PLENO 3
MODUL HEMATOLOGI DAN ONKOLOGI
Kelompok DK 10
2
koagulasi (heparin, lupus anti coagulant, fibrin-fibrinogen degradation
product) atau oleh karena adanya faktor inhibitor spesifik. Pemeriksaan aPTT
umumnya digunakan untuk menjaring kasus dengan kelainan pada jalur
intrinsik seperti defisiensi faktor kontak, hemofilia A (defisiensi faktor VIII),
hemofilia B (defisiensi faktor IX) dan hemofilia C (defisiensi faktor XI).
Kadar aPTT akan memberikan gambaran abnormal (memanjang) jika
defisiensi faktor berada pada level <0,3-0,4 U/ml. Kemampuan untuk
mempertahankan fungsi hemostasis minimal dari faktor VIII, IX, XI adalah
pada nilai 30%. Oleh karena itu aPTT merupakan tes skrining hemostatik yang
sensitif terhadap defisiensi faktor. Meskipun demikian prosedur APTT dapat
terjadi kegagalan dalam mendeteksi kasus hemofilia ringan atau borderline
dengan nilai 25 – 30% dari kadar normal, pada kasus demikian pemeriksaan
faktor pembekuan spesifik perlu dilakukan jika dicurigai suatu hemofilia
ringan.8
Karakteristik DIC ditandai oleh adanya gangguan hemostasis yang
multipel dan kompleks berupa aktivasi pembekuan yang tidak terkendali dan
fibrinolisis. Pemeriksaan laboratorium DIC didapatkan PT dan aPTT
memanjang. PT memanjang karena terjadi penurunan faktor II, VII, X
sehingga jalur pembekuan ekstrinsik terganggu. Hasil aPTT memanjang
karena terjadi gangguan jalur pembekuan intrinsik karena penurunan faktor
VIII. 9
3
endotel untuk melepaskan tissue plasminogen activator (tPA) yang akan
mengubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin akan memecah cross-linked
fibrin dan menghasilkan D-dimer. Aktivasi endotel untuk melepaskan tPA
akan mengawali fase brinolisis sekunder atau DIC tahap II. Pada keadaan ini
biasanya didapatkan hasil laboratorium berupa peningkatan kadar D-Dimer,
sedangkan nilai PT, aPTT, kadar fibrinogen, dan jumlah trombosit akan
memberikan hasil normal. Apabila keadaan ini terus berlanjut akan terjadi
decompensated DIC. Pada decompensated DIC terjadi aktivasi koagulasi yang
berlebihan disertai dengan peningkatan aktivitas brinolisis sehingga
didapatkan fase hipokoagulasi atau disebut DIC tahap III, yaitu keadaan yang
ditandai dengan trombositopenia, penurunan kadar fibrinogen, serta nilai PT
dan aPTT yang memanjang. 10
Daftar Pustaka
1. White GC, Rosendaal F, Aledort LM, Lusher JM, Rothschild C, Ingerslev
J, et al. Definitions in Hemophilia - Recommendation of the Scientific
Subcommittee on factor VIII and factor IX of the Scientific and
Standardization Committee of the International Society on Thrombosis
and Haemostasis. Thromb Haemost. 2001;85(3):560.
2. Beck P, Evans KT. Renal abnormalities in patients with haemophilia and
Christmas disease. Clin Radiol. 1972;23(3):349–54.
3. Prentice CR, Lindsay RM, Barr RD, Forbes CD, Kennedy AC, McNicol
GP, et al. Renal complications in haemophilia and Christmas disease. Q J
Med. 1971;40(157):47–61.
4
4. Cohen RA, Brown RS. Microscopic hematuria. N Engl J Med.
2003;348(23):2330–8.
5. Quon DV, Konkle BA. How We Treat: Haematuria in Adults With
Haemophilia. Haemophilia. 2010;16(4):683–5.
6. Neil Osterweil. Hematuria a Common Finding in Pediatric Hemophilia.
2016. Hematology News. Publish date: August 13, 2016. Accessed on
June, 3, 2017.
7.
8. Mantik, MFJ. Gangguan Koagulasi. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1
(Supplement), Juni 2004.
9. Parmono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, W Endang, Abdulsalam M. Buku
ajar hematologi-onkologi anak. 2th ed. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2006. p.189-90.
10. Fenny, Nadjwa Zamalek Dalimoenthe,Noormartany, Emmy
Pranggono, Nina Susana Dewi dkk. Prothrombin Time, Activated Partial
Thromboplastin Time, Fibrinogen, dan D-dimer Sebagai
Prediktor Decompensated Disseminated Intravascular Coagulation
Sisseminated pada Sepsis. J MKB. 2011;(43): 49-54.