Anda di halaman 1dari 5

PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIKA

DAN PENGKAJIAN KEAMANANNYA DI INDONESIA


Yusra Egayanti - Direktorat Standardisasi Produk Pangan, BPPOM RI
http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/0210.pdf
(diunduh tanggal 23/9/2015)

Sejak zaman dahulu, selama bertahun-tahun, manusia telah menyeleksi, menanam dan
memanen tanaman yang menghasilkan produk bahan pangan untuk kelangsungan hidupnya.
Mereka juga memanggang roti, membuat bir, memproduksi kecap serta membuat cuka dan
tempe. Meskipun mereka tidak mengetahui pengetahuan rekayasa genetika, pada
kenyataannya mereka menggunakan prinsip-prinsip bioteknologi untuk membuat dan
memodifikasi tanaman dan produk makanan. Dengan kata lain leluhur kita telah
memindahkan dan mengubah gen untuk meningkatkan kualitas makanan tanpa
menyadarinya. Sekarang, bioteknologi modern memungkinkan produsen makanan untuk
melakukan hal yang sama tetapi dengan pemahaman dan ketepatan yang lebih tinggi.

Rekayasa genetika merupakan salah satu teknik bioteknologi yang dilakukan dengan cara
pemindahan gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya (dikenal juga dengan
istilah transgenik). Tujuannya adalah untuk menghasilkan tanaman/hewan/ jasad renik yang
memiliki sifat-sifat tertentu sehingga mendatangkan keuntungan yang lebih besar bagi
manusia. Dimana gen merupakan suatu unit biologis yang menentukan sifat-sifat makhluk
hidup yang dapat diturunkan.

Berbeda dengan metode pertanian tradisional / konvensional. Keduanya mempunyai maksud


yang sama yaitu menghasilkan varietas tanaman unggul dengan sifat yang telah diperbaiki,
yang menjadikannya lebih baik untuk ditanam, dan lebih menarik untuk dimakan.
Perbedaannya terletak pada sebagaimana hasil itu diperoleh. ”Pemuliaan tradisional
memerlukan persilangan yang mencampur ribuan gen dari dua jenis tanaman dengan
harapan akan mendapatkan sifat yang diinginkan. Dengan bioteknologi modern, seseorang
dapat memilih sifat yang diinginkan, seperti ketahanan terhadap hama, penyakit, atau
herbisida, atau peningkatan kualitas hasil. Melalui teknik rekayasa genetik telah dihasilkan
produk rekayasa genetik diantaranya tanaman produk rekayasa genetik yang memiliki sifat
baru.

Pangan hasil rekayasa genetika merupakan pangan yang diturunkan dari makhluk hidup hasil
rekayasa genetika. Pada umumnya pangan sebagian besar bersumber dari tanaman, dan
tanamanlah yang sekarang ini paling banyak dimuliakan melalui tekni k rekayasa genet i
ka.Tanaman produk rekayasa genetik dimanfaatkan diantaranya sebagai bahan pangan yang
biasa dikenal sebagai pangan produk rekayasa genetik (pangan PRG). Pangan PRG meliputi
pangan segar, pangan olahan, bahan tambahan pangan dan bahan lain yang digunakan untuk
produksi pangan. Pemanfaatan pangan PRG mengundang kekhawatiran bahwa pangan
tersebut mungkin dapat menimbulkan r isiko terhadap kesehatan manusia. Kemungkinan
timbulnya risiko perlu diminimalkan melalui pendekatan kehati-hatian (precautionary
approach). Kekhawatiran terhadap pangan produk rekayasa genetika mencakup berbagai
aspek, 3 isu yang sering dipermasalahkan adalah kecenderungan untuk menyebabkan reaksi
alergi (alergenisitas), transfer gen dan outcrossing.

Alergenisitas
Pada prinsipnya transfer gen dari pangan yang menyebabkan alergi tidak diinginkan kecuali
jika terbukti bahwa protein hasil transfer gen tidak bersifat alergenik. Walaupun pangan yang
diproduksi secara tradisional umumnya tidak diuji alergenitasnya, akan tetapi untuk pangan
produk rekayasa genetik, protokol untuk pengujian tersebut telah disiapkan dan dievaluasi
oleh FAO dan WHO. Selama ini tidak ditemukan adanya efek alergi dalam pangan produk
rekayasa genetik yang sekarang ini beredar di pasaran internasional.

Transfer gen.
Transfer gen dari pangan produk rekayasa genetik ke dalam sel tubuh atau ke bakteri di dalam
sistem pencernaan menimbulkan kekhawatiran jika material genetik yang ditransfer tersebut
dapat merugikan kesehatan manusia. Hal ini bisa menjadi sangat relevan jika terjadi transfer
gen yang resisten terhadap antibiotik digunakan dalampembuatan produk organisme
rekayasa genetik. Walaupunsangat kecil peluang terjadinya transfer tersebut, para ahli dari
FAO/WHO telah menyarankan penggunaan teknologi tanpa gen resisten antibiotika.

Outcrossing
Perpindahan / pergerakan gen dari tanaman rekayasa genetik ke tanaman konvensional atau
spesies yang berhubungan di alam (disebut sebagi out crossing ), misalnya percampuran
produk pasca hasil panen dari bibit konvensional dengan produk tanaman rekayasa genetik,
mungkin mempunyai efek tidak langsung terhadap keamanan pangan dan ketahanan pangan.
Beberapa negara telah menggunakan strategi diantaranya pemisahan yang jelas antara lahan
pertanian untuk tanaman rekayasa genetik dan dengan lahan untuk tanaman konvensional.
Sehubungan dengan adanya kekhawatiran tersebut dan pentingnya prinsip kehati-hatian,
diperlukan adanya suatu sistem yang terstruktur dalam melakukan pengkajian risiko pangan
PRG. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang RI No.7 Tahun 1996 tentang
Pangan, Pasal 13 ayat (1), dinyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi pangan atau
menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan atau bahan bantu lain dalam
kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetik wajib
terlebih dahulu memeriksakan keamanan pangan bagi kesehatan manusia sebelum
diedarkan. Ketentuan ini kemudian diperjelas lagi dalam Peraturan Pemerintah No.28 Tahun
2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan, Pasal 14 yang berbunyi :
1. Setiap orang yang memproduksi pangan atau menggunakan bahan baku, bahan
tambahan pangan, dan/atau bahan bantu lain dalam kegiatan atau proses produksi
pangan yangdihasilkan dari proses rekayasa genetika wajib terlebih dahulu
memeriksakan keamanan pangan tersebut sebelum diedarkan.
2. Pemeriksaan keamanan pangan produk rekayasa genetika sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliput :
a. Informasi genetika, antara lain deskripsi umum pangan produk rekayasa genetika
dan deskripsi inang serta penggunaanya sebagai pangan;
b. Deskripsi organisme donor;
c. Deskripsi modifikasi genetika;
d. Karakterisasi modifikasi genetika; dan
e. Informasi keamanan pangan, antara lain kesepadanan substansial, perubahan nilai
gizi, alergenitas dan toksisitas.
3. Pemeriksaan keamanan pangan produk rekayasa genetika sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dilaksanakan oleh komisi yang menangani keamanan pangan produk rekayasa
genetika.
4. Persyaratan dan tata cara pemeriksaan keamanan pangan produk rekayasa genetika
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 ditetapkan oleh komisi yang menangani keamanan
pangan produk rekayasa genetika.
5. Kepala Badan menetapkan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan/atau bahan bantu
lain hasil prosesrekayasa genetika yang dinyatakan aman sebagai pangan dengan
memperhatikan rekomendasidari komisi yang menangani keamanan pangan produk
rekayasa genetika. Ketentuan ini juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah No.21 Tahun
2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik Pasal 6 (1), bahwa produk
rekayasa genetik baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang akan
dikaji atau diuji untuk dilepas dan/atau diedarkan di Indonesia harus disertai informasi
dasar sebagai petunjuk bahwa produk tersebut memenuhi persyaratan keamanan
lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan. Dan sesuai juga dengan pasal
7, bahwa persyaratan keamanan pangan ditetapkan ole Kepala LPND yang berwenang
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Menindaklanjuti amanat dalam Peraturan
Pemerintah No. 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik jo
Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan Pasal
14 ayat (4), komisi yang menangan ikeamanan pangan produk rekayasa genetika telah
memberikan rekomendasi tentang persyaratan dan tata cara pemeriksaan keamanan
pangan produk rekayasa genetika yang telah disah kan melalui Peraturan Kepala Badan
POM RI Nomor : HK.00.05.23.3541 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan
Pangan Produk Rekayasa Genetik. Pengkajian materi hasil rekayasa genetik perlu
mengikuti prosedur, atau pedoman dan standar protokol yang baku. Dengan adanya
pedoman pengkajian yang baku, maka hasil pengkajian akan tebih akurat dan dapat
dipercaya. Pengkajian keamanan pangan yang diatur dalam Pedoman Pengkajian
Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik dilakukan terhadap pangan produk rekayasa
genetik meliputi aspek :

A. Informasi Genetik, meliputi :


1) Deskripsi Umum PanganPRG
2) Deskripsi Inang dan Penggunaannya sebagai Pangan
3) Deskripsi Organisme Donor
4) Deskripsi Modifikasi Genetik
5) Karakterisasi ModifikasiGenetik
B. Informasi Keamanan Pangan,meliputi :
1) Kesepadanan Substansial
2) Perubahan Nilai Gizi
3) Alergenisitas
4) Toksisitas
5) Pertimbangan Lain-lain,diantaranya :
a. Potensi akumulasi zat yang signifikan terhadap kesehatan manusia
b. Gen penanda ketahanan terhadap antibiotik Komisi yang menangani
keamanan pangan produk rekayasa genetik dalam Peraturan Pemerintah No.
21 Tahun 2005 disebut dengan Komisi Keamanan Hayati (KKH).
Berhubung KKH sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2005
belum ditetapkan, maka tugas Komisi tersebut dilaksanakan oleh Komisi Keamanan Hayati
dan Keamanan Pangan (KKHKP) yang sekarang ada. KKHKP ditetapkan pada tahun 1999
melalui Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan,
Menteri Kesehatan dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura Nomor
998.1/Kpts/OT.210/9/99; 790.a/Kpts/IX/1999; 1145A/MENKES/SKB/IX/1999; 015A/N meneg
PHOR/09/1999 tentang Keamanan Hayati danKeamanan Pangan Produk Pertanian Hasil
Rekayasa Genetik. Adapun tugas dan kewajiban Komisi Keamanan Hayati dan Keamanan
Pangan (KKHKP) yang tertuang dalam SKB ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 21
Tahun 2005 yakni memberi rekomendasi kepada Kepala LPND berwenang (Badan POM)
dalam pengkajian keamanan pangan.

Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya KKHKP, dibantu oleh tim teknis keamanan hayati
dan keamanan pangan (TTKHKP) dalam melaksanakan evaluasi dan kajian teknis terhadap
keamanan pangan produk rekayasa genetik. TTKHKP ditetapkan melalui Keputusan Bersama
Kabalitbang Pertanian, Kabalitbang Kehutanan dan Perkebunan serta Dirjen POM Tahun
2000.KKHKP dan TTKHKP terdiri dari para pejabat pemerintah terkait dan para pakar di
bidangpertanian, teknologi pangan, bioteknologi, toksikologi, farmasi, gizi, kedokteran
hewan, peternakan, perikanan dan lain-lain. Saat ini KKHKP bersama TTKHKP sedang
melaksanakan pengkajian keamanan pangan terhadap beberapa pangan produk rekayasa
genetik baik produk dalam negeri maupun produk dari luar negeri. Pelaksanaan tugas KKH
oleh KKHKP sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2005 (pasal 34 dan pasal 36)
yaitu “Semua permohonan untuk pelepasan dan/atau peredaran PRG yang telah diajukan
kepada Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang dan sedang diproses
pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, diproses lebih lanjut berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada” dan “Pada saat berlakunya
Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan PRG yang telah ada
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diatur lebih lanjut oleh
Peraturan Pemerintah ini”. Tata cara pengkajian keamanan pangan produk rekayasa genetik
juga telah diatur dengan jelas dalam PeraturanPemerintah No.21 Tahun 2005 tentang
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik dan dalam Pedoman Pengkajian Keamanan
Pangan Produk Rekayasa Genetik. Tata cara pengkajian tersebut secara ringkas sebagaimana
dalam gambar di samping :
Pengkajian terhadap keamanan pangan PRG dilaksanakan kasus per kasus, karena organisme
rekayasa genetik yang berbeda memiliki gen sisipan yang berbeda dan disisipkan dengan cara
yang berbeda pula. Hal ini berarti bahwa setiap pangan hasil rekayasa genetik dan
keamanannya harus dikaji secara individu (kasus per kasus) dan tidak mungkin untuk
membuat pernyataan umum tentang keamanan semua pangan produk rekayasa genetik.

Pustaka :
a. Undang-Undang RI No.7/1996 tentang Pangan
b. Peraturan Pemerintah Nomor 28/2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
c. Peraturan Pemerintah Nomor 21/2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa
Genetik
d. Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan,
Menteri Kesehatan dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura Nomor
998.1/Kpts/OT.210/9/99; 790.a/Kpts/IX/1999; 1145A/MENKES/SKB/IX/1999;
015A/NmenegPHOR/09/1999 tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk
Pertanian Hasil Rekayasa Genetik
e. Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor : HK.00.05.23.3541 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik
f. Publikasi WHO (2003) : “20 Questions On Genetically Modified (GM) Foods.

Anda mungkin juga menyukai