Anda di halaman 1dari 21

KANKER SERVIKS

1. Batasan Kanker serviks adalah penyakit ganas pada serviks uterus yang disebabkan oelh infeksi human papiloma virus
(HPV) gruponkogenik resiko tinggi terutama HPV 16 dan 18 serta filogeniknya. Lebih dari 95% kanker serviks
adalah tipe ephitelial yang terdiri atas jenis karsinoma sel squamous dan adenokarsinoma.

2. Gejala Pada stadiaum awal belum timbul gejala klinis yang spesifik. Sebagian besar mengeluh keputihan berulang
berbau dan bercampur darah. Selain itu, perdarahan sesudah bersenggama yang kemudian berlanjut dalam
bentuk metroragia, menoragia, dan menometroragi. Pada stadium lanjut, sel kanker invasif pada parametrium
dan jaringan di rongga pelvis. Hal ini dapat menimbulkan gejala perdarahan spontan dan nyeri panggul dan paha.
Beberapa penderita mengeluh nyeri berkemih, kencing berdarah dan perdarahan dari dubur. Metastasis ke KGB
inguinal dapat menimbulkan edem tungkai bawah. Invasi dan metastasis dapat menimbulkan penyumbatan
ureter distal yang mengakibatkan gejala uremia.

3. Kriteria Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis dan histopatologis specimen biopsi serviks.
Diagnosis Anamnesis berdasarkan gejala diatas. Pemeriksaan klinis meliputi inspeksi, palpasi, biopsi, sistoskopi, rektoskopi,
IVP, foto thoraks, USG, CT/PEF-Scan, dan MRI. Kecurigaan metastasis ke kandung kemih dan rectum dilakukan
pemeriksaan sistoskopi dan rektoskopi (clinical staging).

Bila didapatkan pembesaran KGB inguinal atau supraklavikula, dapat dilakukan FNAB. Histopatologik didapatkan
dari biopsy atau temuan saat operasi yang sekaligus merupakan surgical staging.

Kanker endometrium (terutama stadium II)


4. Diagnosis
Banding Servisitis kronik

Stadium kanker serviks didasarkan kriteria FIGO 2009.


5. Stadium
Stadium Keterangan
1A Kedalaman invasi <5 mm dan oenyebaran horizontal maksimal < 7 mm

IA1 Kedalaman invasi < 3 mm


IA2 Kedalaman 3-5 mm
IB Lesi lokal lanjut, namun berbatas pada serviks
IB1 Lesi kurang atau sama dengan 4 cm
II Lesi keluar melewati uterus namun belum mencapai dinding pelvis atau
mencapai 1/3 distal vagina
IIA Tanpa invasi ke parametrium
IIA 1 Lesi yang tampak ≤ 4 cm
IIA 2 Lesi yan gtampak > 4 cm
IIB Dengan penyebaran ke perineum
III Tumor menyebar sampai dinding panggul dan atau mencapai 1/3 bawah
vagina dan atau menyebabkan hidronefrosis/kerusakan ginjal

IIIA Tumor mencapai 1/3 distal dinding vagina, namun belum mencapai
dinding panggul

IIIB Penyebaran sampai dinding panggul dan atau terdapat hidronefrosis dan
kerusakan ginjal

IVA Penyebaran ke organ sekitar


IVB Penyebaran jauh
6. Terapi
Stadium Penatalaksanaan
Stadium 0/CIS Konisasi (Cold and hot knife).
Bila margin free, konisasi sudah adekuat pada yang masih memerlukan
fertilitas.
Bila tidak free margin re-konisasi.
Bila fertilitas tidak diperlukan histerektomi total
Bila hasil konisasi ternyata invasif, terapi sesuai tatalaksana kanker invasif

Stadium 1A1 Konisasi (Cold Knife) bila free margin (terapi adekuat) apabila fertilitas
(LVSI negative) dipertahankan.
(Tingkat evidens B)
Bila tidak free margin dilakukan rekonisasi atau simple histerektomi.
HIsterektomi Total apabila fertilitas tidak dipertahankan.

Stadium 1A1 Operatif. Trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik apabila fertilitas
(LVSI positif) dipertahankan.
Bila operasi tidak dapat dilakukan karena kontraindikasi medik dapat
dilakukan radiasi.
Stadium 1A2, Pilihan :
1B1, II A1 1. Operatif
HIsterektomi radiakal dengan limfadenoktomi pelvic.
(Tingkat evidens 1/Rekomendasi A)
Radioterapi (RT)/Kemoradiasi ajuvankalau terdapat faktor resiko yaitu
metastasis KGB, metastasis parametrium, batas sayatan tidak bebas
tumor, deep stromal invasif, LVSI dan faktor resiko lainnya.
Apabila hanya metastasis KGB saja, radiasi ajuvan hanya EBRT.
Bila terapi sayatan tidak bebas tumor/closed margin, pasca radiasi
eksterna dilanjutkan dengan brakiterapi ovoid 2x10 Gy
2. Non operatif
Radiasi (EBRT dan brakiterapi)
Kemoradiasi (Radiasi : EBRT plus kemoterapi konkuren dan brakiterapi)

Stadium 1B2 Pilihan:


Dan IIA2 1. Neoajuvan kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan
radikal histerktomi dan pelvik limfadenektomi. 1B2 dan IIA2 yang direncanakan
operasi tanpa kontraindikasi dilakukan kemoterapi neoajuvan terlebih dahulu
dan dilakukan nilai ulang paska kemoterapi neoajuvan untuk operabilitasnya.
2. Operatif histerektomi radikal dan pelvik
limfadenektomi.
Pemberian radioterapi(RT)/ Kemoradiasi ajuvan kalau terdapat faktor resiko
yaitu metastasis KGB, metastasis parametrium, batas sayatan tidak bebas
tumor, deep stromal invasion, LVSI dan faktor resiko lainnya.
Pasien yang menolak operasi radiasi/kemoterapi definitif
Radiasi, atau kemoradiasi dengan cisplatin mingguan atau kemoradiasi
cisplatin-ifosfamide 3 mingguan

Stadium IIB Pilihan :


1. Neoajuvan kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan
pelvik limfadenektomi.
2. Radiasi atau Kemoradiasi
Stadium IIIA-IIIB Kemoradiasi
Kemoradiasi ± radiasi
Catatan : Bila terdapat obstruksi ureter dilakukan pamasangan DJ stent/
nefrostomi dan hemodialisa.
Stadium IV A Radiasi dan atau kemoradiasi mingguan/3 mingguan
Radiasi 4000 cGY.
Respon (+) : Radiasi Eksterna dilanjutkan sampai 50 Gy ditambah BT 2x850
cGY/ 3x700 cGY.
Respon (-) : Terapi dihentikan
Catatan : Bila terdapat obstruksi ureter dilakukan pemasangan DJ stent/Nefrostomi
dan hemodialisa.

Stadium IV B Terapi Paliatif (radiasi pelvic/kemoterapi dapat dipertimbangkan)


1. Tumor Primer dilakukan evaluasi keluhan dan gejala
2. Metastasis jauh
Terapi nyeri (analgetik step ladder, neural block)
Nutrisi
Spiritual
Pendidikan Keluarga
Catatan :
Bila terdapat obstruksi ureter dilakukan pemasangan DJ stent/Nefrostomi dan
hemodialisa.
Bila terdapat efusi pleura dilakukan punksi atau pemasangan WSD
BIla terdapt ascites dilakukan punksi ascites

Pasien dengan stadium <4, dan usia muda (<4 40 tahun) sebaiknya dilakukan transposisi ovarium

7. Jadwal Radiasi
radiasi/kemor RE : 46-50 Gy
adiasi BT : 2x850 cGy atau 3x700 cGy.

Brakiterapi diberikan setelah RE 25 Gy, sebanyak 3 kali dengan jarak 1 minggu diantara ; RE diteruskan dengan
menggunakan blok sentral (central shielding) hingga 50 Gy.

Jika brakiterapi tidak dapat dilakukan, radiasi eksterna dilanjutkan dengan small field atau 3D Conformal RT.

Radiasi
Kemoterapi 1 mingguan
Pengobatan kemoterapi dengan platinum based mingguan akan diberikan intravena selama satu kali seminggu
dengan dosis 40 mg/m2 yang diberikan 6-8 jam sebelum radiasi dan diberikan pada hari pertama, atau kedua,
atau ketiga minggu I, II, III, IV dan V, minimal 3 kali pemberian.

Kemoradiasi 3 mingguan

Cisplatin-Ifosphamide, 5Fu-Cisplatin, Cisplatin Vincristin Bleomycin (PVB), Taxan-Carboplatin.


Untuk Residif : Cisplatin-Ifosphamide-Taxan (TIP)
Contoh: Cisplatin-Ifosphamide. Pengobatan kemoterapi dengan cisplatin yang diberikan intravena setiap 3
minggu dengan dosis 50 mg/m2

dan diberikan juga ifosfamid dengan dosis 2gr/m2 dan dibarengi dengan pemberian uromitexan, dengan dosis
170% dari dosis ifosfamide. Pemberian uromitexan diberikan 50% pra ifosfamide, 100% saat pemberian
ifosfamide, dan 20% sesudah pemberian ifosfamide.

Contoh jadwal kemoterapi 3 mingguan

Syarat
1. Kanker serviks secara histopatologis dan telah dilakukan staging menurut FIGO stadium IB2-IIIB
2. Status penampilan (performance status) berdasarkan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG)
dengan skor ≤ 2.
Grade Tingkat aktivitas
0 Aktivitas penuh, dapat melakukan aktivitas tanpapertolongan
1 Aktivitas terbatas, dapat melakukan pekerjaan ringan
2 Dapat mengurus diri sendiri, tetapi tidak menyelesaikan pekerjaan, 50% di tempat
tidur
3 Dapat mengurus diri sendiri secara terbatas, lebih 50% berada di tempat tidur
4 Tidak berdaya secara penuh, tidak dapat mengurus diri sendiri, total di tempat tidur

Laboratorium darah tepi (Hb ≥ 10%, leukosit ≥ 3.000/mm3 , trombosit ≥ 100.000/ mm3), fungsi hati (SGOT <
27 U/L, SGPT < 36 U/L) dan ginjal (Ureum < 50 mg/dL, Kreatinin 0,60-1.20 mg/dL, CCT >68mL/menit) CCT
tergantung regimen dan dapt dilakukan penyesuaian dosis pada gangguan hepat dan ginjal.

1. Perawatan perioperatif
8. 2. Perawatan untuk perbaikan keadaan umum, baik pra radiasi atau dalam
Peratawatan radiasi
3. Perawatan dilakukan untuk pemberian kemoterapi/kemoradiasi

9. Penyulit Pemulihan tergantung beberapa faktor antara lain faktor keadaan umum pasien, faktor stadium penyakit,
faktor stadium penyakit, faktor efek samping kemoterapi dan radiasiyang ditimbulkan.

10. Informed Penjelasan tentang diagnose dan stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan
consent komplikasi pengobatan
11. Lama Lama perawatan tergantung beberapa faktor antara lain faktor keadaan umum pasien, faktor pilihan
Perawatan pengobatan, dan faktor stadium penyakit.

12. Masa Pemulihan tergantung beberapa faktor antara lain faktor keadaan umum pasien, faktor pilihan pengobatan,
pemulihan faktor stadium penyakit, faktor adanya panyulit infekti.

13. Indikasi 1. Monitoring efek samping kemoterapi terhadap saluran cerna, hematologi (kadar hemoglobin, kadar
monitoring neutrofil, leukosit dan trombosit).
dan evaluasi 2. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal dan USG)

14. Luaran Hidup tanpa tumor, hidup dengan tumor, meninggal

Rujukan
1. Pedoman Pelayanan Medik Kanker Ginekologi, Kanker Serviks, ed-2, 2011, hal 19-28.
2. European Society Gynecology Oncology (ESGO), Algorithm for management of cervical cancer,
2011.
3. Clinical Practice Guideline in Oncology V.2.2013. National Comprehensive
Cancer Network.
4. Bloss JD, Blessing JA, Behrens BC, Mannel RS, Rader JS, Sood AK, Markman M,
Benda J.
Randomized Trial of Cisplatin and Ifosfamide With or Withaut Bleomycin in Squamous Carcinoma of the
Cervix: A Gynecologic Oncology Group Study. J Clin Oncol 20:1832-1837.
5. Delgado G, Bundy B, Zaino R, Sevin BU, Creasman WT, Major F, Prospective surgical-pathological study of
disease-free Interval in patiens with stage IB squamosa cell carcinoma of the cervix: A Gynecologic
Oncology Group Study. Gynecologic Oncology 1990;38:352-7. Landoni F, Maneo A, Colombo A, Placa F,
Milani R, Perego, Favini G. Ferry I, Mangino C. Randomised study of radical surgery versus radiotheraphy
for stage IB-IIA cervical cancer. Lancer. 1997 ; 350:535-40.
6. Pecorelli S: Revised FIGO staging for carcinoma of the vulva, cervix, and endometrium. Int J Gynaecol
Obstet 105 (2): 103-4, 2009.
7. Sedlis A, Bundy BN, Rotman M, Lentz S, Muderspach LI, Zaino R. A randomized trial of pelvic radiation
versus no further therapy in selected patient with stage IB carcinoma of the cervix after hysterectomy
and pelvic lymphadenectomy: a Gynecologic Oncology Group study. Gynecol Oncol 1999; 73: 177-83.

Diagnosis berdasarkan Konisasi

Parameter yang dinilai :

 Reseksi margin
Konisasi
 Kedalaman Invasi stroma
Cold Knife
 Lympho-vascular Invasion

LVSI Negatif LVSI Positif

Margin positif
Free margin

Trakelektomi Radikal +
limfadenopati pelvic
Rekonisasi/Konisasi ATAU
Observasi
ulang Histerektomi radiakal +
atau
atau limfadenektomi pelvik
Kanker Seviks Simple histerektomi
Simple histerektomi (laparotomi/laparoskopi)
Stadium IA1 (laparotomi/laparoskop
(laparotomi/laparoskopi)
i)
Bagan 2.
Penanganan Kanker Serviks
Stadium IA 2
kanker serviks
stadium IA2 Diagnosis berdasarkan konisasi

Parameter yang dinilasi:


 Reseksi margin
Konisasi
 Kedalaman invasi stroma
Cold knife
 Lympho – vascular space
invasion (LVSI)

LVSi Negatif LVSi


Positif

Free margin Margin positif


Trakelektomi Radikal + Limfadenektomi
pelvik
Observasi Rekonisasi/ Konisasi ulang ATAU
Atau Atau Histerektomi radikal + Limfadenektomi pelvik
Simple histerektomi Simple histerektomi (laparotomy/laparoskopi)
(laparotomi/laparoskopi (laparotomi/laparoskopi

Non operatif
Radiasi ( EBRT dan brakiterapi)
Kemoradiasi ( radiasi : EBRT plus kemoterapi konkuren dan brakiterapi

Bagan 3.
Penanganan Kanker serviks
kanker serviks Stadium IB 1
stadium IB 1
operasi Radiasi/Kemoradiasi

 Kontraindikasi medik untuk operasi


 Pilihan pasien

1. Trakelektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik kalau fertilitas dipertahankan


2. Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik

Factor resiko ( metastasis KGB, Factor resiko ( metastasis KGB,


metastasis parametrium, batas metastasis parametrium, batas
sayatan tidak bebas tumor, deep sayatan tidak bebas tumor, deep
stromal invasion, LSVI ) negatif stromal invasion, LSVI ) positif

Radiasi/kemoradiasi
Observasi Kemoterapi (Optional)
Bagan 4. Kanker serviks
Penanganan Radiasi/Kemoradiasi
Stadium IB 2
kanker serviks
stadium IB 2 operasi
Kemoterapi neoajuvan  Kontraindikasi
medik untuk operasi
 Pilihan pasien

Respon komplit/parsial Respon stable/progrss 


 operasi radiasi

3. fertilitas dipertahankan  Trakelektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik


4. fertilitas tidak dipertahankan  Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik

Factor resiko ( metastasis KGB, Factor resiko ( metastasis KGB,


metastasis parametrium, batas sayatan metastasis parametrium, batas sayatan
tidak bebas tumor, deep stromal tidak bebas tumor, deep stromal
invasion, LSVI ) negatif invasion, LSVI ) positif

Radiasi/kemoradiasi
Observasi Kemoterapi (Optional)

Bagan 5.
Penanganan
kanker serviks Kanker serviks
stadium IIA1 Radiasi/Kemoradiasi
Stadium IIA

operasi  Kontraindikasi
medik untuk
operasi
 Pilihan pasien

Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik

Factor resiko ( metastasis KGB, Factor resiko ( metastasis KGB,


metastasis parametrium, batas metastasis parametrium, batas
sayatan tidak bebas tumor, deep sayatan tidak bebas tumor, deep
stromal invasion, LSVI ) negatif stromal invasion, LSVI ) positif

Radiasi/kemoradiasi
Observasi Kemoterapi (Optional)
Bagan 6.
Penanganan Kanker serviks
kanker serviks Radiasi/kemoradiasi
stadium IIA2 Stadium IIA2
operasi  Kontraindikasi medik atau
Kemoterapi neoajuvan
operasi
 Pilihan pasien

Respon komplit/parsial  Respon stable/progrss 


operasi radiasi

Histerektomi radikal + limfadenektomi pelvik

Factor resiko ( metastasis KGB, Factor resiko ( metastasis KGB,


metastasis parametrium, batas metastasis parametrium, batas
sayatan tidak bebas tumor, deep sayatan tidak bebas tumor, deep
stromal invasion, LSVI ) negatif stromal invasion, LSVI ) Positif

Observasi Radiasi/Kemoradiasi
Kemoterapi

Bagan 7.
Penanganan
kanker serviks Kanker serviks
stadium IIB Radiasi/kemoradiasi
Stadium IIB
Kemoterapi neoajuvan  Kontraindikasi medik atau operasi
 Pilihan pasien

Respon komplit/parsial  Respon stable/progrss 


operasi radiasi

Histerektomi radikal + limfadenektomi pelvik

Factor resiko ( metastasis KGB, Factor resiko ( metastasis KGB,


metastasis parametrium, batas metastasis parametrium, batas
sayatan tidak bebas tumor, deep sayatan tidak bebas tumor, deep
stromal invasion, LSVI ) negatif stromal invasion, LSVI ) Positif

Observasi Radiasi/Kemoradiasi
Kemoterapi
(optional)
Bagan 8.
Penanganan Kanker serviks
kanker
stadium III-IV Stadium III - IV

Stadium III dan IV A Stadium IV B

Pencitraan/imaging

Negatif positif

Radiasi Kemoradiasi Radiasi pevlik paliatif


Kemoterapi
(dipertimbangkan)
PROTOKOL
KEMOTERAPI PROTOKOL KEMOTERAPI CISPLATIN + IFOSPHAMIDE
CISPLATIN + Tanggal :
IFOSPHAMIDE
Nama :
Seri :

Jam ke Uraian keterangan


00.00 NaCL 0.9% 500 ml Habis dalam 2 jam
02.00 NaCL 0.9% 500 ml + Platosin … mg ( 50 mg x LP) Habis dalam 2 jam
04.00 NaCL 0.9% 500 ml Habis dalam 2 jam
06.00 NaCL 0.9% 500 ml + mesna … mg (100%) Ondansentron 8 mg IV
10.00 NaCL 0.9% 500 ml + ifosphamide … gr (2 x gr x LP) Threeway Mesna …. Mg (100%)
34.00 NaCL 0.9% 500 ml + mesna … mg (50%) Habis dalam 5 jam
15.00 NaCL 0.9% 500 ml
Leukokine SC

Jenis ifosphamide a.I. adalah Holoxan ®


Jenis mesna a.I adalah Uromitexan ®
Catatan :
- Pasang dauer catheter
- Bila urin < 100 ml/jam beri furosemide 1 amp. IV
Mesna 1 20% ( 4 jam)
Mesna + ifosphamide 100% (24 jam)
Mesna 3 50% (5 jam)
Mengetahui

Perawat Penanggung jawab Trainee/DPJP

( ) (Prof.DR.dr…………………….SpOG(K)
PROTOKOL
KEMOTERAPI
PROTOKOL KEMOTERAPI PVB (Cisplatin - Vinblastin-Bleomycin)
PVB (cisplatin
–vinblastin- Tanggal :
bleomycin) Nama :
Seri :

Jam ke Uraian keterangan


00.00 a. NaCL 0.9% 500 ml Habis dalam 2 jam
b. Pasan Dextrose 5 %
02.00 c. Vinblastine 3 mg Habis dalam 2 jam melalui
d. Bleomycin diencerkan dengan 5ml NaCL, selang infus selama 1 jam
kemudian disuntikan 15 mg ( 1 vial) paloxi 1 menit melalui selang infus
amp (0.25 mg) (diulang setiap minggu)
03.50 a. NaCL 0.9% 500 ml Melalui selang infus 10 menit
b. Cisplatin 30 mg ( ½ x 50 mg x LP) Habis dalam 2 jam
04.00 a. NaCL 0.9% 500 ml Masukan dalam botol infus
b. Cisplatin 30 mg ( ½ x 50 mg x LP) Habis dalam 2 jam
c. Dextrose 5 % Masukan dalam botol infus
d. Dextrose 5 %
06.00 Vinblastine 3mg Habis dalam 2 jam
08.00 Habis dalam 2 jam
10.00
12.00

Mengetahui

Perawat Penanggung jawab Trainee/DPJP

( ) (Prof.DR.dr…………………….SpOG(K)
Bagan

serviks
Karsinoma

Karsinoma
serviks

Stadium IA1, IB 1 , Stadium IIB-III Stadium Stadium


Stadium IA 1
IB 2 IIA B IV A IV B

Kemoradiasi RE 50 Kemoradiasi Terapi paliatif


Histerektomi radikal Tak operasi GY + BT 3 x 700 cGY
Medical (khusus IA 2 dan IB 1 Radiasi kuratif
operasi -kemoterapi 3
high risk: dpt dipertimbangkan
mingguan cisplatin Percobaan
brakhter conservative surgery Tumor Meta
50 mg/m2 dan
api trachelektomy IB2- 4000 cGY primer
ifosfamide 2 gr/m2 jauh
fertilita IIA: -kemoterapi 1
Neoa mingguan cisplatin
s
40mg/m2 setiap
Resp Respo
o I minggu selama Evaluas Tulang,
Tidak Factor Faktor p n radiasi luar on n (-) i gejala, KGB,
dipertahan e - (+) keluha supra-
dipertaha resiko resiko
kan r o n clavicul
nkan (+)* a p RE
stop a
Dilanjutkan
b
sampai 50
Follow up RE 50 GY + Kemoradiasi Jika ulkus
gy.ditambah
konisasi histerek BT (ovoid) RE 50 GY + BT dalam, ada KL
BT 3 x 700
2x 10 GY 3 x 700 cGY
tomi anestesi, maka cGY
-kemoterapi 3
mingguan
BT diganti
cisplatin 50 dengan RE 3D
mg/m2 dan conformal atau
ifosfamide 2
gr/m2 Catatan:
-kemoterapi 1 *pemberian BT dimulai pasca RE dosis 30 GY atau 40 GY
*faktor resiko
mingguan atadu 50 GY secepatnya setelah hasil lokalis
Metastasis KGB,metastasis parametrium, cisplatin memungkinkan untuk dapat dilakukan aplikator
batas sayatan vagina tidak bebas tumor 40mg/m2 *pemberian BT dilakukan dalam interval 1 jam
setiap minggu *wanita usia 40 tahun kebawah stadium dibawah 4
selama radiasi
Lesi Pra Kanker
Serviks

1. Batasan Umum
dan Uraian Lesi pra kanker adalah kondisi serviks yang berpotensi menjadi kanker. Kondisi serviks berupa dysplasia ringan sel-sel eptelial
Umum mukosa serviks yang kemudian berkembang menjadi dysplasia sedang-berat, karsinoma in-situ dan akhirya kanker invasif.
Penyebab utama lesi pra kanker serviks adalah infeksi virus HPV (human papilloma virus) group onkogenik resiko tinggi,
terutama HPV-16 dan 18 serta pillogeni.
Deteksi lesi pra kanker terdiri atas metode pemeriksaan sitologi Pap tes (konvensional dan liquid-base cytology/LBC), inspeksi
visual asam astet (IVA), inspeksi visual asam asetat (IVA), inspeksi visual lugol iodin (VILI), dan test DNA HPV.
Metode IVA dan VILI adalah metode yang sederhana, murah, non-invasif, akurasi memadai dan diterima, serta tidak
memerlukan fasilitas laboratorium. Metode ini dapat dijadikan pilihan di pelayanan primer dan secara masal. Sedangkan untuk
masyarakat kota dan daerah-daerah dengan akses pelayanan kesehatn (sekunder dan tersier), metode skrining dengan
pemeriksaan sitologi akan lebih tepat.

Pada umumnya, lesi pra kanker adalah asimtomatik. Keputihan berulang dengan terapi konvensional merupakan gejala yang
2. Gejala Klinis tidak spesifik.

Patofisiologi dan Sistem Klasifikas Lesi Pra Kanker Serviks

Infeksi Infeksi Persisten


Paparan HPV Transient

Leher rahim Infeksi HPV Lesi Pre-Kanker Lesi Invasif


normal

NORMAL NIS 1 NIS 2 NIS 3 KANKER

Gambar Patofisiologi Kanker Serviks

Kanker leher rami invasive berawal dari lesi dysplasia sel-sel leher Rahim yang kemudian berkembang menjadi dysplasia
tingkat lanjut, karsinoma in-situ dan akhirnya kanker invasive. Peneltian terakhir meenunjukan bahwa precursor kanker adalah
lesi dysplasia tingkat lanjut (high grade dysplasia) yang sebagian kecilnya akan berubah menjadi kanker invasive dalam 10-15
tahun, sementara displasia tingkat rendah (low-grade dysplasia) mengalami regresi spontan.
Sistem Klasifikasi Lesi Pra Kanker

Ada beberapa sistem klasifikasi lesi pra kanker yang digunakan saat ini, dibedakan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dan
sitologinya. Berikut table klasifikasi lesi pra kanker.

Klasifikasi Sitologi (untuk skrining) Klasifikasi Histologi (untuk diagnosis)


NIS (Neoplasia Intraepitel Klasifikasi Deskriptif
PAP Sistem Bethesda
Serviks) WHO
Kelas I Normal Normal Normal
ASC-US
Kelas II Atypia Atypia
ASC-H
NIS 1 termasuk
Kelas III LISDR Koilositosis
kondiloma
Kelas III LISDT NIS 2 Displasia sedang
Kelas III LISDT NIS 3 Displasia berat
Kelas IV LISDT NIS 3 Karsinoma in situ
Kelas V Krsinoma invasif Karsinoma invasif Karsinoma invasive

ASC-US : Atypical Squamous of Unetermined Significance


ASC-H : Atypical Squamous Cell: cannot exclude a high grade squamous epithelial lesion
LISDR : Lesi Intraepitel Skuamosa Derajat Rendah (LSIL: Low Grade Squamos Intraepithelial Lesion)
LISDT : Lesi Intraepitel Skuamosa Derajat Tinggi IHSIL: High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) (Dikutip dari
Comprehensive Cervical Cancer Control). A guide to Essential Practice, Geneva: WHO, 2006).

Diagnosis berdasarkan atas:


- Pap smear ditemukan LSIL, HSIL
3.Kritria
- Tes IVA/VILI positif
Diagnosis
- Tes DNA HPV positif HC II/Genotyping
Pemeriksaan tambahan dapat berupa kolposkopi, biopsy terarah, dan kuretase endoservikal.

Servisitis, eritroplakia, makulo-papula


4.Diagnosis
Banding

Terapi lesi pra kanker:


5. Terapi
1. LSIL :
- Observasi ulang test 3 bulan: jika negatif  skrining 12 bulang
Jika positif  LSIL/HSIL  kolposkopi
-Test DNA HPV : jika negatif  skrining rutin
Jika positif  kolposkopi
2. HSIL :
- Kolposkopi memuaskan:
A. Jika negatif  observasi
B. NIS I : Test DNA HPV negatif/tidak dilakukan  observasi
Test DNA HPV positif  erapi ablasi
C. NIS II : terapi ablasi
D. NIS III : bedah eksisi
- Kolposkopi tidak memuaskan  konisasi

Terdapat beberapa metode pengobatan lesi prakanker serviks:


1. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal
Yang termasuk pada metode terapi ini adalah krioterapi, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan CO2 laser. Penggunaan setiap
metode ini bertujuan untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang mengandung epitel abnormal, yang kelak akan
digantikan dengan epitel skumosa yang baru.
a. Krioterapi
Krioterapi adalah suatu usaha penyembuhan penyakit dengan cara mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan suhu
dibawah nol derajat celcius. Pada suhu sekurang-kurangnya 25 derajat celcius sel-sel jaringan termasuk NIS akan
mengalami nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan tersebut, terjadi perubahan-perubahan tingkat seluler dan vaskuler,
yaitu (1) sel-sel mengalami dehidrasi dan mengerut; (2) konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; (3) syok termal dan
denaturasi kompleks lipid protein; (4) status umum sistem mikrovaskular. Pada awalnya digunakan cairan nitrogen atau
gas CO2, tetapi pada saat ini hampir semua alat menggunakan N2O.
b. Elektrokauter
Metode elektrokauter dapat dilakukan pada pasien rawat jalan. Penggunaan elektrokauter memungkinkan untuk
pemusnahan jaringan dengan kedalaman 2 atau 3 mm. Lesi NIS I yang kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat pada
umumnya dapat disembuhkan dengan efektif.
c. Diatermi Elektrokoagulasi Radikal
Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif jika dibandingkan dengan elektrokauter,
tetapi harus dilakukan dengan anestesi umum. Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai
kedalaman 1 cm, tetapi fisiologis serviks dapat dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat luas. Dianjurkan
penggunaannya hanya terbatas pada kasus NIS ½ dengan batas lesi yang dapat ditentukan.
d. CO2 Laser
Penggunaan sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation), suatu muatan listrik dilepaskan dalam
suatu tabung yang brisi campuran gas helium, gas nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang
mempunyai panjang gelombang 10,6 μm. Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat dibedakan dalam dua
bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari mukosa serviks menguap karena cairan intraselular
mendidih, sedangkan jaringan yang mengalami nekrotik terletak dibawahnya. Volume jaringan yang menguap atau
sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran.

2. Terapi NIS dengan Eksisi


I. LEEP (Loop ElectrosurgicaL Excision Procedure)
Ada beberapa istilah dipergunakan untuk LEEP ini. Cartier dengan menggunakan kawat loop kecil untuk biopsy pada saat
kolposkopi menyebutnya dengan istilah diatermi loop. Prndeville et al. meyebutnya LLETZ (Large Loop Excisional
Transformation Zone).
II. Konisasi
Tindakan konisasi dapat dilakukan dengan berbagai teknik:
A. Konisasi cold knife
B. Konisasi diatermi loop (=LLETZ), dan
C. Konisasi laser
Di dalam prakteknya, tindakan konisasi juga sering merupakan tindakan diagnostik.
III. Histerektomi
Tindakan histerektomi pada NIS kadang-kadang merupakan terapi terpilih pada beberapa keadaan, antara lain, sebagai
berikut:
1). Histerektomi pada NIS dilakukan pada keadaan kelanjutan konisasi
2). Konisasi akan tidak adekuat dan perlu dilakukan histerektomi dengan mengangkat bagian atas vagina
3). Karena da uterus miomatosus; kecurigaan invasif harus disingkirkan
4). Masalah teknis untuk konisasi, missal porsio mendatar pada usia lanjut

1. Perawatan rawat jalan


6.Perawatan 2. Perawatan perioperatif
3. Perawatan untuk perbaikan keadaan umum
4. Perawatan dilakukan untuk terapi konisasi

Pemulihan tergantung beberapa faktor antara lain faktor keadaan umum pasien, faktor efek samping yang ditimbulkan
7. Penyulit (perdarahan/infeksi).
Penjelasan tentang perjalanan penyakit, diagnose dan rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi
8.Informed pengobatan.
Consent

Lama perawatan tergantung beberapa faktor antara lain faktor keadaan umum pasien, faktor pilihan pengobatan.
9.Lama
Perawatan

Pemulihan tergantung beberapa faktor antara lain faktor keadaan umum pasien, faktor pilihan pengobatan, faktor stadium
10.Masa penyakit, faktor adanya penyulit infeksi.
Pemulihan

1. Monitoring efek samping perdarahan pervaginam


11.Indikator 2. Penilaian respon secara klinis (berdasarkan hasil histopatologi)
monitoring dan
evaluasi

Tidak ditemukan lesi pra kanker


12. Luaran

1. Wold Health Organization. Comprehensive Cervical Cancer Control. A Guide to Essential Practice. Geneva: WHO,
Rujukan 2006.
2. Petignat P, Roy M. Diagnosis and Management of Cervical Cancer. BMI 2007; 334: 765-768.
3. Bosch FX, Manos MM, Munos N, et al. Prevalence of Human Papilloma Virus in Cervical Cancer: A Worldwide
Prespective. International biological Study on Cervical Cancer (IBSCC) Study Group. J Natl Cancer Inst 1995;87:796-
802.
4. Walboomers JM, Jcobs MV, Manos MM, Bosch FX, Kummer JA, Shah KV, rt al. Human Papilloma Virus is a
Necessary Cause of Invasive Cervical Cancer Worldwide. J Pathol 1999;189:12-9.
5. Preventing Cervical Cancer in Low-Resource Settings. Outlook. Volume 18 number 1, September 2000.
6. Boon ME, Suurmeijer AJH. The Tes Pap. Leyden: Coulomb 1991.
7. Sankaranayanan R, Budukh AM, Rajkumar R, Effective Screening Programmes for Cervical Cancer in Low-And
Middle-Income Developing Countries. Bulletin of the World Health Organization, 2001; 79;954-962.
8. Nasiell K et al. Behaviour of Mild Dysplasia During Long Term Follow-Up. Obstetrics and Gynaecology, 1986, 67;665-
669.
9. Holowaty P et al. Natural History of Dysplasia of the Uterine Cervix. Journal of the National Cancer Institute, 1999,
91:252-268.
10. Meryman HT. Mechanics of Freezing in Living Cells and Tissues. Science 1986, 124:515:19.
11. Singer AS. Managing the Young Women with an Abnormal Cervical Smear. The Practitioner 1983;227:725-31.
12. Ordell LD, Rimker K, Hagerty C. Electrocautery for Cervical Neoplasia. J Reprod Med 1971;6:143-46.
13. Chanen W, Hollycock VE, Colposcopy and Electrocoagulation Diathermy for Cervical Dysplasia and Carcinoma In
Situ. Obstet Gynaecol 1971; 37: 623-28.
14. Rome RM. Electrocoagulation Diathermy for Cervical Intraepithelial Neoplasia. Am J. Obstet Gynaecol 1983;61 : 673-
77.
15. Belina JK, Wright VC, Voros JL, Riopelle MA, Hohenshuctz V. Carbodioxide Laser Management of Cervical
Intraepithelial Neoplasia. By Laser Vaporisation. Br. J. Obstet Gynaecol 1985; 92:394-98.
16. Cartier R. Practical Colposcopy. Besel –Munchen-Paris-NewYork-Sydney: S Kanger, 1977: 94-109.
17. Prendiville W, Lullimore NS. Large Loop Excision of the Transformation zone (LLETZ). A New Methode of
Management for Women Which Cervical Intraepithelial Neoplasia. Brit J Obstet Gynecol. 1989; 96:1054-60.
18. Campion Michael. Preinvasive Disease in : Berek JS, Hacker NF, eds. Practical Gynecologic Oncology. 3 rd Edition.
Philadelphia-Baltimore:Lippincott Willims and Wilkins, 2000:271-344.
Serviks

Tabel 1
Manajemen
Lesi Pra Kanker
Skrining kanker serviks

IVA PAPSMEAR/sit DNA-HPV GENOTYPING HPV


ology +SITOLOGI
(HC II/GENOTYPING HPV)

HPV HPV
IVA IVA PAPSMEA PAPSMEAR HPV HPV (+) (-)
R (+) (-) (-)
(+) (-) (+)

ULANG
ULANG LSIL/HSIL ULANG ULANG PEMERIKS
PEMERIKS (PENATA PEMERIKS PEMERIKS AAAN 3
KRIOTER AAAN 6- LAKSANA AAAN 12 TAHUN
KOLPOSKOPI AAAN 3
API (JIKA 12 BULAN AN BULAN
TAHUN
LESI SESUAI
TISDAK DERAJAT HPV (+) : KOLPOSKOPI
LEBIH LESI
DARI 75 HPV 16/18 
% MANDATORI
PERMUK KOLPOSKOPI
AAN
SERVIKS, BIO HPV NON 16/18
PSI FOLLOW UP BILA
LLE SITOLOGI NEGATIF
TZ

TATALAKS
ANA
SEMUA
HASIL PA
Tabel 2
MANAGEMENT LESI PRA KANKER
SERVIKS
(KOLPOSKOPI + HISTOPATOLOGI)

LSIL HSIL/ASC-H ASC-US AGC

USIA < 35 USIA < 35


KOLPOSKOPI TAHUN TANPA TAHUN
DNA- KOLPOSK DNA-HPV
MEMUASKAN FAKTOR DENGAN
HPV OPI TIDAK
MEMUAS RESIKO FAKTOR
KAN KANKER RESIKO
NEGATIF DNA- DNA-
ENDOMETRIU KANKER
DNA- DNA- HPV :OBS HPV (-) HPV (+)
M ENDOMETRIU
HPV (-) (+) KONISAS M
I

SKRINI PAP/SIT
PAP/SIT KOLPOSKO
NG ULAN 3 NIS I SKRINI KOLPOSKO
ULANG 6 PI; BIOPSI
RUTIN BULAN NG PI; BIOPSI
BULAN SERVIKS;
RUTIN SERVIKS; ECC; BIOPSI
ECC; HPV ENDOMET
PAP PAP DNA RIUM; HPV
NIS II NIS III PAP
(-) PAP (OPSIONAL)
(+) (+) DNA
(-)
(OPSIONAL
)
LSI DNA-HPV (-) /
SKRINI
L/H TDK DNA-HPV
NG 12 SKRINI ASC-
SIL DILAKUKAN BEDAH
BULA (+) NG 12 US
:OBS EKSISI
N BULAN
PENATALAKSANAAN
SELANJUTNYA
BERDASARKAN HASIL
HISTOPATOLOGI
KOLOSKOPI
KOLPOSKOPI TERAPI ABLASI
Vaksinasi HPV

Vaksinasi HPV adalah upaya pencegahan primer kanker serviks dengan menyuntikkan vaksin HPV.
I.Batasan dan
Uraian Umum

II.Pedoman 1. Diperlukan informed consent.


Aplikasi 2. Vaksin diberikan pada umur 10-55 tahun yang dibedakan atas:
Vaksinasi HPV 2.1. Kelompok wania usia 10-25 tahun (Cervarix dan Gradasil)
2.2. Kelompok wanita usia 26-55 tahun (Cervarix) dan 26-45 tahun (Gardasil)
3. Pada usia 26-55 tahun atau pada klien yang sudah melakukan aktivitas seksual, vaksinasi dapat diberikan setelah hasil tes
pap normal atau IVA (-)
4. Vaksin dapat diberikan minimal oleh dokter umum
5. Vaksin diberikan 3 suntikan, pada bulan 0, 1-2 bulan, dan 6 bulan setelah penyuntikan pertama.
Masa tenggang waktu penyuntikan kedua: 1 bulan.
Masa tenggang penyuntikan ketiga: 12 bulan
6. Booster belum diperlukan (estimasi 10 tahun)
7. Wanita dengan gangguan imunitas (immune-supresan) dapat diberikan vaksin
8. Wanita dengan riwayat infeksi HPV atau lesi prakanker pascaterapi dapat diberika meskipun efektivitas lebih rendah
9. Wanita menyusui boleh diberikan vaksin
10. Tidak diberikan pada wanita hamil
11. Efek samping minimal (paling sering ditempat suntikan)
12. Vaksinasi HPV pada pria, usia 10-25 tahun (Gardasil)

Konseling sangat penting, meliputi:


1. Vaksinasi hanya untuk pencegahan dan bukan untuk pengobatan
III.Konseling 2. Jika vaksinasi diberikan pada wanita yang sudah mendapat infeksi atau lesi prakanker hasilnya kurang efektif
3. Skrining berkala tetap harus dilakukan

1. Vaksin Bivalent (HPV-16 dan HPV-18) Cervarix


2. Vaksin Quadrivalent (HPV-6, HPV-11, HPV-16, HPV-18) Gardasil
IV. Vaksin

1. Pertemuan HOGI, Hotel Le Grande Jakarta, Juni 2006


2. Pertemuan HOGI, Hotel Novotel Solo, 20-21 Februari 2009
Daftar Pustaka 3. Pertemua HOGI, Hotel Novotel Palembang, 22-24 April 2010

Anda mungkin juga menyukai