Anda di halaman 1dari 13

KATARAK SENILIS MATUR

LAPORAN KASUS

Penguji kasus : dr. A. Kentar Arimadyo S., Sp.M

Pembimbing : dr. Yulia Fitriani

Dibacakan oleh : Rista Harwita Putri

Dibacakan tanggal : 7 Januari 2011

I. PENDAHULUAN

Ketajam penglihatan dipengaruhi oleh refraksi, kejernihan media refrakta dan


saraf. Bila terdapat kelainan atau gangguan pada salah satu dari komponen tersebut, akan
dapat mengakibatkan penurunan tajam penglihatan. Salah satunya adalah katarak, yakni
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein lensa, terjadi akibat kedua-duanya. Katarak dapat terjadi akibat
penuaan, trauma fisik, radiasi, pegaruh zat kimia, penyakit intraokuler, penyakit sistemik
ataupun kongenital.

Katarak senilis masih menjadi penyebab kebutaan utama di seluruh dunia.


Diperkirakan ada 5-10 juta kebutaan akibat katarak setiap tahunnya. Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar 2007, prevalensi nasional kebutaan di Indonesia yakni sebesar 0,9%
dengan penyebab utama adalah katarak, disusul glaukoma, gangguan refraksi, penyakit
mata degeneratif dan penyakit mata lainnya. Prevalensi kasus katarak di Indonesia pada
tahun 2007 sebesar 1,8%, mengalami peningkatan dibandingkan dengan data Survei
Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, yaitu 1,2%. Dengan bertambahnya usia harapan
hidup dan populasi usia lanjut, diperkirakan angka kejadian kasus katarak akan terus
meningkat.

1
II. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. Mustam

Umur : 80 tahun

Agama : Islam

Alamat : Rowo Bulu Lor DK RT 2 RW 3 Kebon Rowo Pucang

Karang Dadap, Pekalongan

Pekerjaan : Tidak bekerja

No. CM : C264006

III. ANAMNESIS

(Autoanamnesis 3/1/2011)

Keluhan utama : Penglihatan kedua mata kabur

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak ± 3 tahun yang lalu penderita mengeluh penglihatan mata kanan kabur, semakin
lama semakin kabur seperti tertutup kabut. ± 6 bulan yang lalu penderita juga mengeluhkan
penglihatan mata kiri mulai kabur. Penglihatan tetap/sama kaburnya saat siang ataupun
malam hari. Mata merah (-), cekot-cekot (-), nrocos (-), kotoran mata (-). Karena
mengganggu aktivitas, penderita memutuskan berobat ke rumah sakit di Pekalongan,
didiagnosis katarak dan dirujuk untuk penanganan selanjutnya. Lalu penderita dibawa ke
RSDK, dikatakan bahwa penderita harus melakukan operasi tetapi penderita masih mau
berdiskusi dengan keluarga dahulu. Satu minggu kemudian penderita datang kembali ke
RSDK dan memutuskan untuk mau melakukan operasi katarak.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya disangkal

 Riwayat penggunaan obat tetes mata jangka panjang disangkal

2
 Riwayat trauma pada mata disangkal

 Riwayat sakit kencing manis disangkal

 Riwayat sakit tekanan darah tinggi disangkal

 Riwayat konsumsi jamu disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Tidak ada anggota keluarga penderita yang sakit seperti ini.

Riwayat Sosial Ekonomi :

 Penderita sudah tidak bekerja, dahulu bekerja sebagai penjual kambing.

 Memiliki 2 orang anak yang sudah mandiri. Penderita tinggal bersama salah satu
anaknya.

 Biaya pengobatan ditanggung sendiri.

 Kesan sosial ekonomi cukup.

IV. PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 3 Januari 2011)

Status Presen :

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Kompos mentis

Tanda vital : Tekanan darah : 130/80 mmHg suhu : afebris

Nadi : 85x/menit RR : 20x/menit

3
Status Oftalmologi (Tanggal 3 Januari 2011)

Lensa keruh
Lensa keruh
tak merata
merata

Oculus Dexter Oculus Sinister


1/300 VISUS 3/60
Tidak dikoreksi KOREKSI S -3,00 C -0,75 x 180 6/10
NBC
Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan
Gerak bola mata bebas ke PARASE/PARALYSE Gerak bola mata bebas ke
segala arah segala arah
Tidak ada kelainan SUPERCILIA Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA SUPERIOR Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA INFERIOR Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-), CONJUNGTIVA Hiperemis (-), sekret (-), edema
edema (-) PALPEBRALIS (-)
Hiperemis (-), sekret (-), CONJUNGTIVA FORNICES Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-) edema(-)
Injeksi (-), sekret (-) CONJUNGTIVA BULBI Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan SCLERA Tidak ada kelainan
Jernih CORNEA Jernih
Kedalaman cukup, jernih, CAMERA OCULI Kedalaman cukup, jernih,
Tindal Efek (-) ANTERIOR Tindal Efek (-)
Kripte (+), sinekia (-) IRIS Kripte (+), sinekia(-)
Bulat, central, regular, PUPIL Bulat, central, regular,
d : 3 mm, RP (+) N d : 3 mm, RP (+) N.
Keruh merata LENSA Keruh tidak merata
iris shadow (-) iris shadow (+)
Negatif FUNDUS REFLEKS (+) suram
T(digital) normal TENSIO OCULI T(digital) normal
T (Schiotz) : 10,2 mmHg T (Schiotz): 10,2 mmHg

4
Tidak dilakukan SISTEM CANALIS Tidak dilakukan
LACRIMALIS
Tidak dilakukan TEST FLUORESCEIN Tidak dilakukan

V. RESUME

Seorang pria berusia 80 tahun datang ke Rumah Sakit Dokter Kariadi dengan keluhan
kedua mata kabur. Sejak ± 3 tahun yang lalu penderita mengeluh penglihatan mata kanan kabur,
semakin lama semakin kabur seperti tertutup kabut. ± 6 bulan yang lalu penderita juga
mengeluhkan penglihatan mata kiri mulai kabur. Penglihatan tetap/sama kaburnya saat siang
ataupun malam hari. Mata merah (-), cekot-cekot (-), nrocos (-), kotoran mata (-). Karena
mengganggu aktivitas, penderita memutuskan berobat ke rumah sakit di Pekalongan, didiagnosis
katarak dan dirujuk untuk penanganan selanjutnya. Lalu penderita dibawa ke RSDK, dikatakan
bahwa penderita harus melakukan operasi tetapi penderita masih mau berdiskusi dengan keluarga
dahulu. Satu minggu kemudian penderita datang kembali ke RSDK dan memutuskan untuk mau
melakukan operasi katarak.

Pemeriksaan fisik : keadaan umum baik

Status Oftalmologi :
Oculus Dexter Oculus Sinister
1/300 VISUS 3/60
Koreksi (S -3,00 C -0,75 x 180
6/10 NBC)

Keruh merata LENSA Keruh tidak merata


Iris shadow (-) Iris shadow (+)
Negatif FUNDUS REFLEKS (+) suram

VI. DIAGNOSA DIFERENSIAL


OD: Katarak Senilis Matur
OS : Katarak Senilis Imatur

VII. DIAGNOSA
OD: Katarak Senilis Matur
OS : Katarak Senilis Imatur

5
VIII. TERAPI

Pembedahan : Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler dan pemasangan IOL pada mata kanan
terlebih dahulu. Untuk operasi katarak mata kiri dilakukan setelah luka post operasi mata kanan
sembuh dahulu.

IX. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad vitam Ad bonam
Quo ad cosmeticam Ad bonam

XI. USUL – USUL


1. Pemeriksaan Funduscopy
2. Persiapan pre-operasi
a. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, PTT/PTTK, gula darah sewaktu,
elektrolit
b. USG Biometri Scan
c. Retinometri
d. Keratometri
e. Tonometri
f. Spoeling test
g. EKG
h. Pemeriksaan Sekret mata

XII. EDUKASI
 Menjelaskan pada penderita bahwa pandangan kedua mata kabur disebabkan
katarak pada kedua lensa mata
 Katarak tersebut tidak dapat diobati dengan obat, tetapi dengan operasi dan
pemberian lensa tanam pada mata.
 Menjelaskan tentang pentingnya operasi ekstraksi katarak, jenis tindakan,
kelebihan, dan kekurangannya
 Sebelum dilakukan operasi harus dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui
kondisi saraf mata, keadaan bagian dalam mata dan menentukan kekuatan lensa
yang akan ditanam.
 Menjelaskan tentang komplikasi yang terjadi apabila tidak dioperasi, nantinya
lensa akan mencair, isi lensa akan keluar , menimbulkan radang dan peningkatan
tekanan bola mata. Awalnya akan timbul rasa cekot-cekot lalu berlanjut menjadi
kebutaan.

6
XII. DISKUSI

Katarak adalah suatu keadaan kekeruhan lensa. Penuaan adalah sebab paling umum dari
katarak, namun beberapa faktor lain dapat terlibat, termasuk trauma, toksin, penyakit sistemik
(diabetes mellitus), merokok, dan keturunan. Katarak dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan
cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya. Sebagian besar kasus bersifat
bilateral, walaupun kecepatan perkembangan masing-masing jarang sama. Kekeruhan lensa
tersebut dapat menyebabkan lensa menjadi tidak transparan sehingga pupil akan berwarna putih
atau abu-abu. Kekeruhan ini dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti pada
korteks, nucleus, subkapsular. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak meliputi
pemeriksaan tajam pengelihatan, slit lamp, funduskopi, serta tonometri bila memungkinkan.
Klasifikasi katarak

a. Berdasarkan usia :

1. Katarak kongenital: umur <1 tahun

2. Katarak juvenil : umur 1-<20 tahun

3. Kataral pre senilis : umur 20-<50 tahun

4. Katarak senilis : umur >50 tahun

b. Berdasarkan stadium :

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air+massa
lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
COA Normal Dangkal Normal Dalam
Angulus Normal Sempit Normal Terbuka
iridocornealis

7
Shadow test (-) (+) (-) Pseudopos
Penyulit (-) Glaukoma (-) Uveitis +
glaucoma

Penyebab katarak:

1. Proses penuaan

2. Infeksi intrauterine (rubella, toksoplasmosis, histoplasmosis, inklusi sitomegalik)

3. Komplikasi penyakit intraokuler lain seperti uveitis, glaukoma, myopia maligna, ablasio
retina, tumor intraocular, retinitis pigmentosa.

4. Penyakit sistemik seperti galaktosemia, diabetes mellitus, hipoparatiroid, hipokalsemik,


distrofi miotonik, dermatitis atopik, aminoasiduria, homosisteinuri,

5. Trauma (katarak traumatika) pada trauma fisik (trauma tembus atau tak tembus), radiasi
sinar UV, sinar rontgen, sinar neutron, elektrik shock, dan termal shock

6. Obat-obatan (naftalin, dinitrofenol, kortikosteroid, fenotiazin, echothiopate, pilocarpine,


phospoline iodine, amiodaron, klorpromazin, busulfan, ergot, triparanol MER-29), metal
(Cu dan Fe), dan defisiensi vitamin A,B,C dan E.

7. Pasca EKEK (Katarak sekunder)

Katarak senilis

Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia
diatas 50 tahun. Penyebab katarak senilis sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Adapun
beberapa konsep teori penuaan sebagai penyebab katarak senilis antara lain :

1. Teori “a biologic clock”

2. Teori imunologik

3. Teori mutasi spontan

4. Teori “a free radical”

5. Teori “a cross link”

Perubahan lensa yang terjadi pada usia lanjut :

8
1. Kapsul lensa

 Menebal dan mengalami sklerosis → kurang elastis (1/4 dibanding anak)


→ daya akomodasi pun berkurang (presbiopia)

 Lamel kapsul berkurang atau kabur

 Terlihat bahan granular

2. Epitel lensa

 Makin tipis

 Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat

 Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata

3. Serat lensa

 Rusak dan menjadi lebih ireguler, terutama pada korteks sehingga korteks
bertambah tipis

 Sinar UV semakin lama akan merusak protein nukleus (histidin, triptifan,


metionin, sistein dan tirosin) membentuk brown sclerotic nucleus.

Tatalaksana katarak

Terapi utama katarak adalah pembedahan yakni dengan EKIK ataupun EKEK dengan
pemasangan IOL. Untuk katarak stadium insipien ataupun imatur dapat diberikan
medikamentosa seperti catalin, catarlen, quinax, dsb yang diharapkan dapat mencegah/
menghambat progresifitas kekeruhan lensa.

Indikasi ekstraksi katarak

1. Pada bayi (<1 tahun): bila fundus tidak terlihat. Bila masih dapat dilihat, katarak dibiarkan.

2. Pada usia lanjut :

9
 Bila katarak menimbulkan penyulit seperti uveitis atau glukoma, meskipun visus
masih baik untuk bekerrja, dilakukan operasi juga setelah keadaan menjadi tenang.

 Bila sudah masuk dalam stadium matur

 Bila visus meskipun sudah dikoreksi, tidak cukup untuk melakukan pekerjaan
sehari-hari. Batasnya pada orang yang buta huruf 5/50, pada orang terpelajar 5/20.

Terapi pembedahan :

1. EKEK

Dilakukan dengan merobek kapsul anterior, mengeluarkan nukleus dan korteks. Sebagian
kapsul anterior dan seluruh kapsul posterior ditinggal. Cara ini umumnya dilakukan pada katarak
dengan lensa mata yang sangat keruh sehingga sulit dihancurkan dengan teknik fakoemulsifikasi.
Selain itu, juga dilakukan pada tempat-tempat di mana teknologi fakoemulsifikasi tidak tersedia.
Teknik ini membutuhkan sayatan yang lebar, karena lensa harus dikeluarkan dalam keadaan
utuh. Setelah lensa dikeluarkan, lensa buatan (IOL) dipasang untuk menggantikan lensa asli,
tepat di posisi semula. Lalu dilakukan penjahitan untuk menutup luka. Teknik ini dihindari pada
penderita dengan zonulla zinii yang rapuh.2,4
a. Keuntungan :
 Luka insisi lebih kecil (8-12 mm) dibanding EKIK
 Karena kapsul posterior utuh maka :
 Mengurangi resiko hilangnya vitreus intra operasi
 Posisi anatomis yang lebih baik untuk pemasangan IOL
 Mengurangi insidensi ablasio retina, edema kornea, perlengketan vitreus
dengan iris dan kornea
 Menyediakan barier yang menahan pertukaran beberapa molekul antara
aqueous dan vitreus
 Menurunkan akses bakteri ke kavitas vitreus yang dapat menyebabkan
endofthalmitis.
b. Kerugian :
Dapat timbul katarak sekunder.

2. EKIK

Teknik ini sudah jarang digunakan setelah adanya teknik EKEK. Pada EKIK dilakukan
pengangkatan seluruh lensa, termasuk kapsul lensa. Pada teknik ini dilakukan sayatan 12-14mm,

10
lebih besar dibandingkan dengan teknik EKEK. Dapat dilakukan pada zonula zinn yang telah
rapuh/ berdegenerasi/ mudah diputus.2
a. Keuntungan :
 Tidak timbul katarak sekunder
 Diperlukan instrumen yang tidak terlalu canggih (lup operasi, cryoprobe,
forsep kapsul)
b. Kerugian :
 Insisi yang lebih besar dapat mengakibatkan :
 Penyembuhan dan rehabilitasi visual tertunda
 Astigmatisma yang signifikan
 Inkarserasi iris dan vitreus
 lebih sering menimbulkan penyulit seperti glaukoma, uveitis, endolftalmitis.

3. Fakoemulsifikasi
Pada fakoemulsifikasi, dengan menggunakan mikroskop operasi, dilakukan sayatan yang
sangat kecil (3mm) pada kornea. Kemudian, melalui sayatan tersebut dimasukkan sebuah pipa
melewati COA-pupil-kapsul lensa. pipa tersebut akan bergetar dan mengeluarkan gelombang
ultrasonik yang akan menghancurkan lensa mata. Pada saat yang sama, melalui pipa ini dialirkan
cairan garam fisiologis atau cairan lain sebagai irigasi untuk membersihkan kepingan lensa.
Melalui pipa tersebut cairan diaspirasi bersama sisa-sisa lensa.3
Teknik ini menghasilkan insidensi komplikasi luka yang lebih rendah, proses penyembuhan
dan rehabilitasi visual lebih cepat. Teknik ini membuat sistem yang relatif tertutup sepanjang
fakoemulsifikasi dan aspirasi, oleh karenanya mengontrol kedalaman COA sehingga
meminimalkan risiko prolaps vitreus.3

Persiapan operasi :

1. Status oftalmologik

 Tidak dijumpai tanda-tanda infeksi

 TIO normal

 Saluran air mata lancar

2. Keadaan umum/sistemik

11
 Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin, waktu pembekuan, waktu
perdarahan, kadar gula darah dalam batas normal

 Tidak dijumpai batuk produktif

 Pada penderita DM atau hipertensi, kedaan penyakit tersebut harus


terkontrol.

Perawatan pasca operasi :


1. Mata dibebat beberapa hari sampai mata merasa enak
2. Diberikan tetes antibiotika dengan kombinasi antiinflamasi
3. Tidak boleh mengangkat benda berat ±6 bulan
4. Kontrol teratur untuk evaluasi luka operasi
5. Bila tanpa pemasangan IOL, maka mata yang tidak mempunyai lensa lagi (afakia)

visusnya 1/60, sehingga perlu dikoreksi dengan lensa S+10D untuk melihat jauh. Koreksi

ini diberikan 3 bulan pasca operasi. Sedangkan untuk melihat dekat perlu diberikan

kacamata S+3D.

Pasien ini didiagnosis sebagai katarak senilis matur dengan dasar pemikiran sebagai berikut:
1. Anamnesis:
- Penderita berusia 80 tahun
- Penglihatan mata kanan dan kiri kabur, perlahan-lahan semakin kabur dengan kondisi
mata tenang.
- Mata merah (-), cekot-cekot (-), nerocos (-), nyeri (-), keluar kotoran mata (-), silau (-)
2. Pemeriksaan oftalmologis:
- Visus OD 1/300 visus OS 3/60
- Pada pemeriksaan lensa OD kekeruhan merata dan iris shadow (-) , OS kekeruhan tak
merata dan iris shadow (+)
- Pemeriksaan fundus reflek OD negatif, OS positif suram
Dalam kasus ini, pada penderita dapat dilakukan operasi Ekstraksi Katarak Ekstra
Kapsular dan pemasangan intraocular lens pada mata kanan terlebih dahulu. Untuk operasi
katarak mata kiri dilakukan setelah luka post operasi mata kanan sembuh dahulu.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi umum edisi 14. Jakarta : Widya Medika;
2000
2. Ilyas S. Trauma mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai penerbit FK UI; 1998
3. Bobrow JC, Mark HB, David B et al. Section 11: Lens and Cataract. Singapore :
American Academy of Ophthalmology; 2008.
4. www.wartamedika.com
5. PERDAMI, Panduan Menejemen Klinis PERDAMI, Jakarta : PP PERDAMI, 2006.

13

Anda mungkin juga menyukai