PENDAHULUAN
studi dan analisis tentang politik luar negeri (foreign policy), yang merupakan bidang
aktivitas pemerintahan yang menekankan pada hubungan antar negara dan aktor-aktor
utama dalam hal ini diberikan pada perkenalan beberapa konsep dan ide-ide dasar yang
berhubungan dengan politik luar negeri dan secara garis besar membahas masalah-
Hal ini diawali dengan saran bahwa politik luar negeri itu sendiri merupakan
politik luar negeri menjadi sebuah aktivitas yang penting juga. Menganalisa perilaku -
dalam hal ini politik luar negeri- sebuah negara, menghadirkan / berhadapan dengan
sejumlah tantangan intelektual yang sangat luas, mulai dari pendefinisian istilah-istilah
memecahkan berbagai masalah itu membawa para analis atau ilmuwan untuk
tradisional mendominasi kajian politik luar negeri melalui decision making approach.
Untuk mengetahui penyebab terbentuknya politik luar negeri atau berusaha untuk
menemukan penjelasan mengenai proses pembuatan politik luar negeri dan akibat-
mensyaratkan adanya suatu penataan fenomena nasional dan internasional dengan cara
yang memungkinkan kita untuk mengidentifikasi berbagai sebab dan efek yang mungkin,
Para penstudi politik luar negeri dengan demikian, bisa dibagi dalam dua
kelompok yaitu: yang pro teori dan yang non-teori.1 Para penstudi yang berorientasi teori
dan untuk mencari sebab-sebab munculnya fenomena politik luar negeri. Di lain fihak,
para penstudi yang berorientasi non-teori tidak memiliki kesabaran terhadap generalisasi.
Mereka menemukan bahwa kehidupan riil ini terlalu kompleks untuk dikategorikan secara
abstrak, dan mereka pada umumnya menganggap isu-isu dan politik sebagai entitas yang
Untuk menelaah aneka macam “sebab-sebab utama” yang mungkin ada dalam
pembetukan politik luar negeri, kita dapat menganggap bahwa Keputusan politik luar
negeri sebagai “variable terikat (dependent variable), dan semua faktor yang
variable)2 .
kepentingan dan keinginan untuk mengerti apa yang terjadi dalam dunia
internasional.
1
Theodore A. Couloumbis & James Wolfe, 1999, Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power,
Bandung: Abardin
2 Variabel, sebagai lawan Konstanta, adalah kuantitas atau pengukuran (misalnya populasi, dentitas,
temperatur, inflasi, pengangguran, tipe pemerintahan dll) yang mempunyai kapasitas atau tendensi untuk
berubah menurut waktu. Yang dimaksud dengan varibel terikat (dependent variables) adalah kuantitas yang
perubahannya bisa berasal dari impak variable eksternalnya. Sedangkan “variable bebas” (independent
variables) adalah kuantitas yang perilakunya bisa ditelaah/dikaji untuk menentukan derajat pengaruhnya
terhadap perubahan-perubahan yang ditunjukan oleh variable terikat.
dan kompleksitas proses-proses yang terjadi merupakan hasil dari perilaku satu
Kasus: untuk melihat krisis Irak: kita bisa melihatnya dari sudut pandang tingkah
laku politik luar negeri AS atau dari sudut pandang apa yang terjadi dan dilakukan
2. Alasan yang kedua adalah pengertian atau memahami tentang Politik Luar Negeri
Pemahaman terhadap perilaku dan kebijakan luar negeri sebuah negara dapat
3. Hasil analisis Politik Luar Negeri bisa dipakai untuk keperluan para praktisi
dipakai dan dijadikan rujukan oleh praktisi dalam melakukan hubungan luar negeri
Internasional:
1. Analisis Politik Luar Negeri, dengan focus pada negara dan cara-cara dimana
untuk membedakan antara negara-negara dalam terms tingkah laku Politik Luar
determinan dar itingkah laku tersebut. Hal ini berhubungan dengan level analisa .
Kerangka berfikir tentang analisis dalam konteks Politik Luar Negeri adalah untuk
Negeri
Berhubungan dengan cara-cara, metode, approach dan teori tentang Politik Luar
Negeri
C. Definisi / Pengertian
1. Analisa
Menganalisa sesuatu hampir sama dengan ketika kita membongkar atau mempreteli
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1990), pengertian analisa:
b. Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan atas bagian itu
sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat
menurut metode yang konsisten dan ilmiah untuk mencapai pengertian tertentu
deduktif.
Studi tentang Politik Luar Negeri telah mengalami kemajuan dalam beberapa tahun
data empiris. Walaupun dalam analisis Politik Luar Negeri tidak ada satupun skema
teoritis atau standar metodologi yang disepakati bersama.4 Pendeknya, studi Politik
3
William D. Choplin (Terj. Marsedes Marbun), 1992, Pengantar Politik Internasional : Suatu Telaah Teoritis,
Bandung, Sinar Baru.
4
Howard H. Lentner, 1970, Foreign Policy Analysis: An Comparative and Conceptual Approach, Ohio:
Charles E. Merrill Pub. Co.
analisis Politik Luar Negeri, ada beberapa kesepakatan bahwa baik karakter
Ada 6 (enam) topik bahasan utama atau Kegiatan Analisis Politik Luar Negeri :
Dalam melakukan analisis berdasarkan Eksplanasi, kita sering berfikir dari Teori X,
maka A ---- B, maka dicari mana Fenomena A dan mana fenomena B. Dari sini
2. Klasifikasi
3. Eksplorasi
4. Prediksi
Setelah itu kita akan mampu melakukan prediksi, yang ditandai dengan
Bentuk prediksi tersebut diambil berdasarkan eksplanasi yang telah kita buat.
Eksplanasi hanya melihat keterkaitan diantara fenomena yang ada. Prediksi kita
5. Understanding
tidak hanya terdapat dua variabel yang saling mempengaruhi, tapi mungkin
Tidak hanya A ------ B, tetapi mungkin juga ada C. Jadi disini ada variabel
intervening.
6. Kontrol
Dalam kontrol kita bisa mengendalikan fenomena. B ada atau tidak ada
tergantung pada A.
Setelah diketahui kaitan dan proses, maka diusahakan agar kita mampu
saja.
mendapatkan pengetahuan.
mengaitkan (eksplanasi )
pula diartikan sebagai suatu usaha mencari fungsi dari masing-masing komponen
yang akan ditetapkan. Jadi dari fenomena yang ada dihubungkan untuk
konsep yang saling berhubungan, akan timbul upaya ekplanasi dari suatu
Tipe Analisis dapat dibedakan menjadi 4 (empat) tipe yang dikaitkan dengan 4
(empat) macam tujuan yang hendak dicapai dalam usaha untuk mempelajari suatu
subyek, yaitu:
a. Analisis Deskriptif
yang ada atau apa yang sudah ada. Dalam analisis deskriptif kita bisa
menerangkan dalam arti menyajikan suatu rekaman dari peristiwa tertentu atau
menjelaskan apa yang telah terjadi (untuk memahami masa lalu dan masa
sekarang)
Biasanya pertanyaan yang digunakan adalah apa atau mengapa (What or Why)
sekumpulan deduksi yang saling berkaitan dari satu atau lebih penggalan informasi
beberapa generalisasi.
atau suatu eksplanasi yang didasarkan atas beberapa data statistik, atau kombinasi
b. Analisis Prediktif
5
Ibid
tujuannya adalah untuk menggambarkan apa yang akan terjadi (exist) di masa
c. Analisis Normatif
Analisa Normatif bertujuan untuk membuat suatu penilaian –eksplisit atau implisit-
terhadap apa yang eksis/ada atau yang eksis berdasarkan nilai-nilai yang dipunyai.
d. Analisis Preskriptif
tentang apa yang akan terjadi. Para analis preskriptif sifatnya memiliki suatu
kesimpulan yang diambil dari salah satu atau ketiga tipe analisis lainnya
- analisis preskriptif bisa ditampilkan pada peringkat yang sangat umum tanpa
menspesipikasi kapan, dimana, dan oleh siapa preskripsi tadi harus ditaati
Antara keempat tipe analisis di atas harus ada keterkaitan logis. Analisis deskriptif
harus mampu menyajikan suatu basis bagi ketiga bentuk analisis yang lain.
preskripsi sebelum dia memahami realitas secara keseluruhan. Selain itu, analisis
preskripsi merupakan produk atau perpaduan dari analisis presdiktif dan normative.
3. Skema Analisis6 :
Deskriptif
6
Baca juga Lentner, Howard. H., 1980, Foreign Policy Analysis: A Comparative and Conceptual Approach ,
Ohio, Charles E. Merril Pub. Co.
Preskriptif
Keterangan :
Dari skema di atas: tanda panah menunjukkan arah yang harus dilalui oleh kempat tipe
analisis itu untuk mempengarusi satu dengan yang lain. Jadi seseorang harus terlebih
dahulu memahami realitas (deskripsi) sebelum dia membuat ramalan tentang masa
Eksplanasi menjadi basis bagi evaluasi. Prediksi menjadi dasar pembuatan preskripsi
Hubungan antara eksplanasi dan evaluasi analog dengan hubungan antara prediksi
dan preskripsi. Dengan demikian, ada empat tipe analitis, yaitu: Eksplanasi, Evaluasi,
Menurut Lovell, ada hubungan yang jelas antara “tugas” analitis yang dilakukan oleh
Pertanyaan yang berbeda akan memerlukan tugas / tipe analitis yang berbeda pula.
7
Mohtar Mas,oed, 1989, Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisa dan Teorisasi, Jogjakarta, PAU UGM.
program politik luar negeri, misi organisasi, atau motivasi seseorang aktor politik luar
negeri ttt. Dalam mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu, analis pada
program dari sudut pandang doktrin resmi organisasi itu. Hal inilah yg disebut sebagai
Pertanyaan :
Prediksi : “Apa yang hendak dijadikan program bantuan luar negeri padda tahun
Preskripsi : “Apa seharusnya tujuan program bantuan luar negeri tahun depan?”
Analisa tujuan bisa meliputi analisa eksplanatori, evaluatif, prediktif, dam prskriptif.
2. Analisa Sebab-Akibat
Jika seorang analis lebih tertarik pada masalah apa yang secara nyata telah dicapai
atau gagal dicapai oleh, dan akibat dari sebuah program kebijakan luar negeri. Analis
mungkin juga tertarik pada efek-efek atau akibat dari kegiatan organisasi atau
kebijakan politik luar negeri atau dia tertarik pada untuk memgidentifikasikan faktor-
faktor yang menimbulkan tindakan dari seorang aktor politik luar negeri, maka
jawaban atau analisa terhadap pertanyaan dan masalah itu adalah tugas analisa
sebab-akibat.
Analisa sebab-akibat juga bisa meliputi analisa eksplanatori, evaluatif, prediktif, dam
prskriptif.
Analisa Struktur dan Proses lebih tertarik untuk menyelidiki bagaimana hubungan
antara suatu program dengan program-program yang lain, atau tertarik untuk melihat
bagaimana kesesuaian program itu dengan konteks kebijakan yang lebih luas.
Analis lebih tertarik pada bagaimana atau apa fungsi yang dijalankan oleh suatu
organisasi dalam proses politik luar negeri, atau menyelidiki atau mengidentifikasikan
bagaimana posisi aktor itu dalam proses kebijaksanaan atau untuk menggambarkan
fungsi yang dimainkan oleh suatu tinddakan dalam proses politik luar negeri.
Hasil akhir dari pertanyaan-pertanyaan ini adalah analisa fungsional, yaitu analisa
Yang harus menjadi perhatian dalam membedakan tipe analisa adalah pembedaan antara
Dalam mempelajari politik luar negeri (foreign policy), pengertian dasar yang harus
kita ketahui yaitu politik luar negeri pada dasarnya merupakan ”Action Theory”, atau
kepentingan nasional tertentu. Secara umum, politik luar negeri merupakan suatu
internasional. Suatu komitmen yang pada dasarnya merupakan strategi dasar untuk
mencapai suatu tujuan baik dalam konteks dalam negeri dan luar negeri serta
lingkungan sekitarnya.
Salah satu cara untuk memahami konsep politik luar negeri adalah dengan cara
bertindak, atau seperangkat aksi yang bertujuan untuk mencapai sasaran yang
telah ditetapkan sebelumnya. Policy berakar pada konsep ”pilihan” (choices) yaitu
tujuan.
Unsur-unsur Policy:
a. Formulation ( perumusan)
memahami konsep luar negeri (foreign). Kedaulatan berarti kontrol atas wilayah
(dalam) yang dimiliki oleh suatu negara. Jadi, politik luar negeri (foreign policy)
Pemahaman konsep ini diperlukan agar kita dapat membedakan antara politik luar
negeri dan politik domestik (politik dalam negeri). Tidak dapat dipungkiri
konsekuensi yang ada dalam negeri. Meminjam istilah Henry Kissinger, bahwa
“foreign policy begins when domestic policy end”. Dengan kata lain, studi politik
luar negeri berada pada intersection antara aspek dalam negeri suatu negara
Karena itu studi politik luar negeri tidak dapat menisbikan struktur dan proses
baik dari system internasional (lingkungan eksternal) maupun dari system politik
domestik.
bahwa seharusnya diadakan pembedaan antara kedua istilah tersebut, dan bahwa
masyarakat internasional dalam arti yang lebih sempit, yaitu hanya memusatkan
(interest) dan tindakan (action) beberapa atau semua negara serta proses
interaksi antar negara maupun antara negara dan organisasi internasional pada
tingkat pemerintahan.
yang lebih luas dari istilah politik internasional. Dalam hal ini, politik internasional
internasional sendiri pada mulanya adalah bagian atau cabang dari ilmu politik
dan ilmu sejarah, namun pada akhirnya menjadi suatu ilmu pengetahuan yang
sedang berkembang.
Hubungan internasional mencakup segala analisa politik luar negeri atau proses-
dan pengangkutan.
Politik Internasional tidak tertarik pada hubungan seperti itu, kecuali hubungan-
oleh pemerintah dan negara sebagai alat untuk mencapai tujuan politik. Politik
Contoh:
Diplomasi Ping Pong, yang dijadikan RRC sebagai sarana untuk menjalin
C.C. Rodee (dkk), mengatakan bahwa jika dalam studi politik luar negeri adalah
politik luar negeri berbagai negara dalam sistem internasional. Harold dan
reaksi dan interaksi antara dan di kalangan kesatuan politik (aktor-aktor) yang
dikenal sebagai Negara. Sedangkan politik luar negeri diuraikan sebagai skema
atau pola dari cara dan tujuan secara terbuka dan tersembunyi dalam aksi
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa politik luar negeri adalah cabang
1. Pengertian
Politik Luar Negeri merupakan salah satu bidang kajian studi Hubungan Internasional.
Politik Luar Negeri merupakan studi yang kompleks karena tidak saja melibatkan
sebagai aktor yang melakukan politik luar negeri, tetap menjadi unit politik utama
Dalam kajian Politik Luar Negeri sebagai suatu system, rangsangan dari lingkungan
eksternal dan domestik sebagai input yang mempengaruhi Politik Luar Negeri suatu
negara dipersepsikan oleh para decision makers dalam suatu konversi menjadi
output. Proses konversi yang terjadi dalam perumusan Politik Luar Negeri suatu
negara ini mengacu pada pemaknaan situasi, baik yang berlangsung dalam
Politik Luar Negeri (PLN) merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh
para pembuat Keputusan suatu negara dalam menghadapi negara lain atau Unit
spesifik yang dituangkan dalam terminologi Kepentingan Nasional. Politik Luar Negeri
yang spesifik dilaksanakan oleh sebuah negara sebagai sebuah inisiatif atau reaksi
terhadap inisiatif yang dilakukan oleh negara lain. Politik Luar Negeri (PLN)
internasional untuk mnengembangkan cara tindakan yang diikuti oleh upaya untuk
ditetapkan. Politik Luar Negeri yang spesifik adalah PLN yang dirumuskan secara
Politik Luar Negeri dan Kebijaksanaan Luar Negeri, antara kedua istilah tersebut
sebenarnya tidak ada perbedaan , keduanya mempunyai arti yang sama. Apa yang
disebut dengan Politik Luar Negeri adalah Kebijaksanaan Luar Negeri. Politik Luar
Negeri merupakan serangkaian strategi dan rencana tindakan yang dibuat oleh para
Pembuat Keputusan suatu negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik
internasional lainnya dan dikendalikan untuk mencapai Tujuan nasional spesifik yang
dituangkan dalam terminologi Kepentingan Nasional. Politik Luar Negeri yang spesifik
Politik Luar Negeri mencakup proses dinamis dan penerapan pemaknaan Kepentingan
Nasional yang relatif tetap terhadap faktor situasional yang sangat fluktuatif di
Menurut C. C. Rodee (dkk), Polltik Luar Negeri adalah strategi dan taktik yang
digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara lain. Politik Luar
Negeri merupakan pola perilaku yang digunakan oleh suatu negara ketika
Robert Strausz-Hupe & Stefan T. Possony, Politik Luar Negeri dapat dibagi
Cecil V. Crabb Junior mengatakan “... jika diperas sampal ke inti pokoknya politik
luar negeri terdiri dan dua unsur: Tujuan-tujuan Nasional yang ingin dicapai dan
politik luar negeri segala bangsa, besar atau kecil adalah sama.”
1988 ), “Politik Luar Negeri adalah suatu kebijaksanaan yang diambil oleh
Coulumbis dan Wolfe, Politik luar negeri merupakan sintesa dari kepentingan
Gibson mendefinisikan Politik Luar Negeri sebagai rencana komprehensif yang dibuat
bisnis pemerintahan dengan negara lain. Politik luar negeri ditujukan pada
Menurut Rosenau, pengertian kebijakan luar negeri yaitu upaya negara melalui
Rosenau, kajian kebijakan luar negeri merupakan suatu fenomena yang kompeleks
dan luas, meliputi kehidupan internal (internal life) dan kebutuhan eksternal
aktivitas rutin yang ditujukan untuk mencapai dan memelihara identitas sosial,
dikehendaki
ditetapkan
telah dan sedang berlangsung dalam mencapai tujuan / hasil yang dikehendaki.
Sementara menurut Holsti, lingkup kebijakan luar negeri meliputi semua tindakan
keuntungan dari lingkungan tersebut, serta hirau akan berbagai kondisi internal yang
Secara sederhana, hubungan antara elit-elit politik sebagai decision makers dan
Persepsi Lingkungan
Means
Estimasi Kapabilitas
Internal Setting
Tangible Intangible
Sumber :
Tujuan Politik Luar Negeri sebenarnya merupakan fungsi dari proses dimana tujuan
negara disusun. Tujuan tersebut dipengaruhi oleh sasaran yang dilihat dari masa
lalu dan aspirasi untuk masa depan. Tujuan Politik Luar Negeri dibedakan atas
tujuan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Pada dasarnya
tujuan jangka panjang politik luar negeri adalah mencapai perdamaian, keamanan
dan kekuasaan.
Sementara itu, Jack C. Plano berpendapat bahwa setiap kebijakan luar negeri
dirancang, dipilih dan ditetapkan oleh pembuat keputusan dan dikendalikan untuk
Tujuan politik luar negeri dapat dikatakan sebagai citra mengenai keadaan dan
lain dengan mengubah atau mempertahankan kebijakan dan tindakan negara lain.
Ditinjau dari sifatnya, tujuan politik luar negeri dapat bersifat konkret dan abstrak.
Sedangkan dilihat dari segi waktunya, tujuan Politik Luar Negeri dapat bertahan
lama dalam suatu periode tertentu dan dapat pula bersifat sementara, berubah
b. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain, ada tujuan jangka pendek (short-term), jangka
perundingan.
Sementara itu, Morgenthau mengatakan bahwa politik luar negeri ditujukan untuk
mencapai tujuan nasional atau kepentingan nasional. Lebih lanjut dikatakan bahwa
a. Tujuan Nasional Vital ( merupakan tujuan nasional yang mutlak harus ada,
Terdiri dari :
merupakan tujuan yang berubah-ubah dan tidak mutlak dan sangat tergantung
Untuk memahami sifat dan tingkah laku politik luar negeri suatu negara,
oleh para pembuat keputusan atau aktor lain yang menjadi focus analisis.
Menurut Sprout ada tiga tipe hubungan yang terjadi antara unit kesatuan politik
a. Enviromental Possibilism
lingkungannya.
b. Enviromental
c. Cognitive Behaviorism
lingkungannya.
Hubungan antara unit-unit kesatuan dan lingkungannya dapat pula diamati dengan
menggunakan dua konsep yang diberikan oleh Harvey Starr yaitu Opportunity dan
Willingness.
tujuan dan motivasi para pembuat keputusan dan menitikberatkan pada mengapa
para pembuat keputusan melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan tertentu.
politik dalam negeri. Konsep ini berasal dari perhitungan untung-rugi (costsanad
benefits) serangkaian alternatif tindakan dan didasarkan tidak hanya pada faktor-
faktor obyektif tapi juga paa faktor lainnya seperti persepsi ancaman dan emosi
aspek-aspek domestik dan internasional dari kehidupan sebuah negara. Fokus dari
studi politik luar negeri harus berdasarkan beberapa criteria yang jelas. Kriteria ini
tersebut adalah:
2. Politik Luar Negeri merujuk pada bagian atau porsi dari kehidupan sebuah
negara-negara lain atau mempunyai pengaruh bagi negara lain, hal itu disebut
orientasi tersebut. Orientasi ini terdiri dari sikap, persepsi, dan nilai-nilai yang
b. Politik luar negeri sebagai seperangkat komitmen dan rencana untuk bertindak
(as a set of commitments to and plan for action). Dalam hal ini kebijakan luar
negeri berupa rencana dan komitmen konkrit yang dikembangkan oleh para
tindakan ini termasuk tujuan yang spesifik serta alat dan cara untuk
context). Pada fase ini rencana tindakan politik luar negeri akan memberikan
pedoman bagi :
senjata dll.
Politik luar negeri pada fase ini lebih mudah diamati daripada orientasi umum
c. Kebijakan luar negeri sebagai bentuk perilaku atau aksi (as a form of
behavior). Pada tingkat ini kebijakan luar negeri berada dalam tingkat yang
lebih empiris, yaitu berupa langkah-langkah nyata yang diambil para pembuat
Jadi, setiap negara menghubungkan negaranya kepada peristiwa dan situasi di luar
Keputusan dan tindakan politik luar negeri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
yaitu:
internasional dan situasi pada suatu waktu tertentu. Sistem internasional (bi-
dapat dibahas sebagai suatu situasi. Dengan demikian, situasi sebagai suatu
alat analisis (analytical tool) yang dapat dijadikan alat untuk menentukan
lingkungan eksternal yang relevan bagi decision makers. Selain itu, konsep
Situasi juga berfungsi sebagai alat untuk menghubungkan dua unit analisis
(short-term fluctuations)
rapid change)
eksternal yang dapat berupa isu-isu area atau krisis. Yang dimaksud dengan
struktur hubungan antara negara besar adalah jumlah negara besar yang ikut
lingkungan internal/domestik.
Struktur sosial mencakup sumber daya manusia yang dimiliki atau seberapa
Opini publik juga dapat menjadi faktor dimana penstudi dapat melihat
politik dan tingkat kemampuan dimana para pembuat keputusan dapat secara
luar negeri.
Selain keempat sumber kebijakan laur negeri tersebut di atas terdapat pula
lokasi geografi, serta teknologi yang dapat terletak pada sumber sistemik atau
penstudi kebijakan luar negeri dapat memilih dan menggabungkan faktor mana
yang paling penting dan patut diberi perhatian yang lebih teliti dalam menjelaskan
…… Major Sources of Foreign Policy as Plans and Foreign Policy as Behavior, listed in terms of Their
Location an Time and Systemic Aggregation Continuum
Time Continuum
Systemic
Agreggation Sources that tends to change slowly Sources that tend to undergo rapid change
Continuum
Systemic Great Power Structure Alliances Situational faktors: Internal
Sources Issues Areas & Crises
1. Posisi Geografis
2. Sejarah
3. Penduduk
5. Kekayaan Kultural/Budaya
National Atributs
Demographic: Economic : Military : Governmental :
Size, motivation, Size, wealth, level Defense posture Closed/open
skills, level of of development (expenditures), size politicalsystem,
education, and productivity, of armed forces, bureaucratic
homogeneity of mode or size and type of organizations,
population organization weapons, skill political
levels, research accountability,
and development party politics, sosial
structure, societal
pressure (interest
groups, public
opinion, media,
etc.)
Subjective
politik yang bersifat luas seperti pernyataan Presiden. Sasaran politik luar negeri
negara.
Merupakan kombinasi dari kedua tipe terdahulu. Keputusan yang bersifat Krisis bisa
berdampak luas terhadap kebijakan umum suatu negara. Keputusan ini bisa juga
memperkuat kebijakan yang telah ada, misalnya seperti yang terjadi pada saat
dan 1970-an.
Keputusan krisis dipandang sebagai kategori tindakan yang bisa juga ditafsirkan
sebagai tindakan perang. Keputusan krisis biasanya terbatas hanya untuk beberapa
negara yang terlibat langsung, an biasanya juga terbatas pada tindakan saat itu
Kebijakan luar negeri yang bersifat Krisis bia diartikan sebagai suatu kondisi dimana
sedikitnya satu negara merasa bahwa suatu situasi merupakan titik balik dalm
hubungannya dengan satu atau lebih negara dalam system itu. Selain itu,ada
perasaan mendesak dalam situasi tersebut yaitu mengakui adanya kebutuhan untuk
Jadi, pengambilan keputusan politik luar negeri merupakan campuran antara kebijakan
Coulombis dan Wolfe, membagi politik luar negeri berdasarkan beberapa kategori,
yaitu:
selatan-selatan
Studi politik luar negeri kerapkali melibatkan tinjauan domestik dan internasional.
put politik luar negeri. Kerangka teoritis pun selalu mengambil dua pertimbangan
menentukan kebijakan luar negeri maka kondisi negara-negara itupun ditinjau dari
Sebuah daftar kerangka teoritis yang dicatat Lyod Jensen (1982) memaparkan
Pertama, model strategis atau rasional. Pendekatan ini sering digunakan oleh
negara atau tindakan para pemimpin negara-negara itu dalam merespon negara
8
Marshall R Singer,” The Foreign Policies of Small Developing States” dalam World Politics : An Introduction
oleh James N Rosenau, Kenneth W Thompson dan Gavin Boyd. New York, The Free Press, 1980, hal. 275.
kebijakan dalam situasi ideal yang jarang terjadi. Dengan kata lain apa yang
disebut rasional oleh peneliti sering dianggap rasional oleh yang lainnya. Bahkan
ada kelemahan lainnya bahwa model seperti ini menyandarkan pada intuisi dan
observasi.
“kotak hitam” pengambilan kebijakan luar negeri. Salah salah satu keuntungan
pendekatan ini yakni membawa dimensi manusia kedalam proses politik luar
menekankan pada peran yang dimainkan birokrat yang terlibat dalam proses
politik luar negeri. Menurut Jensen, karena peralihan yang signifikan dalam
pemerintahan dan partai-partai politik di banyak negara, maka politik luar negeri
informasi dan nasihat. Oleh sebab itu birokrat - termasuk di jajaran Departemen
pengaruhnya juga.
Keempat, model adaptif menekankan pada anggapan bahwa perilaku politik luar
peluang yang tersedia dalam lingkungan internasional. Disinilah pilihan politik luar
pilihan.
dengan isu-isu politik luar negeri, maka keputusan tak bisa dibuat dalam
studi terhadap negara berkembang, untuk membedakan dari negara maju seperi
Sejauh ini seperti dikatakan Ali E Hilla Dessouki dan Bghat Korany9, ada tiga
psikologis. Pendekatan ini menilai politik luar negeri sebagai fungsi impuls dan
merupakan sumber politik luar negeri. Oleh karena itu perang dan damai
merupakan selera pribadi dan pilihan individual. Dalam hal ini politik luar
tujuan-tujuan nasional atau sosietal melainkan seperti ditulis Edward Shill tahun
mengabaikan konteks (domestik, regional dan global) dimana politik luar negeri
fakta bahwa karena kepentingan mereka dalam survival politik, sebagian besar
realis seperti Hans J Morgenthau. Pendekatan ini memandang politik luar negeri
negeri negara berkembang ditentukan oleh proses yang sama dan perhitungan
dan kemampuan yang kecil. Oleh sebab itu, melaksanakan politik luar negeri
9
Lyod Jensen, Explaining Foreign Policy. New jersey, prentice Hall. Inc., 1982, hal. 5-11
semua negara (besar dan kecil, kaya atau miskin, berkembang atau maju)
dimotivasi oleh faktor-faktor keamanan. Oleh karena itulah, politik luar negeri
negara-negara berkembang persis sama seperti negara maju namun dalam level
Salah satu ciri-ciri kajian baru, berbeda dengan tiga pendekatan tadi, menekankan
kepada sumber-sumber politik luar negeri dan bagaimana proses modernisasi dan
berkembang.
Misalnya karya Weinstein tentang politik luar negeri Indonesia yang menghasilkan
mengisolasi salah satu oposisi politik dari dukungan luar negeri, memanfaatka
Contoh lain kajian baru politik luar negeri negara berkembang menekankan
10
Ali E Hillal Dessouki and Baghat Korany, A Literature Survey and a Framework for Analysis dalam The
Foreign Policies of Arab States, Bouleder, Westview Press, 1991, hal. 8.
sumber ini. Modernisasi itu sendiri dipandang sebagai proses dimana negara-
Unsur penting lainnya kajian politik luar negeri negara berkembang menekankan
pada posisi ekonomi politik aktor dalam startifikasi sistem global. Johan Galtung
internasional mirip dengan sistem feodal yang terdiri dari negara besar alias “top
dog”, negara menengah dan regional serta negara berkembang atau negara
utama. Negara berkembang eksis dalam tatanan dunia ini dicirikan dengan
kemampuan militer dan stabilitas politik dan prestise. Akibatnya, penetrasi luar
determinasi sasaran-sasaran nasional. Dalam hal ini banyak karya ilmiah sudah
11
Marshall R Singer,” The Foreign Policies of Small Developing States” dalam World Politics : An Introduction
oleh James N Rosenau, Kenneth W Thompson dan Gavin Boyd. New York, The Free Press, 1980, hal. 275.
mempertimbangkan bahwa politik luar negeri adalah bagian dan paket situasi
umum Dunia Ketiga dan merefleksikan evolusi situasi ini. Dengan demikian,
proses politik luar negeri tak dapat dipisahkan dari struktur sosial domestik atau
proses politik domestik. Menurut Hillal dan Korany, untuk memahami politik luar
negeri negara Dunia Ketiga perlu membuka “kotak hitam”. Dunia Ketiga ini banyak
negara Dunia Ketiga, dapat dirembesi, dipenetrasi dan bahkan didominasi. Oleh
sebab itu penting pula melihat struktur global yang mempengaruhi proses
pembuatan kebijakan luar negeri. Sedikitnya ada tiga persoalan besar yang
nasional.
negaranya.
dari debat lama “senjata atau roti”. Sejumlah pakar menilai politik luar negeri
paparan teoritis tentang berbagai pendekatan untuk memahami politik luar negeri
sebuah negara dan spesifik lagi untuk mengetahui lebih jauh politik luar negeri
Kerangka analisis itu terdiri dari empat pilar yakni, lingkungan domestik, orientasi
politik luar negeri, proses pengambilan keputusan dan perilaku politik luar
negeri.
Ada baiknya unsur-unsur ini diuraikan untuk mengetahui bobot dan rangkaiannya
dalam meneliti input dan outputs politik luar negeri berkembang. Pertama, dalam
yang memperkuat dan menghambat politik luar negeri seperti geografi, struktur
sosial, kemampuan ekonomi, kemampuan militer dan struktur politik. Dalam kajian
struktur politik dibahas sejauh mana elemen ini memberikan peluang atau
domestik dan luar negeri lebih langsung daripada negara maju yakni politik luar
Orientasi politik luar negeri menyangkut salah satu komponen output politik luar
negeri. Komponen lainnya adalah keputusan dan tindakan. Orientasi adalah cara
elit politik luar negeri sebuah negara mempersepsikan dunia dan peran negaranya
orientasi yakni isolasi, nonblok dan koalisi. Orientasi ini biasanya stabil.
Llyod S Ethredge seperti dikutip Jensen melihat adanya dua orientasi individual
Introvert Ekstrovert
Dominasi Pemimpin blok Pemimpin (penyatuan)
tinggi(pembentukan ulang) dunia)
Dominasi Mempertahankan Konsiliasi
rendah(memelihara)
banyak variabel dan harus mengingat respon berbagai kelompok domestik yang
tindakan dan posisi konkret serta keputusan negara yang diambil atau disahkan
Sementara itu studi politik luar negeri misalnya Indonesia sudah banyak
dilakukan baik oleh akademisi dalam negeri maupun kalangan peneliti asing. Leo
yakni studi makro dan mikro12. Ia menyebutkan mereka yang studi makro antara
lain Franklin Weinstein, Anak Agung Gde Agung dan Michael Leifer.
Sedangkan studi skala mikro misalnya dilakukan John M Reinhardt, JAC Mackie,
David Mozingo dan Dewi Fortuna Anwar. Perlu ditambahkan pula studi mutakhir
Sukma13.
Studi terhadap politik luar negeri juga biasanya membaginya berdasarkan periode
Sukarno dan Soeharto. Sebagian besar studi politik luar negeri era Soeharto
diterbitkan tahun 1970-an dan awal 1980-an. Studi yang dilakukan Rizal selesai
dalam bentuk disertasi tahun 1997. Jadi tergolong baru dibandingkan studi
dibandingkan dengan model untuk studi politik luar negeri negara-negara maju.
12
Leo Suryadinata, Indonesia’s Foreign Policy Under Suharto. Singapura: Times Academic Press,1996, hal.1
13Sukma, Rizal, Indonesia’s Restoration of Diplomatic Relations with China: A Study of Foreign Polici
Making and the Function of Diplomatic Ties. London, Department of International Relations. The London
School of Economics and Political Science, University of London, United Kingdom, 1997.
mencukupi untuk menguraikan rangkaian yang terkait dengan politik luar negeri
instabilitas yang terkandung dalam proses perumusan serta aktualisasi politik luar
Disamping itu faktor sistem internasional dimana hegemoni negara besar juga
TINGKAT ANALISA
Tantangan / hambatan awal yang dihadapi oleh para analis politik luar negeri atau
hubungan internasional adalah keharusan menemukan sasaran analisa yang tepat, yaitu
persoalan memilih dr berbagai kemungkinan tingkat analisa (apa yang harus diamati atau
apa yang harus dipakai sebagai unit eksplanasi, dan pada tingkat mana analisa harus
ditekankan).
a. Unit Analisa, yaitu Variabel atau unit yang perilakunya hendak kita deskripsikan,
b. Unit Eksplanasi, yaitu Variabel atau unit yang dampaknya / akibatnya terhadap
“dalam setiap bidang keilmuan, selalu terdapat berbagai cara untuk memilah dan
mau memperhatikan bunganya atau kebunnya, pohon atau hutannya, rumah atau
remaja nakal, anggota DPR). Dengan pendekatan ini kita mempelajari politik
dalam negeri suatu negara yang mempengaruhi para pembuat keputusan dalam
(kebun, hutan, kampung, kelompok gang, parlemen). Dengan pendekatan ini kita
1. Karena untuk menjelaskan satu peristiwa internasional, terdapat lebih dari satu
interest.
2. Kerangka berfikir tingkat analisa membantu kita memilah-milah faktor mana yang
dampak dari sekumpulan faktor tertentu terhadap suatu fenomena itu; dan
kemudian membandingkan dampak dari kedua faktor yang berbeda, sehingga kita
4. Kita harus peka terhadap masalah tingkat analisa karena ada kemungkinan
14
Mohtar Mas’oed, 1990, Ilmu Hubungan Internasional: Teori dan Metodologi, Jakarta: LP3ES
individual selalu mengejar power dengan segala cara, sehingga negaranya pun
akan mengejar power dengan segala cara pula); ecological fallacy, yaitu kesalahan
membelanjakan anggaran yang sangat besar untuk pertahanan, kita tidak bisa
Dalam kasus ini kita bisa menjelaskan fenomena tsb dengan tiga perspektif:
1. Analisa Induksionis
hanyalah memberi tanggapan atau respon terhadap apa yang terjadi dalam
yang terjadi dalam konteks yang lebih besar. Jadi, unit eksplanasinya adalah
2. Analisa Korelasionis
pemerintahnya. Disini, unit analisa dan unit eksplanasi sama, yaitu negara
bangsa)
3. Analisa Reduksionis
(Kita bisa menjelaskan perilaku konfliktual itu sebagai perilaku individual Presiden
Soekarno atau sebagai hasil persaingan antara PKI dan TNI AD. Dengan demikian
unit nya adalah negara, sedangkan unit eksplanasinya adalah perilaku individu
atau kelompok).
Dalam studi hubungan internasional secara umum dan studi analisis politik luar negeri
UNIT ANALISA
Keterangan :
Bruce Russet & Starr: Individu Pembuat Keputusan, Peranan yang dijalankan oleh
Secara umum tingkat analisa (independent variable) dalam studi hubungan internasional
a. Perilaku Individu
berinteraksi di dalamnya
b. Perilaku Kelompok
sebenarnya ditentukan bukan oleh individu, tetapi oleh kelompok kecil (seperti
pemerintahan.
berperilaku sama apabila menghadapi situasi yang sama. Karena itu analisa yang
keputusan di suatu Negara dengan sekelompok lain di Negara lain akan sia-sia.
Analisa ini menekankan pada perilaku unti Negara bangsa, karena hubungan
Dengan kata lain, kita harus mempelajari proses pembuatan keputusan tentang
hubungan internasional, yaitu politik luar negeri oleh suatu Negara bangsa
PBB, dll.
e. Sistem Internasional
1. Teori
Teori atau prakonsepsi yang kita miliki tentang fenomena yang hendak dianalisa,
Menurut Russett dan Starr, yang mempengaruhi penetapan tingkat analisa adalah
Tingkat analisa individu disebut juga dengan pendekatan Mikro, karena yang dijadikan
unit analisis adalah individu, dalam hal ini variable Kepribadian seseorang individu
tentang dirinya sendiri, bagaimana mereka memandang dunia dan tempat hidup
di dalamnya, dan apa yang menurut mereka penting dalam hidup ini. Analisis ini
Premis dasar teoritisi behavioralis: bahwa analisis politik harus didasarkan pada
studi perilaku politik individual, yang melakukan tindakan politik adalah para
pemimpinnya.
Masalah teknis dalam pendekatan Mikro adalah kenyataan bahwa karakteristik individu
penelaahan dokumen resmi, arsip, pidato, makalah dan catatan pribadi. Hal ini
1. The higher the interest of decision maker in foreign policy matters, the greater the
2. The greater the decisional latitude permitted the decision maker, the greater
3. Personality factors are more important the higher the level of the decision making
either overload or too sparse to provide apropriate clues for rational choice
7. Idiosyncratic inputs are more likely to occur in dealing with long rang planning
15
Loyd Jensen………………….
national survival
terutama perilaku sosialnya, lebih banyak ditentukan oleh naluri daripada oleh nalar
manusia.
Benedict Spinoza menyatakan bahwa dari setiap tindakan adalah upaya pelaku
tindakan untuk memelihara keutuhan diri. (Spinoza dalam Mas,oed : 1989: 4-12).
Di sini ada konflik antara nalar dan nafsu. Kalau manusia hidup hanya dengan nalar,
untuk berusaha menjadi “yang ter…”. Dalam hal ini konflik politik terjadi karena
terlahir suka mengejar kekuasaan, dan karena tidak ada wewenang yang lebih
tinggi daripadanya, maka tidak ada yang bisa mencegahnya untuk mengejar
naluri ( instinct ). Naluri adalah perilaku bawaan sejak lahir, bukan perilaku yang
dipelajari kemudian. Diantara naluri yang ditemukan Lorenz adalah Naluri Agresif.
Ini berarti bahwa apabila manusia ditantang oleh manusia lain, maka ia akan
bereaksi dengan marah dan siap berkelahi bukannya melarikan diri. Naluri ini
rumpun menyebar secara merata dalam suatu wilayah, sehingga menjamin setiap
anggota mempunyai ruang yang cukup untuk bertahan hidup; kedua, naluri agresif
memungkinkan penentuan siapa yang paling kuat dan berhak menjadi pemimpin
suatu rumpun melalui adu kekuatan; ketiga, naluri agresif juga memungkinkan bagi
orang tua untuk melindungi anak dan keturunannya sementara mereka masih
1. Humans, like alls animals, have inherent aggressive drive for which there is no
outlet.
2. Animal have built in mechanisms that prevent them from killing their own kind,
for it would mean the destruction of the species. Those with poor defense
3. Humans lack the natural weapon to kill big prey, including their own kind and,
their fellows, as they have been prone to do since the discovery of rocks,
5. Although humans can reason and have consequently developed greater moral
responsibility than animals, push-botton warfare makes killing over lng distance
easy and tends not to evoke the moral repugnance elicated by face-to-face
Asumsinya bahwa perilaku politik adalah akibat dari sifat-sifat manusia yang sangat
perhitungan tentang tujuan dan cara mencapai tujuan itu, tetapi lebih merupakan
akibat dari ciri-ciri kepribadian si pelaku politik yang terbentuk sejak masa kanak-
Menurut Teori Kepribadian, kita tidak bisa secara langsung mengamati “kepribadian”
seseorang, yang bisa diamati adalah dengan jalan melakukan inferensi tentang pola
tentang manifestasinya dalam bentuk tingkah laku. Jadi, dalam pengamatannya, kita
bahwa manusia adalah faktor yang membedakan hasil suatu kejadian dan bahwa
Penerapan psikoanalisis dalam studi politik dipelopori oleh Harold Lasswell pada
tahun 1930-an. Argumentasinya bahwa perilaku politik adalah hasil dari upaya
kepribadian actor politik memproyeksikan dirinya pada suatu obyek public dan
Perilaku politik actor juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan masa lalu dari
actor tersebut.
Menurut Lasswell, dalam diri manusia terdapat kepribadian politik dasar, yang
b) Aktif-Positif, ciri-cirinya :
c) Aktif-Negatif, ciri-cirinya :
1. Politik dan kekuasaan berjalan seiring, dan walaupun mungkin tidak disadari,
3. Berperilaku sangat kaku dan tanpa kompromi karena situasi politik penting
4. Krisis dan masalah kenegaraan dan politik dianggap sebagai masalah pribadi
Nixon.
d) Pasif-Positif, ciri-cirinya :
1. Politik dianggap sebagai sarana yang sangat efektif untuk memenuhi harapan
akan penghormatan
e) Pasif-Negatif, ciri-cirinya :
Naluri dan kepribadian adalah segi-segi individual yang bersifat static, sedangkan
persepsi atau citra yang dimiliki individu bersifat dinamik, karena persepsi seringkali
berubah.
Persepsi memainkan peranan dalam menentukan perilaku suatu Negara. Thomas Franc &
Edward Wiesband, bahwa cara dua Negara saling “melihat” satu sama lain seringkali
menentukan cara mereka berinteraksi. Suatu pola kerja sama yang sistematik tidak
sebagai jahat, agresif dan tidak bermoral. Jadi, orang melakukan tindakan berdasarkan
apa yang mereka “ketahui” / situasi, atau tergantung pada bagaimana ia mendefinisikan
situasi itu.
Amerika Serikat.
Dalam proses pembuatan politik luar negeri adalah timbulnya suatu situasi, yaitu
b. Trigger event
d. Upaya penafsiran stimulus (tergantung pada citra yang ada dalam pikiran decision
makers)
Keterangan :
Citra seseorang mempengaruhi persepsinya tentang dunia, dimana prose situ teerjadi
sbb:
menentukan apa stimulusnya, apa yang dilihat dan apa yang diperhatikan. Kemudian
Input
Sistem Keyakinan
Citra ttg Apa yg telah, sedang dan akan
terjadi (FAKTA)
Sumber: Ole R. Holsti. The Belief System and National Images: A Case Study, dikutip
dalam Bruce Russet & Harvey Starr. 1985. World Politics, New York: Freeman.
Pada awalnya nilai dan keyakinan seseorang membantu menetapkan perhatiannya, yaitu
menentukan apa stimulusnya, apa yang dilihat dan apa yang diperhatikannya. Kemudian
berdasar sikap dan citra yang telah dipegangnya selama ini, stimulus itu
diinterpretasikan.
Citra berfungsi sebagai saringan. Ada dua jenis citra yaitu Terbuka dan Tertutup. Citra
terbuka menerima semua informasi walaupun mungkin bertentangan dengan citra yang
diyakini. Citra tertutup (karena alas an psikologis) menolak berbagai perubahan dan
Persepsi, yang didasarkan pada citra yang dipegang, adalah proses seleksi, sedangkan
siste keyakinan adalah sekumpulan keyakinan, citra atau “model” tentang dunia yang
Holsti menyatakan system keyakinan terdiri dari serangkaian citra yang membentuk
keseluruhan kerangka acuan atau sudut pandang seseorang. Citra-citra ini meliputi
realitas masa lalu, masa kini, dan realitas yang diharapkan di masa depan, dan preferensi
Pendekatan Kelompok dalam studi ilmu politik (analisis politik luar negeri) diperkenalkan
oleh Arthur Bentley dalam buku “The Process of Government” tahun 1908. Analisis
kelompok merupakan reaksi terhadap dua kecenderungan atau pendekatan dalam ilmu
politik pada saat itu yaitu kecenderungan pendekatan institusional dan legalistic
Asumsi : bahwa aktor politik menemukan dirinya dalam berbagai posisi, mulai dari posisi
sebagai presiden, menteri, anggota legislative atau warga negara biasa, yang masing-
Teorisasi pendekatan kelompok memusatkan perhatian pada perilaku politik dan unsur-
unsur empirik dalam kehidupan politik. Menurut Bentley, studi ilmu politik tidak dapat
Eldersveld, G. Almond, Mancur Olson, J. LaPalombara, Myron Weiner, S.W. Riggs dll.
berinteraksi demi mengejar tujuan politik yang sama. Perhatian diarahkan pada kelompok
b. Pengaruh kelompok thd proses politik dianggap lebih besar drpd pengaruh
individu.
Para teoritisi kelompok cenderung melihat masyarakat tidak lebih dr jaringan raksasa
internasional sebenarnya adalah hasil interaksi berbagai kelompok kecil yang ada
diberbagai negara.
disekitar pucuk pimpinan kedua negara. Karena itu, unit/tingkat analisa yang harus
yang diajukan berkisar pada kaitan antara karakteristik kelompok dengan proses
struktur pengelompokan, struktur kompetisi antar-kelompok, pola konflik dan kerja sama
formal dll.
Perilaku harus dipahami dalam konteks sosial. Kita tidak akan dapat menjelaskan
fenomena politik kalau kita hanya melihat individu terlepas dari konteks sosialnya.
Peranan (role) adalah perilaku yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang atau
Teori Peranan berasumsi bahwa sebagaian besar perilaku politik adalah akibat dari
Memang kepribadian dan sikap orang yang menjadi menteri luar negeri, misalnya,
mempengaruhi keputusan yang dibuatnya, tetapi yang jelas keputusan itu dibuat
ketika dia menjalankan suatu peranan atau serangkaian peranan, dan fakta inilah
Menurut John Wahlke, teori peran memiliki dua kemampuan bagi analis politik:
dijalankannya.
behavioral.
perilaku yang berkaitan dengan peranan. Model teori peranan menunjukkan segi-
kita masih bisa membahas perilaku individu tetapi dalam arti peranan. Dan peran-
Dalam kata lain, institusi adalah sebagai serangkaian peran yang saling berkaitan
tujuan.
Asumsi teoritisi peranan bahwa aktor politik menemukan dirinya dalam berbagai posisi,
mulai dari posisi sebagai presiden, menteri, anggota legislative atau warga negara biasa,
yang masing-masing posisi itu memiliki perilaku tersendiri. Jadi, peranan berhubungan
a. Pertama, berasal dari harapan yang dipunyai orang lain terhadap seorang aktor
politik. Artinya, setiap masyarakat pasti punya harapan atau gagasan tentang apa
yang harus dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh seorang aktor politik.
“Gagasan masyarakat” ini dinyatakan dalam konstitusi, UU, opini publik dan
norma-norma cultural.
b. Kedua, harapan bisa muncul dari cara si pemegang peran menafsirkan peranan
yang dipegangnya; yaitu harapannya sendiri tentang apa yang harus dan apa
yang tidak boleh dilakukan, tentang apa yang bisa dan apa yang tidak bisa
dilakukan. Dalam proses ini si pemegang peran selalu dalam proses belajar
Karena itu dikenal konsep “Jaringan peranan” untuk menggambarkan hubungan antar
berbagai peranan itu. Misalnya, seorang yang berperan sebagai menlu juga berperan
sebagai “kolega’ bagi sesama menteri, “bawahan’ bagi presiden, atasan bagi dubes-dubes
Asumsi: bahwa perilaku aktor politik tidak bisa dipahami tanpa melihat konteks sosialnya.
Perbedaan dengan teori peranan: teori peranan cendrung menekankan dampak posisi
institusi resmi terhadap perilaku individu; sedangkan teori kelompok kecil lebih
Teori kelompok kecil hanya tidak bisa diterapkan untuk segala situasi politik. Ia hanya
bissa dipakai untuk menjelaskan tipe situasi pembuatan keputusan ttt, yaitu situasi
kelompok kerja (task group). Gagasan pokok teori kelompok kecil adalah bahwa ketika
merupakan hasil interaksi diantara berbagai individu, bukan hasil perilaku individu itu
Proses pembuatan keputusan yang melibatkan upaya menekan anggota kelompok agar
mau menerima consensus inilah yang digambarkan oleh Graham T. Allison sebagi “Model
dilihat sebagi proses sosial, bukan proses intelektual atau mekanik. (Mas’oed, 1989;52)
Elit adalah sejumlah kecil orang (biasanya kurang dari 0,5 persen jumlah penduduk) yang
memiliki paling tidak satu nilai dasar dalam jumlah yang jauh lebih banyak daripada rata-
rata penduduk umumnya. Nilai dasar = sumber daya yang dipunyai, contoh; elit
Menurut Gaetano Mosca: “Dalam setiap masyarakat……….. terdapat dua kelas penduduk
– kelas pertama, yang jumlahnya selalu lebih kecil, menjalankan semua fungsi politik,
memonopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu ,
- sedangkan kelas kedua, yang jumlahnya jauh lebih besar, diatur dan dikendalikan oeh
Menurut Vilpredo Varetto, Robert Michels, terdapat azas-azas umum teori elit, yaitu;
b. Pada hakekatnya, orang hanya dikelompokan dalam dua kelompok, yatiu mereka
yang memiliki kekuasaan politik “penting” dan mereka yang tidak memilikinya
c. Secara internal, elit itu bersifat homogen, bersatu dan memilki kesadaran
d. Elit itu mengatur diri sendiri kelangsungan hidupnya (self perpetuating) dan
(exclusive)
e. Kelompok elit itu pada hakekatnya bersifat otonom, kebal terhadap gugatan
nilai yang dianut oleh elit yang memerintah. Pendapat yang menyatakan bahwa
daripada kenyataan. Rakyat atau publik itu sebenarnya apatis dan tidak banyak tahu
sebenarnya adalah kebijaksanaan yang memenuhi kehendak kaum elit politik. Pegawai
a. Masyarakat terbagi alam dua kelompok, yaitu sekelompok kecil orang yang
memiliki kekuasaan, yang disebut elit,dan sekelompok besar orang yang tidak
punya kekuasaan.
diperintahnya
c. Perpindahan dari posisi non-elit ke posisi elit politik diatur secara ketat demi
e. Elit yang memerintah sedikit sekali dipengaruhi secara langsung oleh massa yang
memang apatis.
- teori elit menegaskan bahwa politik luar negeri lebih mencerminkan kepentingan
kaum elit yang memerintah daripada kepentingan rakyat. Karena itu, perubahan
Contoh: Apakah RI perlu berhubungan dengan Israel, RRC atau aktor yang lain,
sebenarnya hal itu bukan merupakan pemikiran atau pandangan dari rakyat biasa,
- Teori elit juga menunjukkan bahwa massa pada umumnya pasif, apatis dan tidak
politik luar negeri jauh lebih sering elit politik memanipulasi massa rakyat
Atau ketika George W. Bush memanipulasi massa rakyat AS dan juga dunia
bahwa dunia terancam oleh teroris dan senjata pemusnah massal yang dipunyai
oleh Irak, sehingga Bush menyerang Irak untuk menjatuhkan rejim saddam
husein.
diantara kelompok elit. Yaitu consensus tentang “aturan main” dasar system demi
memelihara stabilitas system itu. Karena itu hanya alternatif kebijaksanaan yang
elit bahwa politik luar negeri suatu negara dimanipulasi oleh kepentingan elit adalah
pengamatan atas perpolitikan dalam penentuan kebijaksanaan militer luar negeri AS.
Thomas Dye & l. Harmon Zeigler dalam bukunya The Irony of Democracy, 1975,
mencatat bahwa keterlibatan AS dalam Perang Vietnam atau masalah internasional yang
lain adalah karena adanya koalisi elit yang kuat yang selalu mendukung peningkatan
anggaran belanja pertahanan. Mereka adalah para Jenderal dalam angkatan bersenjata
dan departemen pertahanan, para birokrat sipil dan para anggota kongres yang
berhaluan “elang” (julukan bagi mereka yang pro-politik luar negeri yang menekankan
perang (kontraktor yang memasok keperluan peralatan militer untuk pemerintah, seperti
Boeing, Grumman Aircraft, general Dinamics, Lockheed, McDonnel Douglas, Northorp dan
Rockwell).
Kelompok ini diikat kuat oleh kepentingan yang sama yaitu peningkatan anggaran belanja
militer, didukung oleh kekuatan lobby yang ampuh dan hampir selalu berhasil menembus
Kongres. Hubungan pribadi diantara para elit juga sangat erat. Bahkan diantara elit itu
b.Teori Imperialisme-Kapitalis
negeri yang cenderung bersifat ekspansionis dan agresif. Pada Kasus kebijakan luar
sangat erat berkaitan dengan kepentingan para anggota koalisi “Elang” (ditambah
Anggaran belanja militer yang besar tidak hanya memberi kesempatan bagi kalangan
diri, yang berarti juga mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi juga
dimanipulasi sebagai program “welfare state” yaitu memakai anggaran pemerintah untuk
ekonomi dan kekuatan militer akan membutuhkan pasaran ekspor di luar negeri, karena
itu dengan kekuatan ekonomi dan militernya, AS dapat menjadi negara imperialis-
kapitalis modern.
Catatan:
Kedua teori di atas pada dasarnya menyatakan dua hal, yaitu, pertama, kelompok elit-lah
yang bertanggung-jawab atas haluan politik luar negeri suatu negara. Walaupun
sebagaian besar rakyat tidak menghendaki politik luar negeri yang ekspansionis-agresif
terhadap negara lain, kalau elit politiknya berkepentingan dalam tindakan agresif itu,
maka kehendak elit inilah yang menjadi kebijakan. Kedua, keanggotaan dalam kelompok
elit menentukan perilaku para individu yang terlibat didalamnya. Umumnya kelompok elit
Teori lain yang berasal dari pendekatan / teori elit adalah Teori Ikatan Alumni.
Dalam teori ikatan alumni, yang ditekankan bukan pada pengaruh kelompok terhadap
anggota-anggotanya yang ada sekarang ini, tetapi terhadap bekas anggota, kawan
Argumen pendekatan/teori ini adalah bahwa orang-orang yang berasal dari satu
sekolah, satu partai politik, satu bidang profesi, kesatuan tentara atau semacamnya
cenderung memiliki pandangan dan cara kerja yang sama. Sehingga kalau dalam satu
unit birokrasi terdapat banyak orang dengan kesamaan “alumni”, bisa diduga akan
Pendekatan ini diterapkan oleh Henry Kissinger dalam analisanya tentang elit politik
luar negeri AS dan US. Ia mengatakan bahwa karena sebagian besar pemimpin AS
adalah “alumni” dari bidang profesi hukum dan bisnis, pendekatan mereka dalam
menyelesaikan maslah adalah khas ahli hukum dan pengusaha. Karena itulah,
kesimpulan yang sama. Bagi para pemimpin US menaiki tangga karir sampai ke
puncak adalah upaya yang berbahaya, penuh hambatan dan perangkap, persaingan
yang sengit dan kadang-kadang tidak fair. Karena itu, menurut Kissinger, seseorang
Bandingkan dengan elit politik Inggris yang berasal dari kelompok “Ox-Bridge” yaitu
alumni universitas elit Oxford dan Cambridge, atau elit politik Jepang yang berasal
Dalam kasus di Indonesia, kita bisa lihat ketika pada masa Orde Baru, elit ekonomi
dan politik hampir semuanya berasal dari UI dan alumnus Universitas Berkeley AS,
sehingga terkenal dengan sebutan “Mafia Berkeley” (lihat John James MacDougall,
Asumsi : mesin pemerintahan modern tidak bisa diatur sepenuhnya oleh individu yang
Mesin pemerintahan mempunyai dinamika sendiri, bekerja sendiri dengan perilaku dan
tujuan sendiri. Kebijakan luar negeri dibentuk oleh dinamika suatu oraganisasi
tertentu- seperti deplu atau dephan- atau oleh proses perpolitikan yang terjadi ketika
terhadap terjadinya kebijakan memang tidak boleh diabaikan, tetapi kita juga harus
Analisis politik luar negeri yang menerapkan perspektif ini biasanya memanfaatkan
studi ttg bekerjanya birokrasi yang besar dan rumit serta interaksi antar berbagai
birokrasi itu, yaitu dalam literature ttg Teori Dinamika Organisasi , untuk memahami
perilaku birokrasi, misalnya perilaku birokrasi di deplu. Ini adalah analisis tentang
Dalam studi seperti ini, pertanyaan yang diajukan antara lain; “bagaimana birokrasi
membentuk keputusan dan tindakan politik luar negeri suatu negara?” Dalam
menjawab pertanyaan tersebut, muncul dua model yaitu Model Proses Organisasi dan
Suatu pemerintahan adalah sejumlah birokrasi. Karena itu keputusan dan tindakan
suatu pemerintah bisa dipandang sebagai suatu output dari proses dinamis yang
dalam organisasi itu adalah pekerjaan rutin, dan akibat dari sifatnya, untuk
(standard operating procedures), yang harus dipatuhi oleh individu yang terlibat dalam
Orang yang bekerja dalam organisasi itu kemudian mengembangkan sikap yang
yang muncul dari organisasi itu bisa diduga mencerminkan loyalitas itu dan kebiasaan
62);
yang paling optimum dalam arti antara sarana-tujuan. Tetapi, dalam menelusuri
penelusuran itu begitu mereka menemukan pilihan yang cukup baik. Mereka lebih
cendeung mencari pilihan yang cukup ideal, tetapi mungkin tidak bisa dicapai.
ketidakpastian.
Pertama, sebagian besar keputusan luar negeri dibuat menurut prosedur baku
yang ditetapkan jauh sebelum timbulnya situasi ttt atau berdasarkan preseden.
Kedua, karena begitu besarnya volume masalah yang dihadapi oleh birokrasi
kedua bagi pimpinan puncak pembuat keputusan, yaitu bahwa sebagian besar
dilakukan tanpa sepengetahuan dia. Ini berarti bahwa, pimpinan eksekutif tidak
Contoh Kasus: Keputusan yang dibuat pada tingkat bawah yang punya dampak
keputusan penerbangan pesawat mata-mata U-2 yang oleh CIA dianggap sebagai
kegiatan rutin berdasarkan petunjuk umum yang diberikan Presiden. Pada tahun
1960, sebuah pesawat U-2 ditembak jatuh di wilayah Uni Sovyet. Hal ini
Keputusan yang dibuat cenderung keputusan yang aman dan sesuai dengan
pimpinan puncak eksekutif dalam moel ini digambarkan sebagai tidak banyak
berkuasa atas birokrasi. Dalam model ini birokrasi digambarkan sebagai aktor
Kejadian dalam politik internasional adalah ouput dari proses organisasi yang
- Aktor penting dalam model ini adalah berbagai organisasi yang saling berkaitan
Sejak abad ke-17, yang ditandai dengan berakhirnya Perang 30 Tahun di Eropa
(Perang Agama) konsep negara bangsa (nation state) mulai muncul sebagai bahan
a. Konsep nation state sebagai aktor dalam HI, yang ditandai dengan
keamanan di Eropa
a. bahwa perilaku bangsa atau negara adalah unit utama dalam system
internasional
internasional
Menurut Karl Kaiser dan Joseph Nye16, bahwa pentingnya negara bangsa adalah:
16
Karl Kaiser dan Joseph Nye, Trans-National Relations and World Politics
otonom
c. negara adalah unit dasar dalam politik internasional yang bertindak melalui
Dalam hal ini, interaksi berbagai politik luar negeri ini membentuk suatu pola
(kekuasaan)
secara goegrafis
politik luar negeri pemerintah berbagai negara yaitu para diplomat dan
17
Robert Mansbach, The Web of World Politics
yang berdaulat yang diwakili oleh elit-elit pemerintahnya (diplomat dan prajurit). Bagi
kaum tradisionalis, HI dianggap sama dengan dengan diplomasi dan strategi serta
Bagi aliran/pendekatan tradisionalis, aktor dan unit analisis dalam HI adalah negara
realis seperti dari Morgenthau, Raymond Aron, Reinhold Neirbuhr, Arnold Wolfers.
Salah satu teori realis yang banyak dipakai untuk mengkaji negara adalah Teori
terbentuk karena adanya kebutuhan kelangsungan hidup politik dan bangsa. (adanya
18
Couloumbis & Wolfe, Introduction to International Relations : Power and Justice
lain. Bahwa setiap negara secara rasional akan mengejar kepentingan nasionalnya
b. Petunjuk utama yang membantu politik realis untuk menemukan jalan melalui
sebagai kekuasaan yang tidak dapat diartikan sebagai sesuatu yang tetap
untuk selamanya.
e. Aliran realis menolak adanya aspirasi moral dari suatu negara-bangsa tertentu
bersumber dari aturan-aturan moral yang mengatur alam raya. Aliran realis
kekuasaan.
Menurut Stanley Hoffman : bahwa aktor paling penting dan bermakna dalam
b. Karena Nasionalisme adalah fakta sentral dalam politik internasional dan cara
lain dianggap sebagai perbuatan tidak bertanggung jawab atau dicap sebagai
penghianat.
internasional;
19
Morgentahau, Politics Among Nations dalam Frans Bona Sihombing (Ed.), Ilmu Politik Internasional:
Teori, Konsep dan Sistem, Jakarta, Ghalia Inddah.
“jigsaw puzzle” raksasa yang tercerai berai, dan tugas kita adalah
aktor yang menghadapi serangkaian masalah dan kondisi yang sama, dan
politik internasional
Hasilnya antara lain pemahaman yang lebih mendalam dan rinci tentang
C. Makna Negara-Bangsa
Istilah politik luar negeri, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk
kebijaksanaan atau tindakan yang diambil dalam hubungan dengan situasi atau aktor
yang ada di luar batas wilayah negaranya. Contoh : Politik Luar Negeri Indonesia
Apa yang dimaksud dengan “Indonesia” ? Ini dapat menyangkut hal, yaitu :
a. Indonesia adalah suatu wilayah geografis dengan batas tertentu dan secara
umum diakui.
b. Indonesia adalah sekelompok (250 juta ) orang yang tinggal dalam wilayah
itu.
Kedua hal di atas, praktis tidak mungkin melakukan tindakan. Dalam praktek tindakan
itu dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang atas nama kelompok secara
keseluruhan, tetapi kelompok itu dan semua orang yang diwakilinya kemudian terikat
pada tindakan itu. Proses pembuatan keputusan itu hanya melibatkan beberapa
bahwa: “beberapa orang yang bertindak atas nama 250 juta orang yang tinggal di
wilayah Indonesia menandatangani perjanjian itu, dan karena itu negara (penduduk)
Dalam tindakan ini terkandung suatu komitmen legal yang ditanggung oleh negara:
unit legal yang mewakili orang-orang yang mendiami suatu wilayah tertentu
sebagai suatu jaringan berbagai lembaga yang di dalamnya terdiri dari orang-
- Negara adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu penduduk dalam suatu
nama negara.
- Bangsa merujuk pada sekelompok orang yang diikat oleh kesamaan identitas
Yang menjadi perhatian utama dalam HI (terutama menurut kaum realis) adalah
pemerintahnya.
wilayah negara. Dalam hal ini, menegaskan perbedaan antara konsep “negara”
Misalnya : bangsa Arab tersebar luas dalam berbagai negara di Timur Tengah (di
wilayah Timur Tengah “wilayah cultural” lebih luas daripada “wilayah politik”.
Uni Sovyet (Rusia, sekarang) meliputi berbagai bangsa (“wilayah cultural” lebih
dalam satu negara, berketetapan hati untuk menciptakan identitas yang sama.
yang timbul akibat proses fusi atau peleburan secara gradual antara wilayah politik
dan wilayah cultural setelah adanya penyatuan dan pengendalian oleh wewenang
terpusat atas suatu wilayah dan penduduk tertentu. Aktor-aktor HI seperti Amerika
Serikat dan Uni Sovyet (dulu), walaupun terdiri dari berbagai bangsa dapat dianggap
Asumsi :
- Bahwa umumnya perancangan strategi politik luar negeri tidak didasarkan pada
- Bahwa para pembuat keputusan adalah aktor otonom dan bernalar dalam
- Memandang sifat khas individu, kelompok dan organisasi umumnya akan hilang
dalam proses mempertimbangkan apa yang harus dilakukan demi negara bangsa.
Kita akan dapat meramalkan apa yang akan dilakukan oleh setiap negara sebagai
keputusan yang dirancang sebelumnya dalam situasi kompetitif dimana hasil akhirnya
fenomena politik terutama dalam pengertian suatu rancangan yang dibuat secara
Patrick Morgan, menggambarkan kegiatan analisis politik luar negeri tidak berbeda
dengan perilaku kibitzer, dimana analisis strategis politik luar negeri sama dengan
praktek kibitzing, yaitu si analis berrpikir dan bertindak seolah-olah sebagai salah satu
satu atau beberapa tujuan internasional dan setiap tindakan yang diambil
masing dinilai berdasarkan analisis biaya dan hasil. Alternatif tindakan yang
3. dalam dunia yang saling tergantung, para pembuat keputusan harus juga
Sering terjadi perbedaan pendapat tentang apa atau mana yang logis atau rasional.
Menurut Patrick Morgan; adanya perbedaan itu adalah karena adanya dua cara
tunggal atau khusus secara seksama sampai ia menemukan suatu pola dalam
hubungan kausal. Dalam strategi induktif, ilmuwan mulai dengan fakta untuk
2. Analisis bersifat Deduktif; yaitu kita mulai menelaah fenomena dari suatu
Contoh kasus : kalau kita ingin mengetahui reaksi Thailand jika terjadi konflik dengan
Vietnam; apakah akan mundur, berperang, berbicara keras tapi berusaha menghindari
Vietnam
2. Mencari asumsi dasar, tujuan dan pandangan ideologis serta hal-hal serupa
Vietnam itu, strategi mana yang paling masuk akal untuk diterapkan oleh
Dalam perspektif induktif ini, kita mulai dengan kasus-kasus khusus tentang
1. Analis akan mulai dengan argumen bahwa dalam situasi konflik, hanya jenis-
jenis perilaku tertentu yaitu strategi dan taktik tertentu yang rasional yang
dipakai untuk menjelaskan. (mulai dengan sebuah proposisi atau teori, sesuatu
2. Pertanyaan yang muncul adalah logika apa yang ada dalam situasi konflik?
3. Jika logika itu diketahui, dan Thailand diasumsikan berperilaku rasional maka
Analisis tentang politik luar negeri banyak dilakukan oleh berbagai kalangan dan
Introspeksi berarti pengamatan dan analisis terhadap diri sendiri. Kalau seseorang
cara :
- Cara ini banyak dipergunakan oleh para ahli sejarah dan diplomasi serta
- Walter Jones memakai teknik ini untuk menyusun buku “Logika HI”
orang lain.
2. cara kedua adalah dengan menetapkan bahwa orang lain itu memang sama
Argumennya adalah bahwa kalau perilaku negara-bangsa itu memang rasional dan
berorientasi pada tujuan, maka logika dibalik perilaku itu akan bisa ditemukan kalau
kita mempelajari perilaku mereka selama jangka waktu yang lama dan tidak sepotong-
potong.
2. periode sesudah 1898 : politik luar negeri lebih diarahkan pada pengejaran
Alexander George : Hasil dari pendekatan ini adalah Teori “Policy Relevant”,
yaitu teori untuk membantu pembuat keputusan mengetahui situasi apa yang
Introspeksi : dalam teori realis dari Morgenthau, bahwa politik adalah perjuangan
Bagaimana cara kita menganalisis ? kata Morgenthau, “kita menempatkan diri kita
dalam posisi sebagai negarawan yang harus menangani masalah politik luar negeri
tertentu dalam keadaan tertentu, dan tanyakan kepada diri kita sendiri alternatif-
alternatif rasional apa yang akan dipilih oleh seorang negarawan yang harus
menangani masalah itu (dengan selalu menganggap bahwa negarawan itu beertindak
kita untuk menang, untuk kita harus merancang strategi yang rasional
sebelumnya
Teori Game adalah satu bidang dalam matematika yang bertujuan untuk
suatu permainan.
Asumsi :
2. nilai dari setiap hasil permainan bagi masing-masing pemain dapat dihitung
permainan ini menggambarkan suatu situasi jalan buntu (dead-lock), dimana dua
orang yang berpotensi sebagai teman tidak bisa melakukan kerja sama karena tidak
Untuk itu, model ini menganalogkan dengan perilaku dua tahanan yang
menghadapi dilemma.
Permainan ini menggambarkan situasi jalan buntu (deadlock) dimana dua orang
yang berpotensi sebagai teman tidak bisa mengadakan kerjasama karena tidak
adanya sikap saling percaya. Untuk memahami situasi ini, maka para ahli membuat
Bush : Mengaku
Tidak Ya
Tidak +1 +10
tidak
Saddam: Mengaku +1 -10
-10 -1
Ya +10 -1
Keterangan :
Polisi mengakui bahwa tidak cukup bukti untuk menghukum para tawanan itu,
sehingga kalau kedua tahanan itu tidak mengaku maka keduanya bisa bebas (
Tetapi polisi juga memberi tahu mereka bahwa bila salah satu tahanan itu mau
mengakui kejahatannya maka yang mengaku itu akan dibebaskan dan diberi
Kalau keduanya mengaku pada hari yang sama, masing-masing akan menjalani
Masing-masing tahanan punya dua pilihan, yaitu mengaku atau tidak mengaku. Maka
strategi manakah yang paling rasional dari sudut para tahanan itu. Harus diingat bahwa
meminimalkan kerugian.
Dalam situasi seperti ini, strategi yang paling rasional adalah strategi “Minimax”, yaitu
loss).
Tetapi tidak mengaku secara sepihak, yaitu sementara yang lain mengaku, berarti
strategi yang bisa membuat mereka menjalani hukuman 20 tahun, yaitu keduanya
mengaku. Inilah strategi minimax, karena dihukum 20 tahun lebih ringan daripada
dihukum mati.
Dilema yang sama juga dihadapi oleh dua negara yang saling bersaing dalam
perlombaan senjata nuklir. Misalnya, Amerika Serikat dan Rusia punya potensi
Keduanya menyadari bahwa beban pembiayaan persenjataan nuklir sangat berat dan
sebetulnya, kalau saja ancaman serangan dari lawan bisa dihilangkan, maka
Karena itu, dalam kondisi seperti ini, pengurangan persenjataan atau bahkan
menguntungkan ( Nilai +1) daripada saling berlomba (nilai –1). Tetapi bisa diduga
melakukannya.
Andaikan pada mulanya kedua negara memiliki persenjataan nuklir. Marilah kita lihat
bagaimana pengurangan senjata dalam situasi itu bisa dilakukan (Nilai +1).
Melihat sudut pandang Bush, maka akan diketahui penalaran Bush sebagai berikut:
Rusia, dengan penalaran yang persis sama, sampai pada kesimpulan yang sama.
Akibatnya, baik AS maupun Rusia yakin bahwa demi kepentingan nasionalnya sendiri
Sekarang, andaikan kedua negara itu bisa saling berkomunikasi, maka bisa diduga
demikian kedua negara akan mendapat keuntungan) kalau ada sarana untuk
perjanjian secara efektif atau rasa saling percaya, pengurangan senjata tidak akan
terwujud.
Model Prisoner’s Dilemma menggambarkan apa yang secara actual dilakukan oleh
orang atau negara apabila dihadapkan pada situasi dilematis seperti itu. Teori Game
non-kooperatif.
Ya +10 -1
Teori lain yang terkenal dalam studi perilaku rasional dalam situasi konflik adalah Teori
Deterens adalah hubungan psikologis dimana satu fihak meyakinkan fihak lain agar
tidak menyerang karena serangan itu akan mengundang pembalasan yang setimpal.
Asumsi teori deterens : bahwa pemerintah pada umumnya cukup rasional dalam
Berdasarkan asumsi itu bisa ditarik kesimpulan bahwa suatu ancaman pembalasan akan
berhasil apabila ancaman itu bisa meyakinkan lawan bahwa kalau ia menyerang maka
kerugian yang dideritanya akan jauh melebihi keuntungan yang diperolehnya. Harap
Kasus :
Kalau ancaman deterens India terhadap Pakistan tidak mempan, yaitu tidak dipercaya
oleh Pakistan, dan Pakistan mendahului menyerang India, maka India akan harus
Suatu ancaman bisa tidak mempan karena yang diancam tidak percaya bahwa si
pengancam mampu melaksanakan ancaman itu. Untuk mengatasi hal itu si pengancam
atau dihargai oleh negara lain adalah membangun reputasi sebagai aktor yang
Salah satu cara untuk membangun reputasi sebagai aktor yang ”memegang teguh
janji” adalah dengan menunjukkan reaksi yang keras terhadap gangguan atas
komitmen-komitmennya.
ketika terjadi serbuan. Upaya deterens hanya mungkin sangat kredibel kalau ia bisa
lolos dari suatu serbuan yang sangat mendadak; kalau tidak seseorang atau negara
Teori deterens juga mempunyai konsekuensi lain. Dalam logika pertahanan, semakin
lemah lawan kita semakin baik posisi kita. Akan tetapi dalam logika deterens, ini tidak
Pemusatan analisa pada kumpulan negara bangsa / region yang tinggal dalam suatu
1. Pemusatan perhatian pada negara bangsa sebagai unit analisis utama adalah
tidak memadai, karena negara bangsa sebagai aktor utama dalam hubungan
abad 20) bangsa-bangsa di dunia secara ekonomi dan kultural semakin saling
tergantung.
5. Teori-teori yang digunakan sebagai tool of analyzes adalah teori aliansi, teori
Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk menganalisa peranan region dalam
politik internasional saat ini. Region merupakan area/wilayah dari dunia dimana
pemerintahan, politik luar negeri, hubungan timbal balik antar unit/negara. Untuk
sama atau konflik) merupakan faktor determinan dalam kebijakan luar negerinya.
sebagai faktor yang lebih permanen daripada banyak faktor yang lain. Dalam hal
ini kedekatan geografis atau teritorial dianggap sebagai unsur utama. Jadi di
dunia ini, misalnya ada region seperti Asia Tenggara, Timur Tengah, Eropa,
Suatu region secara politik didefiniskan sebagai terdiri dari negara-negara yang
memiliki sistem politik atau menjalankan politik luar negeri yang kurang lebih
sama.
Suatu region secara ekonomi digambarkan terbentuk dari pola perdagangan dan
berbagai ikatan ekonomi lain secara rekatif intensif yang terjadi diantara negara-
antar pemerintah
Metode yang digunakan oleh Russet dalam menentukan definisi region adalah
suatu bentuk analisa faktor yang dikenal sebagai analisis Q. Cara kerjanya
adalah sbb:
Ada berbagai cara untuk mengukurnya, yaitu jumlah siswa sekolah, tingkat
erat.
sama.
20
Bruce Russet, International Regions and the International System, dalam Mohtar Mas,oed. 1989. Studi
dominant (yaitu, blok-blok yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Uni
analisis sbb:
yaitu:
kawasan
kawasan
system yang terdiri dari dua atau lebih Negara-negara yang berdekatan dan
bahasa, budaya, sosial, latar belakang sejarah, dan mereka mempunyai identitas
yang dapat meningkat melalui aksi-aksi dan sikap terhadap pengaruh eksternal.
22
Louis J Cantori & Steven L Speigel. 1970. The International Politics of Regions: A Comparative
b. The Peripheral Sector (Negara-negara yang ada dalam sebuah kawasan tetapi
tidak mempunyai peranan yang cukup besar dalam kawasan itu); Kuba,
Atau dalam pengertian yang diberikan oleh Louis J Cantori & Steven L Speigel,
berbagai arena. Ada tiga sistem dalam arena politik internasional23, yaitu:
a. The Dominant System, dalam arena global merupakan pertentangan dan kerja
nations)
Ketiga system itu saling berhubungan satu dengan yang lain dan saling
kategori umum dimana terjadi hubungan antara beberapa faktor yang terkait,
Level Kohesi dapat diartikan sebagai tingkat kesamaan atau saling melengkapi
dalam berbagai bidang dari entitas politik yang ada dan tingkat interaksi antar
unit. Konsep kohesi dalam lingkup region punya peran dan pengertian yang
lainnya.
komunikasi (e-mail, phone, fax, dll); media massa (Koran, radio, TV);
Negara lain sesuai dengan keinginannya. Ada tiga aspek dari kemampuan
berpusat pada keinginan Negara untuk mencari prestise dan status dalam
Berdasarkan ketiga aspek power tersebut, maka tipe Negara-negara dapat dibagi
4. Minor Power (Kuba, Korea Selatan, Indonesia, Argentina, Meksiko, Turki dll)
Keempat tipe tersebut di atas, didasarkan pada peranan dan keaktifan Negara
6. Micro State merupakan Negara yang punya pengaruh sangat terbatas atau
7. Negara-negara jajahan.
negara mulai dari paling dekat sampai kepada bentuk hubungan yang
BAB VII
untuk menelaah perilaku negara dalam membuat keputusan politik luar negeri,
Suatu mekanisme bagi suatu system politik untuk beradaptasi dengan lingkungan
Dalam konteks ini, politik luar negeri didefinisikan dalam pengetian fungsi-fungsi yang
dijalankan oleh proses politik luar negeri demi system politik nasional.
Menelaah politik luar negeri dari sudut pandang pembuatan keputusan berarti
keputusan politik luar negeri sebagai sasaran analitis. Pelopor pendekatan system
adalah Richard C. Snyder pada tahun 1960-an. Pendekatan ini menempatkan individu
dalam konteks sosial yang berbeda, dan memandang keputusan atau hasil tindakan
para individu itu sebagai fungsi atau dipengaruhi oleh konteks itu.
Tujuan utama dari pendekatan pembuatan keputusan, seperti yang dikatakan oleh
James Robinson dan Richard C. Snyder adalah, maksud utama penelaahan proses
yang berbeda menghasilkan keputusan yang berbeda, dan apakah “kombinasi situasi,
C. Pendekatan Sistem
menghasilkan keputusan politik luar negeri, dapat dipakai konsep system politik.
terlibat dalam proses politik luar negeri shg membentuk suatu system.
Menurut John Lovell, suatu system memiliki unsure-unsur utama sebagai berikut :
Soal “tindakan berorientasi tujuan” penting dalam analisis politik luar negeri. Dan
studi tentang system pembuatan keputusan luar negeri dilihat sebagai upaya untuk
eksternal, sarana dan sumberdaya yang digunakan untuk mengejar tujuan itu, dan
yang memuat tanggapan system politik itu terhadap tuntutan dari lingkungan
efektivitas kerja suatu system. Karena itu setiap bagian adalah penting. Satu
bagian tidak berfungsi, maka seluruh system akan terganggu atau tidak jalan.
Sebagai suatu system terbuka, system politik berhubungan terus menerus dangan
dukungan (support) dari lingkungan, dan melalui output, yang berupa upaya
Proses input menjadi output itulah proses pembuatan keputusan. Dalam hal ini,
dengan konsep-konsep sederhana. Karena itu pendekatan ini sering digunakan dan
berpengaruh dalam ilmu-ilmu sosial. Dalam politik internasional, konsep system bisa
Ada beberapa jenis pendekatan system yang berpengaruh dalam studi politik
internasional. Yang dianggap paling tepat untuk menggambarkan politik luar negeri
informasi
3. Keputusan adalah komitmen, berdasar analisis tentang informasi yang ada dan
5. Tujuan adalah apa saja yang dimaksud akan dikejar melalui tindakan itu.
6. Feedback adalah informasi baru tentang akibat dari tindakan yang telah dilakukan,
yaitu menjadi dasar bagi system itu untuk memulai siklus kembali.
Pendekatan system biasa digunakan dalam analisis politik luar negeri. Analis bisa
memakai untuk membedakan suatu system dari lingkungannya, dan dalam hal negara-
bangsa batas itu jelas: disini kita, disana orang asing. Dalam proses politik luar negeri
input itu bisa dihitung, misalnya angka anggaran belanja, statisitik militer, suara dalam
pemilu dll. Input juga bisa berujud berita tentang apa yang terjadi di dunia melalui
jumlah telepon, telegram, telex, fax yang masuk setiap hari ke deplu.
Memory : buku sejarah, arsip, kebudayaan, tradisi, ingatan pribadi para pemimpin dll.
Analisis input-ouput sering juga menerapkan teori komunikasi dan sibernetika yang
komunikasi, karena itu analis mengumpulkan informasi tentang dan meneliti secara
ENVIRONMENT
FEEDBACK
ENVIRONMENT
John Lovell menggambarkan proses pembuatan keputusan politik luar negeri dengan
membuat model ideal, yang diberi nama “Mesin Ideal Imajiner Pembuat Kebijakan
(MIIPK), yaitu sbb: Keputusan polugri dibuat sebagai tanggapan terhadap kejadian
dan masalah yang terjadi atau yang diantisipasi akan terjadi di lingkungan dunia.
Menurut Lovell, analogi atau model ini mempunyai dua maksud analitik, yaitu:
polugri
imajiner.
Ciri-ciri MIPK :
3. Mentransmisi data dengan segera tanpa ada yang hilang atau berubah
4. Menyediakan storage untuk menyimpan data atau memori dengan jumlah tak
model Aktor Rasional, dimana proses pembuatan keputusan dalam model ini
Model rasional ditentang oleh penganut model non-rasional, seperti model proses
organisasi. Model ini menunjukkan bahwa proses pembuatan keputusan adalah proses
keputusan yang telah dibuat pada masa lalu, pada preseden, pada prosedur rutin yang
berlaku atau dengan kata lain merujuk pada prosedur operasi baku.
mencari penyelesaian paling baik terhadap suatu masalah yaitu keputusan optimal.
Menurut Simon “ sebagaian besar pembuatan keputusan, baik oleh individu maupun
maksimum, tetapi mereka adalah “satisficer”, yaitu sekedar mencari sesuatu yang
Pemikiran serupa juga dikemukakan oleh David Baybrooke dan Charles Lindblom, yang
derajat perubahan yang akan diakibatkan oleh keputusan itu. Sebenarnya derajat
Gambar :
Menurut Lindbolm, jenis keputusan yang paling banyak dihasilkan adalah keputusan
yang hanya melibatkan perubahan kecil, yang dibuat oleh pejabat rendahan yang
menghadapi situasi yang sangat tidak pasti. Dan itu adalah ‘inkrementalisme’, yaitu
Polugri
Pada dasarnya kerangka ini berujud daftar faktor-faktor yang dianggap relevan untuk
menjelaskan apa yang akan dijelaskan. Pelopor teori ini adalah Richard Snyder, H.W.
Bruck dan Burton Sapin. Menurut aliran ini bahwa keputusan adalah suatu tipe
Analis polugri harus memusatkan perhatian pada perilaku pembuat pejabat yang
secara actual terlibat keputusan dalam proses pembuatan keputusan. Analis harus
membangun analisanya atas dasar pandangan para pembuat keputusan itu tentang
dunia. Apakah lingkungan eksternal itu relevan atau tidak, tergantung pada persepsi
pembuat keputusan itu. Dengan demikian analis polugri menjadi spesifik, jelas dan
sederhana.
tipe
Kalau kelompok A dan B digabungkan, maka akan terdapat tiga kelompok faktor :
lingkup internal, lingkup eksternal dan proses keputusan. Dalam kelompok C terdapat
unsure-unsur sbb:
4. Motivasi, yaitu tujuan keseluruhan unit pembuat keputusan, norma, nilai yang
dianut oleh mereka yang ada dalam unit, dan nilai-nilai masyarakat.
Korea Selatan dalam menghadapi serbuan Korea Utara. Penemuan Paige adalah
bahwa kelompok pembuat keputusan dalam suatu krisis nasional umumnya terdiri dari
12-15 orang, dan bahwa suatu keputusan krisis seperti keputusan AS berperang di
Korea sebetulnya terdiri dari berbagai keputusan yang dikelompokan menjadi satu
1. Semakin gawat suatu krisis, para pembuat keputusan semakin terdorong untuk
2. Semakin gawat suatu krisis, semakin banyak upaya atasan untuk meminta nasehat
bawahan
3. Semakin gawat suatu krisis, semakin besar tekanan pada reliabilitas atau
keandalan sumbenya
Ilmuwan lain yang masuk dalam kategori kerangka konseptual komprehensif adalah
Untuk melihat kaitan antara variable ini dengan keputusan politik luar negeri, kita
dapat membagi keputusan itu dalam tiga kategori: (Baca juga Colulumbis & Wolfe)
2. Keputusan Krisis, yaitu keputusan yang dibuat ketika terdapat ancaman yang
gawat; hanya tersedia waktu pendek untuk memberi tanggapan, dan ada unsure
pendadakan yang memerlukan tanggapan ad hoc, dalam arti tidak ada tanggapan
3. Keputusan Taktis, yaitu keputusan penting yang biasanya berasal dari tingkat
Faktor
Eksternal
Proses / Output
Konversi
Faktor
Internal
Feedback
Peringkat-
peringkat
Lingkungan : Kesempatan/ Kesempatan/
Hambatan Hambatan
1. Sist. Intl.
2. Hub-hub. Intl.
3. Pemerintah
1. Negara Keputusan-
4. Individu Perilaku Politik
2. Institusi & Struktur Keputusan Politik
5. Peranan Pembuatan Politik Luar Negeri
6. Society Luar Negeri
Luar Negeri (1) (1)
Micro – Level :
Decision-Makers
(Psychological and Ideological stateFaktors)
Tugas utama analis kebijakan luar negeri adalah untuk memberikan penjelasan engenai
cara-cara dengan menyatakan usaha untuk mengubah atau berhasil dalam mengubah
perilaku negara lain (Modelski, 1962: 7). Banyak sarjana telah mengusulkan beberapa
cara yang digunakan kebijakan asing yang dapat dikembangkan lebih jauh. Modelski
(1962) menggambarkan kebijakan luar negeri sebagai suatu sistem kegiatan. Dalam
perspektif ini, karena kebijakan luar negeri dipandang sebagai suatu sistem di mana
kebijakan luar negeri merupakan keputusan yang dirumuskan dan direncanakan untuk
dieksekusi. Melihat dari sudut pandang ini, keputusan pembuat kebijakan amat penting
dalam proses perumusan kebijakan luar negeri. Sebagai sistem aktivitas yang berkaitan
dengan kegiatan lingkungan internasional, dua elemen lain tertanam dengan kebijakan
luar negeri, yaitu kemampuan (kekuatan) negara untuk menerapkan dan konteks di mana
kebijakan luar negeri dirumuskan serta diimplementasikan. Selain itu, catatan Modelski
dan harus dibuat dengan tujuan tertentu. Konsep-konsep dasar dalam kebijakan luar
negeri, adalah: (1) kebijakan pembuat, (2) tujuan, (3) prinsip-prinsip, (4) kekuasaan untuk
melaksanakan, dan (5) konteks di mana kebijakan luar negeri dirumuskan dan
antara negara orientasi, komitmen dan rencana tindakan, dan perilaku terhadap negara-
negara lain. Dalam perspektif ini, Rosenau (1976) berpendapat bahwa pada dasarnya
kebijakan luar negeri terdiri dari (1) sekelompok orientasi, (2) satu set komitmen dan
rencana tindakan, dan (3) suatu bentuk perilaku (Rosenau, 1976: 16). Sekelompok
orientasi mengacu pada sikap, persepsi, dan nilai-nilai, yang berasal dari pengalaman
sejarah negara dan kondisi strategis yang menandai tempatnya di dunia politik. Berfungsi
sebagai pedoman bagi pejabat negara ketika mereka dihadapkan dengan kondisi
tindakan. Dengan kata lain, ini adalah prinsip-prinsip yang mendasari perilaku negara-
negara di arena internasional politik. Komitmen dan rencana tindakan adalah terjemahan
dari sekelompok orientasi. Ini menggabungkan beberapa strategi, keputusan nyata, dan
diamati kebijakan yang diambil ketika negara mendapatkan link ke lingkungan eksternal,
dan terdiri dari tujuan spesifik dan berarti melalui apa yang mereka tercapai. Perilaku
mengacu pada fase empiris untuk kebijakan pemerintahan yang terdiri kegiatan, yang
merupakan terjemahan orientasi umum kebijakan luar negeri. Dilihat dari sudut ini,
dengan kata lain, kebijakan luar negeri muncul sebagai perilaku eksternal negara-negara.
Berbeda dengan dua perspektif sebelumnya, melihat ketiga kebijakan luar negeri sebagai
kombinasi orientasi, peran nasional, tujuan, dan tindakan (Holsti, 1983: 97 -144).
Orientasi umum merujuk kepada sikap dan komitmen terhadap lingkungan eksternal, dan
itu menggabungkan strategi dasar untuk mencapai tujuan domestik dan eksternal,
terutama bertahan dalam menghadapi ancaman. Strategi dan orientasi ini jarang
diungkapkan dalam salah satu keputusan, tetapi hasil dari serangkaian keputusan
kumulatif negara menyesuaikan objektif, nilai, dan kepentingan dengan kondisi dan
karakteristik dari lingkungan domestik dan eksternal. Peran nasional adalah pembuat
keputusan ‘definisi dari keputusan umum, komitmen, aturan, dan tindakan yang sesuai
dalam berbagai masalah geografis dan pengaturan. Tujuannya adalah gambar atau
kondisi yang diharapkan untuk mencapai di masa depan dengan memegang pengaruh
luar negeri dan dengan mengubah atau mempertahankan perilaku negara lainnya.
Tindakan kebijakan yang sebenarnya pemerintah suatu negara lakukan untuk negara-
negara lain. Sementara tiga komponen pertama merupakan gambar dalam pikiran
kebijakan pembuat, sikap terhadap dunia luar, keputusan, dan aspirasi, keempat
peran, atau mencapai dan mempertahankan tujuan. Dari tiga cara pandang yang
bahwa setidaknya ada tiga aspek utama dari kebijakan luar negeri, yaitu kebijakan asing,
proses produksi menjadi sumber kebijakan, dan tindakan yang diambil untuk
menerapkannya. Ada tiga label yang berbeda yang digunakan untuk membedakan tiga
aspek utama. Pertama, mereka yang digunakan untuk membedakan sebagai sumber
perilaku eksternal, proses yang membuat sumber-sumber ini terpadu ke dalam tindakan,
dan tindakan itu sendiri. Kedua, istilah tiga aspek masing-masing sebagai independen,
campur tangan, dan variabel dependen kebijakan asing. Lebih suka ketiga nama mereka
disebut sebagai input, pengambilan keputusan, dan output dari kebijakan luar negeri.
Mengingat bahwa kebijakan luar negeri terdiri dari tiga aspek utama, upaya untuk
menganalisis perubahan kebijakan luar negeri, harus fokus pada tiga aspek utama;
sumber kebijakan luar negeri, proses yang mengubah produksi menjadi sumber
kebijakan, dan tindakan yang diambil untuk menerapkannya. Karena kebijakan luar
negeri memiliki tiga aspek utama, teori analisis kebijakan luar negeri dapat diatur ke
dalam tiga kategori; sistemik teori, teori-teori sosial, dan negara-sentris teori (Barkdull &
Harris, 2002: 63-90). Kategori pertama mengacu pada teori-teori yang sedang berusaha
sebagai produk dari kombinasi antara politik domestik dan budaya dari suatu negara.
Teori-teori ini menekankan pada pentingnya esensi dan faktor-faktor politik domestik di
kebijakan luar negeri. Kategori ketiga adalah teori-teori yang mengejar jawaban atas
pertanyaan mengenai kebijakan luar negeri dalam struktur negara, dan ini juga
entities outside state’s boundaries.” (Dugis, n.d) Dengan berbagai definisi yang telah
dikemukakan demikian, politik luar negeri suatu negara bukanlah sesuatu yang statis dan
tetap sepanjang negara itu berdiri. Perubahan dalam politik luar negeri akan selalu kerap
terjadi dan pada kenyataannya menjadi cermin dari kualitas pembuat kebijakan itu sendiri
Secara umum, perubahan politik luar negeri sebagai proses pembuatan keputusan itu
perubahan akibat pemerintah yang berkuasa berusaha merubah haluan politik luar
negerinya sendiri. (Dugis, n.d) Kedua perubahan ini berdasarkan alasan terjadinya
perubahan politik luar negeri itu sendiri, akan tetapi pada kenyataannya dapat pula
Menurut Hermann (1990), dalam perubahan politik luar negeri itu ada empat level
hanya mencakup cara dan tujuan dari politik luar negeri itu sendiri. Sebagai contoh,
ketika Indonesia mengalami gagal panen berturut-turut, maka pemerintah akan segera
melakukan penyesuaian kebijakan luar negeri dengan melakukan impor beras lebih
Kedua, program changes, perubahan ini mencakup perubahan teknis kebijakan secara
lebih jauh akibat perubahan target asal. Perubahan ini dapat juga mencakup perubahan
instrumen yang dipakai. Seperti ketika penambahan kuota impor beras dari Thailand
masih dirasa kurang, maka pemerintah akan mengambil kebijakan untuk mengimpor alat-
alat pertanian atau metode pertanian modern dari luar negeri untuk memacu
Pada level ketiga, perubahan yang terjadi lebih kepada problem or goal changes.
masalah utama yang dihadapi kemudian berubah. Hal ini terlihat ketika dalam upaya
menanganan krisis beras itu, Indonesia dilanda masalah terorisme, maka pembuatan
kebijakan luar negeri yang ada akan berubah dan lebih terfokus pada masalah yang baru
muncul itu.
perubahan politik luar negeri suatu negara secara ekstrim. Hal ini terjadi karena
perubahan yang ada bukan hanya pada level negara, melainkan juga pada level sistem
internasional. Contoh yang dapat dilihat adalah pada masa krisis finansial global, ketika
negara-negara Atlantik masih terfokus pada war on terror, hantaman ekonomi membawa
politik luar negeri dapat disebabkan oleh masalah-masalah seperti, tingkat keterlibatan
faktor eksternal, kebijakan dalam menghadapi faktor luar itu, arah dari keterlibatan faktor
luar, dan komitmen militer dan diplomasi dalam urusan luar negeri. Hal ini membedakan
pandang Holsti dengan Hermann dalam melihat perubahan politik luar negeri suatu
negara. Jika Hermann memulai dengan melihat faktor domestik suatu negara kemudian
baru keluar, maka Holsti lebih mengkaji faktor-faktor eksternal secara langsung.
Dari perpektif masalah eksternal ini, Holsti juga memberikan empat tipologi dari
Pertama, isolasi, ketika faktor-faktor eksternal tidak dapat sama sekali mempengaruhi
kebijakan luar negeri yang dibuat. Di satu sisi hal ini dapat mengurangi kepentingan
politik luar negeri suatu negara serta menghindari peran militer dan diplomasi.
Kedua, self-reliance, ditandai dengan lebih maju dari tipe isolasi, dengan adanya relasi
dengan faktor eksternal. Akan tetapi, peranan militer dan diplomasi masih sedikit.
Ketiga, ketergantungan, yaitu suatu entitas negara yang mulai sangat tergantung pada
faktor-faktor “luar negeri” sehingga berbagai hubungan dan urusan luar negeri menjadi
dari faktor luar yang secara langsung mengarahkan interaksi yang ada.
Menurut Boyd (1987), “the former strongly influences the way in which changes in that
system affect foreign policy”, yang menunjukkan bahwa level sistem juga memberikan
dimensi yang dapat mempengaruhi perubahan politik luar negeri suatu negara.
Pertama, the degree of institutionalization, mengkaji seberapa jauh sistem politik suatu
Kedua, the degree of support, menunjukan bagaimana faktor politik domestik turut
mendukung atau melawan sistem politik yang ada terutama dalam kaitannya dengan
Ketiga, the degree of salience points to the significance of issues in the domestic power
struggle, atau seberapa jauh pengaruh suatu isu permasalahan terhadap politik domestik.
(Goldmann, 1988).
Ketiga hal yang mempengaruhi perubahan arah politik luar negeri itu membawa pada
beberapa dinamika politik luar negeri seperti yang dikemukakan oleh Goldmann. Masalah
kekuatan politik domestik menjadi pusat perubahan politik luar negeri suatu negara.
Contoh yang dapat mewakili ini adalah masalah di Uni Eropa. Ketika Inggris dan Perancis
masing-masing ingin berperan sebagai hegemon di kawasan itu, maka yang terjadi
adalah masing-masing baik dari level individu maupun kelompok akan berusaha
mengubah arah politik luar negerinya untuk semakin mendekatkan pada kepentingan itu.
Masalah kepercayaan dan perilaku aktor dominan juga dapat menunjukan perubahan
arah politik luar negeri. Seperti kepercayaan diri negara China setelah berhasil membawa
negaranya keluar dari krisis, akan membawa perubahan pada kebijakan luar negeri yang
diambil. Transformasi dari sistem politik suatu negara juga dapat membawa berbagai
perubahan terutama menyangkut politik luar negeri. Seperti pada sistem politik di
Indonesia, yang sempat diperintah oleh setidaknya tiga era besar, Soekarno, Soeharto
dan masa reformasi yang juga membawa perubahan pada arah kebijakan luar negeri
Diawali dengan konsep kebijakan luar negeri, Letus menetapkan bahwa itu adalah
policymarkers entitas di luar yurisdiksi politik. dengan kata lain, ini adalah program yang
dirancang untuk mengatasi beberapa masalah atau mengejar tujuan tertentu yang
memerlukan tindakan terhadap entitas asing. mungkin program menentukan kondisi dan
kenegaraan.
Dengan definisi ini, kebijakan luar negeri dapat dilihat sebagai subjek untuk lulus
1. Penyesuaian Perubahan
perubahan terjadi di tingkat usaha dan atau dalam lingkup penerima seperti perbaikan di
kelas target. Apa yang dilakukan, bagaimana hal itu dilakukan, dan tujuan yang dilakukan
2. Perubahan Program
Perubahan yang dibuat dalam metode atau cara dengan mana tujuan atau masalah yang
perubahan yang kualitatif dan melibatkan instrumen baru kenegaraan. Apa yang
dilakukan dan bagaimana hal itu dilakukan perubahan, tujuan sendiri yang harus diganti.
Bentuk paling ekstrim dari perubahan kebijakan luar negeri melibatkan para aktor
pengalihan seluruh orientasi terhadap urusan dunia. Kurang kontras dengan bentuk-
peran para aktor internasional dan kegiatan. tidak satu kebijakan tetapi banyak aremore
dan Selatan, dan pemerintah Amerika Serikat mengejar tujuan agar independen Vietnam
Selatan dari Vietnam Utara, termasuk penasihat militer dari orang-orang amerika.
Sehingga peningkatan bantuan militer selama periode ini akan ditetapkan sebagai
terjadi perubahan program, diikuti dengan penerapan lebih lanjut perubahan sebagai
tingkat upaya militer amerika meningkat. Tekad untuk mengembalikan secara bertahap
untuk memerangi tentara Vietnam dan menarik pasukan Amerika menandai program
kedua perubahan. Tujuan perubahan itu terjadi ketika para pembuat kebijakan Amerika
menyimpulkan bahwa kemampuan pasukan Vietnam Selatan melawan pasukan Utara itu
dipertanyakan, dan ketika terpilih AS untuk menerima bahwa hasil daripada Amerika
dalam esai ini rediction utama kebijakan luar negeri akan didefinisikan sebagai tiga
bentuk perubahan yaitu, perubahan berarti, berakhir atau keseluruhan orientasi empiris
yang dapat diandalkan diferensiasi notv selalu mudah. dalam perubahan program,
langkah kebijakan sesuai dengan tujuan atau masalah sebelum perubahan. reorientasi
beberapa daerah isu yang berkaitan dengan hubungan aktor dengan entitas eksternal.
setidaknya empat bidang beasiswa, sampai taraf tertentu di berbagai bidang akademik
4.learning.
Dasar bagi perubahan perspektif kebijakan luar negeri tergantung pada aturan dan rezim
yang berkuasa pada saat itu. Jadi para pembuat keputusan tergantung pada
kelangsungan dukungan yang mengalir, yaitu berasal dari entitas yang mengabsahkan
berkuasanya rezim tersebut, yang bisa berasal dari kelompok kepentingan, asosiasi,
pemimpin sektor sosial kunci, militer, kelompok etnis pemilik lahan, kelompok agama
Perubahan pilihan kebijakan, atau sifat dari kebijakan itu sendiri kiranya memicu
perubahan pada sistem kebijakan luar negerinya sendiri. Boyd (1987) menyatakan
bahwa perubahan dari sifat kebijakan tersebut pasti terjadi pada negara – negara dunia
ketiga :
Yang paling sering jadi sorotan adalah dinamika di Amerika, misalnya tentang tekanan –
tekanan dari opini publik, kelompok kepentingan, partai koalisi, elit politik, atau pada level
yang berbeda, koalisi maupun perpecahan sosial atau ekonomi. (Almond, 1950. Cohen,
1973; Hughes, 1978; Holsti dan Rosenau 1984) (Coba buka lagi mata kuliah interest
Goldmann (1988 : 44) setelah membahas tentang tiga negara (AS, Jerman Barat, dan
kebijakan :
• Derajat dukungan, termasuk aktor yang mungkin mendukung kebijakan dalam negeri,
• Isu menjadi bagian yang utama dalam struggle for political power. Biasanya para
luar negeri sebagai yang membedakan mereka dari rivalnya. Jika mereka berhasil
memperoleh kepentingannya, maka rezim yang baru akan berkuasa dan kebijakan luar
negeri akan berubah. Misalnya : Di Indonesia, SBY, Mega, dan JK memiliki perbedaan
dalam kebijakan luar negeri. Kalau menurut saya pribadi, mungkin saja kebijakan luar
negeri suatu negara tidak akan berubah jika, dalam pemilihan, incumbent berhasil
kembali menduduki jabatannya namun tidak merubah arah kebijakan luar negerinya,
• Revolusi atau transformasi pada elemen esensial dimana kebijakan itu ada. Misalnya
Dalam menganalisis perubahan dari kebijakan, harus ditinjau juga dari aspek
birokratiknya. Holsti (1982b :211) menyatakan bahya yang paling penting adalah the
sumber utama perubahan, termasuk pada perubahan stuktur oragnisasi dan perubahan
sifat dari personality pemimpin. Dengan adanya perubahan struktur pasti terjadi
resistensi, misalnya pada prosesnya, administratifnya, dan lain – lain. Hal tersebut
penyajian atau penggambaran yang keliru. Namun bentuk penelitian seperti ini mungkin
diperlukan 2 hal untuk memengaruhi perubahan kebijakan luar negeri. Pertama, harus
ada perubahan dalam sebuah sistem dan kedua, perubahan sistem tersebut juga harus
memicu sebuah perubahan lagi dalam kebijakan luar negeri suatu negara. Salah satu
yang penting adalah perubahan mendasar pada sikap keseluruhan anggota komunitas
politik yang terkait. Ada banyak cara lain dimana perubahan sistem politik memengaruhi
kebijakan luar negeri. Diantaranya perubahan sistem politik secara keseluruhan termasuk
perindustrian.
Dalam apa yang telah dikarakteristikkan sebagai studi decision-making birokratis, muncul
perubahan kebijakan luar negeri yang tergantung pada dikerahkannya seorang spesialis
untuk menguasai struktur organisasi dan proses pemeliharaan kebijakan. Para pakar
politik dan lainnya mengadopsi pemikiran ini dan menyimpulkan bahwa suatu kebijakan
luar negeri berubah seiring dengan pergantian pemimpin. Para pemimpin baru terkadang
- Leader driven
Merubah hasil usaha yang ditentukan oleh pembuat keputusan yang berwenang,
kebijakan luar negeri. Pemimpin harus memiliki pendirian, kekuatan, dan energi untuk
- Bureaucratic advocacy
pemerintahan yang meraih kebutuhan akan perubahan namun sebuah grup dalam
pemerintahan yang menjadi penyokong arah. Grup ini ditempatkan pada satu agensi atau
reguler. Agar efektif, mereka harus ditempatkan dengan baik dan memiliki akses ke
official utama.
- Domestic restructuring
Mengarah pada komunitas politik terkait yang mendukung pada sebuah rezim untuk
memerintah , dan kemungkinan komunitas ini berpotensi juga sebagai agen perubahan.
- External shocks
Merupakan sumber perubahan kebijakan luar negeri yang dihasilkan dari suatu peristiwa
atau lingkungan eksternal. External shocks merupakan peristiwa besar dan berdampak
langsung terhadap si penerima. Mereka tidak bisa diabaikan dan dapat memicu
Sumber-sumber di atas saling memengaruhi satu sama lain. Asumsi dasar yang kita
dapat adalah pemerintah merubah kebijakannya melalui proses keputusan. Dari poin ini
kita menyadari berbagai tingkat perubahan yang perlu dijelaskan dan kita mengusulkan
berbagai agen perubahan. Di lain kata, agen harus bertindak dalam proses keputusan
Referensi:
Hermann, Charles F. Changing Course: When Governments Choose to Redirect
Foreign Policy. Blackwell Publishing. International Studies Quarterly, Vol. 34, No. 1
(Mar., 1990), pp. 3-21. The International Studies Association Stable URL:
http://www.jstor.org/stable/2600403. [accessed: 15/06/2009 09:15].
Global Financial Crisis yang dimulai sejak 2008 hingga memuncak Oktober 2008 membawa dampak
cukup signifikan dalam perkembangan politik luar negeri. Pengambilan kebijakan luar negeri negara-
negara di dunia saat itu sangat dipengaruhi oleh isu ekonomi yang mengemuka akibat krisis supreme
mortgage di Amerika Serikat. Salah satu dampak yang cukup signifikan terlihat dari pengambilan
kebijakan luar negeri di Jerman dan Inggris sebagai sekutu dan partner Amerika Serikat serta
sebagai dua kekuatan utama Eropa dalam bidang perekonomian. Baik pemerintahan Inggris maupun
Jerman berusaha mengeliminir akibat dari krisis finansial yang dapat membawa dampak negatif bagi
perekonomian dalam negeri. Kedua negara ini pada awalnya mempunyai kebijakan yang berbeda
mengenai bagaimana masing-masing negara akan menghadapi resesi ekonomi yang terjadi di negara
mereka. Merkel dan Brown sebagai kepala pemerintahan juga memberikan pengaruh yang cukup besar
dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Namun, pasca London Summit pada bulan April 2009,
pemerintah Inggris dan Jerman menyekapati sebuah kebijakan ekonomi global untuk menanggulangi
Melalui paper ini, aspek-aspek yang menyebabkan perubahan kebijakan luar negeri kedua negara akan
dibandingkan melalui perspektif neo-realis secara khusus melalui game theory. Pendekatan yang
digunakan terutama merujuk kepada pendekatan ekonomi kedua negara dalam mengambil kebijakan.
Introduction
The outset of global financial commenced as equal as the rapid expansion of international finance raise
as well as the raise of global information revolution (Allen, 1999). The expansion and globalization of
financial markets that has caused rapid expansion and globalization of financial markets shadows most
other recent developments in international economics. This hypothesis is defined by what caused it:
An understanding of these structural changes and new equilibrium provides necessary introduction
subsequently, where it will be argued that the financial globalization processes have increased the risk
of economic crises. It will also be argued that financial market globalization has been a driving force
behind the large US trade deficits and other controversial new trade patterns. As a part of this global
economy can actually become a global disaster as what we have seen with the experience of Great
Depression. The huge amount of various actors involve with very close financial link sees that the
global economy has the possibility of actually failing if one of the links break and spread like a chain
reaction.
The 2008 Global Financial Crisis proves this assumption with the failure from one economic actor and
the spread towards many area and thus becoming a global disaster. Interestingly, the way that each
actors, especially state, behave in the face of a crisis or disaster becomes a fascinating case to study.
Comparative foreign policy analysis often chooses case study in which certain situation forces actors to
behave differently as what they have previously. As a comparative research, this paper will look at the
affects of the global financial crisis between United Kingdom and Germany, how they respond to this
crisis, what policies have been put out, and most important, why, if there’s any, is there a change of
1. 1. Background
The global financial crisis started in the United States, most believed. The condition begin where the
export surplus by China and the oil-exporting Arab countries invested in western financial institutions,
particularly in the United States. This provided the countries of the West with limitless credit, enabling
them to keep interest rates exceptionally low. This gives the opportunity for the public to borrow
above their capacity, especially since the banks in US enabled subprime mortgage. When the US
Federal Reserve increased interest rate due to sharply rising costs of living, including that of oil (caused
in part by the wars in Iraq and Afghanistan), millions of borrowers could not pay their mortgages. The
banks which had lent money to them could not recover their assets. The situation had reached a point
where the economy was operating on the basis of lending. The consumers purchased goods and
services by borrowing money from financial institutions (banks) even without much reference to their
earning capacity. When the lending was no longer available, the capacity of consumers to buy goods
and services produced in the economy was reduced sharply. The crisis affected not only the banking
sector, but the economy as a whole. Factories producing such goods (e.g. cars), and businesses buying
and selling those goods, were unable to trade. Unemployment began to rise, further reducing the
demand for goods and services, thereby accelerating economic decline. This scenario was not confined
to the United States. It spread around the world. In fact, the same process was at work in other
Western Europe proved especially vulnerable to the 2008 global financial crisis. This is due to the fact
that finance and real estate typically make up between a fifth and a third of GDP of Western European
Western Europe in 2007. Thus, financial losses and layoffs had a considerable impact on the region’s
economy. Due to the crisis in the financial sector, consumers and businesses are having difficulties
obtaining credit and so demand and investments are softening. In countries with falling housing
markets, such as the UK, Spain and Ireland, difficulties in obtaining credit reinforce the downward
trend of housing prices. The damage to the real economy was almost immediate. The region’s major
economies, Germany, UK, Italy, and Spain contracted in the third quarter of 2008, with France growing
by a mere quarterly 0.1%. Most major economies in the region entered recession in 2008-2009
(Eghbal, 2009).
As mentioned above, the crisis hit very badly in Western Europe. Two major economy in Europe, United
Kingdom and Germany, are among the worst hit by the crisis. [GER2] Historically, these two countries
have had their share in economic crisis. Frankel (1989) has shown that domestic versus international
own-currency interest rate differentials for Germany collapsed in 1974 when most capital inflow
restrictions were removed. Also, Artis and Taylor (1989) have shown that this differential tended
toward zero in the United Kingdom after inward and outward capital controls were removed in October
1979 (Allen, 1999). So how did the global financial crisis affected United Kingdom and Germany?
1. United Kingdom
UK is expected to be among the worst hit by the crisis, mainly due to its bursting housing bubble, high
household debt, a large government budget deficit and overdependence on the troubled financial
sector. The UK’s problems have been exacerbated in Q4 (fourth quarter) 2008 by the depreciation of
the Sterling. The currency depreciation increases the price of imports, thus burdening consumers and
businesses who are already suffering because of the recession. The UK economy is expected to shrink
by -1.3% in 2009.
1. Germany
The German economy is heavily dependent on its exports, and these would clearly suffer if world
economic activity declined. Furthermore, as we have seen, the fallout from the US credit crunch can
affect the balance sheets of German banks. Germany’s economy, while in ‘technical recession’ after
shrinking -0.4% in Q2 (second quarter) 2008 and -0.5% in Q3 (third quarter) 2008, remained less
troubled by the mortgage crisis and consumer confidence is higher than in other economies. Yet
Germany’s dependence on exports puts it in a weak position and its economy is expected to contract
by -0.8% in 2009
1. 2. Problematique
After the economic collapsed since the global financial crisis, both states, United Kingdom and Germany
which effected worst, tend to isolate their policy in order to recover the
domestic [GER3] [GER4] economic. This initial policy could be examined by the first phase after the
financial crisis. The first phase has been intervention to contain the contagion and strengthen financial
sectors in countries (Nanto, 2009). Both of states, on the macroeconomic level made the policy action
include lowering interest rates and expanding money supply. On the micro level, the action to resolve
the crisis were guaranteeing the banks deposits, infection of capital, and restructuring debt. Passing
the “panic” phase, the second phase of the crisis is less uncommon except that the severity of the
macroeconomic downturn confronting countries around the world is the worst since the Great
Depression of the 1930s. (Nanto, 2009). The real economic sectors started the negative phase and
force the countries to resolve the pulled down capital stock market and the failure of export and
commodity prices. The governments’ role in the economy and financial part of the countries continued
to be more specific and returned to the traditional policy in order to avoid the declining of tax revenue
and rising unemployment. The third and forth phase of the crisis examine the progress of the global
economic fluctuation after the G20 London Summit which would be explain later. The third phase of the
crisis, was tend to make changes in the financial system in order to reduce risk and prevent future
crises, and the forth is dealing with political, social, and security effect of the financial turmoil.
Examining the initial policy from both government, there was similarity that both governments have
responded to this financial market and real economy crisis with fresh money and propositions for new
rules both nationally and globally. (Schirm, 2009). There were three major ways to face and resolve the
crisis at first. The first one were rescuing the trouble financial institution (such as Northern Rock in UK
and Hypo Real Estate in Germany) with high injection and being guaranteed by the government. The
second, government gave high stimulus to resolve the real economy problem with the stimulus
program reach 1,5% in UK and 3,4% in Germany of GDP. The last one, government of each state
engaged in multilateral consultation to make a new deal in order to avoid and prevent the future
global financial crisis, as we know that both states are joining the G-7 and G-20 which regularly held
At the beginning, Germany who strongly recommended for the strict financial regulation criticizes the
“Anglo-American” economic model. Knowing this fact, it is needed to make a “new order” which is
hoped to avoid the crisis in the future. Besides, Germany together with France who tend to have
industrial economic system tried to make a new formal regulation which could concern about the
financial system [GER6] as a whole. In Great Britain, at first, just did the same as Germany
administration in order to resolve the domestic problem. But, if Germany tried to make new rules to
border the market fluctuation, and since Brown avoided making UK as an isolationist state, UK
efficiency. Also, UK which is usually based on the US-centris in making the policy, saw the open market
would give more benefit and would responsible more to face the crisis rather than the regulation which
made by Germany.
As the main turning point of the changing policy of United Kingdom and Germany, it is important to
have an understanding of what is actually happening in the London Summit. The London Summit is a
G20 meeting which occurred in April of 2009 as a part of the third phase of the financial crisis. As
mentioned at the previous section, the second phase of the crisis sees that Germany and United
Kingdom are heading different ways in terms of the policy they use to improve their economy.
Germany, along with France and other western european countries, chose to regulate the market
(China View, 2009). This policy lies by the belief that crisis originated in USA happens because of the
lack of regulation by the US government. On the other hand, United Kingdom chose the path which US
led. UK proposes the policy of stimulus by cutting taxes to increase the consumption of the public,
which is to restore confidence and invigirate growth (China View, 2009). UK and US believes that the
way to revive the economy is by boosting the consuming capability of the public and market. The
problem raised in this paper is the changing policy of UK and Germany between the second phase and
the third phase marked by the result of the London Summit. Below is the summary of key points from
Financial Regulation
A new Financial Stability Board, with a strengthened mandate, will replace the
Financial Stability Forum
Financial regulation and oversight will be extended to all financial institutions,
instruments and markets
This includes bringing hedge funds within the global regulatory net for the first
time
Members are committed to implementing tough new rules on pay and bonuses at a
global level
International accounting standards will be set
Credit rating agencies will be regulated in order to remove their conflicts of
interest
A common approach to cleaning up banks’ toxic assets has been agreed
Tax Havens
There will be sanctions against tax havens that do not transfer information on
request
The Organisation for Economic Co-operation and Development has published a
IMF
Global Trade
There will be a commitment of $250 billion of support for trade finance made over
the next two years
This will be made available through export credit and investment agencies, as well
as through multilateral development banks
National regulators will be asked to make use of available flexibility in capital
requirements for trade finance
Protectionism
Fiscal Stimulus
Although there is no new fiscal stimulus, Gordon Brown said G20 countries are
already implementing “the biggest macroeconomic stimulus the world has ever
seen” – an injection of $5 trillion by the end of next year
With all these points stated in the communique of the London Summit, the main point in this concensus
is that a large part of deal agreed by the world leaders is destined to the International
Monetary Fund (IMF). However, this money is does not function for this leaders to direct use for the
recession but it is to become loans which will be used to offer more loans. The big IMF member
countries are offering to lend money to the IMF. The IMF will then have more resources available to
to lend to struggling economies. 2) $250 billion to boost world trade. 3) $250 billion for a new IMF
“overdraft facility” countries can draw on 4) $100 billion that international development banks can lend
to poorest countries. 5) IMF will raise $6 billion from selling gold reserves to increase lending for the
With this deal, ultimately question the intentions of the members of G20 and also how this will affect
the function of IMF itself. One of the headline in the news even mentioned that would this deal be an
attempt to create a new world economic order? Be that as it may, with this deal, IMF will play a bigger
in the global economy. IMF will have bigger power such as the power to regulate foreign exchange
rates. However, what is most disturbing in this turn of events is the change of policy between UK and
Germany. The very fact that these two country opposed each other in their understanding of economy
and their policy (both of which were more concerned on the domestic recovery of crisis), is very much
surprising for many. At one point, before the summit is held, Angela Merkel along with Nicholas
Sarkozy wanted to boycott the Summit (Chrissafis, 2009). [GER8] Knowing this it is a very
problematique phenomenon when in the end, UK , Germany, and the other G-20 contries agreed to a
One of the ways to analyze the foreign policy of a state is to look at the changes of such policy.
Changes can happen from the source of policy, the process of policy making or even the
implementation of policy making (Dugis, 2008). Foreign policy analysis sees that these changes can be
thoroughly seen by comparing the policy of one state as opposed to another state. United Kingdom and
Germany, as the two major power in Europe, as mentioned previously, has also been affected by the
crisis. Each government have put out policies in regard to containing the crisis and even to heal the
domestic economy. When UK and Germany show a shift in their policy making, this become the basis
of this research. Why did UK and Germany, which had very opposing policy previously, concluded to a
1. 3. Research Methodology
3.1Level of Analysis
3.1.1 Individual
James Gordon Brown born on February 20th, 1951 in Scotland. As the son of a Church of Scotland
minister, Brown has many talked about what he called a moral compass. He becomes The Prime
reputation as a serious politician with a powerful intellect and a passion for detail. In education world,
he had been known as the rector of Edinburg University and in 1976 worked as a lecturer in politics at
Glasgow College Technology. This is simply saying that he is acknowledgeable on technology matters.
He has been experienced also as the chief secretary to the Treasury. Once he ever became as the
Due to Kirkaldy, Scotland where Brown once grew up, it makes Brown aware about the poverty and
unemployment and it is hugely affect Gordon political beliefs (Pettinger, 2007). Kirkady was formerly
known to have a long history of mining and heavy industry but as the young Gordon was growing up
these industries were closing down, it had created a massive unemployment. And this perhaps had
urged Gordon to join a Labor party. Graduated in University of Edinburg, he was the television
journalist and has been a Member of Parliament since 1983. Perhaps ironically, Gordon Brown took a
great interest in the early founders of the Labor party and their ideology. He wrote a book about James
Maxton, one of the early founders of the Labor Party. His book “Values, visions and Voices” was an in
depth look at the Socialist ideology of the first Labor MPs. In 1997, New Labor won a landslide victory
creating a real sense of optimism and sense of change. Tony Blair, the charismatic figurehead,
captured the imagination of the public and became the symbol of what New Labor stood for. Gordon
Brown, on the other hand, took more of a background role. However, as chancellor of the exchequer
On the problem of the global financial crisis, Mr Brown said the reality was that without working at an
international level the recovery would be much slower (Crichton, 2009). The British prime minister is
nothing if not ambitious and fervently believes great things can be achieved at the G20 summit in
London. The prime minister is a long-standing enthusiast for beefed-up international regulation – a
cause he promoted after the Asian financial crash – and global institutions. Completing the Doha world
trade round is “an obsession” according to aides. In London Summit, Mr Brown has talked about the
need for “a new Bretton Woods” and perhaps sees himself as a latter day John Maynard Keynes, the
great British economist who helped to create the new post-war economic order.
Mr Brown has thrown himself into summit preparations with almost missionary zeal, last week taking
his message on a 17,000 mile trip to the European parliament in Strasbourg, business leaders in New
Politically weakened at home and facing a general election by June 2010, he wants the British
electorate to see him as he is sometimes perceived abroad. There are seceral international parameters
the summit meeting. Facing the economic crisis by himself, he seems to be little bit frustrated because
not everyone sees the urgent of G20 summit as he is seriously. During the meeting, Mr Brown will also
have to contain tensions between western leaders and those from the developing world, who feel their
views in the economic crisis have often been overlooked (ignored). President Lula of Brazil told Mr
Brown: “This is a crisis that was caused by white people with blue eyes.” (ft.com, 2009).
But the prime minister knows the political risks if the summit is deemed a failure. Images of violent
anti-capitalism demonstrations across the City while politicians frame empty communiqués behind the
barbed wire would be a presentational disaster. Mr Brown may want to save the world, but he also
1ade-11de-8aa3-0000779fd2ac.html, 2009)
On the contrary, Angela Merkel has won German’s highest position as a chancellor in 2005 and
subsequently reelected. Her political party is largely shaped by Christian Democratic Union in which
she begins her career as politician (BBC, 2009). Her political views are dominantly realistic. For
example, Mrs. Merkel was outlining her new coalition government’s policies in a speech to parliament.
She said her focus was on stimulating growth in Europe’s biggest economy, but added that “the
problems will get bigger before things can get better (BBC News, 2009). She’s delivering courage in
possibility for Germany that German jobless figures will rise despite her new government’s focus on
The German Chancellor’s personal popularity is said to comfortably exceed that of her party.
Supporters wave posters that say simply “Angie.” This year Angela Merkel came top in Forbes list of the
100 most powerful women in the world for the fourth year running (Egan and Schoenberger, 2009).
But she has a reputation for being uncharismatic, boring and dowdy to the point of frumpiness.
However, discussion by Labor MP Gisela Stuart and journalist Anne McElvoy in BBC Radio for women,
stated that in fact what many ordinary people called Angela as a boring personality, she implied that
Angela has a strong character and suited with a growing statue as a chancellor (BBC Radio, 2009). She
has very different style while making herself more appealing in front of public. She’s known as a
conventional politician. Therefore, some critics directed to Angela say she’s really boring is quite
She’s very obvious to put a head of her country. The fact that she came from and her birth is on East
Germany, she had been educated well in West Germany and travelled either for physical science
purpose or politic between East and West Germany. Therefore, Labour MP, Gisela Stuart stated that it
didn’t play a huge matter on Angela political thought based on wherever she was originally came from
may and the right place. According to majority of Germans assume her as the mother of national.
b0ee-00144feabdc0.html, 2009) the affect of her political background to her visions individually
leads her to second term of German Chancellor. Social Democrats or, as she prefers, form a
government with the liberal Free Democrats. The identity of the CDU’s coalition partner is important for
economic policy, because the Free Democrats stand for tax reform and extended use of nuclear power
in a way that distinguishes them from the SPD. On the other hand, a Merkel-led government of
whatever complexion will redouble Germany’s commitment to fiscal discipline. It will also aim to
strengthen the overleveraged banking system and to restore the nation’s traditional model of export-
3.1.2 State
Second level analysis is a state level analysis which focusses on internal factors. to the state as those
that compel states to engage in certain foreign policy behaviors. Such analysis include the relationships
groups, ethnic groups or public opinion more generally); economic conditions, and also the state’s
national history and culture. At this level of analysis, the emphasis is on how factors internal of the
state influence the behavior of that state on the global stage. From a decision making perspective,
these factors are often characterized as constraints that determine the parameters of the possible for
the leaders. Of course the relationship between leaders and the domestic encironment is much more
As we know before US placed as the hegemonic state, UK was one of the most influence states in the
world during the colonialism era. Since there were many territory was owned by UK, the language,
culture, and political system could influence in every territory in the world. During that era, the foreign
policy of UK was to enlarge the territory in order to improve their industry. It was because the
Industrial Revolution just came up. After the America’s independence, their role as hegemon of the
global world started to end. But, the influence of UK still remained. Since most of the people in the new
world, United States came from the Britain, and also the next hegemon would be this states.
UK’s global posture and priorities in the global society are to stay close to the US; cautious linkage with
Europe; rhetorical homage to multilateral institutions; a wariness towards Russia; ambivalence about
Afghanistan; a polite increase in economic pressure on Iran; and general encomiums about
examine since the Second World War, UK always stayed by the US side. Another things from the
foreign policy making of UK is not always based on the party which dominante the House. That is why
In facing the global financial crisis, again, UK’ foreign policy is in line with US. The British economy
shrank 0.4% in the third quarter, surprising forecasters and dashing hopes the country would follow
France and Germany out of recession. The disappointing figure leaves Britain in the grip of the worst
downturn since official records began in 1955. The British economy shrank 0.4% in the third quarter
which leaves Britain in the grip of the worst downturn since official records began in 1955 and piles
pressure on Prime Minister Gordon Brown’s government ahead of next year’s general election. Britain
was hit particularly hard by the global credit crunch because of its huge financial sector, where the
government was forced to carry out a multibillion pound bailout of major banks, and higher levels of
personal debt among consumers. Like the U.S., it also faces a collapsed real estate bubble. Like many
other forecasters, Capital Economics believes that Britain will struggle to reach growth in gross
domestic product, which measures the total amount of goods and services produced by a country, of
3.1.2.2 Germany
In the age of globalization, foreign policy is, more than ever before, the world’s domestic policy. States,
societies and economic zones are all becoming networked. The end of the East-West conflict has
opened up new opportunities for German foreign policy–both within Europe and worldwide. Germany
has accepted the international responsibility that has evolved for the country in the wake of dramatic
changes with regard to world politics, and, together with its European and transatlantic partners, is
deeply committed to the causes of democracy, human rights and the dialog between cultures. The
prime objective of Germany’s foreign policy is to maintain peace and safety in the world (Facts about
Germany, 2009). One of the key features of Germany’s political culture has always been its focus on
maintaining a broad consensus on foreign policy issues and on maintaining continuity in specific areas.
German foreign policy takes into account the far greater international responsibility which Germany
now has at the request of the world community: In this context Germany is pushing for a
comprehensive reform of the UN’s organizational structures, including a wish for a permanent seat in
By means of common policy, Germany has forged firm links to partners who are its neighbors and with
Europe it has both once again achieved unification and also gained respect and a voice in the world.
For the Germans, the peaceful balancing of interests with its neighbors and the world has thus become
the recipe for success in European integration, the importance of which was re-emphasized by the
and Foreign Minister Steinmeier skillfully used Germany’s respect and trust in Europe to solve the
institutional crisis. The strength of German foreign policy has laid in ensuring Franco-German relations
were firmly aligned to EU policy, on the one hand, and the close ties specifically to the smaller member
states, on the other. Repeatedly, numerous hurdles to decisions have been overcome and key stages in
the history of the EU have been successfully tackled as a result of Germany’s efforts and its willingness
to compromise.
3.2Scope of Research
This research will analyze the events between the time frame of the second phase of the crisis on 23
1. 4. Theoritical Framework
Post World War II trade system originated from the conflict between US and UK in the Bretton Woods
conference in 1944. US wanted a free market and opening the foreign market as soon as possible. UK
also committed to free market, however UK gave more attention to the dollar shortage. In 1948, US
established General Agreement on Tarriffs and Trade (GATT) to introduce freer and fairer trade. The
most important change, of course, has been the end of Cold War. The Cold War and its alliances
structure provided the framework within which the world economy functioned. With the end of Cold
War, US leadership and the close economic cooperation among the capitalist powers grew larger.
Simultaneously, the market oriented world grew even more as formerly communist and Third World
countries became more willing to participate in the market system, shown by the increasing number of
less developed countries becoming member of the World Trade Organization (Gilpin, 2001).
This description gives a perspective of how deeply involved states are in the market.[GER9] This
means that economy plays an important role in the livelyhood of state. Hegemonic capability theory
sees that a hegemon’s capability rests upon the likes of a large, growing economy, dominance in a
leading technological or economic sector, and political power backed up by projective military power.
Economy becomes one of the main power of state in should be thoroughly considered as one of the
main variable that affect the foreign policy of states especially regarding the eagerness of states to the
dominant state in their region. UK and Germany, being the two major economy in Europe, certainly
understands the importance of economy as their bargaining power in the international system. With
this theoritical framework, an analysis of the relation between the economy of Germany and UK and
the policy making will see to the arrangements of politics and economy especially as the main driving
In the individual level of decision maker, Hudson (2007) explained eight hypotheses to examine the
leader characteristic. One of the hypotheses is about the crisis situation. During this
condition, psychology of an individual decision maker could be examined by how he or she reacts to
resolve the situation. Since, the leader matters the most in decision making process, how a leader
handled a crisis situation is always becoming important factor. If the crisis is so extreme that that the
country’s survival is stake, a leader may try to keep his or her psychological predispositions in check in
This paper would like to examine how both of Merkel and Brown’s decision making to face the global
financial crisis during their administrations. Based on the facts and administration program from each
personal, the similarities and the differences of each could be understood. Since the global financial
crisis happened to be one of the crisis situation during their administration, the paper would analyze
how Merkel and how Brown resolve and recover their states’ economic situation.
The assumption of state rationality has a long history in the study of international relation. One of the
main arguments of realism and neo-realism theories (as the mainstream theory in international
relations) is the belief that state act rationality in their interaction in the anarchial world system. Game
theory, as one of the product of neo-realism, tries to give logic to this thought by defining this
rationality into a more concrete manner and by showing the predictability of this rationality.
Game theory is a decision-making approach based on the assumption of actor rationality in a situation
of competition. Each actor (in this case Germany and United Kingdom) tries to maximize gains or
minimize losses under conditions of uncertainty and incomplete information, which requires each actor
to rank order preferences, estimate probabilities, and try to discern what the other actor is going to
do In a two-person zero-sum game, what one actor wins the other lose. In a two-person non-zero or
variable sum game, gains and losses are not necessarily equal; it is possible that both sides may gain.
This is sometimes referred to as a positive-sum game. In some games, both parties can lose, and by
Game theory has contributed to the development of models of deterrence and arms race spirals, but it
is also the basis for work concerning the question of how collaboration among competitive states in an
anarchic world can be achieved. With this model of rationality, it will become the basis of answering the
problem of the change of policy by UK and Germany. The central problem is that the rational decision
for UK and Germany may to taking a chance on collaboration with another state actor as opposed be to
Before we begin to analyze the problem, we need to give clear difference of the initial policy between
Germany and UK. This is important because we need to see a clear shift of policy for the purpose of a
thorough foreign policy analysis. Previous section have started the differences of the initial policy
between Germany and UK. However, in this part, we will try to conceptualize the differences of these
policies.
Firstly, at the second phase of the crisis, UK decided to follow US’s path through stimulus by cutting
taxes to increase comsumption. This sort of policy is what we call as a short-term policy. How so?
Because it has a short term goal which is to boost the market initial. On the other hand, Germany
followed the path of France to regulate the market and impose tighter rules. This kind of policy is seen
as a long-term policy. It is because this policy works at a mone higher goal; to create a safer market.
These different approaches by UK and Germany sees that they have different goals in mind. However,
it needs to be underlined that these goals (from UK and Germany) are strictly domestic and region
based approaches.
After we have clarified the initial difference, the section below gives analysis of problem based on the
Basically economy is one of the the most powerful yet crucial instrument for a state for a mean of
success in this global world. As in Europe, British and Germany can be taken into account in
British has developed into the center of education, lifestyle, and fashion as well as Germany is broadly
known as the center of technology and innovation. This progression never went far from the the
economic history experienced by one another. British and German Economy have had a very long
history from old imperialism and colonialism, 1933 great depression until a current 2008 financial global
crisis. Thus has enabled British and Germany attain a firm economic growth. They confidently embrace
The fact that has brought about a 2008 financial crisis was one of the clash economic system between
what British-US and Germany-France has brought up about. Previously their objective was economic
within their border of European region. However, the fact that what global financial has caused and
swept almost the significant world economic in the entire world had made them more aware that an
opportunity to secure their economic system is to handle the impact of global financial crisis further
than their region, so it won’t continously hit their economy and their economic system.
summit particularly disscussing regarding IMF matter. As one of the hegemon in Europe, they see no
need to overlook within their region. This literally means that their economic region will only be secured
whenever outter world is being taken into account. IMF as one on the international finance organization
becomes a perfect tool to ensure the continuance of the free market system we are seeing right now.
They must secure their economical foundation by letting it ‘spread’ to other states. The key point is to
allow another country see the benefit of neoliberalism as they do. Their primarily national interest have
shifted which is for their economic system to not be seriously challenged by the presence of other
economic paradigm such what has already emerged such as the presence of Chinese economic
isolationism which is increasing stronger and firmer. The lure of this other paradigm to developing
countries might caused a further crash on the current trade and finance neoliberalist system. To
prevent the decrease of their dominancy in the international trade and finance, it is important for
Germany and UK to ensure to existence of the very system that become the basis of their economy.
5.2Decision Making Brown and Merkel: Influence of Perception of Strength and Weakness
In crisis situation theory (Hudson, 2007) how a leader’s psychological aspect should be able to avoid
making unnecessary mistake. This part of paper would analyze how both, Brown and Merkel individual
traits and the policy which they made in order to bring their state to resolve the crisis. Both of them
have different background and point of view during their administration. With their differences, we
Brown, who came from the Labor Party, also continued from the preview prime minister, Tony Blair.
From this background of politics, we could conclude that Brown tends to continue the US-centrism in
decision making policy. This tendency also supported by the democratic ideology which brought by
Brown’s party. It is because during the administration, most leader of the democratic party would focus
better in international affairs. Then the domestic issue usually would not get very special attention. This
could be seen from the role of two last leaders of UK, Tony Blair and Gordon Brown. Both of them tend
to have the same characteristic with the US president from Democrat Party, such as Bill Clinton and
Barrack Obama, which is both of them also, have good track in international relation and a conducive
foreign policy. It is different from the era of Bush (senior and junior one) who tend to have a well-built
Also during the fight of global financial crisis, the decision making by Brown more less was influenced
by the decision making in US. At the same time, the foreign policy which made by US’ administration
was to give stimulus to the financial aspect and cut down the tax in order to increase the people’s
economic capability to move the economic wheel as the framework. Economically, this action was
of the economy.
On the contrary, Angela Merkel who came from realist perspective gave more long term solution.
Together with France, Merkel’s economic work is focusing on the macro economic development.
Besides, during her second campaign to get her second chance to be Germany Prime Minister, her
solution and focus economic was tackling the financial downturn. Especially, in this new coalition era
during her second administration, she was on the track to stimulate the growth in Europe’s biggest
economy.
Both of them might have a different background and different policy especially foreign policy, but at the
end of phase two or after the London Summit both of the highest decision maker of UK and Germany
started to join the agreement to make the regulation and new deal in global economic by IMF as a
Previously in London Summit and Washington Summit meeting; British and Germany both have
different perspectives in managing global financial crisis. As before London summit meeting, British has
come up with its short term in solving its financial crisis. Meanwhile Germany has presented its
importance acquaintance and its role in Europe by bringing up the long term economic plan. Though
their objectives are slightly clear, their thought basically rested on domestic competition because in
which each of state tends to solve their own economic problem independently to secure their economic
system.
British and US both arrange their short term economic plan by giving an economic stimulus and cutting
taxes. While Germany chooses to arrange its long term economic plan onto set of regulations to
Separately from London summit, The Washington Summit meeting has come up with a new
arrangement where British and Germany have agreed to provide an economic stimulus package
embedded with expectations that global financial crisis will be managed well and fully by monetary
interantional organization namely IMF. Some expertise called either in optimistic and pessimistic way
towards this shifting agreement. However, the shifting is no of concideration if it is occupied with
Certainly, this decision is taken without no excuses. Several countries that has develop into British and
Germany big concern. Those countries are Argentina, Mexico, and Iceland which currently fall into
crisis. As IMF will supposedly operate as an economic referee, a further economic plan within IMF
proposal is to provide an economic aid for them, so those three countries won’t exercise foreign policy
countries were not given an accessible economic funding and turned to isolationism, it would threat
their neoliberalism.
Additionally, within a frame of British and Germany national interest which particularly then is
conducted into their basic initial asumption to foreign policy making; both concidered the third world as
the primary consumer of Germany export oriented. Therefore, Germany has encouraged other
European industrial countries to make a similar agreement allowing third world out off global financial
crisis larger impact as soon as possible. This germany effort has been interpreted into economic
1. Conclusion
In the study of international relations, foreign policy is approached in many different ways. For states,
as the main actor in international relations, it is crucial for them to define and construct what the
states’ foreign policy will be. This is inherent with the fact that foreign policy is the manifest of states’
national interest at the world politics. World politics itself, is ever changing due to the dynamics of the
interaction in the international system. Therefore, to analyze the foreign policy of one state, it is
important to look at the changes of the variable itself. These changes may occur in the form of the
issues, the regime, the policy makers, the support, etc. In comparative foreign policy, one of the ways
to analyze the foreign policy is by looking at these changes by comparing or contrasting them.
Therefore, for this comparative foreign policy paper, it has been compared between the policies of
After we have spread out the problem and analyze the problem, we have come to a conclusion. On the
problem of the changing policy of Germany and United Kingdom during the global financial crisis is
basically due to the fact that both countries wanted to take the problem solving from region level into
problem solving at the international level. The different opinions between Germany and United
Kingdom were accomodated through the global deal at the London Summit. Germany, who wanted
tighter regulations, achieved this goal by giving IMF a bigger role in international finance to regulate
the comings and goings of money flow between states. United Kingdom, who wanted to boost the
growth and consumption, achieved its goal by giving IMF more money to lend to developing countries,
Importantly noted here is the role of both Germany and United Kingdom leaders and especially, the
foundations of the free trade system. Firstly, with both leaders, Merkel and Brown, having direct focus
and the issues of economy, Germany and United Kingdom have been very present on the making and
implementation of policy at the international level. Secondly, the foundations of free trade system is
important for Germany and United Kingdom to keep strong. The economic dominance of Germany and
face of economic prosperity become the main factor in the change of policy between United Kingdom
and Germany.
In conclusion, the change of policy in United Kingdom and Germany is highly driven by economic
needs, leadership, and rationalization of choices and problems. This becomes the basis of change of
foreign policy from a regional based policy into an international level policy making.
SUMBER REFERENSI
Holsti, K.J. 1990. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Jakarta: Erlangga
Lentner, Howard. 1996. Foreign Policy Analysis, New York: Barruch College
Mohtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta:
LP3ES
Quansheng, Zao. 1996, Interpreting Chinesse Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage
Approach. New York: Oxford University Press
Russet, Bruce & Harvey Starr. 1996. World Politics: The Menu for Choice. New York
White, Brian & Clark (Eds). 1992. Understanding Foreign Policy: The Foreign Policy
System Approach. New England, Edward Elgar Publ.
Anderson, Benedict and Audrey Kahin (eds), Interpreting Indonesian Politics: Thirteen
Contribution to the Debate. New York: Cornell Modern Indonesia Project, 1982.
Anwar, Dewi Fortuna, Indonesia in Asean: Foreign Policy and Regionalism. Singapore:
Institute of Southeast Asian Studies, 1994.
Agung, Ide Anak Agung Gde, Twenty Years Indonesian Foreign Policy 1945-1965. Paris:
Mouton, 1973.
Brackman, Arnold C., Indonesia: Suharto’s Road. New York: American-Asian Educational
Exchange, 1972.
Bandoro, Bantarto (ed), Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru. Jakarta:
CSIS, 1994.
Crouch, Harold, The Army and Politics in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press,
1978
Leifer, Michael, Indonesia’s Foreign Policy. London: George Allen & Unwin, 1983.
Vatikiotis, Michael R.J., Indonesian Politics Under Suharto: Order, Development, and
Pressure for Change London: Routledge, 1993.
Vatikiotis, Michael R.J., Political Change in Southeast Asia: Trimming the Banyan Tree.
London: Routledge, 1996.
Van Der Kroef, J.M., Indonesia After Sukarno. Van Couver: Univ. of British Columbia
Press, 1971.
Weinstein, Franklin B., Indonesian Foreign Policy and the Dilemma of Dependence: From
Sukarno to Soeharto . Ithaca: Cornell University Press, 1976.
Sukma, Rizal, Indonesia’s Restoration of Diplomatic Relations with China: A Study of Foreign Polici Making
and the Function of Diplomatic Ties. London, Department of International Relations. The London School of
Economics and Political Science, University of London, United Kingdom, 1997.
[1]
Marshall R Singer,” The Foreign Policies of Small Developing States” dalam World Politics : An
Introduction oleh James N Rosenau, Kenneth W Thompson dan Gavin Boyd. New York, The Free Press,
1980, hal. 275.
Lyod Jensen, Explaining Foreign Policy. New jersey, prentice Hall. Inc., 1982, hal. 5-11.
Ali E Hillal Dessouki and Baghat Korany, A Literature Survey and a Framework for Analysis dalam The
Foreign Policies of Arab States, Bouleder, Westview Press, 1991, hal. 8.
Marshall R Singer,” The Foreign Policies of Small Developing States” dalam World Politics : An Introduction
oleh James N Rosenau, Kenneth W Thompson dan Gavin Boyd. New York, The Free Press, 1980, hal. 275.
Leo Suryadinata, Indonesia’s Foreign Policy Under Suharto. Singapura: Times Academic Press,1996, hal. 1.
[1]
Lyod Jensen, Explaining Foreign Policy. New jersey, prentice Hall. Inc., 1982, hal. 5-11.
[2]
Ali E Hillal Dessouki and Baghat Korany, A Literature Survey and a Framework for
Analysis dalam The Foreign Policies of Arab States, Bouleder, Westview Press, 1991,
hal. 8.
[3]
Franklin B Weinstein, Indonesian Foreign Policy and the Dilemma of Dependence:
From Sukarno to Soeharto (Ithaca: Cornel University Press, 1976).
[4]
Marshall R Singer,” The Foreign Policies of Small Developing States” dalam World
Politics : An Introduction oleh James N Rosenau, Kenneth W Thompson dan Gavin Boyd.
New York, The Free Press, 1980, hal. 275.
[5]
Leo Suryadinata, Indonesia’s Foreign Policy Under Suharto. Singapura: Times
Academic Press,1996, hal. 1.
EVALUASI :
DAFTAR RUJUKAN :
1. Choplin, William D. 1992. Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah
Teoritis. Bandung: Sinar Baru
2. Coulumbis & Wolfe. 1992. Pengantar Hubungan Internasional, Bandung:
Abardin
3. Holsti, K.J. 1990. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Jakarta:
Erlangga
4. Lawrence S Falkowski (Ed.). 1979. Psychlogical Models in International
Politics. Colorado: Westview Press
5. Lentner, Howard. 1996. Foreign Policy Analysis, New York: Barruch College
6. Lovell, John. Foreign Policy Analysis
7. Mohtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi.
Jakarta: LP3ES
8. --------------------, 1989, Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan
Teorisasi. Jogjakarta, PAU-UGM
9. Quansheng, Zao. 1996, Interpreting Chinesse Foreign Policy: The Micro-Macro
Linkage Approach. New York: Oxford University Press
10. Rousenau. The Scientific Study of Foreign Policy
11. Russet, Bruce & Harvey Starr. 1996. World Politics: The Menu for Choice. New
York
12. White, Brian & Clark (Eds). 1992. Understanding Foreign Policy: The Foreign
Policy System Approach. New England, Edward Elgar Publ.
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS (TIK) : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tujuan
dan alasan kajian Analisis Politik luar Negeri
DAFTAR RUJUKAN :
1. Choplin, William D. 1992. Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis.
Bandung: Sinar Baru
2. Coulumbis & Wolfe. 1992. Pengantar Hubungan Internasional, Bandung: Abardin
3. Holsti, K.J. 1990. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Jakarta: Erlangga
4. Lawrence S Falkowski (Ed.). 1979. Psychlogical Models in International Politics.
Colorado: Westview Press
5. Lentner, Howard. 1996. Foreign Policy Analysis, New York: Barruch College
6. Lovell, John. Foreign Policy Analysis
7. Mohtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi.
Jakarta: LP3ES
8. --------------------, 1989, Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan Teorisasi.
Jogjakarta, PAU-UGM
9. Quansheng, Zao. 1996, Interpreting Chinesse Foreign Policy: The Micro-Macro
Linkage Approach. New York: Oxford University Press
10. Rousenau. The Scientific Study of Foreign Policy
11. Russet, Bruce & Harvey Starr. 1996. World Politics: The Menu for Choice. New York
12. White, Brian & Clark (Eds). 1992. Understanding Foreign Policy: The Foreign Policy
System Approach. New England, Edward Elgar Publ.
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS (TIK) : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Tingkat Analisa kajian
Analisis Politik luar Negeri
POKOK BAHASAN : Politik Luar Negeri
SUB-POKOK BAHASAN : 1. Jenis Keputusan PLN
2. Determinan Politik Luar Negeri.
3. Organisasi/lembaga pembuat politik luar negeri
KEGIATAN BELAJAR –
MENGAJAR :
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS (TIK) : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Tingkat Analisa kajian
Analisis Politik luar Negeri
POKOK BAHASAN : Tingkat Analisa Individu
SUB-POKOK BAHASAN : 1. Variable Ideosinkerik
2. Model Psikologi
KEGIATAN BELAJAR –
MENGAJAR :
DAFTAR RUJUKAN :
1. Choplin, William D. 1992. Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis.
Bandung: Sinar Baru
2. Coulumbis & Wolfe. 1992. Pengantar Hubungan Internasional, Bandung: Abardin
3. Holsti, K.J. 1990. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Jakarta: Erlangga
4. Lawrence S Falkowski (Ed.). 1979. Psychlogical Models in International Politics.
Colorado: Westview Press
5. Lentner, Howard. 1996. Foreign Policy Analysis, New York: Barruch College
6. Lovell, John. Foreign Policy Analysis
7. Mohtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta:
LP3ES
8. --------------------, 1989, Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan Teorisasi.
Jogjakarta, PAU-UGM
9. Quansheng, Zao. 1996, Interpreting Chinesse Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage
Approach. New York: Oxford University Press
10. Rousenau. The Scientific Study of Foreign Policy
11. Russet, Bruce & Harvey Starr. 1996. World Politics: The Menu for Choice. New York
12. White, Brian & Clark (Eds). 1992. Understanding Foreign Policy: The Foreign Policy
System Approach. New England, Edward Elgar Publ.
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS (TIK) : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Tingkat dan teori-teori
Analisa kajian Analisis Politik luar Negeri
POKOK BAHASAN : Tingkat Analisa Kelompok
SUB-POKOK BAHASAN : 1. Makna Pendekatan Kelompok
2.Teori Peran
3.Teori Elit Politik
KEGIATAN BELAJAR –
MENGAJAR :
DAFTAR RUJUKAN :
1. Choplin, William D. 1992. Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis.
Bandung: Sinar Baru
2. Coulumbis & Wolfe. 1992. Pengantar Hubungan Internasional, Bandung: Abardin
3. Holsti, K.J. 1990. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Jakarta: Erlangga
4. Lawrence S Falkowski (Ed.). 1979. Psychlogical Models in International Politics.
Colorado: Westview Press
5. Lentner, Howard. 1996. Foreign Policy Analysis, New York: Barruch College
6. Lovell, John. Foreign Policy Analysis
7. Mohtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta:
LP3ES
8. --------------------, 1989, Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan Teorisasi.
Jogjakarta, PAU-UGM
9. Quansheng, Zao. 1996, Interpreting Chinesse Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage
Approach. New York: Oxford University Press
10. Rousenau. The Scientific Study of Foreign Policy
11. Russet, Bruce & Harvey Starr. 1996. World Politics: The Menu for Choice. New York
12. White, Brian & Clark (Eds). 1992. Understanding Foreign Policy: The Foreign Policy
System Approach. New England, Edward Elgar Publ.
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS (TIK) : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Tingkat dan teori-teori
serta Model-model Analisa kajian Analisis Politik luar Negeri
POKOK BAHASAN : Tingkat Analisa Kelompok (Lanjutan )
SUB-POKOK BAHASAN : 4.Teori Ikatan Alumni
5.Dinamika Organisasi & Decision Making process
6.Model Proses Organisasi
7.Model Politik Birokrasi
KEGIATAN BELAJAR –
MENGAJAR :
DAFTAR RUJUKAN :
1. Choplin, William D. 1992. Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis.
Bandung: Sinar Baru
2. Coulumbis & Wolfe. 1992. Pengantar Hubungan Internasional, Bandung: Abardin
3. Holsti, K.J. 1990. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Jakarta: Erlangga
4. Lawrence S Falkowski (Ed.). 1979. Psychlogical Models in International Politics.
Colorado: Westview Press
5. Lentner, Howard. 1996. Foreign Policy Analysis, New York: Barruch College
6. Lovell, John. Foreign Policy Analysis
7. Mohtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta:
LP3ES
8. --------------------, 1989, Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan Teorisasi.
Jogjakarta, PAU-UGM
9. Quansheng, Zao. 1996, Interpreting Chinesse Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage
Approach. New York: Oxford University Press
10. Rousenau. The Scientific Study of Foreign Policy
11. Russet, Bruce & Harvey Starr. 1996. World Politics: The Menu for Choice. New York
12. White, Brian & Clark (Eds). 1992. Understanding Foreign Policy: The Foreign Policy
System Approach. New England, Edward Elgar Publ.
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS (TIK) : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Tingkat dan makna serta
Model-model Analisa kajian Analisis Negara - Bangsa
DAFTAR RUJUKAN :
1. Choplin, William D. 1992. Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis.
Bandung: Sinar Baru
2. Coulumbis & Wolfe. 1992. Pengantar Hubungan Internasional, Bandung: Abardin
3. Holsti, K.J. 1990. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Jakarta: Erlangga
4. Lawrence S Falkowski (Ed.). 1979. Psychlogical Models in International Politics.
Colorado: Westview Press
5. Lentner, Howard. 1996. Foreign Policy Analysis, New York: Barruch College
6. Lovell, John. Foreign Policy Analysis
7. Mohtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta:
LP3ES
8. --------------------, 1989, Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan Teorisasi.
Jogjakarta, PAU-UGM
9. Quansheng, Zao. 1996, Interpreting Chinesse Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage
Approach. New York: Oxford University Press
10. Rousenau. The Scientific Study of Foreign Policy
11. Russet, Bruce & Harvey Starr. 1996. World Politics: The Menu for Choice. New York
12. White, Brian & Clark (Eds). 1992. Understanding Foreign Policy: The Foreign Policy
System Approach. New England, Edward Elgar Publ.
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS (TIK) : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tingkat Analisa
Negara-Bangsa dalam kajian Analysis Politik Luar Negeri
POKOK BAHASAN : Tingkat Analisa Negara-Bangsa
SUB-POKOK BAHASAN : 3. Model Rasional Strategis
4. Induksi dan Deduksi dalam model rasional strategis
5. Studi Perilaku
KEGIATAN BELAJAR –
MENGAJAR :
DAFTAR RUJUKAN :
1. Choplin, William D. 1992. Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis.
Bandung: Sinar Baru
2. Coulumbis & Wolfe. 1992. Pengantar Hubungan Internasional, Bandung: Abardin
3. Holsti, K.J. 1990. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Jakarta: Erlangga
4. Lawrence S Falkowski (Ed.). 1979. Psychlogical Models in International Politics.
Colorado: Westview Press
5. Lentner, Howard. 1996. Foreign Policy Analysis, New York: Barruch College
6. Lovell, John. Foreign Policy Analysis
7. Mohtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta:
LP3ES
8. --------------------, 1989, Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan Teorisasi.
Jogjakarta, PAU-UGM
9. Quansheng, Zao. 1996, Interpreting Chinesse Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage
Approach. New York: Oxford University Press
10. Rousenau. The Scientific Study of Foreign Policy
11. Russet, Bruce & Harvey Starr. 1996. World Politics: The Menu for Choice. New York
12. White, Brian & Clark (Eds). 1992. Understanding Foreign Policy: The Foreign Policy
System Approach. New England, Edward Elgar Publ.
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS (TIK) : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tingkat Analisa
Negara-Bangsa dalam kajian Analysis Politik Luar Negeri
POKOK BAHASAN : Tingkat Analisa Negara-Bangsa
SUB-POKOK BAHASAN : 6. Model Game teori, Prisoner Dillema, Teori deterent
KEGIATAN BELAJAR –
MENGAJAR :
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS (TIK) : Mahasiswa dapat menggetahui dan memahami Tingkat System
Internasional dalam kajian analisis politik luar negeri
POKOK BAHASAN : Tingkat system Internasional
SUB-POKOK BAHASAN : 1. Sistem Internasional
2. Skema system int.
KEGIATAN BELAJAR –
MENGAJAR :
DAFTAR RUJUKAN :
1. Choplin, William D. 1992. Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis.
Bandung: Sinar Baru
2. Coulumbis & Wolfe. 1992. Pengantar Hubungan Internasional, Bandung: Abardin
3. Holsti, K.J. 1990. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Jakarta: Erlangga
4. Lawrence S Falkowski (Ed.). 1979. Psychlogical Models in International Politics.
Colorado: Westview Press
5. Lentner, Howard. 1996. Foreign Policy Analysis, New York: Barruch College
6. Lovell, John. Foreign Policy Analysis
7. Mohtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta:
LP3ES
8. --------------------, 1989, Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan Teorisasi.
Jogjakarta, PAU-UGM
9. Quansheng, Zao. 1996, Interpreting Chinesse Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage
Approach. New York: Oxford University Press
10. Rousenau. The Scientific Study of Foreign Policy
11. Russet, Bruce & Harvey Starr. 1996. World Politics: The Menu for Choice. New York
12. White, Brian & Clark (Eds). 1992. Understanding Foreign Policy: The Foreign Policy
System Approach. New England, Edward Elgar Publ.
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS (TIK) : Mahasiswa dapat Mengetahui dan memahami Tingkat proses
pembuatan keputusan sebagai sistem
POKOK BAHASAN : Proses Pembuatan Keputusan sebagai sistem
SUB-POKOK BAHASAN : 1. pendekatan Sistem
KEGIATAN BELAJAR – 2. Proses ideal pembuatan system
MENGAJAR :
DAFTAR RUJUKAN :
1. Choplin, William D. 1992. Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis.
Bandung: Sinar Baru
2. Coulumbis & Wolfe. 1992. Pengantar Hubungan Internasional, Bandung: Abardin
3. Holsti, K.J. 1990. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Jakarta: Erlangga
4. Lawrence S Falkowski (Ed.). 1979. Psychlogical Models in International Politics.
Colorado: Westview Press
5. Lentner, Howard. 1996. Foreign Policy Analysis, New York: Barruch College
6. Lovell, John. Foreign Policy Analysis
7. Mohtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta:
LP3ES
8. --------------------, 1989, Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan Teorisasi.
Jogjakarta, PAU-UGM
9. Quansheng, Zao. 1996, Interpreting Chinesse Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage
Approach. New York: Oxford University Press
10. Rousenau. The Scientific Study of Foreign Policy
11. Russet, Bruce & Harvey Starr. 1996. World Politics: The Menu for Choice. New York
12. White, Brian & Clark (Eds). 1992. Understanding Foreign Policy: The Foreign Policy
System Approach. New England, Edward Elgar Publ.
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS (TIK) : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Tingkat proses
pembuatan keputusan sebagai sistem
POKOK BAHASAN : proses pembuatan keputusan sebagai sistem
SUB-POKOK BAHASAN : 3. Model Snyeder
KEGIATAN BELAJAR – 4. Model Alison
MENGAJAR :
EVALUASI :
DAFTAR RUJUKAN :
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS (TIK) :Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Micro – Macro
Linkage
POKOK BAHASAN : Micro – Macro Linkage Approach
SUB-POKOK BAHASAN : 1. Faktor Domestik
2. Faktor Internasional
KEGIATAN BELAJAR –
MENGAJAR :
DAFTAR RUJUKAN :
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS (TIK) : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Analisis politik
luar negeri dalam tingkatan Negara dan bangsa secara mendetil
POKOK BAHASAN : Review + diskusi
SUB-POKOK BAHASAN : Materi I - 13
KEGIATAN BELAJAR –
MENGAJAR :
DAFTAR RUJUKAN :
EVALUASI :
DAFTAR RUJUKAN :
EVALUASI :
DAFTAR RUJUKAN :
EVALUASI :
DAFTAR RUJUKAN :