Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa Arab adalah bahasa kesatuan kaum muslimin sedunia, bahasa
yang digunakan untuk komunikasi Allah SWT dengan hamba-Nya (Rasulullah
SAW) berupa al-Quran. Bahasa yang telah dipilih oleh Allah SWT ini adalah
bahasa yang paling kaya dan sempurna di antara bahasa-bahasa yang ada di
bumi ini.
Suatu bahasa yang tetap akan terjaga asholah-nya (keaslian) sampai hari
qiyamat, tak akan terkontaminasi oleh lajunya peradaban dunia. Tidak seperti
bahasa lain yang mudah tercemar seiring dengan globalisasi dan majunya
peradaban. Belajar bahasa Arab memang sebuah keharusan yang layak
dikuasai oleh umat Islam. Sebab sejak awal mula diturunkan ajaran Islam
sampai hari ini, bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab. Seseorang tak
akan mampu memahami Islam dengan benar tanpa melalui kidah bahasa Arab.
Menafsirkan al-Quran wajib menggunakan kaidah bahasa Arab, bukan dengan
kaidah/tata bahasa-bahasa selainnya. Seorang muslim tak akan mungkin
(mustahil)berpisah dari bahasa Arab.
Bahasa Arab pertama sekali dikenal sebagai bahasa orang-orang di
Jazirah Semenanjung Arabia, kemudian setelah datangnya Agama Islam
dikenal pula sebagai bahasa agama sebab Al-Qur’an sebagai pedoman hidup
kaum muslimin itu dituliskan dalam bahasa Arab yang sangat indah susunan
dan rangkaian kalimatnya. Bahasa Arab juga dikenal sebagai bahasa Ilmu
pengetahuan sebab begitu banyak ilmu pengetahuan dimasa perkembangan
islam yang dituliskan dalam bahasa ini,lalu ditahapan perkembangan
selanjutnya bahasa Arab telah menjadi bahasa Dunia, karena tidak hanya
digunakan oleh sekelompok masyarakat Arab atau pemeluk Islam saja, tetapi
telah diakui sebagai bahasa komunikasi di PBB (Perserikatan Bangsa-
Bangsa). Sehingga sangat penting bagi kita khususnya mahasiswa untuk
mempelajari bahasa Arab

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan :
1. Mengapa Al-qur’an berbahasa Arab?
2. Mengapa Bahasa Arab penting?
C. Tujuan
1. Umum
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan
informasi yang lebih mendalam tentang mengapa Al-qur’an berbahasa
Arab dan urgensi bahasa Arab dalam kehidupan
2. Khusus
a. Pengertian Bahasa Arab
b. P

D. Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini :
1. Bagi penulis
a. Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat meningkatkan
pengetahuan tentang urgensi bahasa Arab dalam kehidupan
2. Bagi pembaca
a. Agar pembaca memahami dan menjadi sumber pengetahuan tentang
Mengapa Al-qur’an berbahasa Arab
b. Sebagai sumber referensi bagi pembaca

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bahasa Arab


Bahasa Arab adalah salah satu bahasa tertua di dunia. Ada beberapa
teori yang menjelaskan tentang awal mula munculnya bahasa Arab. Teori
pertama menyebutkan bahwa manusia pertama yang melafalkan bahasa Arab
adalah Nabi Adam alaihissalam. Analisa yang digunakan Nabi Adam
alaihissalaam (sebelum turun ke bumi) adalah penduduk surga, dan dalam
suatu riwayat dikatakan bahwa bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab,
maka secara otomatis bahasa yang digunakan oleh Nabi Adam alaihissalam
adalah bahasa Arab dan tentunya anak-anak keturunan Nabi Adam
alaihissalam pun menggunakan bahasa Arab. Setelah jumlah keturunan Nabi
Adam alaihissalam bertambah banyak dan tersebar ke berbagai tempat, bahasa
Arab yang digunakan saat itu berkembang menjadi jutaan bahasa yang
berbeda. Teori ini kurang populer dikalangan ahli bahasa modern, khususnya
di kalangan orientalis, dengan asumsi bahwa tidak ada bukti ilmiah yang
menyebutkan bahwa Adam menggnakan bahasa arab sebagai bahasa sehari-
hari.
Sedangkan Schlözer, seorang tokoh orientalis, mengemukakan bahwa
bahasa Arab termasuk rumpun bahasa Semit. Teori ini diambil dari tabel
pembagian bangsa-bangsa di dunia yang terdapat dalam kitab Perjanjian Lama.
Tabel ini menggambarkan bahwa setelah terjadinya banjir nabi Nuh, semua
bangsa di dunia berasal dari tiga orang putera nabi Nuh alaihissalam yaitu
Syam, Ham, dan Yafis. Nama Semit diambil dari nama Syam, putera Nabi
Nuh alaihissalam yang tertua. Namun teori ini juga mempunyai kelemahan.
Tabel penyebaran putera-putera Nuh alaihissalam yang disebutkan dalam
Perjanjian Lama hanya membagi bangsa berdasarkan pertimbangan politik dan
geografis semata, tidak ada sangkut pautnya dengan bahasa.

3
Dalam perkembangannya, bahasa Arab terbagi menjadi dua bagian besar yaitu
bahasa Arab Selatan dan Bahasa Arab Utara. Dr. Basuni Imamuddin dalam
makalahnya tentang sejarah bahasa Arab menjelaskan tentang pembagian
bahasa Arab sebagai berikut, Bahasa Arab terbagi menjadi dua yaitu bahasa
Arab Selatan dan bahasa Arab Utara. Bahasa Arab Selatan disebut juga
bahasa Himyaria yang dipakai di Yaman dan Jazirah Arab Tenggara.
Bahasa Himyaria ini terbagi dua yaitu bahasa Sabuia dan bahasa Ma’inia.
Tentang bahasa ini telah ditemukan artefak-artefak yang merujuk pada abad ke
12 SM sampai abad ke 6 M. Sedangkan bahasa Arab Utara merupakan bahasa
wilayah tengah Jazirah Arab dan Timur Laut. Bahasa ini dikenal dengan
bahasa Arab Fusha yang hingga kini dan masa-masa yang akan datang tetap
dipakai karena al-Qur`an turun dan menggunakan bahasa ini. Bahasa ini
mengalami penyebaran yang demikian luas bukan hanya di kalangan bangsa
Arab saja tetapi juga di kalangan kaum muslimin di seluruh dunia.
Pada masa pra-Islam atau yang lebih dikenal dengan jaman jahiliyah–
bahasa Arab mulai mencapai masa puncaknya (prime condition). Hal ini
diawali dengan keberhasilan orang-orang Arab Badui di bawah pimpinan suku
Quraisy menaklukan penduduk padang pasir, sehingga mulai saat itu bahasa
Arab dijadikan bahasa utama dan mempunyai kedudukan yang mulia di tengah
kehidupan masyarakat sahara. Hal lain yang tidak bisa kita pungkiri untuk
membuktikan kemajuan bahasa Arab pada masa jahiliyah adalah kemampuan
masyarakat jahiliyah untuk menciptakan syair-syair indah baik dari segi
retorika ataupun makna. Bahkan saat itu telah diadakan lomba pembuatan syair
atau puisi, syair yang menjadi pemenang dalam perlombaan tersebut nantinya
akan dipamerkan di tengah masyarakat dengan cara digantung di dalam
Ka’bah, syair-syair ini dikenal dengan nama syair Mu’allaqât. Penyair-penyair
terkenal yang sering memenangkan perlombaan tersebut antara lain, Amru al-
Qais, Zuhair bin Abi Salmi, Al-‘Asya, Al-Hantsa, Zaid bin Tsabit, dan Hasan
bin Tsabit. Kemajuan syair-syair Arab pada masa ini, tak luput dari perhatian
ahli-ahli bahasa pada masa Islam, bahkan ‘Abdullah bin
‘Abbas rahimakumullah menjadikan syair-syair jaman jahiliyah sebagai

4
rujukan untuk mendefiniskan beberapa kata dalam al-Qur’an yang kurang jelas
maknanya, “syair/puisi adalah referensi orang Arab. Islam datang dengan
diutusnya Nabi Muhammad SAW saat itulah al-Qur’an diturunkan, tentu saja
menggunakan bahasa Arab yang paling sempurna/baku dengan keindahan
retorika dan kedalaman makna yang tak tertandingi. Allah -Subhânahu wa
Ta’âla- tidak menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an melainkan
karena ia adalah bahasa terbaik yang pernah ada. Allah -Subhânahu wa Ta’âla-
berfirman, “Sesungguhnya Kami telah jadikan al-Qur’an dalam bahasa Arab
supaya kalian memikirkannya.” (Yusuf: 2). Allah -Subhânahu wa
Ta’âla- juga berfirman, “Dan sesungguhnya al-Qur’an ini benar-benar
diturunkan oleh Pencipta Semesta Alam, dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-
Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang
di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang
jelas” (Asy Syu’ara: 192-195). Keindahan bahasa al-Qur’an juga diakui oleh
Janet Holmes, orientalis pemerhati bahasa. Dia mengatakan bahwa al-Qur’an
dilihat dari segi sosiolinguistik atau teori diglosia dan poliglosia
mengandung high variety (varitas kebahasaan yang tinggi). Diturunkannya al-
Qur’an dengan bahasa Arab menandai terjadinya revolusi fungsi pembelajaran
bahasa Arab. Paska diturunkannya al-Qur’an, dorongan untuk mempelajari
bahasa Arab lebih dikarenakan faktor agama daripada faktor-faktor lainnya
(ekonomi, politik dan sastra). Bahkan bisa dikatakan bahwa perkembangan
bahasa Arab berbanding lurus dengan penyebaran agama Islam. Adapun
penulisan huruf Arab telah dimulai jauh lebih dulu dari pada turunnya al-
Qur`an. Namun saat itu huruf Arab belum mengenal titik dan harakat, sehingga
paska meninggalnya Rasulullah -shallallâhu’alaihi wasallam- dan beberapa
sahabat, mulai muncul kesalahan dalam membaca beberapa kata dalam al-
Qur’an. Seperti kata yang bisa dibaca ‫ فتبينوا‬/fatabayyanû/
atau ‫ فتنبثوا‬/fatanabbatsû/. Untuk menghilangakan kesalahan tersebut maka
dibuatlah titik dan harakat. Orang pertama yang menuliskan titik dan harakat
pada bahasa Arab adalah Abu al-Aswad ad-Duali.

5
B. Etika Profesi Keperawatan

6
7

prakteknya etika keperawatan dapat berorientasi pada kewajiban dan larangan,


selanjutnya dapat diatur dalam kode etik keperawatan.

C. Kode etik keperawatan


Sebagai profesi yang turut serta mengusahakan tercapainya kesejahteraan
fisik material dan mental spiritual untuk makhluk insani dalam wilayah RI,
maka kehidupan profesi keperawatan diindonesia selalu berpedoman kepada
sumber asalnya yaitu kebutuhan masyarakat indonesia akan pelayanan
keperawatan.Warga negara indonesia menyadari bahwa kebutuhan akan
keperawatan bersifat universal bagi individu, keluarga, masyarakat oleh
karenanya pelayanan yang dipersembahkan oleh para perawat adalah selalu
berdasarkan kepada cita-cita yang luhur, niat yang murni untuk keselamatan
dan kesejahteraan umat tanpa membedakan kebangsaan, kesukuan, warna
kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta
kedudukan sosial. Dalam melaksanakan tugas pelayanan keperawatan kepada
individu, keluarga, masyarakat, cakupan tanggung jawab perawat indonesia
adalah meningkatkan derajat kesehatan, mencegah terjadinya penyakit,
mengurangi dan menghilangkan penderitaan serta memulihkan kesehatan yang
semuanya ini dilaksanakan atas dasar pelayanan yang paripurna.

D. Prinsip Etik Keperawatan


Penerapan prinsip etis dan hukum pada pendidikan. Dalam
mempertimbangkan tanggung jawab etis dan hukum yang berkaitan dengan
proses pendidikan pasien,keenam prinsip-etis utama yang terjalin erat pada
ANA Code for Nurses dan AHA Pattient’s Bill of Rights adalah prinsip yang
sama yang mencakup permasalahan pokok yang mempercepat intervensi
pemerintah federal terhadap masalah perawatan kesehatan. Prinsip-prinsip
tersebut antara lain, otonomi, kebenaran, tidak melanggar, kerahasiaan,
kebajikan dan keadilan.
8

1. Otonomi
Dalam mempertimbangkan prinsip otonomi misalnya, hukum dibuat
untuk melindungi hak-hak pasien dalam membuat keputusan bagi diri
sendiri. Mandat pemerintah federal mengenal informed consent tampak
dalam setiap permohonan dana kepada pemerintah federal untuk
mendukung penelitian biomedis. IRBPHS setempat berperan sebagai hakim
dan juri yang menjamin dilaksanakannya peraturan tersebut. Patient Self-
Determination Act (PSDA). Disahkan oleh Kongres dan yang mulai
diberlakukan sejak 1 Desember 1991. Merupakan contoh-otonomi kedua
yang ditetapkan sebagai undang-undang.
Fasilitas Kesehatan Perawatan, termasuk perawatan akut dan
jangka-panjang, HMO, hospice, dan perawatan dirumah, dan sebagainya,
yang menerima bantuan dana dari medicare dan/ atau medicaid diwajibkan
untuk mematuhi PSDA. Hukum menetapkan bahwa pada saat penerimaan
dirumah sakit atau sebelum dimulainya program perawatan atau pengobatan
di HMO, hospice, atau program perawatan dirumah, “bahwa setiap orang
yang menerima perawatan kesehatan wajib diberitahu secara tertulis
mengenai hak-hak mereka yang dilindungi oleh hukum negara bagian guna
membuat keputusan mengenai perawatan yaang akan diterima, termasuk
hak untuk menolak perawatan medis dan bedah serta hak untuk meminta
lebih banyak penjelasan” (Mazey et al., 1994, p. 30). Mezey dkk. (1994)
mengakui bahwa perawat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
pasien membuat informed decision, yang berisi tetapi tidak terbatas pada
perintah yang sebelumnya (mis, surat wasiat, surat kuasa). Dokumentasi
instruksi semacam itu harus terlihat dalam catatan pasien, yang merupakan
dokumen resmi yang membenarkan bahwa instruksi semacam itu pernah
dibenarkan.
Prinsip yang layak ditandai dalam ANA Code for Nurses adalah
yang membahas tentang kerja sama “dengan anggota profesi kesehatan dan
warganegara lain untuk meningkatkan upaya masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan publik dan kesehatan”. Meskipun tidak begitu ditegaskan dalam
9

dokumen ANA, prinsip ini jelas memberikan dukungan terhadap pemberian


pendidikan pasien baik didalam maupun diluar organisasi perawatan-
kesehatan. Prinsip ini memberikan rasional etis mengenai sesi sesi
pendidikan kesehatan yang terbuka bagi umum, seperti sesi penyuluhan
persalinan, sesi penghentian kebiasaan merokok, sesi penurunan berat
badan, diskusi tentang permasalahan kesehatan wanita, intervensi positif
terhadap penganiayaan anak, dan sebagainya. Walaupun pendidikan
kesehatan itu sendiri bukan bagian yang interpretif dari prinsip otonomi,
pendidikan tersebut sudah pasti dipercaya memberikan gagasan etis yang
membantu public untuk memperoleh otonomi lebih luas jika menyangkut
masalah peningkatan kesehatan dan kesejahteraan ke jenjang yang lebih
baik.

2. Beneficience (Kebajikan)
Prinsip kebajikan (berbuat baik) disahkan dengan cara mematuhi
tugas dan tanggung jawab kritis yang tercantum dalam uraian tugas.
mematuhi kebijakan, prosedur, dan protokol yang ditetapkan oleh fasilitas
perawatan kesehatan dan mematuhi standar serta kode etik perilaku yang
ditetapkan dan diberlakukan oleh organisasi keperawatan profesional.
Kepatuhan terhadap berbagai kriteria dan prinsip kinerja professional.

3. Justice (Keadilan)
Keadilan berbicara tentang kejujuran dan pendistribusian barang
dan jasa secara merata. Hukum merupakan “Sistem Peradilan” itu sendiri.
Fokus hukum adalah perlindungan masyarakat, sedangkan fokus hukum
kesehatan adalah perlindungan konsumen, Seperti disebutkan sebelumnya,
kepatuhan terhadap Patient's Bill of Rights secara resmi diwajibkan di
sebagian besar negara bagian Ini berarti bahwa perawat atau profesional
kesehatan lainnya dapat dikenakan hukuman penjara atau diajukan
kepengadilan akibat melakukan diskriminasi saat memberikan perawatan
karena misalnya, kurangnya pendidikan yang layak tentang risiko dan
10

manfaat prosedur medis yang invasif atau kurangnya pendidikan yang layak
tentang kegiatan perawatan-diri berkaitan dengan kondisi yang sehat dan
sejahtera (seperti dialisis rumah yang merupakan kegiatan tidak normal
dalam kehidupan sehari-hari manusia sehat.
Dengan demikian, jika perawat diperkerjakan pas oleh fasilitas
perawatan kesehatan tertentu. dia akan terikat kontrak, secara tertulis atau
tersirat, untuk memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan
kebijakan fasilitas tersebut. Kegagalan di dalam memberikan asuhan
keperawatan (termasuk jasa pendidikan) yang didasarkan pada diagnosis
pasien (mis., AIDS) selalu memberikan pelayanan keperawatan di bawah
standar yang didasarkan pada diagnosis, budaya, negara asal, jenis kelamin
dan sebagainya dapat mengakibatkan pemutusan dengan institusi yang
mempekerjakan kontrak perawat.

4. Nonmaleficience (Tidak melanggar/Tidak merugikan)


Tidak melanggar, prinsip “tidak melakukan hal yang
membahayakan” adalah struktur etis pada ketetapan hukum yang mencakup
malpraktik atau kelalaian. Menurut Lesnik dan Anderson (1962). “Istilah
kelalaian mengacu pada dilakukannya atau tidak dilakukannya suatu
tindakan, sesuai dengan tugas, yang akan atau tidak akan dilakukan oleh
orang yang berakal sehat dalam situasi yang sama, dan dilakukan atau tidak
dilakukannya tindakan tersebut kurang lebih menjadi penyebab cedera pada
orang lain atau pada miliknya" (p. 234). Juga istilah malpraktik, di sisi lain,
mengacu pada sekelompok kegiatan lalai tertentu yang dilakukan dalam
lingkup pekerjaan oleh mereka yang mengemban profesi tertentu yang
memerlukan pelayanan dan keterampilan teknis yang tinggi" (Lesnik &
Anderson, 1962, keb p. 234).
Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa malpraktik terbatas
lingkupnya pada mereka yang pekerjaannya memerlukan pendidikan dan
pelatihan khusus seperti yang ditentukan oleh standar pendidikan khusus,
sedangkan kelalaian mencakup semua perbuatan yang tidak perlu dan tidak
11

benar yang dapat dilakukan oleh siapa saja di bidang kegiatan apa pun.
Konsep tugas berkaitan erat dengan konsep malpraktik dan kelalaian.
Tugas perawat diuraikan dalam uraian tugas di tempat kerja mereka.
Manual prosedur dan kebijakan pada ke fasilitas tertentu diadakan untuk
melindungi pasien, tetapi keberadaannya juga untuk melindungi karyawan
(perawat) dan fasilitas tersebut dari tuntutan hukum. Kebijakan lebih dari
sekedar pedoman. Kebijakan dan prosedur menentukan standar perilaku
(tugas) yang diharapkan dari karyawan institusi tertentu yang
mempekerjakannya dan dapat digunakan untuk menentukan kelalaian di
depan pengadilan. Harapan akan kinerja perawat profesional juga diukur
berdasarkan tingkat pendidikan dan keterampilan yang sesuai dari dari
perawat, perintah dan protokol tetap, standar perawatan yang ditetapkan
oleh profesi (ANA). dan standar perawatan yang diberlakukan oleh berbagai
organisasi spesialisasi klinis dimana perawat mungkin menjadi salah satu
anggotanya (Yoder Wise, 1995).
Jika perawat berijazah spesialisasi klinis atau menyebut dirinya
sebagai “spesialis" meskipun tidak berijazah, dia dapat dikenai tuntutan
berdasarkan standar spesialisasi tersebut (Smith, 1987). Dalam kasus
tuntutan hukum, prinsip operasional kuncinya adalah bahwa perawat tidak
diukur berdasarkan standar kinerja profesi yang optimal atau maksimal,
tetapi tolok ukurnya didasarkan pada praktik yang yang akan dilakukan
perawat yang bijaksana dan berakal sehat dalam keadaan yang sama di
kalangan masyarakat tertentu.

5. Moral Right
Moral right dalam keperawatan menjurus kepada acuan bagi perilaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik yang dilakukan
seseorang dan merupakan kewajiban dan tanggung jawab moral sesuai
prosedur. Karena Moral Right hampir sama dengan etika dalam
keperawatan, hanya saja moral right menjurus pada tindakan yang baik yang
dilakukan seseorang, sedangkan etika mengacu pada tindakan yang baik dan
12

buruk merupakan kewajiban dan tanggung jawab moral. Standar moral


dipengaruhi oleh ajaran agama, tradisi, norma kelompok atau masyarakat.
Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan oleh perawat dalam etika “
Moral Right “ :
a) Advokasi
memberikan saran dalam upaya melindungi dan mendukung hak-
hak pasien. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban moral bagi perawat
dalam mempraktekkan keperawatan profesional.
b) Responsibilitas (Tanggung Jawab)
eksekusi terhadap tugas-tugas yang berhubungan dengan peran
tertentu dari perawat. Misalnya pada saat memberikan obat, perawat
bertanggung jawab untuk mengkaji kebutuhan klien dengan
memberikannya dengan aman dan benar.
c) Loyalitas
Suatu konsep yang melewati simpati, peduli , dan hubungan timbal
balik terhadap pihak yang secara profesional berhubungan dengan
perawat .

6. Nilai dan Norma Masyarakat


Nilai-nilai adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan
terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku
seseorang. Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai
yang dianggap penting dan sering diartikan sebagai perilaku personal.
Values (nilai-nilai) yang ideals atau idaman, konsep yang sangat berharga
bagi seseorang yang dapat memberikan arti dalam hidupnya. Values
merupakan sesuatu yang berharga bagi seseorang, dan bisa mempengaruhi
persepsi, motivasi, pilihan dan keputusannya . salary dan McDonnel (1989)
, values yang disadari menjadi pengendali internal seseorang, membuat
pilihan dan keputusan. Norma masyarakat adalah kebiasaan umum yang
menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan
wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-
13

kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan


sosial, norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam
menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat
memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan
sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan
manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana
diharapkan.
Nilai dan norma masyarakat dapat memberikan keputusan tentang
tindakan yang diharapkan benar – tepat atau bermoral , terlebih dalam
profesi keperawatan. Dimana pelayanan kepada manusia merupakan fungsi
utama perawat dan dasar adanya profesi keperawatan, oleh karena itu nilai
dan norma keperawatan dalam perjalanan pelayanan keperawatan sangat
diperlukan dan dapat sebagai alat untuk mengukur perilaku moral dalam
keperawatan dengan kata lain merupakan suatu ungkapan tentang
bagaimana perawat wajib bertingkah laku

E. Pelanggaran Prinsip Etik


1. Kelalaian (Negligence)
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk
dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada
unsur kelalaian. Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat
melanggar standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain
(Sampurno, 2005).
Sedangkan menurut amir dan hanafiah (1998) yang dimaksud
dengan kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa
yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau
sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan
melakukannya dalam situasi tersebut.
Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan
sesuatu yang seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu
secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994). Dapat disimpulkan bahwa kelalaian
14

adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan


keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah
standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah
seorang perawat tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu
pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien
atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
a. Jenis-jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:
1. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang melanggar hukum atau
tidak tepat/layak, misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa
indikasi yang memadai/tepat
2. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat
tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat
Misal: melakukan tindakan keperawatan dengan menyalahi prosedur
3. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang
merupakan kewajibannya.
Misal: Pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak
dilakukan.
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga
kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu:
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau
untuk tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada
situasi dan kondisi tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpanagan kewajiban
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien
sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh
pemberi pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam
hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan
kewajiban dengan kerugian yang setidaknya menurunkan “Proximate
cause”
15

b. Beberapa bentuk Kelalaian dalam Keperawatan.


Pelayanan kesehatan saat ini menunjukkan kemajuan yang cepat,
baik dari segi pengetahuan maupun teknologi, termasuk bagaimana
penatalaksanaan medis dan tindakan keperawatan yang bervariasi. Sejalan
dengan kemajuan tersebut kejadian malpraktik dan juga adanya kelalaian
juga terus meningkat sebagai akibat kompleksitas dari bentuk pelayanan
kesehatan khususnya keperawatan yang diberikan dengan standar
keperawatan. (Craven & Hirnle, 2000).
Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian
dalam keperawatan diantaranya yaitu :
1. Kesalahan pemberian obat: Bentuk kelalaian yang sering terjadi. Hal
ini dikarenakan begitu banyaknya jumlah obat yang beredar metode
pemberian yang bervariasi. Kelalaian yang sering terjadi, diantaranya
kegagalan membaca label obat, kesalahan menghitung dosis obat, obat
diberikan kepada pasien yang tiak teoat, kesalahan mempersiapkan
konsentrasi, atau kesalahan rute pemberian. Beberapa kesalahan
tersebut akan menimbulkan akibat yang fatal, bahkan menimbulkan
kematian.
2. Mengabaikan Keluhan Pasien: termasuk perawat dalam melalaikan
dalan melakukan observasi dan memberi tindakan secara tepat. Padahal
dapat saja keluhan pasien menjadi data yang dapat dipergunakan dalam
menentukan masalah pasien dengan tepat (Kozier, 1991)
3. Kesalahan Mengidentifikasi Masalah Klien: Kemunungkinan terjadi
pada situasi RS yang cukup sibuk, sehingga kondisi pasien tidak dapat
secara rinci diperhatikan. (Kozier, 1991).
4. Kelalaian di ruang operasi: Sering ditemukan kasus adanya benda atau
alat kesehatan yang tertinggal di tubuh pasien saat operasi. Kelalaian
ini juga kelalaian perawat, dimana peran perawat di kamar operasi
harusnya mampu mengoservasi jalannya operasi, kerjasama yang baik
dan terkontrol dapat menghindarkan kelalaian ini.
16

5. Timbulnya Kasus Decubitus selama dalam perawatan: Kondisi ini


muncul karena kelalaian perawat, kondisi ini sering muncul karena
asuhan keperawatan yang dijalankan oleh perawat tidak dijalankan
dengan baik dan juga pengetahuan perawat terdahap asuhan
keperawatan tidak optimal.
5. Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan Pasien: Contoh yang
sering ditemukan adalah kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya
dapat dicegah jika perawat memperhatikan keamanan tempat tidur
pasien. Beberapa rumah sakit memiliki aturan tertentu mengenai
penggunaan alat-alat untuk mencegah hal ini

C. Dampak Kelalaian

Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak


yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak
Rumah Sakit, Individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi.
Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk
ganti rugi. (Sampurna, 2005). Bila dilihat dari segi etika praktek
keperawatan, bahwa kelalaian merupakan bentuk dari pelanggaran dasar
moral praktek keperawatan baik bersifat pelanggaran autonomy, justice,
nonmalefence, dan lainnya. (Kozier, 1991) dan penyelesainnya dengan
menggunakan dilema etik. Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini
dapat ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan profesi dan juga
institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi
kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360
dan 361 KUHP).

2. Pelanggaran Privasi
Pasien mempunyai hak atas kerahasiaan dirinya dan urusan
pribadinya. Pelanggaran terhadap kerahasiaan adalah bentuk dari
pelanggaran privasi, dan hal tersebut adalah tindakan yang melawan hukum.
Contoh dari pelanggaran privasi :
17

a) Tidak memberikan informasi yang sebenarnya tentang


keadaan pasien mengingat hak pasien adalah mendapatkan
informasi terbuka tentang status kesehatannya.
b) Memaksa pasien untuk menerima atau menyetujui tindakan
medis dimana sebenarnya hak pasien memberikan
persetujuan atau penolakan terhadap tindakan medis atas
dirinya atau keluarganya.
c) Sengaja menimbulkan kerugian bagi pasien, contohnya :
menjual obat dengan harga tinggi padahal pasien sebenarnya
tak membutuhkan obat tersebut.
d) Sengaja tidak memperhatikan keamanan dan kenyamanan
pasien, contoh : melindungi bagian tubuh dengan selimut
atau pakaian untuk menjaga privasi pasien, memasang side
rail (rail penyangga tempat tidur sehingga pasien jatuh).
e) Salah memberikan therapy (obat) pada pasien yang beresiko
menimbulkan relasi negatif untuk pasien.
f) Membuka atau memberikan informasi media (jenis
penyakit,penyebab,dll) pasien kepada orang lain yang tidak
berkepentingan (selain tenaga medis yang menangani
pasien) hak pasien adalah mendapat privasi dirinya dan
kerahasiaan medis dirinya.
g) Membedakan pasien atas dasar ras, keyakinan, umur dan
faktor lain hak pasien adalah mendapat perlakuan yang
sama.
h) Menolak melakukan tindakan emergency yang akan
membahayakan jiwa dikarenakan jaminan pasien belum
selesai.
i) Tidak melakukan dokumentasi pasien dengan benar, catat
secara akurat objektif, dan lengkap tidak boleh ada
penghapusan data ataupun tanpa paraf dan nama disamping.
18

j) Perawat melakukan tindakan kriminal : kekerasan pada


pasien ringan hingga berat.
k) Perawat melakukan kecerobohan : meliputi memfitnah,
mengekang kebebasan pasien atau mengancam pasien.

3. Mal Praktek
Malpraktek mempakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak
selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah
sedangkan “praktek” mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga
malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti
harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu
profesi. Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian
dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian
dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak
terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang
tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-
prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam arti, harus menceritakan
secarajelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik
pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan. Dalam
memberikan pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk menginformasikan
kepada konsumen secara lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin.
Namun, penyalahartian malpraktek biasanya terjadi karena ketidaksamaan
persepsi tentang malpraktek.Guwandi (1994) mendefinisikan malpraktik
sebagai kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menerapkan
tingkat keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah
pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan
dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan
19

wilayah yang sama. Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa


malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence)
yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang
menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya. Ada dua istilah
yang sering dibiearakan secara bersamaan dalam kaitannya dengan
malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah
melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum
guna, melindungi orang lain yang bertentangan dengan tindakan-tindakan
yaag tidak beralasan dan berisiko melakukan kesalahan (Keeton, 1984
dalam Leahy dan Kizilay, 1998). Malpraktik. sangat spesifik dan terkait
dengan status profesional dan pemberi pelayanan dan standar pelayanan
profesional. Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya,
dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan standar profesi
yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki keterampilan dan
pendidikan (Vestal, K.W, 1995). Malpraktik lebih luas daripada negligence
karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup
tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal malpractice)
dan melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya
motif (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang
memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap
pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan
(planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors).
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Assessment errors
Termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang
pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang
diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda
vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera.
Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada
ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan
20

mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk


menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan
data dasar secara komprehensif dan mendasar.
b. Planning errors
Termasuk hal-hal berikut : Kegagalan mencatat masalah pasien dan
kelalaian menuliskannya dalam rencana keperawatan, Kegagalan
mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang telah
dibuat, misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan
yang tidak dimahami perawat lain dengan pasti, Kegagalan
memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan
kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan,
Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.
Untuk mencegah kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan
perkiraan dalam membuat rencana keperawatan tanpa
mempertimbangkannya dengan baik. Seharusnya, dalam penulisan
harus memakai pertimbangan yang jelas berdasarkan masalah pasien.
Bila dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru
yang terkumpul. Rencana harus realistis berdasarkan standar yang telah
ditetapkan, termasuk pertimbangan yang diberikan oleh pasien.
Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan.
Lakukan tindakan berdasarkan rencana dan lakukan secara hati-hati
instruksi yang ada. Setiap pendapat perlu divalidasi dengan teliti.
c. Intervention errors
Termasuk kegagalan menginteipretasikan dan melaksanakan
tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara
hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat order/pesan dari dokter atau
dari penyelia. Kesalahan pada tindakan keperawatan yang sering terjadi
adalah kesalahan dalam membaca pesan/order, mengidentifikasi pasien
sebelum dilakukan tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi
pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling
berbahaya tampaknya pada tindakan pemberian obat. Oleh karena itu,
21

perlu adanya komunikasi yang baik di antara anggota tim kesehatan


maupun terhadap pasien dan keluarganya.

F. Contoh Kasus Pelanggaran etik yang berkaitan dengan maternitas


1. Kasus 1 pada pelanggaran malpraktek
Kasus “Sungsang, lahir kepala putus” yangterjadi di Batu Malang
tahun 2009. Seorang bidan bernama Linda Handayani, warga jalan
Pattimura Gang I Kota Batu, melakukan malpraktek saat menangani proses
persalinan. Akibatnya, pasien bernama Nunuk Rahayu, 39, terpaksa
melahirkan anak ketiganya dengan hasil mengerikan. Bayi sungsang itu
lahir dengan kepala putus. Badan bayi keluar duluan, sedangkan kepalanya
tertinggal di rahim. Suami Nunuk Wiji Muhaimin(40), menjelaskan istrinya
Selasa sore mengalami kontraksi. Melihat istrinya ada tanda-tanda
melahirkan, Wiji Muhaimin membawa istrinya ke bidan Linda Handayani,
yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Sesampai ditempat bersalin,
sekitar jam 15.00, Nunuk langsung diperiksa bidan untuk mengetahui
keadaan kesehatan si bayi. Menurut Bu Han (panggilan Linda Handayani),
kondisi anak saya dalam keadaan sehat. Meski menunggu kelahiran anak
ketiga, Wiji Muhaimin tetap saja diliputi ketegangan. Apalagi persalinan
berlangsung cukup lama.

Setiap pembantu Bu Han keluar ruang persalinan, saya selalu


bertanya, apakah anak saya sudah lahir. Jawabannya selalu belum. Katanya,
bayi saya susah keluar. Istri saya mesti diberi suntikan obat perangsang
sampai dua kali agar si jabang bayi segera keluar, papar Wiji Muhaimin.
Wiji sempat pulang sebentar untuk menjalankan shalat magrib. Usai shalat,
ia kembali ke bidan. Baru saja memasuki klinik bersalin, bidan Han keluar
dari ruang persalinan dengan tergopohgopoh. Bidan yang sudah praktik
sejak tahun 1972 itu berteriak minta tolong kepadanya. “Pak, tolong bantu
saya”, teriaknya kepada Wiji. Wiji mengikuti bidan Han masuk ke ruang
persalinan. Mata Wiji langsung terbelalak begitu melihat pemandangan
22

yang begitu mencekam. Si jabang bayi memang sudah keluar, namun kepala
bayi masih berada dalam rahim. Ditengah kepanikan, bidan memintanya
untuk menahan tubuh si bayi, sedang kedua perawat bertugas menekan perut
ke bawaah untuk membantu mengeluarkan kepala bayi. Kala itu, kondisi
istri Wiji antara sadar dan tidak. Ia hanya bisa merintih kesakitan.
Selanjutnya, bidan Han meminta Wiji menarik tubuh bayi agar keluar dari
rahim. Namun, Wiji enggan melakukannya. Ia hanya menahan tubuh bayi
agar tidak menggantung. “Saya tidak tega menarik tubuh anak saya”, apa
jadinya kalau saya tarik kemudian sampai lepas, yang saya lakukan hanya
terus istigfar. Wiji paham, anak bungsunya sudah tidak bernyawa lagi. Ia
tahu, karena tubuh si bayi sudah lemas, tidak ada gerakan sama sekali.
Sampai 15 menit kemudian, tetap saja kepala bayi belum berhasil
dikeluarkan. Saya berikan tubuh bayi saya kepada Bu Han. Sejurus
kemudian, Wiji mendengar si bidan semakin panik. Bahkan, si bidan sempat
mengeluh, “aduh, yok opo iki” (aduh bagaimana ini). Beberapa saat
kemudian, selintas Wiji melihat tubuh anaknya sudah diangkat dan
ditempatkan di ranjang sebelah. Yang mengerikan, kepala si jabang bayi
belum juga berhasil dikeluarkan. Dengan nada setengah berteriak lantaran
panik, bidan mengajak Wiji untuk membawa istrinya ke BKIA Islam Batu,
untuk penanganan lebih lanjut. Setiba di BKIA, istri Wiji segera ditangani.
Dokter Sutrisno SpOG langsung mengadakan tindakan untuk mengeluarkan
kepala si bayi dari rahim istrinya. Baru setelah itu, kepala disambung
kembali dengan tubuh bayi saya, demikian Wiji menguraikan peristiwa
yang terajdi pada proses kelahiran anaknya yang ditangani oleh Bidan Linda
Handayani yang biasa disapa oleh masyarakat dengan Bu Han.

2. Kasus 2 Kelalaian
Analisis Etik dan Legal Kasus dengan Bayi Meninggal Pasca Imunisasi
pada area keperawatan
23

“Pada hari selasa 19/3/2013 lahir seorang anak laki-laki berinisial E putra
dari pasutri H dan F. Anak laki-laki ini lahir dengan berat 2.2 kg. Bayi itu
menangis kencang dan nyaring. Bayi yang beratnya kurang dari normal,
dari tim dokter dan perawat yang membantu persalinan dinyatakan sehat.
Karena Bayi E sehat ke esokan harinya keluarga dan si abayi E
doperbolehkan pulang. Sebelum pulang ada seorang perawat memberikan
suntikan. Perawat sebelumnya menyuruh ibu si penunggu Bayi E untuk
keluar ruangan. Kemudian Perawat mengatakan si Bayi e diberikan suntikan
imunisasi. Keluarga dan seorang bidan yang akan mengajak si bayi pulang
kaget karena anak yang lahir prematur dan baru lahir sudah diberikan
suntikan imunisasi. Suntikan obat yang diberikan perawat dilakukan tanpa
persetujaun dan inform konsen kepada kelurga. Sampai dirumah Bayi E
masih sehat, masih ingin minum susu. Besoknya pada dini hari, Bayi E
mulai rewel dan demam. Bayi E semakin panas dan muncul warna merah
pada paha sampai ke punggung. Keluarga menduga panas dan warna merah
yang muncul akibat suntikan yang diberikan. Kemudian Bayi e diajakke
Rumah sakit, sampai dirumah sakit detak jantung Bayi masih ada, namun
beberapa menitnya bayi E meninggal.” Di kutip dari harian radar riau.
Kasus diatas menjelaskan terjadi kasus meninggalnya bayi E setelah
mendapatkan suntikan dari seorang perawat. Bayi E meninggal setelah
rewel, panas, dan berapa bagian tubuh memerah yang muncul akibat
suntiikan yang diberikan. Reaksi yang timbul mungkin efek samping dari
imunisasi yang diberikan. Keluarga tidak tanggap terhadap hal itu karena
sebelumnya tidak diberikan edukasi oleh perawat. Keluarga seharusnya
mendapatkan edukasi yang cukup saat bayi E di pulangkan sehingga ketika
terjadi reaksi obat keluarga Bayi E bisa mengambil tindakan. Bayi E bisa
mendaptkan pertolongan segera dan bisa saja tidak sampai meninggal,
Meninggalnya Bayi E bisa bukan karena suntikan yang diberikan. Efek
samping imunisasi yang menimbulkan panas dan alergi bisa menyebabkan
si anak dehidrasi sehingga berakibat fatal. Suntikan imunisasi bisa sebagai
pemicu timbulnya panas dan akibat pertolongan yang lambbat Bayi E tidak
24

tertolong. Perawat mempunyai tanggungjawab secara moral dan etika


terhadap kasus yang menimpa Bayi E. Perawat bisa saja lalai dalam
pelaksanaan proses keperawatan sehingga tidak memeberikan perawatn
profesional. Perawat sebagai perawat profesional menajdi melanggar nilai-
nilai keperawatan yang ada,
Berdasarkan analisis kasus diatas perawat melanggar beberapa nilai-
nilai keperawatan. Perawat melanggar nilai Altuirsmn (mengutamakan
orang lain) dan nilai truth (kebenaran). Dalam artian perawat tidak
melakukan komunikasi terapeutik terhadap pasien dalam pemberian
tindakan. Perawat sebelum melakukan tindakan penyuntikan tidak
memberikan informasi yang benar kepada keluarga (orang tua) Bayi E.
Dimna kondisi bayi berat bdan belum ideal walaupun dikatakan dalam
keadaan sehat. Sehingga orang tua Bayi E menajdi kaget setelah perawat
melakukan suntikan imunisasi. Sikap perawat seperti itu
mencerminkan tidak berpegang pada nilai – nilai keperawatan yang harus
mengutamakan orang lain dan nilai kebenaran. Perawat menyebabkan
kerugian pada Bayi E yang berakhir fatal dengan kematian.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika adalah kode perilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik
bagi kelompok tertentu. Etika juga merupakan peraturan dan prinsip perbuatan
yang bisa disebut benar. Etika berhubungan dengan peraturan atas perbuatan
atau tindakan yang mempunyai prinsip benar atau salah serta prinsip moralitas
karena etika bertanggung jawab secara moral (Wulan,2011). Kesadaran dan
pedoman yang mengatur nilai-nilai moral didalam melaksanakan kegiatan
profesi keperawatan, sehingga mutu dan kualitas profesi keperawatan tetap
terjaga dengan cara yang terhormat (Hariadi,1998)

B. Saran
Sebaiknya dalam melakukan tindak keperawatan,seorang perawat
harus bertindak sesuai dengan prinsip etika tersebut. Dalam menghadapi situasi
yang memerlukan keputusan untuk mengambil tindakan, seorang perawat
harus mampu memberikan tindakan sesuai dengan norma hukum yang berlaku.

25
26

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. http://eprints.ung.ac.id/848/6/2013-2-74201-271409147-bab2-


09012014072152.pdf . Diakses pada 12 Oktober 2017

Alkuinus Nelson, Pembuktian Malpraktik Medik, 2012, diakses tanggal 4 Maret


2016 dari https://theqnelson.wordpress.com/2012/11.

Rizsa., Penanganan Kasus Malpraktik Medis, 2009, diakses tanggal 3 Maret 2016
https://rizsa82.wordpress.com/category/hkmdan-medikolegal

Soenarto Soerodibroto, (2001). KUHP & KUHAP dilengkapi yurisprodensi


Mahkamah Agung dan Hoge Road: Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.

Sampurno, B. (2005). Malpraktek dalam pelayanan kedokteran.

Nurdyanto, Okky., dkk. 2014. Tugas etika dan hukum kesehatan . Sekolah
Tinggih Ilmu Kesehatan Majapahit Mojokerto. Mojokerto

Anda mungkin juga menyukai