tekanan Diastolik ( DBP ) DBP x 0,1
5 Atheroma markers ( x 3 ) Tidak 0
diabetes, angina, Satu atau lebih 1
claudicatio intermitten
Konstanta - 12
Total skor =
Interpretasi skor
Skor ≤ -1 = Non hemoragik
≥1 = Hemoragik

Atau dengan menggunakan algoritma gajah mada


2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut PERDOSSI (2007) dibagi atas 3
stadium, yaitu10:
a. Stadium hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat
Darurat dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal
bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium
ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid;
hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O10.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto
toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin
time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit);
jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah10.
Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan
dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada
keluarganya agar tetap tenang10.
b. Stadium akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor
etiologik maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik,
okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu
pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien
perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta
tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga10.
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu8:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan bahwa fungsi paru-
paru cukup baik. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila
kadar oksigen darah berkurang.
2. Brain
Edem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi.
Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan penderita yang
mengantuk, adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan
funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-
kejang yag timbul dapat diberikan Diphenylhydantoin atau
Carbamazepin.
3. Blood
Tekanan Darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk
mengalirkan darah ke otak. Pengobatan hipertensi pada fase akut
dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru akan menambah
iskemik lagi. Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik
untuk metabolisme otak. Pemberian infus glukosa harus dicegah
karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang
ini akan mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan
elektrolit harus dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya
obstipasi karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus
cukup. Bila pelu diberikan nasogastric tube.
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai
terjadi retentio urinae. Pemasangan kateter jika terjadi
inkontinensia.

Untuk stroke iskemik atau non-hemoragik, terapi umum yang


dapat dilakukan berupa berupa10:
1. Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada
satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai
bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
2. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit
sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan
intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh,
dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
3. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid
1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per
oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan
gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui
slang nasogastrik.
4. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu
selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60
mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya.
5. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian
obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera
diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik
≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg
(pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta
gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan
obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat
reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
6. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik
≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan
500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai
hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah
sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20
μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
7. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3
menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian
antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang
muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka
panjang.
8. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol
bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika
dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,
dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5
hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol);
sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%)
atau furosemid.
Untuk pengobatan khusus, pada fase akut pengobatan
ditujukan untuk membatasi kerusakan otak semaksimal mungkin.
Untuk daerah yang mengalami infark kita tidak bisa berbuat banyak.
Yang penting adalah menyelamatkan daerah disekitar infark yang
disebut daerah penumbra8.
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan
trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).
Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam
(jika didapatkan afasia)10.
Neuron-neuron di daerah penumbra ini sebenarnya masih
hidup, akan tetapi tidak dapat berfungsi oleh karena aliran darahnya
tidak adekuat. Daerah inilah yang harus diselamatkan agar dapat
berfungsi kembali8.
Viskositas darah dipengaruhi oleh8:
1. Hematokrit
2. Plasma fibrinogen
3. Rigiditas eritrosit
4. Agregasi trombosit
c. Stadium subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku,
menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik).
Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan
penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan
tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder10.
Terapi fase subakut10:
1. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya;
2. Penatalaksanaan komplikasi;
3. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi,
terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi;
4. Prevensi sekunder;
5. Edukasi keluarga dan Discharge Planning.

Untuk rehabilitasi, tujuannya ialah8:


1. Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang
terganggu
2. Adaptasi mental; sosial dari penderita strke, sehingga hubungan
interpersonal menjadi normal.
3. Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

Prinsip dasar rehabilitasi berupa8:


1. Mulailah sedini mungkin;
2. Sistematis;
3. Ditingkatkan secara bertahap;
4. Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada.

2.10. Prognosis
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status
neurologiknya stelah dirawat. Sebagian disebabkan edema otak dan maturasi

iskemi otak. Infark luas yang menimbulkan hemiplegi dan penurunan

kesadaran 30-40 %. Sekitar 10 % pasien dengan stroke iskemik membaik

dengan fungsi normal. Juga dipermasalahkan apakah seseorang akan

mengalami stroke ulang. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan

kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung koroner. Penyebab utama

kematian setelah jangka panjang adalah penyakit jantung8.


DAFTAR PUSTAKA

1. Victor M., Ropper AH. Principles of Neurology. 7th ed. New York: The
McGraw-Hill Companies Inc. 2001: 1608-24.
2. Pohjasvaara T., Leppavuori A., Siira I., Vataja R., Kaste M., Erkinjuntti
T. Frequency and Clinical Determinants of Poststroke Depression.
Stroke, 1998; 29: 2311-17.
3. Gusev E., Skvorsova VI. Brain Ischemia. New York: Kluwer
Academic/Plenum Publisher. 2003: 9-19.
4. Hachinski V., Norris JW. The Acute Stroke. Philadelphia: FA Davis
Company. 1985: 245-51.
5. DiPiro JT., et all. Pharmacoterapy Handbook: a Pathophysiologic
Approach. 6th ed. United States of America: McGraw Hill Companies.
2005.
6. Mansjoer A., dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3, Jilid 2. Jakarta:
Penerbit Media Ausculapius FKUI. 2000.
7. Aliah A., Kuswara FF., Limoa RA., Wuysang. Gangguan Peredaran
Darah Otak. Dalam: Kapita Selekta Neuorologi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. 2003: 79-102.
8. Hadinoto S., Setiawan, Soetedjo. Stroke Non Hemoragis. Dalam:
Pengelolaan Mutakhir Stroke. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. 1992: 1-46.
9. Mardjono M., Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan
Saraf. Dalam: Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 1994:
267-301.
10. Setyopranoto I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK, 2011; 185
(38): 247-250.
11. Hacke W., Hennerici M., Gelmers HJ., Kramer G. Epidemiology and
Classification of Strokes. In: Ischemia. Germany: Springer-Verlag.
1991: 40-8.
12. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
13. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan
stroke. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2009: 29-30.

Anda mungkin juga menyukai