Anda di halaman 1dari 8

a.

Fisiografi Daerah

Fisiografi Papua secara umum juga dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu
bagian Kepala Burung, Leher dan Badan. Bagian utara Kepala Burung merupakan
pegunungan dengan relief kasar, terjal, sampai sangat terjal. Batuan yang tersusun berupa
batuan gunung api, batuan ubahan, dan batuan intrusif asam sampai menengah. Morfologi ini
berangsur berubah ke arah barat sampai selatan berupa dataran rendah aluvial, rawa dan
plateau batugamping.Kenampakan fisiografi dari Papua ini merupakan kenampakan dari
keadaan geologi dan tektonik yang pernah terjadi di tempat tersebut.

b. Stratigrafi Regional
Kawasan Kepala Burung yang terdiri dari Cekungan Salawati dan Cekungan
Bintuni memiliki tatanan stratigrafi regional yang saling berhubungan antara kedua cekungan
tersebut. Secara keseluruhan, kawasan ini tersusun oleh 12 formasi batuan dengan batuan
tertua mulai dari umur Paleozoikum.
1. Paleozoic Basement
a) Formasi Kemum
Formasi ini didominasi oleh batuan metamorf low grade dan tersusun oleh
beberapa jenis batuan seperti batusabak (slate), serpih mengersik, argilit, metaarenit,
meta konglomerat, phyllitic dan minor quartzite. Di kawasan ini, Formasi Kemum
diintrusi oleh batuan beku granitik (Granit Anggi) berumur Karboniferous akhir
hingga Permian-Trias, serta oleh dike dengan komposisi basaltik dan andesitik selama
kala Pliosen.
b) Formasi Aifam
Formasi ini menumpang secara tidak selaras di atas Formasi Kemum. Formasi
Aifam dijumpai di bagian utara dari Kepala Burung, pada Sungai Aifam yang berada
di bagian tengah kepala burung. Di kawasan Kepala Burung, formasi ini merupakan
batuan sedimen yang tidak termetamorfkan.misalnya basal conglomerate, batupasir
dan batulempung dengan sisa-sisa silicified wood, dan berumur Karbon akhir. Setelah
itu diendapkan Formasi Aifat dengan litologi penyusun berupa batulempung yang
memiliki komposisi karbonat dengan konkresi yang melimpah, sedikit batugamping,
serta lapisan batupasir kuarsa yang sangat tipis. Formasi Aifat yang berumur awal
hingga akhir Permian. Sebelum pengendapan Formasi Aifat selesai, secara menjari
pengendapan disusul oleh Formasi Ainim. Formasi ini tersusun oleh batulempung
lanauan, batupasir kuarsa, greywacke dan batulanau, serta seam batubara dengan
ketebalan + 1 meter. Setelah itu, terjadi intrusi batuan beku granitik (Granit Anggi)
hingga menembus lapisan anggota Formasi Kemum selama akhir Permian hingga
Triasik.
2. Mesozoic to Cenozoic Sedimentation
a) Formasi Tipuma
Formasi Tipuma dicirikan oleh lapisan batuan berwarna merah yang menyebar
secara luas dari Barat Laut Kepala Burung hingga batas Timur Kepala Burung. Warna
merah pada lapisan batuan tersebut diakibatkan adanya kandungan oksida besi
(hematite) yang terbentuk mulai dari Triassic hingga awal Jura. Formasi Tipuma
diendapkan pada lingkungan fluvial dimana ketebalan formasi ini berubah secara
signifikan yang merepresentasikan topografi berupa horst dan graben akibat proses
ekstensi yang aktif. Pada Cekungan Bintuni, terdapat kontak yang tidak terpisahkan
antara Formasi Tipuma dengan Grup Kembelangan yang menumpang di atasnya
secara tidak selaras.
b) Kembelangan Group
Pada kawasan Kepala Burung, Formasi Tipuma ke arah atas berubah menjadi
Grup Kembelangan yang berumur Cretaceous akhir. Grup Kembelangan tersingkap
sepanjang sisi timur kepala burung, bagian leher, dan bagian tengah. Pada bagian
kepala burung, Grup Kembelangan memiliki anggota Formasi Jass. Formasi Jass
dengan ketebalan maksimum 400 meter terdiri dari batulempung dan batuan karbonat
pasiran berwarna hitam hingga cokelat, batupasir litik, dan batugamping dengan
sedikit sisipan batupasir kuarsa, serta konglomerat kuarsa (polimiktik).
c. New Guinea Limestone Group
Selama masa Cenozoic, kurang lebih pada batas Cretaceous hingga Cenozoic
terjadi pengendapan karbonat yang dikenal sebagai New Guinea Limestone Group
(NGLG) yang menumpang di atas Grup Kembelangan. Secara umum NGLG ini
dikelompokkan menjadi 4 formasi yaitu Formasi Waripi, Faumai, Sirga, dan Kais.
Formasi Waripi tersingkap di pegunungan sebelah barat Central Range (bagian
tengah) dan memanjang ke arah barat hingga mencapai ujung selatan dari Kepala
Burung. Formasi ini terdiri dari kalkarenit oolitik pasiran dan biokalkarenit, batupasir
kuarsa kalkareous, serta biokalkarenit oolitik berwarna merah hingga cokelat.
Batugamping yang ditemui umumnya bersifat dolomitik dan mengandung
foraminifera. Ketebalan maksimum dari Formasi Waripi ini diperkirakan mencapai
700 meter pada bagian atas sungai Baupo dan mencapai 380 meter pada bagian ujung
barat, tetapi akan menghilang pada bagian timur. Formasi tersebut kemungkinan
berumur Paleosen.
Formasi Faumai terdiri dari basal conglomerate yang mencirikan
ketidakselarasan dengan lapisan di bawahnya. Konglomerat tersebut berkembang ke
arah atas menjadi shelf carbonate. Batugamping tersebut tersingkap di bagian timur
Kepala Burung, dimana di atasnya terendapkan batuan klastik dari Formasi Sirga dan
dipisahkan oleh New Guinea Limestone Group yang terbentuk setelahnya (kala
Miosen). Batugamping yang menyusunnya mengandung banyak jenis foraminifera
dengan ukuran yang lebih besar, yang berumur Ta sampai Tb, yaitu pertengahan Eosen
hingga Oligosen.
Formasi Sirga terendapkan secara selaras di atas Formasi Faumai. Litologi yang
menyusun formasi ini berupa batulanau dan batulempung di sebelah barat dan selatan,
hingga menjadi batupasir kuarsa dan konglomerat di bagian utara dan timur. Formasi
ini dibentuk oleh proses transgresif dan diendapkan pada lingkungan laut dangkal pada
akhir Oligosen.
Formasi Kais tersusun oleh batugamping foraminifera, napal, batulanau, dan
batubara. Formasi ini diendapkan pada shelf karbonat energy rendah. Formasi Kais
merepresentasikan kompleks fasies terumbu yang ekivalen dengan Formasi Klamogun
di Cekungan Salawati. Formasi ini memiliki kisaran umur Miosen Awal hingga
Miosen Tengah.
3. Late Cenozoic Sedimentation
a) Formasi Klasafet
Formasi Klasafet terendapkan secara menjari dengan Formasi Kais dan
menutupi Formasi Kais yang berada di bawahnya, dimana ketebalannya mencapai
1.925 meter. Formasi ini tersingkap secara lokal (tidak menerus) sepanjang barat
hingga timur Kepala Burung. Litologi yang menyusun formasi ini berupa batupasir
karbonatan, napal yang masif maupun berlapis, batulanau mikaan atau karbonatan, dan
sedikit sisipan batugamping. Umur Formasi Klasafet ini sendiri ialah Miosen awal
hingga tengah. Formasi Klasafet secara selaras ditumpangi oleh Formasi Klasaman
pada cekungan Salawati dan Formasi Steenkool pada Cekungan Bintuni. Sedangkan
kedua Formasi Klasaman dan Steenkool tersebut memiliki hubungan yang saling
menjari.
b) Formasi Klasaman
Formasi Klasaman beranggotakan interbedding batulempung dan batupasir
argilaseous dengan sedikit sisipan konglomerat dan lignit. Formasi ini memiliki
ketebalan 4.500 meter dan tersingkap di sejumlah area yang cukup luas pada Pulau
Salawati di sebelah barat kepala burung dan sepanjang bagian selatan dataran tinggi
Ayamaru. Formasi Klasaman ini terbentuk pada akhir Pliosen. Pada Formasi
Klasaman yang berada di Cekungan Salawati ini terendapkan Konglomerat Sele
dengan ketebalan sekitar 120 meter. Lapisan ini tersusun atas konglomerat polimiktik
dengan lapisan-lapisan tipis batulempung dan batupasir. Lapisan ini terbentuk selama
Zaman Kuarter.
c. Struktur geologi

D. Geologi ligkungan
1. sumberdaya
Terdapat beberapa potensi sumber daya energi untuk kawasan kepala burung, meliputi
potensi hidrokarbon dan potensi batubara. Di antara kedua potensi energi tersebut, potensi
hidrokarbon lebih banyak dieksplorasi dan telah menjadi salah satu penghasil minyak bumi
terbesar di kawasan Papua. Selain berupa minyak bumi, juga terdapat potensi gas alam sebagai
potensi hidrokarbon. Selain hidrokarbon, kawasan Papua bagian Barat juga banyak mempunyai
potensi batubara yang cukup signifikan.
Potensi Hidrokarbon
Potensi minyak dan gas bumi di Papua bagian Barat meliputi beberapa lokasi, seperti yang
ditunjukkan oleh peta berikut.
Potensi Batubara
Adanya perubahan kondisi lingkungan pengendapan menghasilkan berbagai produk sumber
daya energi berupa batubara. Berikut ini adalah peta penyebaran potensi batubara di kawasan
Papua
2. bencana
Daerah Kepala Burung ini terletak di atas pertemuan tiga lempeng bumi, yaitu Lempeng Eurasia,
Lempeng Filipina dan Lempeng Pasifik. Selain itu, terbentuk jalur patahan batuan atau sesar, bernama Sesar
Sorong. Struktur geologi ini memanjang relatif barat-timur mulai dari sebagian Pulau Sulawesi, Pulau Maluku
sampai Jayapura bagian utara.
"Jalur sesar di bagian utara Jayapura berada di bawah laut, sehingga daerah ini relatif aman dari gempa,"
Selain itu, Jayapura yang sebagian besar morfologinya dikelilingi teluk dan beberapa pulau kecil,
menjadikannya terlindung dari terjadinya gempa yang dapat memicu gelombang tsunami. Hingga saat ini Sesar
Sorong masih aktif dengan bergeraknya lempeng-lempeng bumi penyusun geologi daerah Kepala Burung.
Menurut Bob, gempa bumi yang melanda Manokwari pada 4 Januari lalu disebabkan aktivasi Sesar Sorong
akibat proses subduksi atau penunjaman Lempeng Pasifik Barat di sekitar Kepala Burung.

Anda mungkin juga menyukai