PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Arab adalah bahasa kesatuan kaum muslimin sedunia, bahasa
yang digunakan untuk komunikasi Allah SWT dengan hamba-Nya (Rasulullah
SAW) berupa al-Quran. Bahasa yang telah dipilih oleh Allah SWT ini adalah
bahasa yang paling kaya dan sempurna di antara bahasa-bahasa yang ada di
bumi ini.
Suatu bahasa yang tetap akan terjaga asholah-nya (keaslian) sampai hari
qiyamat, tak akan terkontaminasi oleh lajunya peradaban dunia. Tidak seperti
bahasa lain yang mudah tercemar seiring dengan globalisasi dan majunya
peradaban. Belajar bahasa Arab memang sebuah keharusan yang layak
dikuasai oleh umat Islam. Sebab sejak awal mula diturunkan ajaran Islam
sampai hari ini, bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab. Seseorang tak
akan mampu memahami Islam dengan benar tanpa melalui kidah bahasa Arab.
Menafsirkan al-Quran wajib menggunakan kaidah bahasa Arab, bukan dengan
kaidah/tata bahasa-bahasa selainnya. Seorang muslim tak akan mungkin
(mustahil)berpisah dari bahasa Arab.
Bahasa Arab pertama sekali dikenal sebagai bahasa orang-orang di
Jazirah Semenanjung Arabia, kemudian setelah datangnya Agama Islam
dikenal pula sebagai bahasa agama sebab Al-Qur’an sebagai pedoman hidup
kaum muslimin itu dituliskan dalam bahasa Arab yang sangat indah susunan
dan rangkaian kalimatnya. Bahasa Arab juga dikenal sebagai bahasa Ilmu
pengetahuan sebab begitu banyak ilmu pengetahuan dimasa perkembangan
islam yang dituliskan dalam bahasa ini,lalu ditahapan perkembangan
selanjutnya bahasa Arab telah menjadi bahasa Dunia, karena tidak hanya
digunakan oleh sekelompok masyarakat Arab atau pemeluk Islam saja, tetapi
telah diakui sebagai bahasa komunikasi di PBB (Perserikatan Bangsa-
Bangsa). Sehingga sangat penting bagi kita khususnya mahasiswa untuk
mempelajari bahasa Arab
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan :
1. Mengapa Al-qur’an berbahasa Arab?
2. Mengapa Bahasa Arab penting?
C. Tujuan
1. Umum
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan
informasi yang lebih mendalam tentang mengapa Al-qur’an berbahasa
Arab dan urgensi bahasa Arab dalam kehidupan
2. Khusus
a. Pengertian Bahasa Arab
b. P
D. Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini :
1. Bagi penulis
a. Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat meningkatkan
pengetahuan tentang urgensi bahasa Arab dalam kehidupan
2. Bagi pembaca
a. Agar pembaca memahami dan menjadi sumber pengetahuan tentang
Mengapa Al-qur’an berbahasa Arab
b. Sebagai sumber referensi bagi pembaca
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Dalam perkembangannya, bahasa Arab terbagi menjadi dua bagian besar yaitu
bahasa Arab Selatan dan Bahasa Arab Utara. Dr. Basuni Imamuddin dalam
makalahnya tentang sejarah bahasa Arab menjelaskan tentang pembagian
bahasa Arab sebagai berikut, Bahasa Arab terbagi menjadi dua yaitu bahasa
Arab Selatan dan bahasa Arab Utara. Bahasa Arab Selatan disebut juga
bahasa Himyaria yang dipakai di Yaman dan Jazirah Arab Tenggara.
Bahasa Himyaria ini terbagi dua yaitu bahasa Sabuia dan bahasa Ma’inia.
Tentang bahasa ini telah ditemukan artefak-artefak yang merujuk pada abad ke
12 SM sampai abad ke 6 M. Sedangkan bahasa Arab Utara merupakan bahasa
wilayah tengah Jazirah Arab dan Timur Laut. Bahasa ini dikenal dengan
bahasa Arab Fusha yang hingga kini dan masa-masa yang akan datang tetap
dipakai karena al-Qur`an turun dan menggunakan bahasa ini. Bahasa ini
mengalami penyebaran yang demikian luas bukan hanya di kalangan bangsa
Arab saja tetapi juga di kalangan kaum muslimin di seluruh dunia.
Pada masa pra-Islam atau yang lebih dikenal dengan jaman jahiliyah–
bahasa Arab mulai mencapai masa puncaknya (prime condition). Hal ini
diawali dengan keberhasilan orang-orang Arab Badui di bawah pimpinan suku
Quraisy menaklukan penduduk padang pasir, sehingga mulai saat itu bahasa
Arab dijadikan bahasa utama dan mempunyai kedudukan yang mulia di tengah
kehidupan masyarakat sahara. Hal lain yang tidak bisa kita pungkiri untuk
membuktikan kemajuan bahasa Arab pada masa jahiliyah adalah kemampuan
masyarakat jahiliyah untuk menciptakan syair-syair indah baik dari segi
retorika ataupun makna. Bahkan saat itu telah diadakan lomba pembuatan syair
atau puisi, syair yang menjadi pemenang dalam perlombaan tersebut nantinya
akan dipamerkan di tengah masyarakat dengan cara digantung di dalam
Ka’bah, syair-syair ini dikenal dengan nama syair Mu’allaqât. Penyair-penyair
terkenal yang sering memenangkan perlombaan tersebut antara lain, Amru al-
Qais, Zuhair bin Abi Salmi, Al-‘Asya, Al-Hantsa, Zaid bin Tsabit, dan Hasan
bin Tsabit. Kemajuan syair-syair Arab pada masa ini, tak luput dari perhatian
ahli-ahli bahasa pada masa Islam, bahkan ‘Abdullah bin
‘Abbas rahimakumullah menjadikan syair-syair jaman jahiliyah sebagai
4
rujukan untuk mendefiniskan beberapa kata dalam al-Qur’an yang kurang jelas
maknanya, “syair/puisi adalah referensi orang Arab. Islam datang dengan
diutusnya Nabi Muhammad SAW saat itulah al-Qur’an diturunkan, tentu saja
menggunakan bahasa Arab yang paling sempurna/baku dengan keindahan
retorika dan kedalaman makna yang tak tertandingi. Allah -Subhânahu wa
Ta’âla- tidak menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an melainkan
karena ia adalah bahasa terbaik yang pernah ada. Allah -Subhânahu wa Ta’âla-
berfirman, “Sesungguhnya Kami telah jadikan al-Qur’an dalam bahasa Arab
supaya kalian memikirkannya.” (Yusuf: 2). Allah -Subhânahu wa
Ta’âla- juga berfirman, “Dan sesungguhnya al-Qur’an ini benar-benar
diturunkan oleh Pencipta Semesta Alam, dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-
Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang
di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang
jelas” (Asy Syu’ara: 192-195). Keindahan bahasa al-Qur’an juga diakui oleh
Janet Holmes, orientalis pemerhati bahasa. Dia mengatakan bahwa al-Qur’an
dilihat dari segi sosiolinguistik atau teori diglosia dan poliglosia
mengandung high variety (varitas kebahasaan yang tinggi). Diturunkannya al-
Qur’an dengan bahasa Arab menandai terjadinya revolusi fungsi pembelajaran
bahasa Arab. Paska diturunkannya al-Qur’an, dorongan untuk mempelajari
bahasa Arab lebih dikarenakan faktor agama daripada faktor-faktor lainnya
(ekonomi, politik dan sastra). Bahkan bisa dikatakan bahwa perkembangan
bahasa Arab berbanding lurus dengan penyebaran agama Islam. Adapun
penulisan huruf Arab telah dimulai jauh lebih dulu dari pada turunnya al-
Qur`an. Namun saat itu huruf Arab belum mengenal titik dan harakat, sehingga
paska meninggalnya Rasulullah -shallallâhu’alaihi wasallam- dan beberapa
sahabat, mulai muncul kesalahan dalam membaca beberapa kata dalam al-
Qur’an. Seperti kata yang bisa dibaca فتبينوا/fatabayyanû/
atau فتنبثوا/fatanabbatsû/. Untuk menghilangakan kesalahan tersebut maka
dibuatlah titik dan harakat. Orang pertama yang menuliskan titik dan harakat
pada bahasa Arab adalah Abu al-Aswad ad-Duali.
5
B. Etika Profesi Keperawatan
6
7
1. Otonomi
Dalam mempertimbangkan prinsip otonomi misalnya, hukum dibuat
untuk melindungi hak-hak pasien dalam membuat keputusan bagi diri
sendiri. Mandat pemerintah federal mengenal informed consent tampak
dalam setiap permohonan dana kepada pemerintah federal untuk
mendukung penelitian biomedis. IRBPHS setempat berperan sebagai hakim
dan juri yang menjamin dilaksanakannya peraturan tersebut. Patient Self-
Determination Act (PSDA). Disahkan oleh Kongres dan yang mulai
diberlakukan sejak 1 Desember 1991. Merupakan contoh-otonomi kedua
yang ditetapkan sebagai undang-undang.
Fasilitas Kesehatan Perawatan, termasuk perawatan akut dan
jangka-panjang, HMO, hospice, dan perawatan dirumah, dan sebagainya,
yang menerima bantuan dana dari medicare dan/ atau medicaid diwajibkan
untuk mematuhi PSDA. Hukum menetapkan bahwa pada saat penerimaan
dirumah sakit atau sebelum dimulainya program perawatan atau pengobatan
di HMO, hospice, atau program perawatan dirumah, “bahwa setiap orang
yang menerima perawatan kesehatan wajib diberitahu secara tertulis
mengenai hak-hak mereka yang dilindungi oleh hukum negara bagian guna
membuat keputusan mengenai perawatan yaang akan diterima, termasuk
hak untuk menolak perawatan medis dan bedah serta hak untuk meminta
lebih banyak penjelasan” (Mazey et al., 1994, p. 30). Mezey dkk. (1994)
mengakui bahwa perawat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
pasien membuat informed decision, yang berisi tetapi tidak terbatas pada
perintah yang sebelumnya (mis, surat wasiat, surat kuasa). Dokumentasi
instruksi semacam itu harus terlihat dalam catatan pasien, yang merupakan
dokumen resmi yang membenarkan bahwa instruksi semacam itu pernah
dibenarkan.
Prinsip yang layak ditandai dalam ANA Code for Nurses adalah
yang membahas tentang kerja sama “dengan anggota profesi kesehatan dan
warganegara lain untuk meningkatkan upaya masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan publik dan kesehatan”. Meskipun tidak begitu ditegaskan dalam
9
2. Beneficience (Kebajikan)
Prinsip kebajikan (berbuat baik) disahkan dengan cara mematuhi
tugas dan tanggung jawab kritis yang tercantum dalam uraian tugas.
mematuhi kebijakan, prosedur, dan protokol yang ditetapkan oleh fasilitas
perawatan kesehatan dan mematuhi standar serta kode etik perilaku yang
ditetapkan dan diberlakukan oleh organisasi keperawatan profesional.
Kepatuhan terhadap berbagai kriteria dan prinsip kinerja professional.
3. Justice (Keadilan)
Keadilan berbicara tentang kejujuran dan pendistribusian barang
dan jasa secara merata. Hukum merupakan “Sistem Peradilan” itu sendiri.
Fokus hukum adalah perlindungan masyarakat, sedangkan fokus hukum
kesehatan adalah perlindungan konsumen, Seperti disebutkan sebelumnya,
kepatuhan terhadap Patient's Bill of Rights secara resmi diwajibkan di
sebagian besar negara bagian Ini berarti bahwa perawat atau profesional
kesehatan lainnya dapat dikenakan hukuman penjara atau diajukan
kepengadilan akibat melakukan diskriminasi saat memberikan perawatan
karena misalnya, kurangnya pendidikan yang layak tentang risiko dan
10
manfaat prosedur medis yang invasif atau kurangnya pendidikan yang layak
tentang kegiatan perawatan-diri berkaitan dengan kondisi yang sehat dan
sejahtera (seperti dialisis rumah yang merupakan kegiatan tidak normal
dalam kehidupan sehari-hari manusia sehat.
Dengan demikian, jika perawat diperkerjakan pas oleh fasilitas
perawatan kesehatan tertentu. dia akan terikat kontrak, secara tertulis atau
tersirat, untuk memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan
kebijakan fasilitas tersebut. Kegagalan di dalam memberikan asuhan
keperawatan (termasuk jasa pendidikan) yang didasarkan pada diagnosis
pasien (mis., AIDS) selalu memberikan pelayanan keperawatan di bawah
standar yang didasarkan pada diagnosis, budaya, negara asal, jenis kelamin
dan sebagainya dapat mengakibatkan pemutusan dengan institusi yang
mempekerjakan kontrak perawat.
benar yang dapat dilakukan oleh siapa saja di bidang kegiatan apa pun.
Konsep tugas berkaitan erat dengan konsep malpraktik dan kelalaian.
Tugas perawat diuraikan dalam uraian tugas di tempat kerja mereka.
Manual prosedur dan kebijakan pada ke fasilitas tertentu diadakan untuk
melindungi pasien, tetapi keberadaannya juga untuk melindungi karyawan
(perawat) dan fasilitas tersebut dari tuntutan hukum. Kebijakan lebih dari
sekedar pedoman. Kebijakan dan prosedur menentukan standar perilaku
(tugas) yang diharapkan dari karyawan institusi tertentu yang
mempekerjakannya dan dapat digunakan untuk menentukan kelalaian di
depan pengadilan. Harapan akan kinerja perawat profesional juga diukur
berdasarkan tingkat pendidikan dan keterampilan yang sesuai dari dari
perawat, perintah dan protokol tetap, standar perawatan yang ditetapkan
oleh profesi (ANA). dan standar perawatan yang diberlakukan oleh berbagai
organisasi spesialisasi klinis dimana perawat mungkin menjadi salah satu
anggotanya (Yoder Wise, 1995).
Jika perawat berijazah spesialisasi klinis atau menyebut dirinya
sebagai “spesialis" meskipun tidak berijazah, dia dapat dikenai tuntutan
berdasarkan standar spesialisasi tersebut (Smith, 1987). Dalam kasus
tuntutan hukum, prinsip operasional kuncinya adalah bahwa perawat tidak
diukur berdasarkan standar kinerja profesi yang optimal atau maksimal,
tetapi tolok ukurnya didasarkan pada praktik yang yang akan dilakukan
perawat yang bijaksana dan berakal sehat dalam keadaan yang sama di
kalangan masyarakat tertentu.
5. Moral Right
Moral right dalam keperawatan menjurus kepada acuan bagi perilaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik yang dilakukan
seseorang dan merupakan kewajiban dan tanggung jawab moral sesuai
prosedur. Karena Moral Right hampir sama dengan etika dalam
keperawatan, hanya saja moral right menjurus pada tindakan yang baik yang
dilakukan seseorang, sedangkan etika mengacu pada tindakan yang baik dan
12
C. Dampak Kelalaian
2. Pelanggaran Privasi
Pasien mempunyai hak atas kerahasiaan dirinya dan urusan
pribadinya. Pelanggaran terhadap kerahasiaan adalah bentuk dari
pelanggaran privasi, dan hal tersebut adalah tindakan yang melawan hukum.
Contoh dari pelanggaran privasi :
17
3. Mal Praktek
Malpraktek mempakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak
selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah
sedangkan “praktek” mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga
malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti
harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu
profesi. Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian
dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian
dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak
terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang
tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-
prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam arti, harus menceritakan
secarajelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik
pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan. Dalam
memberikan pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk menginformasikan
kepada konsumen secara lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin.
Namun, penyalahartian malpraktek biasanya terjadi karena ketidaksamaan
persepsi tentang malpraktek.Guwandi (1994) mendefinisikan malpraktik
sebagai kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menerapkan
tingkat keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah
pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan
dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan
19
yang begitu mencekam. Si jabang bayi memang sudah keluar, namun kepala
bayi masih berada dalam rahim. Ditengah kepanikan, bidan memintanya
untuk menahan tubuh si bayi, sedang kedua perawat bertugas menekan perut
ke bawaah untuk membantu mengeluarkan kepala bayi. Kala itu, kondisi
istri Wiji antara sadar dan tidak. Ia hanya bisa merintih kesakitan.
Selanjutnya, bidan Han meminta Wiji menarik tubuh bayi agar keluar dari
rahim. Namun, Wiji enggan melakukannya. Ia hanya menahan tubuh bayi
agar tidak menggantung. “Saya tidak tega menarik tubuh anak saya”, apa
jadinya kalau saya tarik kemudian sampai lepas, yang saya lakukan hanya
terus istigfar. Wiji paham, anak bungsunya sudah tidak bernyawa lagi. Ia
tahu, karena tubuh si bayi sudah lemas, tidak ada gerakan sama sekali.
Sampai 15 menit kemudian, tetap saja kepala bayi belum berhasil
dikeluarkan. Saya berikan tubuh bayi saya kepada Bu Han. Sejurus
kemudian, Wiji mendengar si bidan semakin panik. Bahkan, si bidan sempat
mengeluh, “aduh, yok opo iki” (aduh bagaimana ini). Beberapa saat
kemudian, selintas Wiji melihat tubuh anaknya sudah diangkat dan
ditempatkan di ranjang sebelah. Yang mengerikan, kepala si jabang bayi
belum juga berhasil dikeluarkan. Dengan nada setengah berteriak lantaran
panik, bidan mengajak Wiji untuk membawa istrinya ke BKIA Islam Batu,
untuk penanganan lebih lanjut. Setiba di BKIA, istri Wiji segera ditangani.
Dokter Sutrisno SpOG langsung mengadakan tindakan untuk mengeluarkan
kepala si bayi dari rahim istrinya. Baru setelah itu, kepala disambung
kembali dengan tubuh bayi saya, demikian Wiji menguraikan peristiwa
yang terajdi pada proses kelahiran anaknya yang ditangani oleh Bidan Linda
Handayani yang biasa disapa oleh masyarakat dengan Bu Han.
2. Kasus 2 Kelalaian
Analisis Etik dan Legal Kasus dengan Bayi Meninggal Pasca Imunisasi
pada area keperawatan
23
“Pada hari selasa 19/3/2013 lahir seorang anak laki-laki berinisial E putra
dari pasutri H dan F. Anak laki-laki ini lahir dengan berat 2.2 kg. Bayi itu
menangis kencang dan nyaring. Bayi yang beratnya kurang dari normal,
dari tim dokter dan perawat yang membantu persalinan dinyatakan sehat.
Karena Bayi E sehat ke esokan harinya keluarga dan si abayi E
doperbolehkan pulang. Sebelum pulang ada seorang perawat memberikan
suntikan. Perawat sebelumnya menyuruh ibu si penunggu Bayi E untuk
keluar ruangan. Kemudian Perawat mengatakan si Bayi e diberikan suntikan
imunisasi. Keluarga dan seorang bidan yang akan mengajak si bayi pulang
kaget karena anak yang lahir prematur dan baru lahir sudah diberikan
suntikan imunisasi. Suntikan obat yang diberikan perawat dilakukan tanpa
persetujaun dan inform konsen kepada kelurga. Sampai dirumah Bayi E
masih sehat, masih ingin minum susu. Besoknya pada dini hari, Bayi E
mulai rewel dan demam. Bayi E semakin panas dan muncul warna merah
pada paha sampai ke punggung. Keluarga menduga panas dan warna merah
yang muncul akibat suntikan yang diberikan. Kemudian Bayi e diajakke
Rumah sakit, sampai dirumah sakit detak jantung Bayi masih ada, namun
beberapa menitnya bayi E meninggal.” Di kutip dari harian radar riau.
Kasus diatas menjelaskan terjadi kasus meninggalnya bayi E setelah
mendapatkan suntikan dari seorang perawat. Bayi E meninggal setelah
rewel, panas, dan berapa bagian tubuh memerah yang muncul akibat
suntiikan yang diberikan. Reaksi yang timbul mungkin efek samping dari
imunisasi yang diberikan. Keluarga tidak tanggap terhadap hal itu karena
sebelumnya tidak diberikan edukasi oleh perawat. Keluarga seharusnya
mendapatkan edukasi yang cukup saat bayi E di pulangkan sehingga ketika
terjadi reaksi obat keluarga Bayi E bisa mengambil tindakan. Bayi E bisa
mendaptkan pertolongan segera dan bisa saja tidak sampai meninggal,
Meninggalnya Bayi E bisa bukan karena suntikan yang diberikan. Efek
samping imunisasi yang menimbulkan panas dan alergi bisa menyebabkan
si anak dehidrasi sehingga berakibat fatal. Suntikan imunisasi bisa sebagai
pemicu timbulnya panas dan akibat pertolongan yang lambbat Bayi E tidak
24
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika adalah kode perilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik
bagi kelompok tertentu. Etika juga merupakan peraturan dan prinsip perbuatan
yang bisa disebut benar. Etika berhubungan dengan peraturan atas perbuatan
atau tindakan yang mempunyai prinsip benar atau salah serta prinsip moralitas
karena etika bertanggung jawab secara moral (Wulan,2011). Kesadaran dan
pedoman yang mengatur nilai-nilai moral didalam melaksanakan kegiatan
profesi keperawatan, sehingga mutu dan kualitas profesi keperawatan tetap
terjaga dengan cara yang terhormat (Hariadi,1998)
B. Saran
Sebaiknya dalam melakukan tindak keperawatan,seorang perawat
harus bertindak sesuai dengan prinsip etika tersebut. Dalam menghadapi situasi
yang memerlukan keputusan untuk mengambil tindakan, seorang perawat
harus mampu memberikan tindakan sesuai dengan norma hukum yang berlaku.
25
26
DAFTAR PUSTAKA
Rizsa., Penanganan Kasus Malpraktik Medis, 2009, diakses tanggal 3 Maret 2016
https://rizsa82.wordpress.com/category/hkmdan-medikolegal
Nurdyanto, Okky., dkk. 2014. Tugas etika dan hukum kesehatan . Sekolah
Tinggih Ilmu Kesehatan Majapahit Mojokerto. Mojokerto