Anda di halaman 1dari 8

Analisis penyediaan air dan penyakit minimal karena kualitas dan/atau kuantitas

air, perilaku pengguna air, sarana penyediaan air

Disusun untuk memenuhi:


Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Air

Disusun Oleh:
1. Aulia Radhika 1010111230
2. Ririn Liandari 101011123056

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air bersih adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang seharusnya
dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Air bersih adalah
air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi
syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. (Permenkes
Nomor 416 Tahun 1990 Tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas
Air) Akses masyarakat terhadap ketersediaan dapat dilihat melalui lima
indikator:
1. Kualitas
2. Kuantitas
3. Kontinuitas
4. Kehandalan sistem penyedian air minum
5. Kemudahan baik harga maupun jarak

Sanitasi dan perilaku kebersihan yang buruk serta air minum yang tidak
aman berkontribusi terhadap 88% kematian anak akibat diare di seluruh
dunia. Bagi anak-anak yang bertahan hidup, seringnya menderita diare
berkontribusi terhadap masalah gizi, sehingga menghalangi anak-anak untuk
dapat mencapai potensi maksimal mereka. Kondisi ini selanjutnta
menimbulkan implikasi serius terhadap kualitas sumber daya manusia dan
kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang. (Unicef
Indonesia, Ringkasan Kajian Air Bersih, Sanitasi dan Kebersihan)

Diare adalah gangguan buang air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih
dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah
dan atau lendir. Period prevalen diare pada Riskesdas 2013 (3,5%) lebih
kecil dari Riskesdas 2007 (9,0%). Penurunan period prevalen yang tinggi ini
dimungkinkan karena waktu pengambilan sampel yang tidak sama antara
2007 dan 2013. Pada Riskesdas 2013 sampel diambil dalam rentang waktu
yang lebih singkat. Insiden diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia
adalah 3.5 persen, dengan prevalensi tertinggi berada pada Provinsi Papua
(Riskesdas, 2013)
Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga
merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian.
Pada tahun 2015 terjadi 18 kali KLB Diare yang tersebar di 11 provinsi, 18
kabupaten/kota, dengan jumlah penderita 1. 213 orang dan kematian 30
orang (CFR 2,47%). Angka kesakitan nasional hasil Survei Morbiditas Diare
tahun 2012 yaitu sebesar 214/1.000 penduduk. Maka diperkirakan jumlah
penderita diare di fasilitas kesehatan sebanyak 5.097.247 orang, sedangkan
jumlah penderita diare yang dilaporkan ditangani di fasilitas kesehatan
sebanyak 4.017.861 orang atau 74,33% dan targetnya sebesar 5.405.235
atau 100%. (Profil Kesehatan Indonesia, 2015)
Dehidrasi karena diare berat adalah penyebab utama kematian pada
bayi dan anak, walaupun kondisi ini dapat di atasi dengan pengobatan
rehidrasi oral. Diare sering disebabkan karena penggunaan air yang
terkontaminasi, kebiasaan menyiapkan makanan yang tidak higienis dan
pembuangan tinja/limbah. Kombinasi dari penyebab yang tinggi terutama
pada kematian dan pengobatan yang efektif membuat diare menjadi
perhatian prioritas untuk pelayanan kesehatan. Pada SDKI 2012, prevalensi
diare beragam menurut musim. Secara keseluruhan, 14 persen anak balita
mengalami diare dalam dua minggu sebelum survei. Diare dengan adanya
darah hanya satu setiap 1.000 anak. Prevalensi diare tertinggi pada anak
umur 6-35 bulan, diprediksi karena anak pada umur sekitar 6 bulan selalu
sudah tidak mendapatkan air susu ibu. Secara umum, sumber air minum
memberikan perbedaan terhadap anak yang menderita diare. Delapan belas
persen anak yang berasal dari rumah tangga yang memiliki sumber air
minum tidak layak (non-improved source) menderita diare dibandingkan
dengan 14 persen anak yang tinggal dalam rumah tangga yang memiliki
sumber air minum layak (improved source). Selain itu, prevalensi diare dari
anak yang tinggal dalam rumah tangga yang tidak mempunyai fasilitas toilet
dan mereka yang tinggal dalam rumah tangga yang memiliki toilet tanpa
tangki septik, lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam
rumah dengan fasilitas toilet jenis lain. (Survei Demografi Kesehatan
Indonesia, 2012)
Penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi (Widoyono, 2011):
1. Virus : Rotavirus (40-60%), Adenovirus.
2. Bakteri : Escherichia coli ( 20-30%), Shigella sp. (1-2%), Vibrio
cholerae, dan lain-lain.
3. Parasit : Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lamblia,
Cryptosporidium (4-11%).
4. Keracunan makanan.
5. Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein.
6. Alergi : makanan, susu sapi.
7. Immunodefisiensi : AIDS
Dari beberapa penyebab diare, Vibrio cholerae yang termasuk ke dalam
kategori bakteri telah menginfeksi jutaan orang di dunia dan menyebabkan
kematian. Diperkirakan sekitar 5,5 juta kasus kolera terjadi setiap tahunnya
di Asia dan Afrika, 8% dari pada kasus-kasus ini cukup berat sehingga
memerlukan perawatan rumah sakit da 20% dari kasus-kasus berat ini
berakhir dengan kematian sehingga jumlah kematian berkisar sekitar
120.000 kasus pertahun. (Lesmana, 2006)
Di Indonesia sendiri, kasus penyakit kolera terjadi pada bulan Januari
tahun 1961 yang merupakan pandemi ke tujuh di dunia dan pandemi
pertama di Indonesia yang terjadi di kota Makassar dan Sulawesi. Penyakit
kolera ini disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae yang sangat berbahaya
dan jika terinfeksi menyebabkan diare serta muntah sehingga penderita
dapat kehilangan nyawa jika tidak ditangani dengan secepat mungkin. Maka
dari itu, diperlukan suatu kajian tentang bakteri Vibrio cholerae,
epidemiologinya, penularan bakteri, gejala-gejala jika terinfeksi, pengobatan
serta pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah terinfeksi bakteri
ini.
1.2 Deskripsi Kasus
Kejadian luar biasa diare-kolera di Kabupaten Nabire dan Paniai, Papua
pada tahun 2008. Versi pemerintah menyebut 105 penduduk tewas,
sedangkan versi Sinone menyebut angka lebih besar yakni 239 orang tewas.
BAB II

ISI

2.1 Penyediaan Air

2.2 Kolera
2.2.1 Pengertian
Kolera adalah infeksi bakteri yang dapat menyebabkan
penderitanya mengalami dehidrasi akibat diare parah. Penularan kolera
biasanya terjadi melalui air yang terkontaminasi. Jika tidak segera
ditangani, kolera dapat berakibat fatal hanya dalam beberapa jam saja.
Kolera biasanya mewabah di daerah yang padat penduduk tanpa
sanitasi yang memadai. Dengan perawatan yang cepat dan tepat, kolera
dapat diatasi dengan baik. Perawatan yang murah dan sederhana,
seperti oralit, bisa digunakan untuk mencegah dehidrasi akibat kolera.
(Kementerian Kesehatan RI, 2017)
Kolera adalah penyakit diare akut, yang disebabkan oleh infeksi
usus akibat terkena bakteria Vibrio Cholerae. Infeksi biasanya ringan
atau tanpa gejala, tapi terkadang parah. Kurang lebih 1 dari setiap 20
penderita mengalami sakit yang berat dengan gejala diare yang
sangat encer, muntah-muntah, dan kram di kaki. Bagi mereka ini,
kehilangan cairan tubuh secara cepat ini dapat mengakibatkan
dehidrasi dan shock atau reaksi fisiologik hebat terhadap trauma
tubuh. Kalau tidak diatasi, kematian dapat terjadi dalam beberapa
jam. (CDC, 2017)
2.2.2 Gejala

Tanpa disadari tidak semua penderita kolera mengalami gejala


karena telah terinfeksi Vibrio Cholerae atau bakteri kolera. Dari seluruh
orang yang terinfeksi kolera, hanya 10% diantaranya yang menunjukkan
gejala. Meskipun tidak memiliki gejala, penderita kolera dapat menular
kepada orang lain melalui tinja yang mengandung kolera dan
mencemari air selama satu sampai dua pekan. Berikut adalah beberapa
gejala yang dapat terjadi diantaranya diare yang muncul secara tiba-tiba
yang menyebabkan hilangnya cairan tubuh dengan cepat yaitu sekitar 1
liter per jam, muntah dan mual selama beberapa jam pada tahap awal
terinfeksinya kolera, kram pada perut akibat hilangnya kadar sodium,
klorida dan potasium akibat diare yang berkepanjangan. Kolera yang
telah menyebabkan gejala selama beberapa jam dapat mengakibatkan
dehidrasi terhadap penderitanya karena kurangnya cairan dalam tubuh.
Dehidrasi parah terjadi jika tubuh kehilangan cairan lebih dari 10% total
berat tubuh.

Pada saat mengalami dehidrasi akibat kolera, seseorang dapat


merasakan beberapa gejala dibawah ini: (Kemenkes, 2017)

1. Mulut kering
2. Aritmia atau gangguan irama jantung
3. Mata cekung
4. Mudah marah
5. Merasa sangat haus
6. Tubuh lesu
7. Hipotensi atau tekanan darah rendah
8. Letargi
9. Urine yang keluar hanya sedikit atau bahkan tidak ada
10. Kulit berkerut dan kering

2.2.3 Penyebab Kolera

Terdapat beberapa kelompok serologi dari bakteri Vibrio cholerae,


namun hanya ada dua jenis yang dapat menyebabkan penyakit yang
mewabah, yakni V.cholerae O1 dan V.cholerae O139. Kedua jenis ini
memiliki derajat racun yang sama dan gejala yang dihasilkan pun tidak
jauh berbeda. Ada dua siklus kehidupan yang berbeda pada bakteri
kolera, yaitu di dalam tubuh manusia dan lingkungan.

1. Bakteri kolera di tubuh manusia. Orang yang terjangkit


bakteri kolera bisa menularkan penyakit melalui tinja yang
mengandung bakteri. Bakteri kolera bisa berkembang biak
dengan subur jika persediaan air dan makanan
terkontaminasi dengan tinja tersebut.
2. Bakteri kolera di lingkungan. Perairan pinggir pantai
yang memiliki krustasea kecil
bernama copepoda merupakan tempat alami munculnya
bakteri kolera. Plankton dan alga jenis tertentu merupakan
sumber makanan bagi krustasea, dan bakteri kolera akan
ikut bersama inangnya (yaitu krustasea), mengikuti sumber
makanan yang tersebar di seluruh dunia.

Selain beberapa sumber infeksi kolera seperti yang disebutkan di


atas, ada juga beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko terjangkit
bakteri kolera, yaitu:

1. Golongan darah O. Orang-orang dengan tipe darah ini


memiliki risiko terjangkit kolera dua kali lipat lebih besar
dari golongan darah lainnya.
2. Tinggal bersama seseorang yang menderita
kolera. Karena bakteri kolera cenderung tinggal pada
sumber air, maka orang yang tinggal bersama dengan
penderita kolera akan lebih berisiko untuk menderita
penyakit ini karena mereka minum dari sumber air yang
sama.
3. Memiliki kadar asam lambung yang rendah. Bakteri
kolera tidak bisa bertahan hidup di lingkungan yang asam.
Asam lambung manusia dapat menjadi pertahanan
pertama untuk melawan infeksi.
2.2.4 Penularan Kolera
Transmisi dapat terjadi secara (Lesmana, 2006):
a. Orang ke orang
b. Melalui air
Penelitian pada kontak orang ke orang dalam suatu keluarga
menunjukkan derajat karier dalam keluarga ditemukan sekitar 17,2%,
sedangkan pada pemeriksaan air permukaan (sungai) V. cholerae O139
dapat diisolasi dari 10% sampel air yang dikoleksi (Lesmana, 2006).
2.3 Hubungan Penyedian Air dengan Kolera
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai