Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pendahuluan
Bila dilihat dari segi lingkup pelayaran yang dilayani, Pelabuhan Tanjung
Priok dan Pelabuhan Singapura merupakan jenis pelabuhan internasional.
Kedudukan Pelabuhan Tanjung Priok dalam kegiatan ekspor-impor adalah
sebagai pelabuhan pengumpan (feeder port), arus angkutan barang-barang ekspor-
impor sebagian besar dilakukan melalui Pelabuhan Singapura. Berdasarkan
banyaknya permasalahan yang telah dijelaskan pada bab lima maka terlihat masih
rendahnya kinerja operasional Pelabuhan Tanjung Priok. Peningkatan kinerjanya
Pelabuhan Tanjung Priok perlu dilakukan untuk menurunkan ketergantungan pada
Pelabuhan Singapura. Dengan demikian perlu suatu analisis pembanding untuk
mengetahui seberapa jauh perbedaan antara port performance indicators
Pelabuhan Tanjung Priok dengan Pelabuhan Singapura.
Indikator performansi pelabuhan adalah ukuran-ukuran sederhana tentang
berbagai aspek kegiatan operasional pelabuhan. Evaluasi tentang port
performance indictors belum pernah dikaitkan dengan permasalahan di Pelabuhan
Tanjung Priok dan belum pernah dibandingkan dengan Pelabuhan Singapura.
Metode Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder diperoleh dari dua pelabuhan, yang pertama bersumber dari data sistem
informasi dan teknologi manajemen Pelabuhan Tanjung Priok dan yang kedua
berasal dari Pelabuhan Singapore (Port of Singapore Authority) dan juga
dikumpulkan dari perusahaan pelayaran PT Samudera Indonesia. Data sekunder
yang diambil adalah data waktu pelayanan kapal dari tahun 2011 sampai 2013
untuk Pelabuhan Tanjung Priok sedangkan untuk Pelabuhan Singapura adalah
data tahun 2013. Data sekunder tersebut berupa statistik kinerja pelayanan atau
waktu pelayanan kapal yang melakukan bongkar muat barang kontainer di
masing-masing pelabuhan. Sedangkan untuk menganalisis indikator operasional
waktu pelayanan kapal menggunakan metode analisis deskriptif. Penelitian ini
mempergunakan indikator performansi yang bersifat operasional menurut
UNCTAD 1976.
Analisis port performance indicators dilakukan dengan cara mengevaluasi
dari parameter-parameter terkait waktu kunjungan dan pelayanan kapal bongkar
muat di Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2011 sampai 2013. Selanjutnya nilai dari
parameter tersebut dibandingkan dengan Pelabuhan Singapura untuk kemudian
dibahas perbaikan kinerja pelayaran kapal di Pelabuhan Tanjung Priok.
63
Hasil Penelitian
Tabel 6.1 Kinerja pelayanan kapal dalam negeri pada Pelabuhan Tanjung Priok
periode 2011-2013
Tabel 6.2 Kinerja pelayanan kapal luar negeri pada Pelabuhan Tanjung Priok
periode 2011-2013
Tabel 6.3 Kinerja pelayanan kapal pada Pelabuhan Singapura tahun 2013
20000
15000
10000
Unit
Ocean going
5000 Inter island
0
2008 2009 2010 2011 2012
Tahun
Uraian Sat Tahun
2008 2009 2010 2011 2012
Ocean going Unit 5 321 4 508 4 687 4 489 4 588
Inter Island Unit 12 789 12 029 12 770 14 425 14 244
Jumlah Unit 18 110 16 537 17 457 18 914 18 832
Sumber : Pelabuhan Tanjung Priok 2013
Gambar 6.1 Arus kunjungan kapal di Pelabuhan Tanjung Priok berdasarkan jenis
pelayaran dan jumlah unit periode 2008-2012
65
100000
80000
60000
GT
Ocean going
40000
Inter island
20000
0
2008 2009 2010 2011 2012
Tahun
Uraian Sat Tahun
2008 2009 2010 2011 2012
Ocean GT 62 946,52 61 465,03 67 953,09 73 147,5 78 206,55
going
Inter GT 30 038,04 30 089,32 34 549,27 40 107,5 41 402,04
Island
Jumlah GT 92 984,57 91 554,35 102 502,3 113 255 119 608,5
Sumber : Pelabuhan Tanjung Priok 2013
Sementara itu untuk arus kunjungan kapal terendah dalam jumlah unit di
kedua pelabuhan tersebut dialami dalam tahun yang berbeda. Arus kunjungan
kapal ocean going terendah di Pelabuhan Tanjung Priok terjadi pada tahun 2011
sebesar 4 489 unit, sedangkan di Pelabuhan Singapura arus kunjungan kapal
terendah terjadi di tahun 2009 dengan jumlah sebesar 18 005 unit. Pada tahun
2009 di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Singapura sama-sama
mengalami arus kunjungan kapal terendah dalam jumlah Groos Tonnage (GT),
jumlah GT di Pelabuhan Tanjung Priok sebesar 61 465,03, dan Pelabuhan
Singapura sebesar 560 012 GT. Tabel 6.4 menunjukkan jumlah arus kunjungan
kapal secara keseluruhan di kedua pelabuhan tersebut dalam periode 2008 sampai
2012.
Tabel 6.4 Arus kunjungan kapal ocean going Pelabuhan Tanjung Priok dengan
Pelabuhan Singapura dalam periode 2008 sampai 2012
Tabel 6.5 Jumlah kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Singapura
periode tahun 2000-2012 (juta TEUs)
35
30
25
Juta TEUs
20
15
10
5
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Tahun
29% 18%
35%
65% 71% 82%
Gambar 6.4 Jumlah persentase direct dan transhipment kapal ke luar negeri
Pembahasan
Pelabuhan Tanjung Priok memiliki dua jenis pelayaran yaitu pelayaran
dalam negeri dan pelayaran luar negeri, sedangkan Pelabuhan Singapura hanya
memiliki pelayaran luar negeri. Port performance indicator berguna untuk
memberikan gambaran yang jelas tentang jalannya operasional bongkar muat
kapal pada manajemen pelabuhan. Menurut Salim (2013) indikator itu
dipergunakan untuk membandingkan performansi dengan target dan mengamati
arah level performansi. Lasse (2012) mengatakanp pelabuhan-pelabuhan
internasional pada umumnya menggunakan empat macam indikator operasional
bongkar-muat muatan umum, yakni :
1) Arus barang (Output)
2) Waktu pelayanan kapal (Service time)
3) Rasio pemakaian fasilitas dermaga (Berth Occupancy)
4) Biaya bongkar-muat barang (Cost per ton handled)
Perbandingan port performance indicators terhadap kedua pelabuhan
internasional ini akan dilakukan terhadap kinerja pelayanan operasional kapal
yakni pada Tabel 6.1, 6.2 terhadap Tabel 6.3 yaitu:
Pelabuhan Singapura untuk melakukan proses bongkar muat adalah sebanyak 684
720 GT dan jumlah container throughputnya mencapai angka 31,6 juta TEUs.
Sementara Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 2012 diketahui untuk jumlah arus
kapal kontainer yang datang adalah 78 206,55 GT untuk pelayaran kapal luar
negeri dan 41 402,04 untuk kapal pelayaran dalam negeri dengan
jumlah throughput container mencapai 6,4 juta TEUs. Dengan demikian bila
waktu turn round time di suatu pelabuhan semakin sedikit (rendah) maka
pelabuhan tersebut semakin banyak dikunjungi oleh kapal-kapal yang melakukan
proses bongkar muat. Hal ini terkait dengan rendahnya biaya yang harus
dikeluarkan oleh pihak perusahaan pelayaran kapal dan merupakan suatu
keuntungan bagi pelabuhan tersebut karena dapat meningkatkan arus kunjungan
kapal ke pelabuhan.
Faktor penyebab turn round time Pelabuhan Tanjung Priok lebih tinggi atau
lama terutama untuk pelayaran kapal ocean going dari Pelabuhan Singapura
karena kedalaman perairan Pelabuhan Tanjung Priok lebih dangkal dari
Pelabuhan Singapura dan sering terjadi sedimentasi, sehingga kurang memadai
sebagai tempat untuk berlabuh atau bersandar bagi kapal-kapal yang berukuran
besar (mother vessel). Hal ini mengakibatkan tidak leluasanya armada pelayaran
untuk melakukan kegiatan bongkar muat sehingga sering kali terjadi suatu kapal
sebelum memasuki pelabuhan, harus terlebih dahulu menunggu kapal lain yang
belum selesai melakukan bongkar muat. Selain itu, terbatasnya fasilitas
pendukung kegiatan untuk membongkar dan memuat barang ke dalam kontainer
atau gudang, yaitu fasilitas untuk mengangkut dan menyusun barang seperti
forklift dan crane, serta tempat untuk menampung barang seperti gudang dan
lapangan penumpukan. Hal ini yang menjadikan produktivitas bongkar muat
kapal di Pelabuhan Tanjung Priok menjadi sangat rendah yaitu sekitar 40-45 peti
kemas per jam sedangkan Pelabuhan Singapura sudah mencapai 100-110 peti
kemas per jam pada tahun 2008 (Ray 2008 dalam Mince 2010). Meskipun
demikian di tahun 2013 kinerja pergerakan peti kemas di Pelabuhan Tanjung
Priok telah meningkat menjadi 60 pergerakan per jam di TPK Koja dan JICT
memiliki produktivitas tertinggi yaitu 184 gerakan per jam (move per hour) pada
tanggal 17 Desember 2013 pada saat melayani MV. MOL Dawn
(Tribunnews.com 2014). Pencapaian produktivitas tertinggi move per hour JICT
pada tahun 2013 belum dapat diikuti oleh terminal peti kemas lainnya yang berada
di Pelabuhan Tanjung Priok, sehingga rata-rata move per hour di Pelabuhan
Tanjung Priok tetap lebih rendah pergerakannya dibawah 100 peti kemas per jam
bila dibandingkan dengan Pelabuhan Singapura. Hal ini juga disebabkan
karena masih rendahnya kualitas sumber daya manusia. Menurut Nathan (2001)
dalam Setiono (2010) bahwa tenaga kerja di pelabuhan belum memanfaatkan
fasilitas secara efisien seperti halnya waktu operasi pelabuhan yang berlangsung
selama 24 jam, dimana 6 jam diantaranya terbuang karena waktu-waktu istirahat
yang kaku dan tidak digilir untuk memastikan pelayanan kapal secara
berkesinambungan. Sebab lain adalah pungutan liar untuk mengurangi waktu antri
yang disebabkan kurangnya sarana infrastruktur utama seperti ruang penyimpanan
(LPEM-FEUI 2005 dalam Setiono 2010). Menurut Gultom (2007) biaya-biaya
semacam itu masih ditambah pungutan dalam proses penyanderaan kapal di
pelabuhan yang sering dikeluhkan oleh pengguna jasa pelabuhan kepada Adpel.
Hal ini terjadi karena dalam memproses semua urusan administrasi surat menyurat
70
dokumen perizinan kapal harus melalui Adpel. Akibatnya bila pelayanan Adpel
kurang memuaskan atau lambat, maka berakibat pada stagnasi yang mengganggu
operasional kapal.
Turn round time Pelabuhan Tanjung Priok untuk pelayaran dalam negeri
memiliki kinerja yang semakin baik dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2011
Pelabuhan Tanjung Priok memiliki turn round time sebanyak 44 jam, tahun 2012
turun menjadi 36 jam dan di tahun 2013 menjadi lebih baik lagi dengan turn
round time yang dimiliki menjadi 30 jam. Hal seperti ini diharapkan juga dapat
dialami oleh kinerja pelayanan kapal untuk pelayaran luar negeri, sehingga
Pelabuhan Tanjung Priok bukan hanya sebagai hub port domestik juga kelak
dapat dijadikan sebagai international hub port dengan memiliki turn round time
yang rendah.
goimg, ukuran kapal yang datang sesuai dengan tingkat kedalaman perairan
sehingga memudahkan kapal untuk melakukan aktivitas bongkar muat secepat
dan seaman mungkin. Termasuk waktu menunggu dalam penyelesaian dokumen
tidak selama ocean going karena barang yang dibawa bukan untuk diekspor atau
impor yang wajib dilakukan pemeriksaan fisik terhadap container.
Effective Time
Efisiensi dan efektivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok masih
sangat rendah untuk pelayaran kapal luar negeri bila dibandingkan dengan
Pelabuhan Singapura. Pelabuhan Tanjung Priok memiliki waktu efektif sebanyak
31 jam pada tahun 2013, dimana dua tahun sebelumnya adalah 32 jam. Sementara
Pelabuhan Singapura memiliki waktu efektif rata-rata sebanyak 21 jam. Pelayanan
pelayaran kapal rute dalam negeri Pelabuhan Tanjung Priok memiliki berth
working time sebanyak 22 jam di tahun 2013.
72
Idle Time
Di Pelabuhan Singapura nyaris tidak ada idle time akibat pergantian petugas
saat bongkar muat. Pergantian petugas saat bongkar muat itu tidak memengaruhi
kegiatan produktivitas bongkar muat karena proses pergantian tidak memerlukan
waktu. Idle time rata-rata Pelabuhan Singapura pada tahun 2013 adalah paling
tinggi yaitu hanya 0,5 jam. Sementara di Pelabuhan Tanjung Priok idle time yang
dimiliki untuk pelayanan kapal baik itu pelayanan kapal luar negeri maupun kapal
dalam negeri adalah 2 jam pada tahun 2013, dan 3 jam pada tahun 2011.
Pelayanan kapal dalam negeri pada tahun 2011 dan pada tahun 2012 memiliki
idle time yang sama untuk kedua jenis pelayanan kapal di Pelabuhan Tanjung
Priok yaitu 2 jam.
Dari data performansi pelabuhan menyangkut data indikator operasional
yakni kinerja pelayanan kapal tersebut di atas maka dapat digambarkan bahwa di
Pelabuhan Tanjung Priok masih terjadi antrean kapal untuk bisa sandar dan
melakukan bongkar muat terutama untuk pelayanan kapal luar negeri. Hal ini
mengakibatkan Pelabuhan Tanjung Priok jauh tertinggal dengan Pelabuhan
Singapura bila dilihat dari efisiensi dan efektivitas bongkar muat di pelabuhan.
Untuk itu, perhatian terhadap infrastruktur pelabuhan mulai dari peningkatan
kualitas dermaga, lapangan penumpukan, pergudangan, karantina, bea dan cukai
hingga kapasitas peralatan bongkar muat penting untuk segera ditingkatkan
manajemen bongkar muat dengan cepat. Hal ini disebabkan karena untuk
melayani peti kemas dibutuhkan peralatan dan kualitas sumber daya manusia yang
baik. Selain itu Pelabuhan Tanjung Priok umumnya memiliki kedalaman kolam
rata-rata 12 meter. Akibatnya, hanya kapal-kapal kecil menengah yang bisa
bersandar. Sementara itu kapal-kapal berkapasitas besar memilih untuk berlabuh
di Pelabuhan Singapura, Malaysia dan Hong Kong yang memiliki kedalaman
kolam minimum 16 meter. Kondisi inilah yang membuat kegiatan ekspor-impor
Indonesia bergantung kepada negara lain.
Peningkatan daya saing pelabuhan Indonesia, khususnya Pelabuhan Tanjung
Priok harus mampu menciptakan efisiensi dalam operasionalnya. Perbaikan dan
modernisasi pelabuhan diyakini mampu menghilangkan ketergantungan pada
pelabuhan negara lain dan kelak dapat menjadikan Pelabuhan Tanjung Priok
sebagai international hub port. Menurut Susantono (2013) bahwa dengan dapat
dijadikannya Pelabuhan Tanjung Priok menjadi hub port internasional maka
kegiatan ekspor impor tidak perlu lagi melalui negara lain sehingga dapat
menghemat devisa, menurunkan biaya transportasi, meningkatkan daya saing
ekspor, dan sekaligus memacu pertumbuhan ekonomi.
Kesimpulan