Chapter II PDF
Chapter II PDF
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Lanjutan dari yang di atas, secara histologinya, prostat dapat dibagi menjadi 3
bagian atau zona yakni perifer, sentral dan transisi. Zona perifer, memenuhi hampir
70% dari bagian kalenjar prostat di mana ia mempunyai duktus yang menyambung
dengan urethra prostat bagian distal. Zona sentral atau bagian tengah pula mengambil
25% ruang prostat dan juga seperti zona perifer tadi, ia juga memiliki duktus akan
tetapi menyambung dengan uretra prostat di bagian tengah, sesuai dengan bagiannya.
Zona transisi, atau bagian yang terakhir dari kalnjar prostat terdiri dari dua lobus, dan
juga seperti dua zona sebelumnya, juga memiliki duktus yang mana duktusnya
menyambung hampir ke daerah sphincter pada urethra prostat dan menempati 5%
ruangan prostat. Seluruh duktus ini, selain duktus ejakulator dilapisi oleh sel sekretori
kolumnar dan terpisah dari stroma prostat oleh lapisan sel basal yang berasal dari
membrana basal (gbr 2.2) (Blacklock 1974; McNeal 1988; Dixon et al. 1999).
2.2.5 Imunohistokimiawi
Perbahasan secara histopatologi merupakan lanjutan dari subtopik sebelumnya, ini
adalah bagi membolehkan kita agar lebih memahami akan pewarnaan dan kaedah
dalam mengetahui dengan lanjut akan reaksi bagian dalam prostat terhadap
antibodi yang diberikan, beserta karakteristik el tersbut secara umum.
Setelah dilakukan proses imunohistokimia, kita dapat lihat pada bagian
fibroleiomyomatous BPH, menunjukkan reaksi yang kuat dengan antibodi
terhadap vimentin, desmin dan aktin. Lapisan sel basal dapat digambarkan dengan
adanya terjadi reaksi keratin strata-korneum. Ekspresi antigen spesifik prostat
(PSA) dan fosfatase asam prostat spesifik (PAP) akan memberikan hasil negatif
pada lapisan sel basal. Sel-sel sekretori pula menunjukkan menunjukkan yang
sebaliknya. PSA dan PAP menunjukkan pewarnaan yang kuat. Kadang-kadang
chromogranin A-sel endokrin menunjukkan hasil yang positif, akan tetapi antara
epitel kelenjar sekretori hiperplastik terdeteksi negatif. Pewarnaan lapisan sel
basal oleh reaksi lapisan korneum-keratin telah ditemukan terjadi satu perbedaan
yang signifikan antara indeks diagnostik khas hiperplasia dan atipikal serta
neoplasia intraepitel prostat (PIN) dari nilai moderat dan parah, dan antara kanker
prostat kelenjar. Pola ekspresi stratum corneumkeratin menjadi lebih merata
dengan peningkatan atypia dan akhirnya menghilang, sesuai dengan
menghilangnya lapisan sel basal dan di dalam kasus karsinoma (gbr 2.5), sel
basal hiperplasia prostat ditandai oleh ekspresi dari stratum corneumkeratin yang
kuat (M 903) dan dengan kurangnya pewarnaan PSA atau PAP (Helpap B, 1980).
Gambar 2.6: Pewarnaan sel basal pada hiperplasia atipikal dengan stratum-
corneumkeratin
(Dikutip dari: https//www.graminex.com.au)
Gambar 2.7: Sel atrofi dan postatrofi pada kalenjar hiperplasia yang dilabel
secara radioaktif.
(Dikutip dari: https://www.graminex.com.au/)
kalenjar prostat pada hiperplasia juvenil, telah infak prostat, inflamasi dan juga
reaksi sel basa dinyatakan secara berasingan.
Jika kita lihat dari klasifikasinya pula, Menurut tulisan Mostofi (1980),
klasifikasi WHO membedakan hiperplasia nodular dan bentuk hiperplasia
lainnnya ke dalam hiperplasia pasca-atrofi, skunder dan juga hiperplasia sel
basal.
Menurut Dhom, hiperplasia primer, atrofi dan juga metaplasia harus
dibedakan. Termasuk di dalam hiperplasia primer adalah, hiperplasia sederhana,
adenomatosa glandular kecil, cribriform dan hiperplasia papiler. Di bawah atrofi
pula, yang tergolong dibawahnya adalah atrofi sederhana, atrofi kistik, hiperplasia
nodular pasca-atrofi dan juga hiperplasia pasca-sklerotik (Dhoni G., 1979).
2.3.2.1 Pekerjaan
Menurut penelitian yang dibuat mengenai hubungan di antara pekerjaan dan
kanker prostat (Bosland MC., 1990)(Élise, 2001), di dalam penelitian tersebut,
terdapat beberapa pekerjaan mungkin dapat menjadi faktor penyebab terjadinya
kanker prostat, di mana antara pekerjaan tersebut adalah petani, pekerja yang
berhubungan dengan penggunaan logam berat, serta pekerjaan melibatkan industri
pembuatan mobil.
Secara umumnya, walaupun tidak secara langsung bisa menyebabkan
kanker prostat tetapi faktor pekerjaan ini bisa menjadi salah satu penyebab karena,
yang paling tinggi kebarangkalian untuk mendapatkan kanker ini adalah pada
pekerja berhubungan dengan logam berat dan petani. Ini karena kadar pada pupuk,
kadar kadmium dan agen yang bisa mengubah kadar hormon tubuh adalah tinggi
(Élise, 2001).
2.3.2.2 Diet
Kanker prostat juga sering dikaitkan dengan kadar pengambilan lemak. Di mana,
baik lemak dari tumbuhan maupun lemak dari hewan. Akan tetapi, harus
diingatkan bahwa tidak semua lemak punya kecenderungan untuk menyebabkan
kanker prostat.
Ini adalah berdasarkan hasil studi yang dijalankan pada orang Jepang
yang tinggal di Jepang dan orang Jepang yang tinggal di Amerik, dari hasil
penelitian yang dijalankan, di lihat bahwa yang tinggal di Amerik lebih tinggi
prevalensi menderita kanker prostat dibanding orang Jepang yang memang tinggal
di Jepang. Hasil kultur sel menunjukkan bahwa asam lemak omega-6 merupakan
stimulan positif terhadap pertumbuhan sel kanker prostat (McLaughlin, 1990),
manakala asam lemak omega-3 menunjukkan sebaliknya. Ini dapat menunjukkan
bahwa lemak ini menunjukkan dampak dengan mempengaruhi hormon seks atau
faktor pertumbuhan dan kesan langsung terhadap 5-alpha reductase (O Reilly,
1999).
resected
T1c: Tumor identified by needle biopsy (e.g., because of elevated
PSA)
T2: Tumor confined within prostate*
T2a: Tumor involves one-half of 1 lobe or less
T2b: Tumor involves more than one-half of 1 lobe but not both
lobes
T2c: Tumor involves both lobes
T3: Tumor extends through the prostate capsule**
T3a: Extracapsular extension (unilateral or bilateral)
T3b: Tumor invades seminal vesicle(s)
T4: Tumor is fixed or invades adjacent structures other than seminal
vesicles: bladder neck, external sphincter, rectum, levator muscles,and/or
pelvic wall
٭Note: Tumor found in one or both lobes by needle biopsy. But not palpable or
reliably visible by imagine, is classified as T1c.
٭Note: Invasion of the prostate apex or into (but not beyond) the prostatic
capsule is not classified as T3, but as T2.
Regional lymph nodes (N)
NX: Regional lymph nodes were not assessed
N0: No regional lymph node metastasis (lymph nodes confined to the true
pelvis)
N1: Metastasis in regional lymph node(s)
Distant metastasis (M)*
MX: Distant metastasis cannot be assessed (not evaluated by any modality)
M0: No distant metastasis
M1: Distant metastasis
M1a: Nonregional lymph node(s)
M1b: Bone(s)
M1c: Other site(s) with or without bone disease
(Dikutip dari: American Joint Committee on Cancer.: AJCC Cancer Staging
Manual. 6th edition )
A1: tissue resembles normal cells; found in a few chips from one
lobe
A2: more extensive involvement
B: the tumor can be felt on physical examination but has not spread outside the
prostatic capsule
BIN: the tumor can be felt, it does not occupy a whole lobe, and is
surrounded by normal tissue
B1: the tumor can be felt and it does not occupy a whole lobe
B2: the tumor can be felt and it occupies a whole lobe or both lobes
C1: the tumor has extended through the capsule but does not
involve the seminal vesicles
C2: the tumor involves the seminal vesicles
(Dikutip dari:
http://www.cornellurology.com/prostate/evaluation/pathology.shtml)
pola histologi dari pertumbuhan sel kanker di bawah pembesaran yang relatif
rendah (X10-40). Sembilan pola pertumbuhan sel kanker ini dikonsolidasi ke
dalam 5 tahapan dan ini dapat di lihat di dalam gambar 2.8 (Gleason DF, 1992).
Kaedah untuk sistem ini adalah, lima tahapan pola pertumbuhan tadinya
digunakan untuk menghasilkan apa yang dinamakan sebagai skor histologi, di
mana skor ini dapat di antara 2 hingga 10. Cara mendapatkan skor ini adalah
dengan menambahkan gred pola primer dan pola sekunder. Dinyatakan sebagai
gred pola primer adalah yang berada di daerah predominan melalui inspeksi visual
yang sederhana. Pola sekunder pula adalah pola kedua tersering ditemukan. Jika
hanya satu gred yang ditemukan dalam satu-satu sampel jaringan, maka gred
tersebut dikalikan dengan dua untuk memperoleh skor Gleason (Humphrey PA,
2003).
Interpretasi hasil dari skor Gleason adalah, apabila skor yang di dapat
adalah 2-4, maka karsinoma dinyatakan mempunyai perbedaan yang jelas; 5-7
dinyatakan sebagai perbedaan sedang; 8-10 dinyatakan sebagai perbedaan sangat
sulit.
Tabel 2.4: Sistem Gleason untuk Tahapan Adenokarsinoma Prostat