Anda di halaman 1dari 11

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 3, Nomor 2, April 2015 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

FAKTOR–FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


ISPA PADA BAYI USIA 6 – 12 BULAN YANG MEMILIKI STATUS
GIZI NORMAL
(Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Candilama Kota Semarang)

Herlinda Christi, Dina Rahayuning P*, S.A. Nugraheni*

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Diponegoro Semarang

Email :eoudia_agape@yahoo.com

ABSTRAK
Wilayah kerja Puskesmas Candilama Kota Semarang merupakan daerah dengan
insiden rate (IR) ISPA tertinggi pada bayi di tahun 2013. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada
bayi usia 6-12 bulan yang memiliki status gizi normal di wilayah kerja Puskesmas
Candilama Kota Semarang. Metode penelitian ini menggunakanstudi kuantitatif
dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
ibu yang mempunyai bayi usia 6 – 12 bulan yang menderita dan tidak menderita
ISPA serta memiliki status gizi normal di wilayah kerja Puskesmas Candilama
kota Semarang. Sampel penelitian berjumlah 68 responden diambil dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Data diolah secara univariat dan
bivariat dengan menggunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan α=0,05.
Hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis
kelamin bayi dengan kejadian ISPA pada bayidi Puskesmas Candilama Kota
Semarang dengan uji chi squaredidapatkan nilai p=0,023 < α=0,05 yang berarti
Ho ditolak dan Ha diterima. Sedangkan pada status ekonomi didapatkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara status ekonomi keluarga dengan kejadian
ISPA pada bayidi Puskesmas Candilama Kota Semarang dengan uji chi
squaredidapatkan nilai p=0,002 < α=0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha
diterima. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian ISPA pada bayi usia 6-12 yang memiliki status gizi
normal di wilayah kerja Puskesmas Candilama meliputi jenis kelamin bayi (faktor
intrinsik) dan status ekonomi keluarga (faktor ekstrinsik). Disarankan agar
petugas puskesmas secara intensif dapat memberikan penyuluhan dan informasi
terbaru kepada masyarakat sekitarnya dalam hal penyuluhan tentang ISPA pada
bayi.

Kata kunci : Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), Faktor intrinsik


danekstrinsik, Bayi
usia 6-12 bulan, status gizi normal
Kepustakaan : 58, 1999-2014

107
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 2, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

PENDAHULUAN Menurut Muttaqin faktor risiko yang


Derajat kesehatan masyarakat dinilai dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada
dari beberapa aspek, salah satunya adalah umumnya adalah faktor sosio-demografi,
angka kematian bayi (AKB). Kematian bayi biologis, perumahan dan kepadatan serta
umumnya disebabkan oleh penyakit infeksi, polusi. Faktor sosio-demografi meliputi usia,
seperti pneumonia, diarrhoea, malaria, jenis kelamin, pendidikan orang tua, dan
measles, dan HIV/AIDS sebesar 58% dan penghasilan keluarga. Faktor biologi
2/3 dari penyakit infeksi tersebut adalah meliputi status gizi, pemberian ASI
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA). eksklusif. Faktor polusi dalam ruangan
Program Milenium Development meliputi tidak adanya cerobong asap,
Goal’s (MDG’s) merupakan program kebiasaan ayah merokok dan adanya
Pembangunan Milenium yang harus dicapai perokok selain ayah. Faktor perumahan dan
pada tahun 2015, di mana dalam program ini kepadatan meliputi keadaan lantai, dinding,
terdapat 8 tujuan pembangunan. Salah satu jumlah penghuni kamar yang melebihi 2
program MDG’s yaitu menurunkan angka orang, dan ventilasi rumah.
kematian bayi dan anak, yang diharapkan BAHAN DAN METODE
pada tahun 2015 Indonesia harus mampu Jenis penelitian ini adalah
menurunkan angka kematian bayi hingga observasional dengan menggunakan
23/1000 kelahiran hidup.4 Salah satu upaya pendekatan Cross Sectional.Penelitian ini
yang harus dilakukan adalah menurunkan menggunakan metode kuantitatif dengan
sepertiga angka kematian akibat ISPA. carapurposive sampling. Pemilihan lokasi
Penyakit ini cukup banyak ditemui di penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja
Negara yang mempunyai musim dingin. Puskesmas Candilama Kota Semarang
ISPA masih merupakan masalah kesehatan dengan pertimbangan paling tingginya
utama yang banyak ditemukan di kejadian ISPA di daerah ini.Populasi dalam
Indonesia.Hal ini disebabkan masih penelitian ini adalah semua ibu yang
tingginya angka kematian karena ISPA mempunyai bayi usia 6 – 12 bulan yang
terutama pada bayi dan balita. menderita dan tidak menderita ISPA
Menurut hasil laporan Riset sertamemiliki status gizi normal yaitu
Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun sebanyak 176 orang.
2013, prevalensi ISPA di Indonesia sekitar Adapun kriteria inklusi yang
25,0%. Prevalensi tertinggi terjadi pada memenuhi syarat menjadi sampel adalah
balita (25,8%) dan bayi (22,0%). Di Jawa sebagai berikut :
Tengah, kejadian ISPA berada diangka 1. Bertempat tinggal di wilayah kerja
26,6%. Prevalensi ISPA di kota Semarang Puskesmas Candilama kota Semarang
sendiri mencapai 27,9%. Data dari Dinas pada saat dilakukan penelitian.
Kesehatan Kota (DKK) Semarang tahun 2. Bersedia menjadi responden penelitian.
2013, insiden rate (IR) ISPA yang melebihi 3. Ibu yang mempunyai bayi usia 6 - 12
target 300 per 10.000 bayi terdapat pada 26 bulan yang memiliki status gizi normal.
puskesmas di kota Semarang. Puskesmas 4. Mempunyai KMS dengan catatan berat
dengan insiden rate (IR) ISPA tertinggi badan tiap bulannya.
terdapat pada Puskesmas Candilama yaitu 5. Mempunyai buku KIA dengan catatan
sebanyak 2808 kasus pada akhir tahun 2013. imunisasi DPT dan Campak.

108
Instrumen yang digunakan dalam Bertujuan untuk memasukkan
penelitian kuantitatif ini adalah kuesioner data hasil penelitian ke dalam tabel sesuai
penelitian, catatan lapangan, kamera digital, kriteria.
buku KIA/KMS, tabel baku antropometri Setelah data ditabulasi,
standard WHO-NCHS, dan laptop dengan selanjutnya dilakukan analisa datayaitu
program Statistical Product and Service sebagai berikut :
Solution (SPSS). a. Analisa Univariat
Pengumpulan Data Dilakukan untuk mengetahui gambaran
1. Data Primer terhadap variabel yang diteliti.Pada
Data primer diperoleh melalui analisa ini menghasilkan distribusi dan
wawancara langsung kepada responden persentase dari tiap variabel.
(ibu bayi) yang bersedia diwawancarai b.Analisa Bivariat
berdasarkan kuesioner yang telah Dilakukan untuk membuktikan
dirancang sebelumnya dan disertai hipotesis dengan uji perbedaan proporsi
crosscheck terhadap buku KIA atau KMS menggunakan uji statistik chi square
untuk memperoleh data umur bayi, jenis serta menentukan besarnya hubungan
kelamin, BBL, status imunisasi, dll. kedua variabel independen dan
2. Data Sekunder dependen menggunakan derajat
Data sekunder digunakan sebagai kemaknaan α sebesar 5% (p< 0.05).
penunjang dan pelengkap dari data HASIL PENELITIAN
primer.Data ini meliputi data gambaran 1. Analisa Univariat
geografis dan demografis tempat Tabel 1. Distribusi Frekuensi Faktor
penelitian yang diperoleh dari Puskesmas Intrinsik dan Ekstrinsik di Wilayah Kerja
Candilama Kota Semarang. Puskesmas Candilama Kota Semarang
Pengolahan Data dan Analisis Data Tahun 2014
Seluruh kuesioner yang telah No Faktor intrinsik n %
dikumpulkan kemudian dilakukan beberapa 1 Jenis Kelamin Bayi
tahap pengolahan data, yaitu : Laki-laki 27 39,7
a. Editing Perempuan 41 60,3
Bertujuan untuk meneliti data 2 Berat Badan Lahir Bayi
yang telah diperoleh dari hasil BBL Rendah 4 5,9
wawancara menggunakan kuesioner. BBL Normal 64 94,1
b. Skoring 3 Status Imunisasi DPT
Pemberian nilai atau skor untuk dan Campak 39 57,4
jawaban dari pertanyaan dalam kuesioner. Belum Lengkap 29 42,6
c. Coding Lengkap
Bertujuan untuk memberi kode 4 Riwayat Pemberian ASI 41 60,3
angka pada masing-masing data atau ASI non eksklusif 27 39,7
variabel. ASI eksklusif
d. Entry Data 5 Riwayat Pemberian 31 45,6
Bertujuan untuk memasukkan Vitamin A 37 54,4
data mentah dalam suatu sistem
pengolahan data untuk dianalisa. Faktor Ekstrinsik n %
e. Tabulating 1 Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan Dasar 27 39,7
Pendidikan Lanjutan 41 60,3

109
2 Pengetahuan Ibu
Kurang 24 35,3
Baik 44 64,7
3 Pekerjaan Ibu
Bekerja 20 29,4
Tidak Bekerja/ IRT 48 70,6
4 Status Ekonomi Keluarga
Rendah 47 69,1
Tinggi 21 30,9

2. Analisia Bivariat
Tabel 2. Uji Hubungan antara Faktor
Intrinsik dan Faktor Ekstrinsik dengan
Kejadian ISPA di Wilayah Kerja
Puskesmas Candilama Kota Semarang
Tahun 2014

110
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 2, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

ISPA Tidak ISPA Total


No Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik
n % n % n %
1. Jenis Kelamin Bayi
a. Laki – laki 22 (81,5%) 5 (18,5%) 27 (100%)
b. Perempuan 21 (51,2%) 20 (48,8%) 41 (100%)

2. Berat Badan Lahir Bayi


a. BBL Rendah 1 (25,0%) 3 (75,0%) 4 (100%)
b. BBL Normal 42 (65,6%) 22 (34,4%) 64 (100%)

3. Status Imunisasi DPT dan


Campak
a. Belum Lengkap 26 (66,7%) 13 (33,3%) 39 (100%)
b. Lengkap 17 (58,6%) 12 (41,4%) 29 (100%)

4. Riwayat Pemberian ASI


a. ASI non eksklusif 27 (65,9%) 14 (34,1%) 41 (100%)
b. ASI eksklusif 16 (59,3%) 11 (40,7%) 27 (100%)

5. Riwayat Pemberian Vitamin A


a. Belum mendapat 20 (64,5%) 11 (35,5%) 31 (100%)
b. Sudah mendapat 23 (62,2%) 14 (37,8%) 37 (100%)

6. Tingkat Pendidikan Ibu


a. Pendidikan Dasar 31 (100%) 9 (33,3%) 27 (100%)
b. Pendidikan Lanjutan 37 (100%) 18 (39,0%) 41 (100%)

7. Pengetahuan Ibu
a. Kurang (< 9) 15 (62,5%) 9 (37,5%) 24 (100%)
b. Baik (≥ 9) 28 (63,6%) 16 (36,4%) 44 (100%)

8. Pekerjaan Ibu
a. Bekerja 11 (55,0%) 9 (45,0%) 20 (100%)
b. Tidak Bekerja/ IRT 32 (66,7%) 16 (33,3%) 48 (100%)

9. Status Ekonomi Keluarga


a. Rendah 36 (76,6%) 11 (23,4%) 47 (100%)
b. Tinggi 7 (33,3%) 14 (66,7%) 21 (100%)

111
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 2, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

PEMBAHASAN yaitu sebanyak 42 bayi (65,6%)


Faktor intrinsik dibandingkan bayi dengan berat badan
1.Hubungan Jenis Kelamin Bayi dengan lahir rendah yaitu sebanyak 1 bayi
Kejadian ISPA (25,0%). Sebaliknya yang tidak ISPA
Kejadian ISPA lebih banyak terjadi lebih banyak terjadi pada bayi dengan
pada bayi dengan jenis kelamin laki-laki berat badan lahir normal juga yaitu
yaitu sebanyak 22 bayi (81,5%) sebanyak 22 bayi (34,4%) dibandingkan
dibandingkan bayi dengan jenis kelamin bayi dengan berat badan lahir rendah yaitu
perempuan yaitu sebanyak 21 bayi sebanyak 3 bayi (75,0%). Sedangkan Hasil
(51,2%). Sebaliknya yang tidak ISPA uji statistik dengan menggunakan metode
lebih banyak terjadi pada bayi dengan penggabungan sel uji statistik Chi-square
jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak diperoleh nilai P-Value = 0,137 (p > α)
20 bayi (48,8%) dibandingkan bayi yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak.
dengan jenis kelamin laki-laki yaitu Disimpulkan bahwa ditemukan tidak
sebanyak 5 bayi (18,5%). Hasil uji statistik adanya hubungan antara berat badan lahir
dengan menggunakan metode dengan kejadian ISPA pada bayi di
penggabungan sel uji statistik Chi-square wilayah kerja Puskesmas Candilama.
diperoleh nilai P-Value = 0,023 (p < α) Sejalan dengan penelitian yang
yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. dilakukan oleh Sukmawati dan Sri Dara
Disimpulkan bahwa ditemukan adanya Ayu.Hasil uji chi square diperoleh nilai
hubungan antara jenis kelamin dengan hitung p = 0,636 lebih besar dari nilai α =
kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja 0,05. Disimpulkan bahwa tidak ditemukan
Puskesmas Candilama. adanya hubungan antara BBL dengan kejadian
Hal ini sejalan dengan hasil ISPA pada balita.Meskipun anak mempunyai
penelitian Ruli Handayani Kota riwayat lahir dengan BBLR, jika didukung
Palembang, berdasarkan hasil uji statistik oleh kondisi status gizi baik dan pemberian
imunisasi lengkap maka anak tersebut tidak
menunjukkan ada hubungan antara jenis
mudah terkena penyakit infeksi (ISPA).
kelamin dengan kejadian gangguan
Hasil penelitian ini berbeda dengan
saluran pernafasan diperoleh p-value = penelitian yang berjudul “Hubungan antara
0,089. Berbeda dengan hasil penelitian Berat Lahir dengan Kejadian Infeksi (Diare &
Taisir di Kabupaten Aceh Selatan, secara Infeksi Saluran Pernafasan Akut) Pada Bayi
statistic menunjukkan tidak ada hubungan Usia 1-12 Bulan” yang menyatakan bahwa ada
yang bermakna antara jenis kelamin hubungan yang bermakna secara statistic
dengan kejadian ISPA pada balita di antara berat lahir dengan kejadian Infeksi
kelurahan Lhok Bengkuang. Saluran Pernafasan Akut dimana p value
Perbedaan prevalensi antara kedua 0,037.
jenis kelamin belum dapat dijelaskan 3. Hubungan Status Imunisasi DPT dan Campak
secara pasti apakah karena faktor genetik dengan Kejadian ISPA
Kejadian ISPA lebih banyak terjadi
atau perbedaan dalam hal perawatan atau
pada bayi dengan status imunisasi belum
pemberian makanan. lengkap yaitu sebanyak 26 bayi (66,7%)
2.Hubungan Berat Badan LahirBayi dengan dibandingkan bayi dengan status imunisasi
Kejadian ISPA lengkap yaitu sebanyak 17 bayi (58,6%).
Kejadian ISPA lebih banyak terjadi Sebaliknya yang tidak ISPA lebih banyak
pada bayi dengan berat badan lahir normal terjadi pada bayi dengan status imunisasi

112
belum lengkap juga yaitu sebanyak 13 bayi Berdasarkan hasil penelitian ini,
(33,3%) dibandingkan bayi dengan status dari 68 bayi terdapat hanya 27 bayi
imunisasi lengkap yaitu sebanyak 12 bayi (39,7%) yang mendapatkan ASI Eksklusif.
(41,4%). Hasil uji statistik dengan Angka tersebut masih tergolong rendah
menggunakan metode penggabungan sel uji atau belum memenuhi target Nasional
statistik Chi-square diperoleh nilai P-Value =
yaitu sebesar 80%. Hal ini disebabkan
0,670 (p> α) yang berarti Ho diterima dan
karena ASI tidak cukup, kurangnya
Ha ditolak. Disimpulkan bahwa ditemukan
pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif,
tidak adanya hubungan antara status
dan kesibukan ibu.Terdapat faktor-faktor
imunisasi dengan kejadian ISPA pada bayi
lain yang mungkin berhubungan dengan
di wilayah kerja Puskesmas Candilama.
kejadian ISPA diantaranya gizi kurang,
Penelitian ini sejalan dengan
polusi udara, lingkungan kotor, imunisasi
penelitian Taisir di Aceh Selatan juga
yang tidak lengkap, kontak langsung
menemukan bahwa tidak ada hubungan
dengan penderita ISPA, dan kepadatan
yang bermakna antara status imunisasi
penduduk di sekitar tempat tinggal.
campak dan DPT dengan kejadian ISPA
Penelitian ini sejalan dengan hasil
pada bayi. Jadi, imunisasi campak dan
penelitian yang dilakukan oleh Agustama
difteri yang diberikan bukan untuk
di Kota Medan dan Kabupaten Deli
memberikan kekebalan tubuh terhadap
Serdang diperoleh nilai p=0,000, Ratio
ISPA secara langsung, melainkan hanya
Prevalens 0,5 di Kabupaten Deli Serdang.
untuk mencegah faktor yang dapat
Artinya ASI eksklusif bukan merupakan
memacu terjadinya ISPA.Berbeda dengan
faktor resiko untuk terjadinya
penelitian yang dilakukan oleh Sadono,
ISPA.Penelitian ini tidak sejalan dengan
dkk di Blora, bayi yang tidak mendapat
penelitian yang dilakukan oleh Rahayu
imunisasi sesuai dengan umur berisiko
yang menyatakan bahwa ada hubungan
menderita ISPA.
antara riwayat pemberian ASI eksklusif
4.Hubungan Riwayat Pemberian ASI
dengan kejadian ISPA pada bayi.
dengan Kejadian ISPA
5.Hubungan Riwayat Pemberian Vitamin A
Kejadian ISPA lebih banyak terjadi
dengan Kejadian ISPA
pada bayi dengan riwayat ASI non
Kejadian ISPA pada bayi,
eksklusif yaitu sebanyak 27 bayi (65,9%)
didapatkan bahwa kejadian ISPA lebih
dibandingkan bayi dengan riwayat ASI
banyak terjadi pada bayi yang sudah
eksklusif yaitu sebanyak 16 bayi (59,3%).
mendapat vitamin A yaitu sebanyak 23
Sebaliknya yang tidak ISPA lebih banyak
bayi (62,2%) dibandingkan bayi yang
terjadi pada bayi dengan riwayat ASI non
belum mendapat vitamin A yaitu sebanyak
eksklusif juga yaitu sebanyak 14 bayi
20 bayi (64,5%). Sebaliknya yang tidak
(34,1%) dibandingkan bayi dengan
ISPA lebih banyak terjadi pada bayi yang
riwayat ASI eksklusif yaitu sebanyak 11
sudah mendapat vitamin A juga yaitu
bayi (40,7%). Hasil uji statistik dengan
sebanyak 14 bayi (37,8%) dibandingkan
menggunakan metode penggabungan sel
bayi yang belum mendapat vitamin A
uji statistik Chi-square diperoleh nilai P-
yaitu sebanyak 11 bayi (35,5%). Hasil uji
Value = 0,768 (p > α) yang berarti Ho
statistik dengan menggunakan metode
diterima dan Ha ditolak. Disimpulkan
penggabungan sel uji statistik Chi-square
bahwa ditemukan tidak adanya hubungan
diperoleh nilai P-Value = 1,000 (p > α)
antara riwayat pemberian ASI dengan
yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak.
kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja
Disimpulkan bahwa ditemukan tidak
Puskesmas Candilama.

113
adanya hubungan antara pemberian kondisi dimana orang tua yang terlalu
vitamin A dengan kejadian ISPA pada sibuk dengan karir atau pekerjaannya,
bayi di wilayah kerja Puskesmas kurangnya informasi yang diterima secara
Candilama KotaSemarang.Selain kapsul langsung dari petugas kesehatan, dan
vitamin A, ada faktor lain yang dapat kecenderungan orang tua yang menitipkan
menyebabkan terjadinya ISPA yaitu anaknya kepada pengasuh atau anggota
keberadaan anggota keluarga yang keluarga lain. Kejadian ISPA dipengaruhi
merokok di dalam rumah. oleh faktor lain, misalnya faktor cuaca dan
Penelitian ini sejalan dengan daya tahan tubuh anak terhadap suatu
penelitian Taisir di Aceh Selatan yang penyakit.
menemukan tidak ada hubungan yang Hal ini sejalan dengan penelitian
bermakna antara status memperoleh Yulita Riza yang menunjukkan bahwa
kapsul vitamin A dosis tinggi dengan tidak adanya hubungan yang bermakna
kejadian ISPA.Penelitian ini berbeda antara tingkat pendidikan ibu dengan
dengan penelitian Mahyuddin, dkk di kejadian ISPA pada balita (p >
Bengkulu diperoleh bahwa ada hubungan 0,05).Berbeda dengan penelitian yang
yang bermakna antara pemberian kapsul dilakukan Subandita yang menyatakan
vitamin A dengan kejadian ISPA dengan bahwa pendidikan merupakan salah satu
OR sebesar 2,438. faktor yang mempengaruhi perilaku
Faktor ekstrinsik pencegahan penyakit.
1.Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan 2.Hubungan Pengetahuan Ibu tentang ISPA
Kejadian ISPA dengan Kejadian ISPA
Kejadian ISPA lebih banyak terjadi Kejadian ISPA lebih banyak terjadi
pada bayi dari ibu dengan tingkat pada bayi dari ibu dengan tingkat
pendidikan lanjutan yaitu sebanyak 25 pengetahuan baik yaitu sebanyak 28 bayi
bayi (61,0%) dibandingkan bayi dari ibu (63,6%) dibandingkan bayi dari ibu
dengan tingkat pendidikan dasar yaitu dengan tingkat pengetahuan kurang yaitu
sebanyak 18 bayi (66,7%). Sebaliknya sebanyak 15 bayi (62,5%). Sebaliknya
yang tidak ISPA lebih banyak terjadi pada yang tidak ISPA lebih banyak terjadi pada
bayi dari ibu dengan tingkat pendidikan bayi dari ibu dengan tingkat pengetahuan
lanjutan juga yaitu sebanyak 16 bayi baik juga yaitu sebanyak 16 bayi (36,4%)
(39,0%) dibandingkan bayi dari ibu dibandingkan bayi dari ibu dengan tingkat
dengan tingkat pendidikan dasar yaitu pengetahuan kurang yaitu sebanyak 9 bayi
sebanyak 9 bayi (33,3%). Hasil uji statistik (37,5%). Hasil uji statistik dengan
dengan menggunakan metode menggunakan metode penggabungan sel
penggabungan sel uji statistik Chi-square uji statistik Chi-square diperoleh nilai P-
diperoleh nilai P-Value = 0,826 (p > α) Value = 1,000 (p > α) yang berarti Ho
yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. diterima dan Ha ditolak. Disimpulkan
Disimpulkan bahwa ditemukan tidak bahwa ditemukan tidak adanya hubungan
adanya hubungan antara tingkat antara tingkat pengetahuan ibu dengan
pendidikan ibu dengan kejadian ISPA kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja
pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Puskesmas Candilama KotaSemarang.
Candilama. Dari hasil penelitian diatas terdapat
Ibu dengan berpendidikan tinggi 9 responden (37,5%) dengan tingkat
tetapi tidak dapat merawat bayi ISPA pengetahuan kurang tetapi anaknya tidak
dengan benar dikarenakan oleh beberapa menderita ISPA hal ini diasumsikan

114
karena pemberian ASI yang cukup Namun hasil penelitian ini sejalan
sehingga daya tahan tubuh anak terhadap dengan penelitian yang dilakukan oleh
penyakit infeksi lebih tinggi walaupun Yulita Riza, dengan P-Value = 0,505 yang
pengetahuan ibu kurang tentang ISPA. artinya tidak ada hubungan yang bermakna
Namun demikian dalam penelitian ini antara status pekerjaan ibu dengan
masih dijumpai 28 responden (63,6%) kejadian ISPA pada balita.
responden dengan pengetahuan tinggi 4.Hubungan Status Ekonomi Keluarga
tentang ISPA namun anaknya menderita dengan Kejadian ISPA
ISPA hal ini diasumsikan karena adanya Kejadian ISPA lebih banyak terjadi
faktor lain yang mempengaruhi seperti pada bayi dari ibu dengan status ekonomi
terpapar polusi udara, asap rokok, rendah yaitu sebanyak 36 bayi (76,6%)
pengaruh tempat tinggal yang padat, dibandingkan bayi dari ibu dengan status
pemberian ASI yang tidak cukup, ekonomi tinggi yaitu sebanyak 7 bayi
sehingga anak dapat dengan mudah (33,3%). Sebaliknya yang tidak ISPA
terkena penyakit ISPA. lebih banyak terjadi pada bayi dari ibu
Sejalan dengan penelitian dengan status ekonomi tinggi yaitu
Nasution, dkk di Jakarta bahwa tidak ada sebanyak 14 bayi (66,7%) dibandingkan
hubungan pengetahuan ibu dengan bayi dari ibu dengan status ekonomi
kejadian ISPA.Penelitian ini berbeda rendah yaitu sebanyak 11 bayi (23,4%).
dengan penelitian sebelumnya yang Hasil uji statistik dengan menggunakan
dilakukan oleh Niluh M. Y. Sherlywiyanti metode penggabungan sel uji statistik Chi-
yang menunjukkan terdapat hubungan square diperoleh nilai P-Value = 0,002 (p
yang bermakna antara pengetahuan < α) yang berarti Ho ditolak dan Ha
responden dengan upaya pencegahan diterima. Disimpulkan bahwa ditemukan
ISPA pada balita (p < 0,05). adanya hubungan antara status ekonomi
3.Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian keluarga dengan kejadian ISPA pada bayi
ISPA di wilayah kerja Puskesmas Candilama
Kejadian ISPA lebih banyak terjadi KotaSemarang.
pada bayi dari ibu yang tidak bekerja yaitu Sejalan dengan penelitian yang
sebanyak 32 bayi (66,7%) dibandingkan dilakukan oleh Yudistira di Desa Lembah
bayi dari ibu yang bekerja yaitu sebanyak Subur Kecamatan Ladongi Kabupaten
11 bayi (55,0%). Sebaliknya yang tidak Kolaka, menjelaskan bahwa dengan status
ISPA lebih banyak terjadi pada bayi dari ekonomi yang rendah juga dapat
ibu yang tidak bekerja juga yaitu sebanyak mempengaruhi kejadian ISPA karena
16 bayi (33,3%) dibandingkan bayi dari kendala biaya sehingga meningkatkan
ibu yang bekerja yaitu sebanyak 9 bayi kejadian ISPA.
(45,0%). Hasil uji statistik dengan Keadaan status ekonomi yang
menggunakan metode penggabungan sel rendah pada umumnya berkaitan erat
uji statistik Chi-square diperoleh nilai P- dengan berbagai masalah kesehatan yang
Value = 0,527 (p > α) yang berarti Ho di hadapi, hal ini disebabkan karena
diterima dan Ha ditolak. Disimpulkan ketidakmampuan dan ketidaktahuan dalam
bahwa ditemukan tidak adanya hubungan mengatasi berbagai masalah tersebut
antara pekerjaan ibu dengan kejadian terutama dalam kesehatan.
ISPA pada bayi di wilayah kerja
Puskesmas Candilama KotaSemarang. KESIMPULAN

115
Berdasarkan hasil penelitian dan Ranantha, R., Mahawati, E., & Kun, K.
pembahasan yang telah diuraikan mengenai (2014). Hubungan antara Karakteristik
faktor intrinsik dan ekstrinsik yang Balita dengan Kejadian ISPA pada
berhubungan dengan kejadian ISPA pada Balita di Desa Gandon Kecamatasn
Bayi usia 6 – 12 bulan yang memiliki status Kaloran Kabupaten Temanggung.
gizi normal di Puskesmas Candilama Kota Skripsi : FKM UDINUS Semarang
Semarang maka dapat disimpulkan : H. D. Musdalifah, Rusli. Kejadian BBLR,
1. Distribusi frekuensi bayi ISPA yaitu ASI Eksklusif dan Imunisasi terhadap
sebanyak 43 bayi (63,2%) sedangkan Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada
bayi tidak ISPA yaitu sebanyak 25 bayi Balita. Skripsi :STIKES Makassar
(36,8%). Sukmawati, & S. D. 2010. Hubungan Status
2. Sebagian besar bayi usia 6 – 12 bulan Gizi, Berat Badan Lahir, Imunisasi
yang memiliki status gizi normal berada Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di
dalam kategori jenis kelamin perempuan, Wilayah Kerja Puskesmas
berat badan lahir rendah, status imunisasi Tunikamaseang Kecamatan Bontoa
belum lengkap, riwayat pemberian ASI Kabupaten Maros. Skripsi : Gizi
non eksklusif, dan belum mendapat Poltekes Makassar
vitamin A. Ariefudin, Y., Priyantini, S., & Desanti, O. I.
3. Sebagian besar ibu dari bayi usia 6 – 12 (2010).Hubungan Pemberian ASI
bulan yang memiliki status gizi normal Eksklusif Terhadap Kejadian Infeksi
berada dalam kategori tingkat pendidikan Saluran Pernapasan Akut Pada Bayi 0 –
lanjutan, pengetahuan baik, tidak bekerja/ 12 Bulan.Skripsi :Medical Faculty of
IRT, dan status ekonomi keluarga rendah. Sultan Agung Islamic University
4. Dari 5 faktor intrinsik, hanya ada 1 (Unissula) Semarang
variabel yang memiliki hubungan R. R., N. N., & Wahiduddin. 2012. Faktor
bermakna dengan kejadian ISPA pada Yang Berhubungan Dengan Kejadian
bayi yaitu variabel jenis kelamin (p- Ispa Pada Balita Di Lembang Batu
value = 0,023). Sura’. Skripsi : FKM UNHAS,
5. Dari 4 faktor ekstrinsik, hanya ada 1 Makassar
variabel yang memiliki hubungan Abdullah. 2003. Pengaruh Pemberian ASI
bermakna dengan kejadian ISPA pada Terhadap Kasus ISPA pada Bayi Umur
bayi yaitu status ekonomi keluarga (p- 0 – 4 Bulan. Perpustakaan Universitas
value = 0,002). Indonesia.http://www.digilib.ui.ac.id/opa
c/themes/libri2/detail.jsp?id=77715.
DAFTAR PUSTAKA Dikutip tgl 06.05.2009
Marhamah, A. A., & Wahiduddin. 2012.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Faktor Yang Berhubungan Dengan
Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Kejadian ISPA Pada Anak Balita Di
Rineka Cipta. Desa Bontongan Kabupaten Enrekang.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Skripsi : FKM UNHAS, Makassar
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Maulina, 2013.Hubungan Pendidikan,
Jakarta: Rineka Cipta Paritas Dan Status Ekonomi Dengan
Handayani, Ruli. 2004. Analisis Konsentrasi Kejadian ISPA Pada Anak 0-5 Tahun Di
PM2,5 dan gangguan Pernafasan Pada Puskesmas Keumala 2013. Tugas Akhir
Anak Sekolah Dasar Negeri di Kota :STIKes U’Budiyah Banda Aceh.
Palembang Tahun 2004. Tesis Program
Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

116
Nana S dan Tinah.2011. Hubungan
Pendidikan Ibu Dan Status Ekonomi
Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada
Balita. Jurnal Kebidanan, Vol. IV, No.
01, Juni 2012. (Online)
http://journal.akbideub.ac.id/index.php/
jkeb/article/ view/49/48 Diakses 22
November 2014
Wantania, J.M., Naning, R., Wahani, A.
2008. Infeksi Respiratori Akut.Buku Ajar
Respirologi Anak Edisi Pertama.Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
Ellita. (2013). Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu Dan Pemberian Asi
Dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) Pada Anak Usia
2-5 Tahun Di Rumah Sakit Blud Ibu
Dan Anak Pemerintah Aceh. Tugas
Akhir : Kebidanan STIKes U'Budiyah,
Banda Aceh.
Nasution, Kholisah, dkk. 2009. Infeksi
Saluran Napas Akut pada Balita di
Daerah Urban Jakarta. Jurnal Sari
Pediatri, Vol. 11, No. 4, Desember 2009.
(Online)
http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/
11-4-1.pdf Diakses 30 September 2012

117

Anda mungkin juga menyukai