Anda di halaman 1dari 34

PENGGUNAAN SERAT DAUN NANAS SEBAGAI ADSORBEN ZAT

WARNA PROCION RED MX 8B

Disusun Oleh:

SETYONINGSIH
M0304062

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian


persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Industri tekstil merupakan salah satu industri yang sangat berkembang di Indonesia dan juga
merupakan komoditi ekspor penghasil devisa negara (Manurung, 2004). Perkembangan yang pesat dari
industri tekstil akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan bahan zat warna yang berguna untuk
mewarnai bahan-bahan tekstil (Budiyono, 2008). Akan tetapi terlepas dari hal tersebut, menurut
Manurung (2004) ternyata industri tekstil ini menimbulkan masalah bagi lingkungan terutama masalah
yang diakibatkan oleh limbah cair pewarnaan. Limbah cair tersebut mengandung bahan-bahan
berbahaya dan beracun yang keberadaannya dalam perairan dapat menghalangi sinar matahari
menembus lingkungan akuatik, sehingga mengganggu proses-proses biologi yang terjadi di dalamnya. Di
samping itu juga mengganggu estetika badan perairan akibat munculnya bau busuk, dan juga berbahaya
bagi lingkungan (Moura, 2004). Salah satu limbah yang dihasilkan dari industri tekstil adalah limbah zat
warna.

Warna adalah salah satu karakteristik dari limbah yang mudah untuk dilihat (Habib, 2006).
Menurut Aryunani (2003), zat warna banyak digunakan pada proses pencelupan dan pencapan industri
tekstil. Zat warna memiliki gugus kromofor yang stabil sehingga secara fisis sukar diuraikan. Disamping
sukar diuraikan, bahan aktif zat warna seperti azo (monoazo, diazo, trisazo, dst) dilaporkan bersifat
karsinogenik (Aryunani, 2003; Izadyar, 2007).

Limbah zat warna merupakan salah satu sumber pencemaran air yang cukup tinggi jika tidak
dilakukan pengolahan. Beberapa metode pengolahan limbah zat warna dapat dilakukan dengan cara
kimia menggunakan koagulan, fisika dengan sedimentasi, adsorpsi dan lain-lain (Aryunani, 2003).
Adapun beberapa penelitian tentang pengolahan limbah zat warna antara lain, yaitu : degradasi zat
warna azo reaktif secara anaerob–aerob (Manurung, 2004), penggunaan sinar uv untuk fotodegradasi
zat warna congo red (Wijaya, 2006), adsorpsi zat warna reaktif dengan serbuk gergaji (Izadyar, 2007),
penurunan zat warna tekstil dalam larutan dengan menggunakan karbon aktif bagasse (Mawahib, 2002),
adsorpsi yellow lanasol 4G dari limbah tekstil dengan selulosa (Moura, 2004).

Metode pengolahan limbah zat warna dengan metode adsorbsi dapat dilakukan dengan
berbagai macam adsorben. Adsorben yang telah digunakan diantaranya bubur bambu, pohon palem,
jantung pisang (Izadyar, 2007), bead selulosa (Morales, 2004), alang-alang, eceng gondok (Aryunani,
2003), tempurung kelapa, sekam padi, kayu lunak, tongkol jagung, bagasse (Moura, 2004), jerami padi
(Suwarsa 1998), dan batang jagung (Rochanah, 2004).

Hidayat (2008) menyatakan bahwa selulosa merupakan senyawa yang mempunyai karakter
hidrofilik serta mempunyai gugus alkohol primer dan sekunder yang keduanya mampu mengadakan
reaksi dengan zat warna reaktif. Selulosa alam ataupun turunannya dapat berinteraksi dengan
permukaaan gugus fungsi secara fisik atau kimia (Ibbet, 2006).

Daun nanas merupakan salah satu bagian tanaman yang memiliki kandungan serat yang tinggi.
Dalam Norman (1937), disebutkan bahwa dalam serat daun nanas mengandung 62-79% selulosa.
Sedangkan dalam Hidayat (2008), disebutkan terdapat 69,5-71,5% selulosa yang terkandung dalam serat
daun nanas. Adanya kandungan selulosa dalam serat daun nanas yang tinggi ini diharapkan dapat
dijadikan sumber selulosa sebagai alternatif baru untuk adsorben dalam mengadsorb zat warna.

Pada penelitian kali ini melakukan adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B dengan
menggunakan serat daun nanas setelah diaktivasi dengan NaOH 2%. Karena keberadaannya yang
melimpah, daun nanas dapat dijadikan sumber selulosa. Adsorben dari serat daun nanas memiliki
keunggulan yaitu proses preparasi yang mudah, dan biaya yang relatif murah. Selulosa dari serat daun
nanas diharapkan dapat menyerap zat warna Procion Red MX 8B.

B. Perumusan masalah
1. Identifikasi Masalah
Perkembangan yang pesat dari industri tekstil akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan
bahan zat warna yang berguna untuk mewarnai bahan-bahan tekstil. Akan tetapi terlepas dari hal
tersebut, ternyata industri tekstil ini menimbulkan masalah bagi lingkungan terutama masalah yang
diakibatkan oleh limbah cair pewarnaan yang berdampak pada estetika lingkungan. Akan tetapi
penanganan limbahnya masih kurang. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu cara yang mudah dan
murah untuk mengurangi dampak dari limbah industri tekstil ini.

Ada beberapa metode pengolahan limbah antara lain sedimentasi, koagulasi, filtrasi, dan
adsorpsi. Metode paling sederhana adalah adsorbsi. Beberapa peneliti menggunakan karbon aktif untuk
mengadsorbsi zat warna. Akan tetapi tingginya harga adsorben karbon aktif ini mendorong para peneliti
untuk mencari alternatif material lain sebagai pengganti. Salah satunya adalah serat daun nanas yang
mengandung selulosa tinggi serta keberadaannya melimpah dan belum termanfaatkan.

Serat daun nanas diketahui mengandung selulosa sebanyak 69,5%, yang memungkinkannya
dapat digunakan sebagai adsorben. Adsorben dari serat daun nanas memiliki keunggulan yaitu proses
preparasi yang mudah, biaya relatif murah dan ketersediaan yang relatif melimpah, akan tetapi
kemampuan adsorbsinya terbatas. Kelemahanan ini dapat diatasi melalui proses aktivasi. Aktivasi dapat
dilakukan dengan merendam adsorben dalam aktivator seperti NaOH, KOH, LiOH, ZnCl2, dan H2SO4,
sehingga dihasilkan serat daun nanas yang mempunyai kemampuan adsorbsi lebih tinggi dibandingkan
dengan serat daun nanas tanpa aktivasi. Oleh karena itu penelitian ini melakukan adsorpsi zat warna
Procion Red MX 8B menggunakan serat daun nanas yang telah diaktivasi NaOH 2%.

2. Batasan Masalah

a. Serat daun nanas yang digunakan berasal dari daun nanas di daerah Wonogiri, Jawa Tengah.
b. Zat warna yang digunakan adalah Procion Red MX 8B.
c. Aktivator yang digunakan adalah NaOH 2% dengan variasi waktu aktivasi 0, 12, 24, 48 jam.
d. Penentuan kondisi adsorpsi optimum dengan variasi pH 1, 2, 3, 4 dan waktu kontak 30, 60, 120, 180
menit.
e. Penentuan jenis isotherm adsorpsi menggunakan persamaan Langmuir dan Freundlich.
3. Rumusan Masalah

a. Apakah serat daun nanas dapat mengadsorpsi zat warna Procion Red MX 8B?
b. Bagaimana kondisi optimum adsorpsi yang meliputi waktu aktivasi, pH, dan waktu kontak
optimum untuk adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B dengan serat daun nanas diaktivasi NaOH
2%?
c. Persamaan isoterm adsorpsi apa yang sesuai untuk adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B
dengan serat daun nanas yang diaktivasi NaOH2%?

4. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui apakah serat daun nanas dapat mengadsorpsi zat warna Procion Red MX 8B.
b. Mengetahui kondisi optimum waktu aktivasi, pH, dan waktu kontak dalam proses adsorpsi zat warna
Procion Red MX 8B dengan serat daun nanas yang diaktivasi NaOH 2%.
c. Mengetahui jenis isoterm adsorpsi yang terjadi pada adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B dengan
serat daun nanas yang diaktivasi NaOH 2%.

5. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, hasil penelitian memberikan sumbangan bagi penanganan masalah lingkungan,
khususnya untuk mengurangi kadar pencemaran zat warna. Sedangkan secara praktis, dapat
dimanfaatkan sebagai bahan alternatif untuk menganggulangi pencemaran zat warna pada limbah
industri.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Nanas
Tanaman nanas (Ananas cosmosus (L) Merr) yang termasuk famili Bromeliaceae merupakan
tumbuhan tropis dan subtropis yang banyak terdapat di Filipina, Brasil, Hawaii, India dan Indonesia.
Tanaman nanas bersifat sebagai epifit yang adaptis. Batang nanas pendek, gemuk, dan kuat. Tingginya
tidak lebih dari 30 cm. Daunnya berbentuk seperti alur yang sempit, berdaging, keras, kaku dengan
panjang 60 − 120 cm dan bagian pangkalnya saling bertangkup satu dengan lainnya. Tepi daun bergerigi
seperti gergaji dan mempunyai pucuk yang runcing dan tajam (Muljohardjo, 1986). Lapisan luar daun
berupa pelepah yang terdiri atas sel kambium, zat pewarna yaitu klorofil, xanthophyl dan carotene
yang merupakan komponen kompleks dari jenis tanin, serta lignin yang terdapat di bagian tengah daun.

Tanaman nanas akan dibongkar setelah dua atau tiga kali panen untuk diganti tanaman baru,
oleh karena itu limbah daun nanas terus berkesinambungan sehingga cukup potensial untuk
dimanfaatkan. Namun hingga saat ini tanaman nanas baru buahnya saja yang dimanfaatkan, sedangkan
daunnya belum banyak dimanfaatkan sepenuhnya. Pada umumnya daun nanas dikembalikan ke lahan
untuk digunakan sebagai pupuk. Tanaman nanas dewasa dapat menghasilkan 70 – 80 lembar daun atau
3 – 5 kg dengan kadar air 85 %. Bentuk daun nanas menyerupai pedang yang meruncing diujungnya
dengan warna hijau kehitaman dan pada tepi daun terdapat duri yang tajam. Tergantung dari species
atau varietas tanaman, panjang daun nanas berkisar antara 55 sampai 75 cm dengan lebar 3,1 sampai
5,3 cm dan tebal daun antara 0,18 sampai 0,27 cm (Hidayat, 2008).

Serat daun nanas terdiri atas selulosa dan non selulosa. Serat yang diperoleh dari daun nanas
muda kekuatannya relatif rendah dan seratnya lebih pendek dibanding serat dari daun yang sudah tua.
Sifat porous dan menggelembung pada serat daun nanas menunjukkan adanya sifat daya adsorbsi
lembab dan kemampuan untuk dicelup (Deptan Kaltim, 2007). Komposisi kimia serat daun nanas
disajikan pada Tabel 1. Sebagai pembanding disajikan juga komposisi kimia serat kapas dan rami.

Tabel 1. Komposisi Serat Daun Nanas

Komposisi kimia Serat Daun Nanas (%) Serat Kapas (%) Serat Rami (%)

1. Selulosa 69,50 – 71,50 94 72 – 92

2. Pentosan 17,00 – 17,80 - -

3. Lignin 4,40 – 4,70 - 0–1

4. Lemak dan Wax 3,00 – 3,30 0,6 0,2


5. Abu 0,71 – 0,87 1,2 2,87

6. Zat-zat lain (air) 4,50 – 5,30 1,3 6,2

(Sumber : Balai Besar Tekstil, 2007)

2. Selulosa

Selulosa adalah senyawa organik paling melimpah di bumi. Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer
berantai panjang polisakarida karbohidrat, dari β-glukosa. Selulosa merupakan komponen struktural
utama dari tumbuhan dan tidak dapat dicerna oleh manusia. Selulosa merupakan homopolisakarida
yang tersusun atas unit-unit β-D-glukosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan 1,4’-glikosida
(Fessenden, 1986). Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kemampuan
untuk membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra molekuler dan intermolekuler (Sjostrom, 1995).

Gambar 1. Struktur Selulosa (Ophardt, 2003)

Berkas-berkas molekul selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk mikrofibril di


tempat-tempat yang sangat teratur (kristalin) diselingi dengan tempat-tempat yang kurang teratur
(amorf), mikrofibril membentuk fibril-fibril dan akhirnya menbentuk serat-serat selulosa. Sebagai akibat
dari struktur yang berserat dan ikatan hidrogen yang kuat selulosa mempunyai kekuatan tarik yang
tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut (Supriyanto, 2005).

Stabilisasi rantai-rantai molekul panjang pada selulosa dalam sistem yang teratur, yaitu
pembentukan struktur supramolekul, ditimbulkan adanya gugus-gugus fungsional yang dapat
mengadakan interaksi satu dengan yang lainnya. Gugus-gugus fungsional tersebut adalah gugus
hidroksil, tiga dari padanya terikat pada setiap unit glukosa. Gugus-gugus -OH tersebut tidak hanya
menentukan struktur supramolekul tapi juga menentukan sifat-sifat fisika dan kimia selulosa. (Fengel,
1995).

3. Zat Warna Reaktif Procion Red MX 8B


Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi dengan serat (ikatan
kovalen) sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat (Rochanah, 2004). Zat warna ini
terutama dipakai untuk mencelup serat selulosa dan serat protein. Contoh zat warna reaktif yang sering
digunakan : Procion, Cibacron, Remazol, Levafik, Drimarine, Primazine (Supriyanto, 2005). Zat warna
reaktif mempunyai berat molekul yang relatif kecil. Zat warna reaktif mempunyai spektra absorpsi yang
runcing dan jelas, strukturnya relatif sederhana, dan warnanya lebih terang (Astuti, 2007).

Menurut pemakaiannya zat warna reaktif dapat pula dibagi menjadi :

1. Pemakaian secara dingin, yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan tinggi, misalnya
Procion M dengan sistem dikloro triazin.
2. Pemakaian secara panas, yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan rendah, misalnya
Procion H, Cibacron dengan sistem reaktif monokhloro- triazin, Remazol dengan sistem reaktif vinil
sulfon.

Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan antrakuinon dengan berat
molekul relatif kecil. Daya serap terhadap serat tidak besar. Sehingga zat warna yang tidak bereaksi
dengan serat mudah dihilangkan. Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian dari zat warna yang
mudah lepas. Dengan lepasnya gugus reaktif ini, zat warna menjadi mudah bereaksi dengan serat
(Manurung, 2004).

Zat warna reaktif Procion Red MX 8B mempunyai kereaktifan di dalam air. Zat warna ini
merupakan suatu zat warna golongan diklorotriazina yang dapat mencelup serat selulosa (Astuti, 2007).
Dalam Colour Index zat warna Procion Red MX 8B diberi nama : reactive red 11 atau lebih dikenal dengan
nama Fuchsia. Nama kimianya adalah [5-((4,6-dichloro-1,3,5-triazin-2- yl)amino)-4-hydroxy-3-((1-sulfo-2-
naphthalenyl)azo)-2,7-naphthalenedisulfonic acid, trisodium salt]. Zat warna ini dibuat dari senyawa zat
warna yang mengandung gugusan amina dalam suatu proses kondensasi dengan kloridasianurat. Zat
warna Procion Red MX 8B dapat mewarnai serat selulosa pad akondisi pH rendah (Burch, 2009).
N
Cl
SO3Na OH NH

N N N N

Cl
NaO3S SO3Na

Gambar 2. Struktur zat warna Procion Red MX 8B

Zat warna reaktif Procion Red MX 8B dapat mewarnai serat selulosa dalam kondisi asam dan
berinteraksi secara ikatan hidrogen dengan selulosa. Selulosa dalam struktur molekulnya mengandung
gugus hidroksil atau gugus OH. Zat warna Procion Red MX 8B mengandung gugus-gugus yang dapat
bereaksi dengan gugus OH dari selulosa dari serat selulosa sehingga zat warna Procion Red MX 8B dapat
terikat pada serat selulosa. Zat warna Procion Red MX 8B dapat mewarnai serat selulosa dalam kondisi
tertentu dan mengadakan interaksi secara ikatan hidrogen dengan selulosa dari serat (Astuti, 2007).

4. Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses pemisahan komponen tertentu dari suatu fluida berpindah ke
permukaan zat padat yang menyerap. Adsorpsi menunjukkan hubungan antara konsentrasi zat yang
diserap pada temperatur konstan (Stumm, W. and J.J. Morgan, 1995). Peristiwa adsorpsi banyak
digunakan pada industri kimia, misalnya pada pemisahan gas, mengurangi kelembaban udara,
penghilangan bau, dan penyerapan gas yang tidak diinginkan dari suatu hasil proses.

Sedangkan pada peristiwa cairan, adsorben digunakan misalnya untuk menghilangkan warna
pada hasil minyak dan pada larutan gula, serta menghilangkan rasa dan bau air. Adsorpsi dengan karbon
juga digunakan untuk memisahkan zat-zat pencemar seperti HiS, CSi, dan zat-zat berbau lainnya dari
udara sirkulasi dalam sistem ventilasi (Mc Cabe et al, 1985).
a. Jenis adsorpsi :
1) Physisorption (adsorpsi fisika) : terjadi karena gaya Van der Walls dimana ketika gaya tarik
molekul antara larutan dan permukaan media lebih besar daripada gaya tarik substansi terlarut
dan larutan, maka substansi terlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media. Physisorption ini
memiliki gaya tarik Van der Walls yang kekuatannya relatif kecil. Contoh : Adsorpsi oleh karbon
aktif. Aktivasi karbon aktif pada temperatur yang tinggi akan menghasilkan struktur berpori dan
luas permukaan adsorpsi yang besar. Semakin besar luas permukaan, maka semakin banyak
substansi terlarut yang melekat pada permukaan media adsorpsi.
2) Chemisorption (adsorpsi kimia) : Chemisorption terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia antara
substansi terlarut dalam larutan dengan molekul dalam media. Pada adsorpsi kimia terjadi satu
lapisan gaya dengan energi adsopsi kimia sekitar 100kJ/mol. Ikatan kimia yang terjadi adsorpsi
ini sangat kuat sehingga kemungkinana pelepasan kembali molekul yang terikat sangat kecil.
Contoh : Ion exchange (Arthur, 1990).

b. Isoterm adsorpsi
1) Isoterm adsorpsi Langmuir
Isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap bahwa
hanya sebuah adsorpsi tunggal yang terjadi. Adsorpsi tersebut terlokalisasi, artinya molekul-
molekul zat hanya dapat diserap pada tempat-tempat tertentu dan panas adsorpsi tidak
tergantung pada permukaan yang tertutup oleh adsorben. Isoterm adsorpsi Langmuir digunakan
untuk menggambarkan adsorpsi kimia (Alberty, 1997). Persamaan Isoterm adsorpsi Langmuir
yang merupakan jenis adsorpsi monolayer dapat dijelaskan sebagai berikut :

1 1 1 1
 
m b bK p

Dimana :

m : massa yang teradsorpsi (mg/g)

b : kapasitas adsorpsi (mg/g)


p : konsentrasi larutan (mg/L)

K : konstanta kesetimbangan adsorpsi

Dalam sistem larutan 1/p sebanding dengan 1/c. Dengan membuat plot antara 1/m terhadap 1/p
maka harga konstanta K dan b dapat dihitung dari slope dan intercept grafik (Castellan, 1983).

2) Isoterm adsorpsi Freundlich


Isoterm adsorpsi Freundlich menggambarkan adsorpsi yang terjadi pada beberapa lapis
dan ikatannya tidak kuat. Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai
permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-
beda (Castellan, 1983). Persamaan Freundlich dapat digunakan secara memuaskan bila
diterapkan pada larutan encer (Barrow, 1988). Dengan persamaan :

m = k C 1/n

1
Jika persamaan tersebut di logaritmakan akan terbentuk persamaan : log m  log k  log C
n

Dimana :

m : berat adsorben (mg/g)

C : konsentrasi larutan (mg/L)

k dan n adalah konstanta (Castellan, 1983)

Isoterm adsorpsi Freundlich menggambarkan adsorpsi fisika dimana adsorpsi terjadi


pada beberapa lapis dan ikatannya tidak kuat (Barrow, 1988).

5. Aktivasi Adsorben
Yunita (2009) menyatakan bahwa aktivasi dilakukan untuk memisahkan lignin dari selulosa.
Aktivasi juga bertujuan untuk memperbesar pori sehingga adsorben mengalami perubahan sifat, baik
fisika atau kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi
(Triyana, 2003). Aktivasi dibagi menjadi dua yaitu aktivasi fisika dan kimia. Aktivasi fisika dapat dilakukan
dengan bantuan panas, uap dan gas CO2. Sedangkan aktivasi kimia merupakan aktivasi dengan
pemakaian bahan kimia yang dinamakan aktivator (Rosita, 2004). Aktivator yang sering digunakan
adalah hidroksida logam alkali, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah, ZnCl2, asam-asam anorganik
seperti H2SO4 dan H3PO4 (Molina, 1995; Wahjuni, 2008; Yunita, 2009).

Aktivator yang digunakan untuk adsorbent dari selulosa biasanya dari hidroksida logam alkali.
NaOH dan KOH dapat digunakan sebagai aktivator. Aktivasi dengan KOH 5% dan 24 %, selulosa yang
dihasilkan masih cukup banyak mengandung lignin. Dengan alkali yang berbeda, maka kandungan lignin
dapat dikurangi (Fengel, 1995; Sjostrom, 1995).

Larutan NaOH encer merupakan alkali kuat, sehingga NaOH digunakan dalam reaksi-reaksi
netralisasi. NaOH dalam industri kimia digunakan sebagai pengontrol pH, netralisasi, katalis, pembersih
gas. Natrium hidroksida dan litium hidroksida lebih kuat daripada kalium hidroksida untuk
menghilangkan lignin (Fengel, 1995). Onggo (2005) menyatakan bahwa proses pulping untuk tanaman
selain kayu semisal serat nanas, optimum menggunakan alkali NaOH dan konsentrasi NaOH yang
optimal berkisar di bawah sepuluh persen. Dalam industri pulp kertas, NaOH digunakan untuk
mengekstraksi lignin selama proses pemutihan (Kirk-Othmer, 1998).

B. Kerangka Pemikiran
Limbah industri tekstil hasil pencelupan perlu diolah secara benar. Karena apabila limbah yang
langsung dibuang ke perairan akan merusak estetika dan kualitas perairan. Untuk mengurangi
kandungan polutan berwarna dalam limbah cair perlu adanya pengolahan. Pengolahan limbah ini
bertujuan untuk mengurangi kandungan zat warna yang ada dalam perairan. Ada berbagai cara
pengolahan limbah antara lain dengan adsorpsi, koagulasi, filtrasi, degradasi.

Beberapa adsorben telah dicobakan dalam pengolahan limbah zat warna secara adsorpsi
seperti batang jagung, alang-alang, jerami padi, dan enceng gondok. Bagian-bagian tanaman tersebut
digunakan karena kandungan selulosa yang ada di dalamnya. Dalam penelitian ini dicobakan pada serat
daun nanas sebagai adsorben untuk limbah zat warna.

Serat daun nanas menjadi salah satu bahan yang menarik untuk digunakan sebagai adsorben
karena kandungan selulosanya yang cukup tinggi. Serat daun nanas yang mengandung selulosa tersebut
dapat digunakan sebagai adsorben, akan tetapi kemampuan adsorbsinya terbatas. Kelemahanan ini
dapat diatasi melalui proses aktivasi menggunakan NaOH, sehingga dihasilkan serat daun nanas yang
mempunyai kemampuan adsorbsi lebih tinggi dibandingkan dengan serat daun nanas tanpa aktivasi.
Serat daun nanas diaktivasi menggunakan NaOH 2%dengan tujuan untuk memisahkan lignin dari
selulosa. NaOH digunakan sebagai aktivator karena lignin dapat larut dalam NaOH, sedangkan selulosa
tidak larut dalam NaOH sehingga dapat digunakan untuk memisahkan selulosa dengan lignin.

Kemampuan adsorpsi selulosa serat daun nanas terhadap zat warna Procion Red MX 8B dapat
diketahui dengan melakukan variasi pH dan waktu kontak optimum. Variasi waktu aktivasi serat daun
nanas akan berpengaruh pada kualitas adsorben yang dihasilkan. Semakin lama waktu perendaman
pori-pori serat daun nanas akan semakin besar sehingga diharapkan juga akan menambah luas
permukaannya. Dengan luas permukaan yang besar diharapkan waktu kontak yang dibutuhkan pendek.
Proses adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B oleh selulosa dari serat daun nanas dilakukan pada pH
asam karena pada pH asam atom-atom hidrogen (H+) pada larutan dapat memprotonasi gugus N dari
kloridasianurat zat warna Procion Red MX 8B. Pada kondisi asam, gugus hidroksil dari selulosa akan
berinteraksi dengan gugus reaktif dari zat warna Procion Red MX 8B.

Sedangkan isoterm adsorpsi yang terjadi dapat diketahui dengan menvariasi konsentrasi zat
warna Procion Red MX 8B, sehingga akan diketahui jenis adsorpsinya. Persamaan isoterm yang sesuai
adalah persamaan isoterm Langmuir dan Freundlich dengan jenis adsorpsi yang berlangsung secara
kimia dan fisika. Dimana gugus OH dari selulosa akan berinteraksi dengan zat warna secara kimia dan
fisika.

C. Hipotesa
1. Daun nanas yang diaktivasi NaOH 2% akan mampu menyerap zat warna Procion Red MX 8B
2. Kondisi optimal adsorpsi serat daun nanas akan optimum pada kondisi waktu aktivasi yang lama,
waktu kontak yang singkat dan kondisi pH asam.
3. Isoterm adsorpsi yang sesuai adalah isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimetal di laboratorium untuk mengetahui adsorpsi
yang optimal dari serat daun nanas hasil aktivasi terhadap adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B
dengan memperhatikan parameter waktu kontak dan pH.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Sub Lab
Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Spektrofotometer UV Vis Shimadzu UV-160 IPC
b. Spektrofotometer UV-Vis 21D
c. Neraca analitik (Sartorius, Model BP 100, Max : 310g, d : 0,001g )
d. Magnetik Stirer
e. Heidolph Stirer
f. Mufel Furnace Thermolyn 48000
g. Blender
h. pH meter
i. Kertas saring
j. Peralatan gelas (pyrex)

2. Bahan
a. Daun Nanas
b. Zat warna Procion Red MX 8B
c. NaOH p.a (E.Merck)
d. HCl p.a (E.Merck)
e. Aquadest
D. Prosedur Penelitian
1. Aktivasi Daun Nanas
Daun nanas dicuci dengan air bersih, dipotong-potong, dan dihaluskan dengan blender. Serat
daun nanas yang diperoleh direndam dalam NaOH 2% dengan waktu aktivasi 0, 12, 24, 48 jam. Hasil
rendaman dicuci dengan aquadest sampai netral (pH 6-7) kemudian dikeringkan dengan oven suhu
100ºC. Berat akhir hasil pengeringan ditimbang.

2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


Larutan zat warna Procion Red MX 8B dengan konsentrasi 5 ppm diukur adsorbansinya dengan
Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400-600 nm sehingga akan didapatkan panjang
gelombang maksimum.

3. Pembuatan Kurva Standard


Larutan zat warna Procion Red MX 8B dibuat dalam konsentrasi 0, 1, 5, 10, 15, 20, 25, 30 ppm.
Tiap larutan diukur adsorbansinya pada panjang gelombang maksimum.

4. Penentuan Kondisi Optimum


Serat hasil variasi waktu aktivasi sebanyak 0,1 gram ditambahkan ke dalam 20 mL zat warna
Procion Red MX 8B 20 ppm yang telah diatur pH-nya, mulai dari pH 1, 2, 3, 4. Kemudian larutan di aduk
dengan stirer. Hasilnya disaring dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum.

5. Penentuan Isoterm Adsorpsi


Serat daun nanas aktif sebanyak 0,1 gram ditambahkan ke dalam 20 mL larutan zat warna
Procion Red MX 8B dengan konsentrasi 10, 25, 40, 55, 70, 85, 100 ppm pada kondisi optimum. Hasilnya
disaring dan diukur absorbansinya.

6. Aplikasi Limbah
Limbah sebanyak 50 mL diencerkan ke dalam labu ukur 100mL. Serat daun nanas aktif sebanyak
0,1 ditambahkan ke dalam 20 mL limbah hasil pengenceran, pada kondisi optimum. Hasilnya disaring
dan diukur absorbansinya. Hal yang sama dilakukan pada 0,1 gram serat daun nanas alam.

E. Teknik Analisis Data dan Penyimpulan Hasil


Kondisi optimum penyerapan zat warna Procion Red MX 8B oleh serat daun nanas di dapat dari
waktu aktivasi, pH, dan waktu kontak. Data yang diperoleh berupa grafik adsorpsi dengan
spektrofotometer UV-Vis. Hasil percobaan diuji dengan Uji Anova dan Duncan untuk mengetahui
pengauruh variasi pada proses adsorpsi.

Isoterm adsorpsi yang terjadi pada serat daun nanas aktif dapat diketahui dari uji persamaan
isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich. Isoterm adsorpsi menunjukkan jenis adsorpsi. Jenis adsorpsi
ditentukan dari harga koefisien korelasi r yang mendekati satu. Data statistik diuji dengan Regersi Linier
sederhana.

F. Teknik Pengumpulan Data


Data yang dihasilkan berupa data kemampuan adsorben untuk menyerap zat warna Procion
Red MX 8B. Data diperoleh dari konsentrasi zat warna yang tersisa setelah proses adsorbsi. Konsentrasi
diperoleh berdasarkan data adsorbansi yang diukur dengan spektrofotometerUV-Vis. Dari data
adsorbansi akan diketahui konsentrasi zat warna yang terserap (mg/g).

G. Teknik Analisa Data


Penentuan kondisi optimum adsorbsi serat daun nanas aktif untuk zat warna Procion Red MX
8B menggunakan uji Anova dan uji Duncan. Konsentrasi akhir larutan zat warna Procion Red MX 8B
setelah adsorpsi diperoleh dari data adsorbansi hasil analisa spektrofotometer UV-Vis dengan bantuan
kurva standar sehingga besarnya zat warna yang terserap (mg/g) dapat diketahui.

Jenis isoterm adsobsi yang terjadi dapat diketahui dengan membandingkan konstanta r dengan
menggunakan persamaan isoterm adsorbsi Langmuir dan Freundlich. Konstanta r diperoleh dari uji
statistik dengan metode Regresi Linier Sederhana. Jenis isoterm dipilih untuk harga konstanta r yang
paling mendekati satu.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Aktivasi Serat Daun Nanas


Onggo (2005) menyatakan, aktivasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan zat-zat
pengotor sehingga akan mengaktifkan gugus-gugus aktif yang ada. Fungsi dari aktivasi dalam penelitian
ini adalah untuk melarutkan senyawa-senyawa dalam serat daun nanas yang dapat menghambat proses
adsorbsi serat daun nanas. Secara struktur serat daun nanas tersusun dari selulosa, hemiselulosa, lignin,
pektin, lilin, dan lemak, serta zat-zat lain yang larut dalam air. Keberadaan lignin bersama-sama dengan
selulosa tidak menguntungkan pada saat adsorpsi. Fungsi lignin sebagai pengikat antar sel selulosa akan
menghambat proses adsorpsi. Larutan NaOH digunakan sebagai pelarut yang akan menghilangkan lignin
tersebut. Han (1999) menyatakan bahwa selain lignin, senyawa yang larut dalam NaOH adalah
hemiselulosa, pektin, lemak, lilin, dan protein.

Serat daun nanas yang digunakan sebagai adsorben merupakan bagian dari tanaman nanas
(Ananas cosmosus (L) Merr) yang ditunjukkan pada lampiran 4. Serat daun nanas yang dihasilkan dari
proses penggilingan tidak langsung digunakan untuk menyerap karena serat tersebut masih
mengandung pigmen dan lignin, untuk itu serat daun nanas perlu diaktivasi terlebih dahulu.

Prosea aktivasi dilakukan dengan merendam serat daun nanas dalam larutan NaOH 2%.
Aktivator NaOH 2% akan terdispersi ke dalam pori-pori serat daun nanas. Selain itu, NaOH 2% berfungsi
untuk memisahkan lignin dari selulosa yang terdapat di dalamnya serta membantu mengaktifkan gugus
hidroksil pada dinding selulosa.

Setelah melalui proses aktivasi larutan rendaman serat daun nanas yang awalnya berwarna
kuning cerah akan menjadi berwarna hijau kehitaman, hal ini menunjukkan pigmen serat daun nanas
telah terlarut selama proses aktivasi. Berat akhir serat daun nanas yang dihasilkan dari variasi waktu
aktivasi dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Berat Serat Daun Nanas Hasil Aktivasi.dengan NaOH 2%


Waktu Aktivasi Sebelum aktivasi dalam Setelah aktivasi dalam Rendemen
No.
(jam) kondisi basah (gram) kondisi kering (gram) (%)

1. 0 15,005 1,643 10,930

2. 12 15,003 1,530 10,198

3. 24 15,002 1,512 10,078

4. 48 15,005 1,504 10,023

Berat rendemen yang dihasilkan dari hasil aktivasi semakin menurun sebanding dengan lama
waktu aktivasi. Hal ini dikarenakan jumlah lignin serta senyawa-senyawa lain yang terpisah dari selulosa
karena larut dalam NaOH semakin banyak. Serat daun nanas aktif yang diperoleh dari proses aktivasi
berwarna kuning muda dan baunya harum.

B. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Zat Warna


Procion Red MX 8B

Penentuan panjang gelombang maksimum diperoleh dengan mengukur absorbansi zat warna
Procion Red MX 8B pada panjang gelombang 400 − 600 nm. Panjang gelombang maksimum yang
diperoleh adalah 540 nm. Spektrum absorbansi zat warna Procion Red MX 8B ditunjukkan pada gambar
3.
Gambar 3. Spektrum Adsorbansi Zat Warna Procion Red MX 8B

C. Pembuatan Kurva Standar Zat Warna Procion Red MX 8B


Pembuatan kurva standar dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan zat warna Procion
Red MX 8B pada panjang gelombang maksimum 540 nm dengan variasi konsentrasi yang telah
ditentukan. Data hasil pengukuran absorbansi kurva standar ditunjukkan pada tabel 3. Dengan
menggunakan metode Least Square didapatkan persamaan y = 0.017x - 0.0024, dengan koefisien regresi
linier r = 0,9998.

Tabel 3. Data Kurva Standar Zat Warna Procion Red MX 8B

No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi

1 0 0,000

2 1 0,015

3 5 0,079

4 10 0,168

5 15 0,252

6 20 0,340

7 25 0,423

8 30 0,508

Grafik kurva standar zat warna Procion Red MX 8B yang diperoleh ditunjukkan pada gambar 4.
0.6
0.5
0.4

Absorbansi
0.3
0.2 y = 0.017x - 0.0024
0.1 r = 0.9998
0
-0.1 0 5 10 15 20 25 30 35
Konsentrasi (ppm)

Gambar 4. Grafik Kurva Standar Zat Warna Procion Red MX 8B

D. Penentuan Kondisi Optimum


Penentuan kondisi optimum meliputi waktu aktivasi, waktu kontak, dan pH. Kondisi optimum
diperoleh dengan menambahkan sejumlah adsorben serat daun nanas aktif pada larutan zat warna
Procion Red MX 8B pada konsentrasi tertentu yang telah diatur pH-nya. Kemudian diaduk dengan stirer
dan dilakukan pengukuran absorbansi. Dari data absorbansi, akan diketahui daya serap (mg/g) serat
daun nanas aktif dalam menyerap zat warna.

Hasil perhitungan daya serap (mg/g) dapat dilihat pada lampiran 6. Dari data uji Statistik Anova
ketiga variasi, yaitu : waktu aktivasi, waktu kontak, dan pH memberikan pengaruh yang berbeda seperti
yang terlihat pada lampiran 7. Kondisi optimum dicapai pada waktu aktivasi 24 jam, waktu kontak 120
menit, dan pH 1 dengan daya serap 3,748 mg/g.

1. Penentuan Waktu Aktivasi Optimum


Serat daun nanas terdiri dari selulosa, lignin, hemiselulosa dan senyawa lainnya. Keberadaan
lignin akan menurunkan proses adsorpsi. Hal ini karena keberadaan lignin yang tinggi menunjukkan
densitas atau kerapatan yang tinggi pula sehingga akan menghalangi proses adsorpsi. Untuk
menghilangkan lignin maka digunakan NaOH karena lignin larut dalam larutan NaOH (Han, 1999).
Kondisi optimum dari waktu aktivasi didapatkan dengan memvariasi waktu aktivasi serat daun
nanas dengan NaOH 2%. Data pengaruh waktu aktivasi terhadap daya serap serat daun nanas aktif
ditunjukkan pada tabel 4, dan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6 dan 9.

Tabel 4. Data Pengaruh Aktivasi terhadap Daya Serap Serat Daun Nanas Aktif

No. Waktu Aktivasi (jam) Daya Serap (mg/g)

1. 0 1,067

2. 12 1,694

3. 24 2,014

4. 48 1,936

Uji Statistik Anova dan Duncan seperti terlihat pada lampiran 9, waktu aktivasi 0 jam, 12 jam,
24 jam, 48 jam mempunyai efek yang berbeda-beda.

2.5
Daya Serap (mg/g)

2
1.5
1
0.5
0
0 20 40 60
Waktu Aktivasi (jam)

Gambar 5. Pengaruh Waktu Aktivasi pada Daya Serap Serat Daun Nanas Aktif

Berdasarkan gambar 5, pada saat waktu aktivasi 0 jam (tanpa aktivasi) menghasilkan daya
serap terkecil, karena pada saat waktu aktivasi 0 jam, lignin belum terpisah dari selulosa sehingga
mengganggu proses adsorpsi zat warna. Pada waktu aktivasi 12 jam, daya serapnya menjadi naik
dibanding dengan tanpa aktivasi, karena sudah ada lignin yang terpisah dari selulosa, sehingga proses
adsorpsi zat warna semakin baik.
Daya serap semakin naik pada waktu aktivasi 24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa lignin yang
terpisah dari selulosa jauh lebih banyak dibanding waktu aktivasi 0 dan 12 jam. Pada waktu aktivasi 24
jam, tercapai waktu aktivasi optimum karena lignin yang ada pada serat sudah terpisah dari selulosa
secara optimal. Pada kondisi waktu aktivasi 48 jam daya serapnya menurun, karena hemiselulosa yang
meningkatkan proses adsorpsi banyak yang ikut terlarut sehingga menurunkan banyaknya sisi aktif (Han,
1999).

2. Penentuan pH Optimum
Pada penentuan pH optimum dilakukan dengan cara mengatur pH larutan zat warna Procion
Red MX 8B.

Tabel 5. Pengaruh pH terhadap Daya Serap Serat Serat Daun Nanas (mg/g).

No. pH Daya Serap (mg/g)

1. 1 3,210

2. 2 2,889

3. 3 0,442

4. 4 0,170

Data pengaruh pH terhadap daya serap serat daun nanas aktif dapat dilihat pada tabel 5. Data
penentuan pH optimum yang dapat dilihat pada lampiran 5, 6, 8 dan 11 menunjukkan bahwa setiap pH
memberikan efek yang berbeda nyata pada adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B.
Daya Serap (mg/g)

4
3
2
1
0
0 1 2 3 4 5
pH
Gambar 6. Pengaruh pH Terhadap Daya Serap Serat Daun Nanas Aktif

Dari gambar 6 menunjukkan, kondisi pH 1 memiliki daya serap terbesar dibandingkan dengan
kondisi pH yang lainnya. Pada pH 1 dimungkinkan karena interaksi ikatan hidrogen berperan pada
proses adsorpsi. Seperti dalam gambar 7 menunjukkan adanya interaksi ikatan hidrogen antara gugus
hidroksil maupun gugus amina dari zat warna dengan gugus hidroksil dari selulosa. Sehingga
memungkinkan zat warna teradsorps dalam serat daun nanas aktif.

Pada gambar 8 dalam kondisi asam, ada dua kemungkinan interaksi. Atom natrium gugus sulfonat
dari zat warna tergantikan oleh (H+) dari larutan dan menambah gugusan OH dalam sulfonat, sehingga
dimungkinkan gugus tersebut akan berinteraksi ikatan hidrogen dengan gugus OH selulosa. Interaksi lain
yang mungkin terjadi dalam kondisi asam adalah atom nitrogen dari kloridasianurat zat warna yang
terprotonasi oleh hidrogen (H+) dari larutan sehingga kondisi ini akan membuat gugus hidroksil selulosa
yang mempunyai kecenderungan parsial negatif saling berinteraksi. Interaksi ini memungkinkan zat
warna teradsorp oleh serat daun nanas aktif. Sehingga dalam kondisi pH 1 menunjukkan daya serap
paling tinggi dibandingkan kondisi pH 2,3, dan 4.

1. Kemungkinan interaksi I
NaO3S SO3Na

HO: Selulosa
N
R N

OH NH R

NaO3S SO3Na

N
R N

HO: NH R

HO
Selulosa

2. Kemungkinan interaksi II
NaO3S SO3Na

HO: Selulosa
N
R N

OH NH

NaO3S SO3Na

N
R N

HO: NH R

HO
Selulosa

Gambar 7. Kemungkinan interaksi yang terjadi antara gugus reaktif zat warna antara dengan selulosa
dari serat daun nanas aktif

3. Kemungkinan interaksi III


:O H+ :O

O: S O: Na O: S :OH
HO: Selulosa
N R N R
N N

:O
HO: Selulosa
O: S OH

N R
N

4. Kemungkinan interaksi IV
Cl Cl

N N

Zat Warna HN N: H+ Zat Warna HN NH+

N N

Cl Cl

Cl

N
-
Zat Warna HN NH+ HO Selulosa

Cl Cl

Zat Warna HN NH+ OH- Selulosa

Cl

Gambar 8. Kemungkinan interaksi yang terjadi antara gugus reaktif zat warna antara dengan selulosa
dari serat daun nanas aktif pada kondisi asam

Pada pH 2, 3, dan 4 menghasilkan penyerapan yang lebih kecil dari pH 1. Hal ini dimungkinkan
karena belum banyak atom nitrogen dari kloridasianurat ataupun gugus sulfonat dari zat warna yang
terprotonasi oleh hidrogen (H+) dari larutan sehingga menyebabkan kecilnya kemampuan selulosa serat
daun nanas aktif untuk berinteraksi dengan zat warna Procion Red MX 8B. Interaksi yang terjadi antara
zat warna Procion Red MX 8B dengan serat daun nanas aktif yang mengandung selulosa adalah ikatan
hidrogen sehingga interaksinya tidak kuat.

3. Penentuan Waktu Kontak Optimum


Selain variasi waktu aktivasi dan pH, kondisi optimum juga diamati pada variasi waktu kontak.
Waktu kontak adalah waktu yang dibutuhkan daun nanas aktif untuk mengadsorbsi zat warna Procion
Red MX 8B. Penentuan waktu kontak optimum dilakukan dengan memvariasikan waktu pada saat
pengontakan antara serat daun nanas aktif dengan zat warna Procion Red MX 8B. Data pengaruh waktu
kontak terhadap daya serap serat daun nanas dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Daya Serap Serat Daun Nanas (mg/g)

No. Waktu Kontak (menit) Daya Serap (mg/g)

1. 30 1,614

2. 60 1,693

3. 120 1,715

4. 180 1,670

Dari tabel 6 dapat dibuat kurva pengaruh waktu kontak terhadap daya serap serat daun
nanas (mg/g), seperti ditunjukkan pada gambar 9.

1.72
Daya Serap (mg/g)

1.7
1.68
1.66
1.64
1.62
1.6
0 50 100 150 200
Waktu Kontak (menit)

Gambar 9. Pengaruh Waktu Kontak terhadap Daya Serat Serap Nanas (mg/g)
Berdasarkan uji statistik Anova dan Duncan untuk daya serap dapat dilihat pada lampiran 7, 8,
dan 10 menunjukkan bahwa setiap waktu kontak mempunyai pengaruh yang berbeda. Waktu kontak
optimum terjadi pada waktu 120 menit. Pada saat waktu kontak kurang dari 120 menit penyerapan
belum maksimal, dimungkinkan daun nanas aktif dalam mengadsorbsi zat warna belum mencapai titik
jenuh sehingga masih mampu mengadsorbsi zat warna. Pada saat waktu kontak lebih dari 120 menit,
dimungkinkan karena terlalu lamanya kontak fisik antara zat warna dengan selulosa maka zat warna
lama-kelamaan akan terlepas ke dalam larutan. Hal ini menyebabkan jumlah zat warna yang terukur
semakin besar, yang mengindikasikan daya serapnya juga menurun.

E. Penentuan Isoterm Adsorpsi


Penentuan isoterm adsorbsi dilakukan guna mengetahui jenis isoterm yang terjadi serta jenis
adsorbsi yang terjadi sehingga dapat diketahui interaksi yang terjadi pada saat adsorbsi. Untuk
mengetahui jenis isoterm yang sesuai, maka data yang diperoleh diuji dengan menggunakan persamaan
isoterm Langmuir dan Freundlich.

Penentuan isoterm adsorbsi dilakukan dengan menambahkan adsorben ke dalam larutan zat
warna Procion Red MX 8B yang telah divariasi konsentrasinya. Proses tersebut dilakukan pada kondisi
optimum yang telah dicapai pada porses sebelumnya. Data daya serap serat daun nanas aktif dapat
dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Daya Serap Serat Daun Nanas Aktif (mg/g)

No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi C Akhir (ppm) C Terserap (ppm)

1. 10 0,082 4,968 5,032

2. 25 0,030 1,907 23,090

3. 40 0,263 15,621 24,380

4. 55 0,351 20,800 34,200

5. 70 0,433 25,627 44,370

6. 85 0,512 30,277 54,720


7. 100 0,603 35,633 64,370

Dari hasil pengukuran pada tabel 7, kemudian diujikan dengan persamaan garis lurus Isoterm
Adsorbsi Langmuir dan Freundlich.

1. Isoterm Adsorbsi Langmuir


Isoterm adsorbsi Langmuir menginterpretasikan bahwa profil penyerapan terjadi secara kimia.

Tabel 8. Data Penentuan Isoterm Adsorbsi Langmuir

No. C (ppm) 1/C m 1/m

1. 10 0,100 1,007 0,994

2. 25 0,040 4,619 0,217

3. 40 0,025 4,876 0,205

4. 55 0,018 6,840 0,146

5. 70 0,014 8,875 0,113

6. 85 0,012 10,945 0,091

7. 100 0,010 12,874 0,078

Isoterm adsorpsi Langmuir dibuat dengan menghitung harga 1/c dan 1/m dari persamaan
1 1 1 1
  . Dengan data 1/c dan 1/m dapat dilihat pada tabel 8.
m b bK p

Dari data pada tabel 8 dapat dibuat kurva dengan memplotkan antara 1/c dan 1/m dengan
bantuan persamaan garis lurus sehingga akan didapatkan harga koefisien regresi linier r = 0,983 dengan
persamaan y  10 ,036 x  0 ,051 . Adapun kurva Isoterm Adsorbsi Langmuir dapat dilihat pada gambar

10 di bawah ini.
1.2
1
0.8

1/m
0.6
0.4 y = 10.036x - 0.051
0.2 R = 0.983

0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
1/c

Gambar 10. Kurva Isoterm Adsorbsi Langmuir.

2. Isoterm Adsorpsi Freundlich


Isoterm adsorbsi Langmuir menginterpretasikan bahwa profil penyerapan terjadi secara fisika.

Tabel 9. Data Penentuan Isoterm Adsorbsi Freundlich

No. C (ppm) log C m log m

1. 10 1 1.007 0.003

2. 25 1,398 4.619 0.665

3. 40 1,602 4.876 0.688

4. 55 1,740 6.840 0.835

5. 70 1,845 8.875 0.948

6. 85 1,929 10.945 1.039

7. 100 2,000 12.874 1.170

Isoterm adsorbsi Freundlich dibuat dengan menghitung harga log c dan log m dari persamaan
1
log m  log m  log C . Dengan data log c dan log m dapat dilihat pada tabel 9.
n
Dari data pada tabel 9 dapat dibuat kurva dengan memplotkan antara log c dan log m dengan
bantuan persamaan garis lurus sehingga akan didapatkan harga koefisien regresi linier r = 0,978 dengan
persamaan y  1.039x  0.9534 . Adapun kurva Isoterm Adsorbsi Freundlich dapat dilihat pada

gambar 11 di bawah ini.

1.2

0.8 y = 1.0387x - 0.9534


R = 0.978
log m

0.6

0.4

0.2

0
0 0.5 1 log c 1.5 2 2.5

Gambar 11. Kurva Isoterm Adsorbsi Freundlich.

Dai harga koefisien regresi (r) dari masing-masing persamaan, diketahui bahwa harga koefisien
regresi dari persaman Langmuir nilainya hampir sama dengan harga koefisien regresi dari persaman
Freundlich. Dari harga koefisien regresi yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa percobaan adsorpsi zat
warna dengan serat daun nanas mengikuti persamaan Langmuir dan Freundlich, dan kecenderungan
relatif terhadap persamaan Langmuir. Jadi interaksi yang terjadi berlangsung secara kimia dan fisika.

F. Aplikasi Limbah
Aplikasi limbah pabrik dilakukan untuk mengetahui daya serap serat daun nanas aktif yang
dibandingkan dengan serat daun nanas alam dalam kondisi optimum. Limbah diperoleh dari limbah cair
industri tekstil hasil pencelupan zat warna Procion Red MX 8B yang belum dialirkan ke sungai.

Penelitian dilakukan dengan mengadsorbsi limbah dengan 0,1 gram serat daun nanas aktif
pada kondisi optimum yang telah didapatkan sebelumnya. Limbah terlebih dahulu diencerkan dari
50mL ke dalam 100mL. Data adsorbansi awal dari pengukuran limbah adalah 0,399. Konsentrasi awal
limbah dari pengenceran adalah 23,626 ppm. Konsentrasi limbah sebelum pengenceran adalah 47,251.
Data hasil adsorbsi ditunjukkan pada tabel 10 di bawah ini.
Tabel 10. Data Hasil Adsorbsi Limbah Zat Warna Procion Red MX 8B dengan Adsorben Serat Daun Nanas

C Terserap Daya Serap


Adsorben A akhir C akhir C Akhir (ppm)
(ppm) (mg/g)

Serat Daun
0,128 7,675 15,350 31,901 6,380
Nanas Aktif

Serat Daun
0,188 11,207 22,413 24,838 4,968
Nanas Alam

Dari hasil percobaan terlihat serat daun nanas aktif dapat digunakan untuk menyerap zat
warna Procion Red MX 8B. Serat daun nanas aktif dapat menyerap zat warna lebih banyak dibanding
serat daun nanas alam dengan daya serap 6,380 mg/g.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Serat daun nanas dapat digunakan sebagai adsorben dalam mengadsorbsi zat warna Procion red MX
8B.
b. Kondisi optimum untuk mengadsorbsi zat warna Procion Red MX 8B menggunakan serat daun nanas
yang diaktivasi NaOH 2% adalah pada kondisi waktu aktivasi 24 jam, pH 1 dengan waktu kontak 120
menit.
c. Berdasarkan koefisien Regresi Linier Sederhana maka jenis isotherm yang sesuai untuk adsorbsi serat
daun nanas aktif terhadap Procion Red MX 8B adalah isotherm Langmuir dan Freundlich.

B. Saran
Berdasarkan hasil percobaan, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :
a. Melakukan karakterisasi serat daun nanas alam dan serat daun nanas aktif.
b. Membuat kurva standar baru setiap akan dilakukan pengukuran minimal dua hari sekali.
c. Pada percobaan penambahan adsorben untuk aplikasi pada limbah, sebaiknya melakukan
pengukuran kondisi pH dan warna awal limbah.

DAFTAR PUSTAKA

Alberty, R. A. 1997. Physical Chemistry. John Willey&Sons Inc, New York USA.

Astuti, P. 2007. Adsorpsi Limbah Zat Warna Tekstil Procion Red MX 8B Oleh Kitosan dan Kitosan Sulfat
Hasil Deasetilasi Cangkang Bekicot (Achatina fullica). Jurusan Kimia, FMIPA, UNS, Surakarta.

Arry Y., Eka R., dan Effionora A..2003. Preparation and Characterization of Microcrystalline Cellulose
from Nata de coco for Tablet Excipient. ISTECS JOURNAL, Science and Technology Policy, Vol. IV.
pp. 71-78.

Artati, E.K., Effendi, A., Haryanto, T. 2009. Pengaruh Konsentrasi Larutan pemasak pada Proses
Delignifikasi Eceng Gondok dengan Proses Organosolv. Ekuilibrium, Vol. 8 No. 1, hal 25-28.

Arthur, W. A.. 1990. Physical Chemistry Surfaces. John Wiley and Sons, Inc. : California.

Aryunani, Nizar. 2003. Adsorpsi Remazol Yellow FG oleh Enceng Gondok Aktif, Skripsi. Jurusan Kimia,
FMIPA, UNS, Surakarta.

Barrow, Gordon. M. 1988. Physical Chemistry 4nd ed. Mc Grawhill : Singapore.

Budiyono. 2008. Kriya Tekstil.. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Hal : 61-72.

Burch, Paula E. 2009. Hand Dyeing Q&A, Chemistry of Dyeing At Pburch, England.

Castellan, G. W. 1983. Physical Chemistry 3rd. University of Maryland The Benyamin/Cuming Publishing
Comp., Inc. Menlo Park, California.
Fengel, D and Wegener, G. 1989. Wood : Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Walter de Guyter&Co.,
Berlin. Alih Bahasa : Satroamidjojo, H. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Fessenden&Fessenden. 1986. Organic Chemistry. Wadsworth, Inc. California.

Habib, Ahsan, et.all. 2006. Tuberose Sticks as an Adsorbent in the Removal of Methylene Blue from
Aqueous Solution. Pak. J. anal. & Envir. Chem, Vol. 7, No. 2. hal 112-115.

Han, J.S. 1999. Stormwater filtration of Toxic Heavy Metal ions using lignocellullosic Materials Selection
Process, Fiberization, Chemical Modification, and Mat Formation. 2nd Inter-Regional Conference
on Environment-Water.

Hidayat, Pratikno. 2008. Teknologi Pemanfataan Serat Daun Nanas sebagai Alternatif Bahan Baku
Tekstil. Teknoin, Vol 13, 31-35.

Ibbet, R.N., et.all. 2006. Charaterisation Porosity of Regenerated Cellulosil Fibres Using Classical Dye
Adsorbtian Techniques. Lenzinger Berichte, Vol 88. Hal : 77-86.

Izadyar, S and Rahimi, M. 2007. Use of Beech Wood Sawdust for Adsorption of Textile Dyes. Pakistan
Journal of Biological Sciences, Vol. 10, No, 2. Hal : 287-293.

Kaewprasit, C, et.all. 1998. Quality Measurements : Application of Methylene Blue Adsorption to Cotton
Fiber Specific Area Measurement : Part I Methodology. The Journal of Cotton Science, Vol. 2. Hal
164-173.

Kirk-Othmer. 1985. Concise Encyclopedia of Chemical Technology. John Willey&Sons, Inc, New York USA.
Hal : 61-62, 227-230, 276-388.

Manurung, Renita. 2004. Perombakan Zat Warna Azo Reaktif Secara Anaerob – Aerob. e-USU Repository
: Universitas Sumatera Utara.

Maron, S.H., Prutton, C.F.. 1964. Principles of Physical Chemistry, The Macmillan Company, New York.

Mawahib, Syarif H. 2002. Penurunan Kadar Timbal dan Zat Warna Tekstil Dalam Larutan Dengan
Menggunakan Karbon Aktif Bagasse. Skripsi. Jurusan Kimia, FMIPA, UNS, Surakarta.

Mc Cabe, W. and Lard smith, J.C.. 1995. Unit Operation of Chemical Engineering. Mc Graw Hill. New
York.
Molina, et.all. 1995. Porosity in Granular Carbons Activated with Phosphoric Acid. Carbon. Vol. 33, No. 8.
Hal 1105-1113

Morales, A, et.all. 2004. Adsorption and Releasing Properties of Bead Cellulose. Chinese Journal of
Polymer Science, Vol. 22, No. 5. Hal 417-423.

Moura, I. M. A, et.all. 2004. Adsorption of Yellow Lanasol 4G Reactive Dye in a Simulated Textile Effluent
on Gallinaceous Feathers. Official Publication of The European Water Association : European
Water Management Online.

Mudyantini, W. 2008. Pertumbuhan Kandungan Selulosa dan Lignin pada Rami (Boehmeria nivea L.
Gaudich) dengan Pemberian Asam Giberelat (GA3). Skripsi, Jurudan Biologi, FMIPA, Universitas
Sebelas Maret (UNS), Surakarta.

Muljohardjo, Muchji. 1986. Nanas&Teknologi Pengolahannya (Ananas Comosus (L) Merr). Lyberty,
Yogyakarta. Hal : 12-16.

Noname. 2007. Pemanfaatan Serat Nanas. Balai Besar Tekstil, Bandung.

Norman, A. G., 1937. The Composition of Same Less Common Vegetable Process. Biochemistry Section,
1575-1578.

Onggo, H., Astuti, J.T. 2005. Pengaruh Sodium Hidroksida dan Hidrogen Peroksida terhadap Rendemen
dan Warna Pulp dari Serat Daun Nenas. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, Vol. 3, No. 1, hal
37-43.

Ophardt. 2003. Cellulose. John Willey&Sons, Inc, New York USA.

Petruci, Ralph. H. Suminar. 1989. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 3 , Edisi keempat.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Rochanah, Titik. 2004. Adsorpsi Zat Warna Procion Red MX 8B Pada Limbah Tekstil Oleh Batang Jagung.
Jurusan Kimia, FMIPA, UNS, Surakarta.

Rosita, N, et.all. 2004. Pengaruh Perbedaan Metode Aktivasi terhadap Efektivitas Zeolit sebagai
Adsorben. Majalah Farmasi Airlangga, Vol. 4, No. 1. Hal : 20.
Sjostrom, Eero. 1995. Kimia Kayu Dasar-Dasar Dan Penggunaan, Edisi 2. Gadjah Mada University Press,
Bulaksumur, Yogyakarta.

Stumm, W. and J.J. Morgan. 1995. Aquatic Chemistry. John Willey&Sons Inc, New York US.

Sunarto. 2008. Teknik Pencelupan dan Pencapan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Supriyanto, R. 2005. Pemanfaatan Alang-alang Sebagai Adsorben Zat Warna Remazol Yellow FG Pada
Limbah Tekstil. Jurusan Kimia, FMIPA, UNS, Surakarta.

Suwarsa, Saepudin. 1998. Penyerapan Zat Warna Tekstil BR Red HE 7B Oleh Jerami Padi. Jurnal JMS, Vol.
3 No. 1. Hal 32-40.

Tanpaiboonkul, P, et.all. 2000. Removal of Colores Wastewater Generated from Hand-made Textile
Weaving Industry. Department of Chemistry, Faculty of Science, King’s Mongkut University of
Technology Thonburi, Prachautit Road, Bangmod, Tungkru, Bangkok, 10140, Thailand.

Triyana, M. dan Sarma, T., 2003, Arang Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatanya). Jurusan Teknik
Industri, USU.

Wahjuni, S dan Kostradiyanti, B. 2008. Penurunan Angka Peroksida Minyak Kelapa Tradisional dengan
Adsorben Arang Sekam Padi IR 64 yang Diaktifkan dengan Kalium Hidroksida. Jurnal Kimia, Vol.
2, No. 1. Hal : 57-90.

Wijaya, K. 2006. Utilization of TiO2-Zeolite and UV-Light for Photodegradation of Congo Red Dye. Berkala
MIPA. Vol. 16, No. 3. Hal : 27-36.

Yunita, A., Prasetyo, A., 2009, Aktivasi Bagasse Fly Ash (BFA) untuk Adsorpsi Cu(II) secara Bacth dan
Kontinyu : Eksperimen dan Pemodelan, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia,
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai