Anda di halaman 1dari 11

1.

PENDAHULUAN
Penatalaksanaan serangan asma yang direkomendasikan saat ini adalah inhalasi
berulang broukodilator agonis β2 dan tambahan kortikosteroid sistcmik pada pasien yang
tidak respons terhadap bronkodi1ator.1-3 Kortikosteroid intravena telah terbukti secara
bcrmakna dapat menurunkan angka serangan ulang serta mcmpcrbaiki fungsi paru setelah
serangan dan terbukti dapat menurunkan angka rawat inap dibandingkan pemberian
bronkodilator saja.2 Pemberian kortikosteroid sistemik jangka pendek cukup aman tetapi
kecenderungan pemakaian kortikosteroid berulang pada serangan asma dapat terjadi cfck
samping sistemik yang tidak diinginkan.1,4
Tujuan utama penanganan serangan asma adalah mengatasi segera obstruksi jalan
napas karena kecepatan dan perbaikan pada pengobatan awal mencntukan pengobatan
sclanjutnya dan prognosis penyakit.5 Bronkodilator agonis β2 dengan cara nebulisasi tclah
digunakan karcna mudah tcrutama pada pasien asma anak, scrangan asma bcrat dan
gangguan koordinasi tangan.5-7 Pengobatan saluran napas secara inhalasi, lebih potensial
dengan dosis obat lebih kecil, efek samping sistemik minimal dan obat segera berada
pada set target atau daerah inflamasi.8

PATOGENESIS ASMA
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan sel
inflamasi seperti sel mast, eosinofil, limfosit T, neutrofil. Antigen akan dipresentasikan
oleh makrofag sebagai antigen presenting celI (APC) ke limfosit T yaitu T helper 2 (Th2)
sclanjutnya akan merangsang pcngeluaran sitokin seperti interleukin (IL)-4, IL-5 dan IL-
13. Intcrleukin—4 dan IL-13 berfungsi mengatur sintesis imunoglobulin E (Ig E) dengan
mcngaktivasi limfosit B melalui sel plasma untuk memproduksi Ig E.9
Sel mast sebagai sel efektor primer segera diaktivasi oleh ikatan Ig E dengan antigen
spesifik di permukaan set mast. Aktivasi tersebut menyebabkan degranulasi sel mast dan
penglepasan mediator inflamasi sepeti histamin, prostaglandin 2 (PGD2), slow reacting
substance of anaphilaxis (SRSA), leukotrien 4 (LTC4), LTD4, LTE4, faktor kemotatik dan
sitokin yaitu interferon α (TNF-α), granulocyte macrophage colony stimulating factor
(GM-CSF) dan INF-γ. Mediator tersebut rnemiliki sifat spasmogenik dan vasoaktif yang
menyebabkan kontraksi otot polos dan edema. Rcaksi tersebut terjadi segera setelah ada
antigen dan disebut reaksi asma segera (RAS), scdangkan mediator kemotatik berperan
pada fase reaksi asma lambat (RAL).9,10 Makrofag menghasilkan mediator lipid melalui.
jalur lipoksigenase dan sikloksigenase, platelet activating factor (PAF), sitokin (IL-Iα, 11-
1β, tumor necrosis factor β (TNF-β), PGD2 dan GM CSF), enzim lisosom dan superoksida
radikal, selanjutnya makrofag akan menginduksi dan membangkitkan komponen RAL
terutama PAF dan cysteinyl leukotrien.10-11

Interleukin-5 mengerahkan eosinofil melakukan infiltrasi dengan golongan β


kemokin khususnya eotaksin, macrophage inflammatory protein1-α (M1P1-α) membentuk
adhesi di endotel vaskular. Tumor necrosis factor α (TNF-α) dari sel mast dan makrofag
akan mengatur ekspresi sel endotel yaitu m(erccllukir adhesion ,noleculcs- I (ICAMs)
1 dan 2 sedangkan IL—4 dan, IL— 1 3 mcngatur ekspresi endotci yaltu vascular eel!
ad/zesio,, azolecul— / (VCAM-1). lnteraksi antaTa 1CAMs, VCAM-1 dcngan ikatan
lJ’7llplzoqYe frincliomi associated antigen-I (LFA- 1) dan very long activating antigen-4 (VLA-4)
di set linitosit T dan eosinofil mcnychahkan migrasi set dan vaskular ke saluran napas. 9’2
FosinofiI dan neutrofll dikcrahkan mcnulri bronkus melalui aliran darah. Aktivasi
cosinolil menyebabkan peningkatan respons inflamasi yang berlangsung beberapa han
atau beberapa mioggu. Berat dan lama hipcreaktiviti bronkus berhubungan Iangsung
dcngan berat serangan RAL scdangkan RAS tidak rneningkalkan hipcreaktiviti bronkus) 2
Losinolil dan neutrotil berinteraksi dengan mediator lain menyehabkan kenisakan dan
deskuarnasi sd epitel bronkus dengan cara meningkatkan fragilili sd epitci dan
rnclemahkan daya lekat set epitel pada mcmbran basaL L3 Eosinofil memegang pcranan
utarna dalam penglepasan mediator proinhlaniasl, mediator protein sitotoksik yaitu major
basic protein (MBP), eOSiFiOf)/iil peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin (1~DN)
dan sitokin iinunoregulator (IL— 3,1L-4,IL-5jL-6 dan IL-8, GM-CSF, TNF-u) yang
mcnyehabkan kchoeoran vaskular, hipersckresi mukus, kontraksi otot polos, kenisakan
cpitet dan hipcraktiviti bronkus. Sd-sd mi terlihat dalam regulasi inflamasi saluran
napas dan mengawali proses remoth’lling dengan penglepasan sitokin dan faktor
pertumbuhan transforming groii’t/i fat ‘tar (I (TOF

KORTIKOSTEROID
Pada tahun 1950 hidrokortison intravena dan prednison oral terbukti mengurangi gejala
pada paSiCB asma kronik. Ohat tersehut sangat efi.~ktif dalam mengatasi gejala yang
timbiil akibat pcnyempitan saluran napas tetapi penggunaan jangka panjang menirnbulkan
cfek samping yang tidak diinginkan.’~’8 Penggunaan kortikosteroid sistemik pada pacicu
asma akut berat secara bermakna lebih cepat memperbaiki fungsi pant daripada
pembenan bronkodilator saja. Rowe dkk26 melakukan penclitian mctaanalisis secara
random (liambil 30 dan 700 artikel mendapatkan hanyak data yang melaporkan rnanlaat
kortikosteroid dalam penatalaksanaan asma akut hera Para pencliti menyimpulkan
hahwa kortikosteroid secara bermakna menurunkan angka rawat map dan jumlab
serangan ulang, meningkatkan fungsi pam walaupun lambat ( setelah 6 12 jam )~1~
-

Pada awal tahun 1970 ditemukan bentuk inhalasi prcparat


kontikosteroid yaitu bekiotnetason dipropionat (DI3P ) pada pengobalan
asma. Kortikosicroid inhalasi liii memiliki efek rasio efek lopikal terhadap
sislemik yang bcsar schingga efek samping pada pemakalan
kortikosteroid dapat dihindani meskipun masih mcmpunyai efck topikal
yang besar.’6

Mekanisme kcrja kortikosleroid

Kortikosteroid memiliki efek pcnghambatan langsung pada beberapa


sd inflamasi yang terlibat dalain bcrhagai penyakit paru dan saluran
napas. Gliikokortikoid akan berikatan dcngan reseptor di terminal C
membentuk suatu kompicks yang akan memasuki Intl dan herikatan
dengan gen elemen responsif kortikosteroid. Ikatan tcrscbut akan
mcnyehahkan peningkatan transkripsi gen antiinllamasi atau penurunan
transknipsi gen inilamasi.’9 (Tabel.1)

Kortikosteroid memiliki hambatan langsung terhadap sd yang


terlibal dalam proses inflamasi termasuk makrofag, eosinolil, linifosit 1’
dan sd epitci saluran napas. Kortikosteroid dapat menurunkan jumlah
sitokin dan cosinofil dengan merangsang apoptosis di sirkulasi dan saluran
napas. Kortikostcroid akan menurunkan jumlah sd mast dan niengharnbat
eksudasi dan sekresi mukus saluran napas.’9

Temuan patologi pada asma bronkial rncnipakan pctunjuk


pcnggunaan glukokortikoid tmtuk mengobati penyakit ml. Hash biopsi
endobronkial dan kurasan bronkoalveolar terdapat kerusakan epitel,
deskuarnasi sel kolumnar dan penggantian epitel di bcrbagai strata.
Pada membran basal terjadi deposisI kolagen dan fibronektin, fibrosis
subepitel karena aktivasi miofibroblas, hiperplasia sd goblet dan
kelenjar mukus, hipcrtropi otot polos, submukosa saluran napas,
akumulasi niukus dan produk eosinofil (gambar I ~

Dosis dan cara pemberian kortikosteroid masih koniroversi tetapi


terdapat kecenderungan pemberian dini pada sebagian besar asma akut
berat. Kortikosteroid diberikan pada pasien serangan asma
dengan obstniksi berat saluran napas dengan arus puncak ekspirasi
(APE) <60% nilai prediksi yang tidak niengalami perbaikan bcrmakna
yaitu lebih dan 20% dan nilai APE awal setelah pemberian inhalasi
bronkodilalor inisial.5 Dosis optimal dan lama pemberian
kortikosteroid sistemik pada asma akut berat beiwu diketahui. Dosis
yang.biasa digunakan adalah 125 ing metilprednisolon intravena atau
60
Saat mi pcmakaian kortikosteroid dalain penatalaksanaan
asma sernakin meningkat.

Kortikosteroid rnempunyai l)erbagai efek pada inflamasi mukosa,


termastik incngurangi eksudasi plasma, mengurangi produksi mukus dan
mcnurunkan jumlah sd inflamasi scpcrti eosiiiofTil, sel mast clan
limfosit, balk pada lumen maupun mukosa bronkus. Pengurangan
produksi mukus oleh sd goblet dapat ditekan dengan pemberian
kortikosicroid inhalasi. ~
Farmakodinamik kortikosteroid inhalasi

Efek sainping kortikosteroid bcrvariasi pada setiap individu Ffek .

samping lokal yaltu disfoma dan kandidiasis orolaring. Efek sistemik


tergantung dosis, sistem pemberian. Efek samping yaitu supresi fungsi
hipotalainik-pituitari-adrenal, penurunan massa tulang, perlambatan
pertumbuhan, penipisan kulit dan katarak. Pemberian kotikostcroid lebih
dan 1500 mcg than selama tiga bulan dapat terjadi penurunan densili
tulang. IRiS

Pa rinakokinclik kortikosteroid inhalasi

Kortikosteroid inhalasi bekerja pada reseptor yang saina dengan


kortikosteroid sistemik tetapi efikasi klinik dan potensi sistemiknya
berbeda, ixrbedaannya tenletak pada vaniasi sifat lisikokimia dan sifat
farmakologik yang mempengaruhi efek antlinilamasi pada mukosa
saluran napas, dernikian juga farmakokinctik sistemiknya. Sifat kimia
utaina yang menentukan potensi dan selektiviti topikal pacla gugus 1 7u,
1 6o., I 7J3 dan intl kortikosteroid.3° Pada garnbar 3 dapat dilihat struktur
glukokortikoid inhalasi.’5

RGanibar 3. Struktur glukokortikoiti inh~d3~i Dikutip dan (27)Selektiviti kerja


kortikosteroid inhalasi terhadap saluran napas disebabkan kombinasi tingginya aktiviti
topikal dan rendahnya ketersediaan hayati sistemik yang dikenal sebagai indeks
terapeulik. yailu perbandingan anlara efek klinik dan efck sisternik yang tidak diinginkan
dad suatu obat.~3~3 Semakin tiuggi indeks terapeutik niaka casio rIsiko dan keuntungan
semakin baik.”2~’ Efek topikal tergantung pada aktiviti gJukokortikoid pada molekul dan
farmakokirictik lokal datarn jaringan target dan set (uhuli. Elek sts(cmik herhubungan
dengan aktiviti glukokortikoid, jumtah total korl I kosteroid yang rncrnasuki si rkulasi
sisternik, keccpaan bersihan kortikosteroid dan tubub. Kortikosteroid inhalasi mempunyal
keersediaan hayati yang rendah ((abel. 2).29
Hutikason dipropionat

Flutikason dipropionat ( VP ) adalah suatu bentuk sintetik


kortikosteroid iriflnuri,iai’eI dengan aktiviti antii nilamasi. Mentirut data
Mc Kenzie1~”” ~ flutikason mempunya i aktiviti inflarnasi 18 kali
deksarnetason, dua kali bekiomelason dan liga kali budesonid.
Hutikason diinetabolisme secara Jengkap di hati sedangkan budesonid
hanya 89% dan beklornetason 70 % yang dimetabolisme di bali.
Flulikason bckcrja pada berbagai set inflamasi ( sd mast, eosinofil,
neutrofil, makrofag, timfisit ). Flutikason berbenluk serbuk warna,
rnernpunyai rumus kimia C~1131 F305S dan tidak larut dalam air tetapi
larut dalam metanol dan etanol 95 %?°

Budesonid

Budesonid inerupakan suatu nonhalogen, secara struktur


berhubungan dengan 16a hydroxyprednisolone. Nama kirnia budesonid
adalah I 6u., I 7ct -22 R, S ~mpylmethylenedioxy~pregna-J. 4-dieiie-/ 1/3.
Budesonid adalah kortikostcroid yang stabil dengan rasio tiuggi antara
efek lokal dengan efek sistemik yang tidak diinginkan dengan waktu
paruh 2-3 jam. Budesonid terdapat dua bentuk sediaan yaitu inhalasi
dosis terukur (1DT) dan bentuk resput.
Budesonid rnempunyai kemampuan berikatan dengan
glukokortikoid rescptor 200 kali Iebih besar dan efek antiinflamasi
1000 kaJi Icbth besar dibanding kortisol. Farmakologi dan efikasi
budesonid pada asma dan riniis telah diteliti oleh I3rogden dan Meiaris
(1992) dan Pederson & 0’ Byrne (1997). 31,32
Kortikosteroid nebulisasi

Budesonid dan flutikason nierupakan kortikoseroid nebulisasi yang


beredar di Indoncsia. Partikel budesonid berbentuk ireguler, partikel
utama hudesonid mempunyal mass ,nedian (/iat~ze((’r ( MIVID) 2,2 — 2,9
~t.4 Kortikosteroid nebulisasi digunakan memakal nebutizer, terdapat dua
tipe nebulizer yaitu ncbuhzer tipe jet dan nebulizcr tipe ultrasonik.
Nebulizer tipe jet konvensional rnemakai kompresor dengan udara alau
oksigen. Partikcl yang terbentuk berukurän 2-5 ~irn. Aliran udara pada
nebulizer tipe jet konvensional direkornenda.sikan mernakai a)iran
udara 4-8 1/menit. Keluaran dan ncbullzer
konvensional relatifkonstan selania pasien bernapas. Saat ml terdapat sistern
bani nebulizer, yakni mcmakai venturi yang dapat meningkatkan jumlah obat yang
dilepas sclaina inspirasi (contoh: Vent streem; Medic Aid LTD, Pagham,UK, Pan
Medical Lid, West l3yillet, UK). Pada jenis active venhzay ,,ehu(i;e,; selarna inhalasi
aerosol ohat terbentuk lebih banyak. Pada tchnik dosi,netric steering, aerosol dibentuk
pada saat inspirasi dcngan sistern sambung

-putus (ganihar 4). Saat mi metode yang digunakan untuk nebulisa.si budesonid
adalah veni~ury assisted jet nehulized. Metodc tersebut lcbih cfektif rnCmprodLiksi
aerosol yang lebih kecil dengan. deposisi orofaring yang lcbih kccil dan
rncmungkinkan pemberian obat dengan dosis yang Iebih besar. 8

PERANAN KORTIKOSTEROID PADA SERANGAN ASMA

Tuuan utama penatalaksanan asma akut adalab segera mengatasi obstruksi saluran
napas dan menjarnin pertukaran g~is yang adekuat. Kecepatan perbaikan obstruksi
saltiran napas dapat inenjamin pertukaran gas yang adekuat. Respons t~ral)i dapat
diketahul dengan mengukur volume ekspirasi paksa detik pertaina (VEP 1) atau
APE.~ Pemberian kortikosteroid pada serangan asma merurut global initiative for
asthma (GINA) dthcrikan pada serangan sedang dan berat yang tidak rnembaik
dengan pcrnhcrian bronkodilator saja.33’4° Bcrbagai hasil penclitian yang tclah
dilakukan scbclumnya pada pasicn asma akut dapat dilihat pada label 3.

Flash penclitian di atas inenun~ukkan bahwa kortikosteroid dapat


membatitu memperbaiki APE pada serangan asma akut berat lebih haik
daripada tanpa kortikosteroid.3437 Pada pemberian. obat Mansyur AK~ 1
menyarankan agar cara nebulisasi dapat dipakai sebagai tcrapi standar pada
asma akut berat. Rodrigo3~’ dan Bautista3 pada penelitiannya membuktikan
bahwa terdapat pcrbaikan APE yang berbeda bermakna pada kelompok
korlikosteroid inhalasi dibandingkan kelompok plaseho.

Pcnclitian Rodrigo dengan desain random tersaniar ganda memb;iktikan


hahwa inhalasi fluiiisolid dosis tinggi dan kumulatif yang ditambahkan pada
salbutamol inhalasi, efcktif pada asrna akut berat. Pada penclitian tersebut efek
terapi Icrjadi sciclah dua jam pembcrian obat. 3~ Pada niekanisme molekular,
glukokortikoid berikalan glukokortikoid reseplor pada sitoplasma sermg dengan
regulasi rihosom nucleic acid (RNA)29 Mekanisme tersebut
dengan glukokortikoid reseptor yang mempunyai efek topiS~aI antlinilamasi dan
dapat mengurangi edema mukosa pada asina akut berat. Pemucatan kulit setclah
diolesi kortikosteroid inenjadi standar penilaian potensi topikal kortikosteroid dan
potensi tcrscbut dinilai setara dengan potensi topikal kortikosteroid aeroso1.3~

Rodrigo’ mengevaluasi 8 penelitian dan mcnyi mpulkan bahwa korlikos(croid


parentcral mulai bekerja setelah 6 - 24 jam. Kortikosteroid intravena dan oral
rncmpunyai efek setara dan hertendensi memperbaiki fungsi paru hila dihcrikan
dalam dosis medium alan linggi. Pada evaluasi tcrsehut hanya satu penelitian yang
menyimpulkan bahwa korlikosicroid lithalasi dapat memperbaiki fungsi paru sccara
signilikari sctelah tiga jam pengobatan. Pada penelitian lain, Bau~ista dkk.3~
menambahkan budesonid nebulisasi pada tcrbutatin
, mendapatkan peningkatan anis puncak ekspirasi (APE) dan
perbaikan PuI~nonary index Scores (PIS) pada anak 5 18 tahun yang
rncngalarni serangan asma akut berat setelah 60 menu. Pederson & 0’
Byrne membandingkan efek budesonid inhalasi terhadap perbaikan fungsi
paru dengan plaseho, terdapat peningkatan APE se(elah 4-8 jam
pemberian obat dan efek tersebut bertahan sampai 12 jam. 2~

Diperkirakan haliwa dosis tinggi kortikosteroid inhalasi mtrngkin


dapat sebagai pengganti kortikosteroid sistemik dan dapat secara cepat
memperbaiki fungsi reseptor B2. Efek jangka pendek budesonid dalam
memperbaiki hipersensitiviti merupakan cetmin efek terhadap densiti
limfosit reseptor B~. Ilat liii menyokong bahwa cick cepat hudesonid
melaiui peningkatari regulasi reseptot B~ lebih besar daripada akilviti
antiinllamasi pada sd mast yang meinerlukan waktu untuk perhaikan. 2~°’~
Invitro deksametason meningkatkan transkripsi gen mRNA reseptor ~

setelah 1 jam pemberian. Dikutip dM1 27

Rodrigo G dan Rodrigo C~ dalam penclitian random lersamar ganda


membandingkan kernangkusan Ilunisolid inhalasi dosis tinggi dan plasebo
ditnmbahkan pada inhalasi salbutamol. Pada kelompok flunisolid terdapat
perbaikan VEP1 Jchih haik danpada kelompok plasebo pada menit ke 90,
120, 150 dan 180 ( 282,5 ± 12,1 I/I ) seperti terlihat pada gambar 5 dan 6.

Pada penclitian tersebut didapatkan respons bronkodilator maksimal pada asma


akut berat bila diberikan bersama flunisolid dosis tinggi. I’crhaikan yang didapat
meliputi rcspons bronkodilator yang tinggi, perbaikan tingkat gejala klinik, angka
rawat map dan efek samping minimaL 36 Peneiitian sebclumnya kortikosteroid oral

atau parenteral dosis sedang atau tinggi dapat menurunkan angka rawat map dan
mempeibaiki fungsi paru, namun efek tersebut terjadi setelah 6- 12 jam.~ hihalasi
flunisolid juga memperlihatkan efek terapi 2 jam selelab pemberian obat. Penelili
lersebut rnemikirkan bahwa penn mcmbandiugkan efek kortikosteroid inbalasi
dengan. kortikOstcroid sistemik pada asma akut bcrat. 4’

Bautista dkk3 dalarn penelitian random tersamar ganda pada 30 anak berumur
5 -8 tahun dengan asma akut, membandingkan elikasi ncbulisasi terbutalin

ditambah plasebo dengan terbutalin 5 mg ditambah budesonid 500 mcg.


Pemberian diulang tiga kali dengan interval 20 menit. Setelah 60 menit
[‘ul,nonary Index Score ( P/S ) pada kelompok budesonid dibanding plasebo: 1,7
dibanding 5,1, j~0,0O I dan APE I 53,61/menit dibanding 86,31/menit
p=O,00l5 Angka rawat map berbeda bermakna pada kelompok budesonid 13%
dibanding 73%, p=O,0032. Penelitian liii rnenunjukkan bahwa pemtmhahan
budesonid pada lerbutalin dapat memperbaiki PIS dan APE, hal mi
menyokong bahwa inhalasi kortikosteroid dipakai tidak hanya sebagai terapi
pengontrol tetapi juga bermanthat pada asnia akut. 3 Devidayal dkk36
incndapatkan perbaikan distress respiratory lebih cepat pada kelompok
budesonid dibanding kelompok prednisolon (1,7 ~‘ 0,6 vs 2,5 + I ,2 jam ; p <0,01

). Susanti melakukan penelitian membandingkan pemberian nebulisasi


kortikosteroid dengan pemberian koi-tikosteroid intravena pada 32 pasien asma
akut berat dan (Iidapatkail hash tidak ada perbedaan berrnakna nilai APE setelah
tiga jam35
KESIMPULAN

• Kortikosteroid dapat mcrnpcrbaiki fungsi paru pada serangan asma


sedang dan berat

• Pemberian kortikoseroid sisternik ynag dig~makan pada scrangan asma


hcrulang dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan

• Penambahan kortikosteroid pada inhalasi bronkodilalor memberikan


basil yang Iebih balk dibandingkan pemberian inhalasi bronkodilator saja
• Kortikosteroid inhalasi mernptmyai efek antiinflamasi pada mukosa
saluran napas tetapi rnempunyai efek sisternik. yang rendab

• Kortikosteroid inha~asi dapat dibenkan pada serangan asma sedang dan


berat yang tidak membaik setelah diberikan inhalasi bronkodilator

Anda mungkin juga menyukai