Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN


ACARA VI
PANEN AIR (WATER HARVESTING)

Disusun oleh :

1. Dinda Wahyu A. (14299)


2. Kartika Ayu Kinanti (14305)
3. Rio julferis (14313)
4. Riza Kurnia Sabri (14314)
5. Melisa Umi C. (14364)

Gol./Kel. : B2/4
Asisten : Endra Eka Purnanto

LABORATORIUM AGROHIDROLOGI
DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Air merupakan salah satu unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi.
Meskipun dalam Hal ini dikarenakan air menjadi salah satu unsur yang menyusun setiap sel
makhluk hidup di bumi. Persediaan air bersih menjadi perhatian utama di berbagai negara,
termasuk Indonesia. Hal tersebut disebabkan air merupakan kebutuhan mendasar yang sangat
penting untuk kehidupan dan kesehatan umat manusia. Kebutuhan air bersih akan meningkat
setiap saat bersama meningkatnya jumlah makhluk hidup di bumi.
Persediaan air di bumi ditentukan oleh siklus air atau siklus hydrologic, yaitu suatu
sistem perederan air secara terus menerus dimulai dari penguapan, diteruskan menjadi
pembentukan awan, turun menjadi hujan, diserap oleh tanaman, masuk ke dalam tanah,
disaring oleh tanah dan ada yang mengalir sebagai aliran luar dan dalam tanah, akhirnya
sampai sebagai air yang mengalir ke dalam sungai hingga ke laut. Seperti yang kita ketahui,
sumber daya air berasal dari air permukaan dan air tanah. Air permukaan terdapat di
permukaan tanah tersebar secara tidak merata seperti sungai, waduk dll.Sedangkan air tanah
merupakan air yang terserap pada lapisan batu karang bawah tanah yang dikenal sebagai
Aquifer.
Dewasa ini, teknik pemanenan air hujan sudah banyak dilakukan dan menjadi bagian
penting dalam rangka mengatasi ketimpangan air pada musim hujan dan kering, kekurangan
pasokan air bersih penduduk dunia, dan mengatasi masalah banjir serta kekeringan. Teknik
ini dikenal sebagai rain water harvesting. Rain water harvesting adalah suatu upaya
pengumpulan air hujan atau aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi dan sebaliknya
digunakan pada saat curah hujan rendah. Menurut Harsoyo (2010), dilihat dari ruang
lingkup implementasinya, teknik ini dapat digolongkan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :
1. Teknik pemanenan air hujan dengan atap bangunan (roof top rain water harvesting), dan
2. Teknik pemanenan air hujan (dan aliran permukaan) dengan bangunan reservoir, seperti
dam parit, embung, kolam, situ, waduk, dan sebagainya.

b. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menghitung dan mengetahui cara pemanfaatan air
melimpah pada saat musim hujan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Konservasi sumber daya air dalam arti penghematan dan penggunaan kembali (reuse)
menjadi hal yang sangat penting pada saat ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah
yang berkaitan dengan ketersediaan air bersih seperti penurunan muka air tanah, kekeringan
maupun dampak dari perubahan iklim (Malik et al, 2016). Dalam Undang-Undang No.23
tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa konservasi sumber
daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
nilainya. Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan dan keberlanjutan
keadaan, sifat, dan fungsi air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun
yang akan datang (Sallata, 2015).
Siklus hidrologi merupakan pemindahan air secara berlanjut yang dimulai dari laut
menuju ke atmosfer yang selanjutnya dari atmosfer jatuh ke permukaan tanah dan berakhir ke
laut kembali.Proses ini berlangsung secara kontinyu. Siklus hidrologi di dalamnya terdapat
beberapa proses yang saling terkait mencerminkan pergerakan air, meliputi proses presipitasi,
evaporasi, transpirasi, intersepsi, infiltrasi, perkolasi, aliran limpasan, aliran air bawah tanah.
Selanjutnya proses Evapotranspirasi, intersepsi, infiltrasi, perkolasi, aliran disebut sebagai
komponen ketersediaan air (Malik et al., 2016).
Panen air merupakan proses pengumpulan air untuk berbagai keperluan dengan
menggunakan berbagai teknik dan peralatan untuk menyimpan, mengumpulkan, atau
meningkatkan kemampuan aliran permukaan dan air tanah secara berkala pada daerah daerah
kering. Panen air dapat dimanfaatkan untuk irigasi dan menyediakan air untuk keperluan
manusia dan hewan (Beckers et al, 2013).Upaya panen air hujan ini memiliki dampak ganda
karena selain dapat memenuhi kebutuhan air untuk pertanaman, pada usaha tani lahan kering
juga dapat menahan laju erosi, sedimentasi dan bahkan resiko banjir apabila aliran
permukaan yang dipanen cukup signifikan, terdapat 2 hal untuk meningkatkan efisiensi
penyimpanan di waduk antara lain dengan mengurangi aliran ke sink dan mengurangi
evaporasi di lahan yang kosong sekitar waduk ( Arsyad dan Rustiadi, 2008).
Diantaraberbagai teknologi alternatif untuk menambah sumber air, pemanenan air
hujan merupakan sebuah proses desentralisasi, solusi berwawasan lingkungan, yang
bisamenghindari banyak masalah lingkungan, terkait dengan pemusatan, konvensional,
pendekatan proyek berskala besar (Andrew, 2003). Dalam kegiatan panen air, penentuan
ukuran air hujan yang dibutuhkan sangatlah penting. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, antara lain : volume air yang dibutuhkan perhari, ukuran tangkapan air hujan,
tinggi rendanya air hujan, kegunaan air sebagai alternative air bersih dan tempat tersedia.
Utnuk mengetahui kebutuhan air secara total, harus ditentukan kuantitas air yang diperlukan
untuk keperluan outdoor, seperti irigasi, reservoir, dan indoor seperti mandi, cuci dan toilet
(Pacey dan Cullis, 1989).
III. METODOLOGI
Praktikum Pengelolaan Air Untuk Pertanian Acara VI berjudul “Panen Air (Water
Harvesting)”. Praktikum ini dilaksanakan pada Selasa, 1 Mei 2018 di Laboratorium
Agroklimatologi, Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.Alat dan bahan yang dibutuhkan adalah data embung yang telah diamati yaitu
Embung Tambakboyo dan embung pembanding yaitu Embung Tambakboyo.
Adapun langkah kerjanya sebagai berikut: dihitung volume aliran permukaan yang
dapat dipanen. Setelah itu, debit air berdasarkan data iklim dan luas permukaan dihitung.
Terakhir waktu lama pengisian embung dihitung dan terakhir potensi air embung dihitung
sebagai kebutuhan air irigasi. Selanjutnya diketahui pula rumus untuk menghitung luas
embung (m3) yaitu penjumlahan dari kotak kecil, kotak medium, dan kotak besar pada
millimeter block; volume embung (m3) yaitu luas embung x kedalaman embung; debit
volume volume
embung (m3/s) yaitu ; waktu isi embung (hari) yaitu ; luas areal yang
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑑𝑒𝑏𝑖𝑡𝑒𝑚𝑏𝑢𝑛𝑔
volume
dialiri (ha/bulan) yaitu ; dan luas areal yang dialiri dalam ha/tahun yaitu
𝐸𝑡𝑜𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛𝑎𝑛
volume
x 12.
𝐸𝑡𝑜𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛𝑎𝑛
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 6.1. Data Hasil Perhitungan
V. No. Parameter yang diamati Nilai
1. Luas embung 85.279 m2
2. Volume embung 852.790 m3
3. Debit embung 1,325 m3/s
4. Waktupengisianembung 643.615 s
5. Luas Areal yang Dialiri (Ha/Bulan) 568,53 Ha/Bulan
6. Luas Area yang Dialiri (Ha/Tahun) 6.822 Ha/Tahun

B. Pembahasan
Pemanenan air hujan dalam makna yang luas dapat didefinisikan sebagai kegiatan
pengumpulan run off untuk penggunaan yang produktif. Run off dapat ditangkap dan
dikulpulkan dari cucuran atap atau dari permukaan lahan, atau dari sungai-sungai
musiman. Sistem pemanenan air yang memanen run off dari atap-bangunan atau dari
permukaan lahan termasuk dalam kategori pemanenan air hujan. Pemanenan air hujan
perlu dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan air masa mendatang, termasuk juga
pencegahan banjir, terdapat berbagaimacam cara pemanenan air hujan diantaranya:
1. Kolam Pengumpul Air Hujan
Kolam pengumpul air hujan merupakan kolam atau wadah yang digunakan untuk
menampung air hujan yang jatuh di atap bangunan dan disalurkan melalui
talang.Kolam dapat dibuat di atas permukaan tanah atau di bawah bangunan yang
disesuaikan dengan ketersediaan lahan.
2. Sumur Resapan
Sumur resapan dibangun untuk meningkatkan resapan air hujan ke dalam tanah pada
areal terbuka.Konstruksi dan kedalaman sumur resapan disesuaikan dengan kondisi
lapisan tanah setempat.Dalam pembuatannya harus diperhatikan agar sedimen dari
areal sekitarnya tidak terbawa masuk ke dalam sumur resapan karena mampu
menurunkan efektivitas resapan dan meningkatkan biaya pemeliharaannya.
3. Parit resapan
Parit resapan dapat dibuat pada areal sawah dan tegalan maupun areal
pekarangan.Dengan adanya parit resapan ini maka air hujan yang jatuh di areal
pertanian dan pekarangan sebagian atau seluruhnya dapat ditampung dan diresapkan
ke dalam tanah.Parit resapan dapat dibuat dengan menyesuaikan kemiringan lahan.
4. Areal peresapan air hujan
Pembuatan areal peresapan air hujan dapat dibuat dengan cara menutup permukaan
tanah dengan rumput. Pembuatan areal peresapan air hujan ini perlu dibuat karena
semakin sedikitnya areal peresapan air yang tertutup oleh pembangunan gedung-
gedung industri ataupun perumahan.Pembuatan areal ini untuk mencegah penurunan
koefisien resapan air hujan ke dalam tanah.
5. Tanggul pekarangan
Tanggul pekarangan dapat dibuat dari tumpukan atau langsung dari tanaman pagar
yang sedikit ditinggikan dengan tumpukan tanah. Tanggul pekarangan yang dibuat
untuk mengelilingi pekarangan merupakan pola pemanenan air hujan karena
limpahannya akan tertahan dan meresap di areal pekarangan. Tanggul ini juga dapat
menjamin sumur di sekitar areal tersebut tidak mudah kering.
6. Pagar pekarangan
Pagar pekarangan ini merupakan pagar yang biasa sebagai pembatas rumah.Namun
selain itu ternyata pagar pekarangan berfungsi untuk menahan dan meresapkan air
hujan.Perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat daerah sub-urban dan pedesaan
mengenai keterkaitan antara pagar pekarangan dan upaya pemanenan air hujan.
7. Modifikasi lansekap
Modifikasi lanskap salah satu caranya adalah dengan mengganti jaringan drainase
suatu kawasan dengan cekungan-cekungan di berbagai tempat. Dengan demikian air
hujan akan tertampung di lokasi cekungan tersebut.
8. Penetapan daerah konservasi air tanah
Penetapan daerah konservasi air tanah adalah dengan mengusahakan suatu kawasan atau
wilayah tertentu yang khusus diperuntukkan sebagai daerah pemanenan air
hujan.Adanya kawasan ini mampu meningkatkan peresapan air hujan.Kawasan ini
harus dijaga diversifikasi vegetasinya dan tidak boleh dibangun gedung atau
konstruksi pada kawasan tersebut.Untuk keperluan ini harus dipilih kawasan yang
mempunyai peresapan tinggi dan bebas dari kontaminasi polutan.
Salahsatu metode panen air berupa modifikasi lansekap adalah dengan pembuatan
embung dan bendungan.Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk
menampung air hujan dan air limpasan serta sumber air lainnya untuk mendukung usaha
pertanian, perkebunan dan peternakan terutama pada saaat musim kemarau.Embung
merupakan cekungan yang dalam di suatu daerah perbukitan.Air embung berasal dari
limpasan air hujan yang jatuh di daerah tangkapan.Embung adalah bangunan penyimpan air
yang dibangun di daerah depresi, biasanya di luar sungai. Sedangkan bendungan menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Pasal 1 Tahun 2010 tentang Bendungan, bahwa bendungan
adalah bangunan yang berupa urukan tanah, urukan batu, beton, dan atau pasangan batu yang
dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat pula dibangun untuk menahan dan
menampung limbah tambang (tailing), atau menampung lumpur sehingga terbentuk waduk.
Bendungan atau waduk merupakan wadah buatan yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya
bendungan.Sebuah bendungan berfungsi sebagai penangkap air dan menyimpannya di musim
hujan waktu air sungai mengalir dalam jumlah besar, dengan memiliki daya tampung tersebut
sejumlah besar air sungai yang melebihi kebutuhan dapat disimpan dalam waduk dan baru
dilepas mengalir ke dalam sungai lagi di hilirnya sesuai dengan kebutuhan pada saat
diperlukan.
Praktikum pengelolaan air untuk pertanian, acara 6 panen air dilaksanakan dengan
pengamatan dan wawancara yang dilakukan di Embung Tambakboyo yang beralamat di
meandering Sungai Tambakboyo di Desa Tambakboyo, Delurahan Wedomartani, Kecamatan
Ngemplak, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pengamatan
dan wawancara langsung dilakukan dengan salah satu pihak pengelola Embung Tambakboyo,
yaitu Bapak Ringgih. Berdasarkan informasi dari Bapak Ringgih, pembangunan Embung
Tambakboyo memerlukan waktu kurang lebih 5 tahun sejak awal pembangunannya.Embung
Tambakboyo dibangun sejak 2003 dan resmi difungsikan pada tahun 2008.Embung
Tambakboyo memiliki seluas 7,8 hektar ini memiliki volume atau dapat menampung air
sekitar 400.000 m3. Sumber aliran air berasal dari sungai Tambakbayan dan Sungai Buntung.
Adapun fungsi utama dari pembangunan embung Tambakboyo ini adalah cadangan dan
resapan air tanah untuk warga Bantul, Sleman, Yogyakarta, sebagai sarana pengairan, dan
cadangan air untuk PDAM dimasa mendatang.Dalam pengembanganannya, embung juga
digunakan sebagai sarana rekreasi seperti memancing, olah raga, dan piknik. Tempat berolah
raga yang biasa digunakan adalah jalan berkonblok yang memiliki jarak yang cukup
jauh.Pemandangan sekitar embung yang cukup indah menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Selain itu, terdapat juga penginapan disekitar Embung yang dapat digunakan untuk menginap
apabila anda berasal dari luar kota.
Tujuan pembangunan embung ini adalah untuk mengantisipasi persoalan
keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan air, menurunnya kualitas air sumur dangkal
yang dikonsumsi masyarakat Yogyakarta pada umumnya dan DAS Tambakboyo, pada
khususnya, sekaligus kebutuhan rekreasi kota yang kemudian ditempuh dengan
mengembalikan fungsi daerah resapan sekaligus mengembangkan kawasan tersebut sebagai
rekreasi taman bernuansa air agar memperoleh basis keunggulan ekonomi suatu kawasan
(multiplied economic effect). Adapun maksud dibangunnya Embung Tambakboyo adalah:
a. Konservasi sumber daya air dan konservasi lingkungan di DAS Tambakboyo
b. Menaikkan tinggi muka air tanah.
c. Persediaan air baku untuk wilayah Kabupaten Sleman
d. Mendukung potensi wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta
e. Meningkatkan perekonomian masyarakat sekitarnya sehingga menambah
pendapatan asli daerah.
Letak Embung Tambakboyo yang berada pada kaki selatan Gunung Merapi ini
memiliki sudut kemiringan daerah yaitu berkisar 10 0– 30 0.Tebing daerah ini mencapai
kategori agak curam (moderately steep) sampai curam (steep) sudut lerengnya mencapai 700 -
800 sehingga potensi kejadian erosi vertikal cukup besar.Sedimentasi/pendangkalan
kedalaman embung menjadi permasalahan yang sering terjadi di
sini.Sedimentasi/pendangkalan ini disebabkan banyaknya partikel koloid tanah yang terbawa
bersama aliran air dari hulu (erosi) dan terakumulasi di Embung Tambakboyo.Tidak hanya
partikel tanah, sumber air yang berasal dari sungai Tambakbayan dan sungai Buntung juga
banyak membawa sampah-sampah yang menjadi penyebab kotornya dan pendangkalan pada
Embung Tambakboyo. Menurut Bapak Ringgih, pengelolaan Embung Tambakboyo yang
dalam hal ini dimaksutkan adalah pembersihan sedimen atau sampah sampah pengotor
dilakukan rutin 3 bulan sekali, akan tetapi jika dirasa bahan sedimen atau sampah di Embung
Tambakboyo sudah melewati batas toleransi pengelola akan dengan segera melakukan
pembersihan pada Embung Tambakboyo. Pembersihan ini dilakukan secara berkala karena
keterbatasan jumlah karyawan dan tenaga.
Selain dari hasil wawancara dengan pengelola embung Tambakboyo, diperoleh
informasi dari Laporan Tahun 2003 studi kelayakan yang dilakukan oleh PT. Puser Bumi
dimana embung Tambakboyo memiliki keliling basah sepanjang 2.900 m. Debit rata-rata
sungai saat musim kemarau dan penghujan adalah sebesar 150 l/dt dan 2500 l/dt dengan
kedalaman rata-rata air adalah 7 meter. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Embung
Tambakboyo bagian hulu dari daerah Sungai Tambakbayan berada di daerah Pakem pada
ketinggian +500 m dari muka air laut sedangkan Embung Tambakboyo berada pada
ketinggian +150 m. Daerah Aliran Sungai (DAS) Embung Tambakboyo terdiri dari Sungai
Buntung dan Sungai Tambakbayan yang memiliki 3 stasiun yaitu stasiun Prumpung,
Ngemplak dan Santan dengan panjang terjauh DAS sejauh 13,25 Km (PT.Puser Bumi, 2003
cit. Kalimantoro, 2004).

Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan embung Tambakboyo melalui foto


satelit (Google Earth) dan milimeter block didapat luas embung yaitu 85.279 m2. Volume
embung sebanyak 852.790 m3 dengan rerata debit sebanyak 1,325 m3/detik. Lama pengisian
embung adalah 643.615 detik. Dari volume embung dan besarnya nilai Eto maka dapat
diketahui luas lahan yang dapat diairi dengan air irigasi tersebut yaitu seluas 568,53 ha/bulan
sehingga luas area yang dialiri embung per tahun yaitu 6.822 ha/tahun.
Hasil perhitungan manual di atas belum sesuai dengan informasi yang diperoleh
melalui wawancara maupun literatur, namun cukup mendekati hasil wawancara.Dalam
perhitungan ini, luas embung sedikit berbeda yaitu sedikit lebih luas dibandingkan data yang
diperoleh melalui wawancara.Perbedaan besar angka luas embung menyebabkan hasil
perhitungan lainnya seperi volume, lama pengisisan, luas lahan yang dialiri air juga berbeda.
Data manual luas embung didiambil dari foto satelit kemudian diukur menggunakan
milimeter block. Dalam langkah ini memungkinkan terjadinya perbedaan hasil pengukuran
secara manual dengan data berdasarkan literatur dan wawancara.Terdapat beberapa
kemungkinan penyebab perbedaan angka pengukuran luas embung ini seperti perbedaan
pengambilan sumber data dari foto satelit dan literatur maupun wawancara, pada saat
pengambilan gambar/foto satelit, serta penyalinan gambar ke kertas milimeter block.
Air yang berlebihan pada musim hujan tersebut dapat ditampung (dipanen) dalam
embung, salah satunya embung Tambakboyo.Air ini digunakan pada musim kemarau
maupun kapan saja dibutuhkan.Penampungan atau panen air bermanfaat bagi pemerintah
maupun penduduk sekitar.Pemerintah dapat menghemat anggaran dalam jangka panjang
untuk kebutuhan penyediaan air, menambah penghasilan dari adanya tempat wisata embung,
serta dapat melayani kebutuhan masyarakat.Bagi penduduk, adanya embung Tambakboyo
dapat memenuhi kebutuhan air tanaman budidaya sehingga sebagian lahan dapat berproduksi
pada musim kemarau.Hal ini dikarenakan embung secara kontinyu teraliri air dari beberapa
sungai.Adapun dari sisi lingkungan, embung dapat mengurangi risiko erosi pada musim
hujan.

Embung selanjutnya yang akan dibahas adalah embung yang ada di Sumatera Barat,
yaitu embung Gunung Malelo. Embung Gunung Malelo terdapat di desa Gunung Malelo,
Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.Embung ini dibangun pada
tahun 2006 oleh Pemerintah dengan harapan mampu menjadi embung baru yang dapat
menampung air bagi keperluan warga Gunung Malelo.Embung ini berada di posisi Latitude
100.40’09.8” dan Longitude 01.33’3.2”. Embung ini memiliki luas sekitar 2,2 ha dan
memiliki volume sebesar 110.000 m3. Sejak dibangun pada tahun 2006, embung ini pernah
mengalami rehabilitasi pada tahun 2016.Adapun masalah yang dihadapi oleh embung
Gunung Malelo ini adalah pendangkalan embung dikarenakan erosi. Sedimentasi hasil erosi
ini perlahan lahan akan membuat volume air yang dapat ditampung oleh embung ini semakin
lama akan semakin sedikit. Sedimentasi pada embung akibat dari erosi dan merupakan
padatan yang terdapat pada air embung itu sendiri. Jumlah sedimen yang banyak didalam air
embung dapat merugikan dalam berbagai penggunaannya seperti :
I. Dapat mengurangi penetrasi sinar matahari kedalam air, sehingga akanmengurangi
kecepatan Foto sintesis.
II. Air menjadi keruh, sehingga diperlukan proses yang panjang sebelum dapat digunakan.
III. Sedimen yang mengendap didasar embung dapat mengurangi populasi ikan dan hewan air
lainnya, karena telur dan sumber – sumber makanan tertutup oleh sedimen.
Jika dilihat dari kedua embung ini, terdapat perbedaan antara luas embung, volume
embung serta masalah yang dihadapi oleh masing-masing embung. Untuk embung
Tambakboyo, luas embung yang ada yaitu sekitar 7,88 ha dan memiliki volume sebesar
400.000 m3. Namun embung Gunung Malelo hanya memiliki luas embung sebesar 2,2 ha dan
volume sebesar 110.000 m3. Permasalahan yang ada di kedua embung ini juga berbeda.Untuk
embung Tambakboyo, permasalahan terbesar yaitu ada pada banyaknya warga yang
membuang sampah sembarangan ke dalam embung Tambakboyo. Sedangkan permasalahan
yang paling merugikan embung Gunung Malelo adalah terjadinya erosi yang kemudian
menyebabkan proses sedimentasi di dasar embung yang mengakibatkan terjadinya
pendangkalan air di embung yang diakibatkan oleh partikel yang dibawa oleh erosi
mengendap di dasar embung. Jika ditelisik dari segi fungsinya, embung Tambakboyo dan
embung Gunung Malelo memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai penyimpan air yang
nantinya dapat digunakan untuk keperluan warga setempat baik itu untuk pertanian maupun
untuk hal lainnya. Namun pada embung Tambakboyo, selain dijadikan sebagai penyimpan
air, embung Tambakboyo ini juga dijadikan area wisata.
IV. KESIMPULAN

Praktikum pengelolaan air untuk pertanian, acara 6 panen air yang telah dilaksanakan
di Embung Tambakboyo dapat disimpulkan bahwa luasan Embung Tambakboyo melalui
foto satelit (Google Earth) dan milimeter block didapat luas embung yaitu 85.279 m2.
Volume embung sebanyak 852.790 m3 dengan rerata debit sebanyak 1,325 m3/detik.
Lama pengisian embung adalah 643.615 detik. Dari volume embung dan besarnya nilai
Eto maka dapat diketahui luas lahan yang dapat diairi dengan air irigasi tersebut yaitu
seluas 568,53 ha/bulan sehingga luas area yang dialiri embung per tahun yaitu 6.822
ha/tahun. Embung Malelo terletak di desa Gunung Malelo, Kecamatan Sutera,
Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat memiliki luas sekitar 2,2 ha dan memiliki
volume sebesar 110.000 m3 . Secara umum, fungsi kedua embung ini sama, yang
membedakan adalah fungsi tambahan dari embung Tambakboyo sebagai obyek wisata.
DAFTAR PUSTAKA

Andrew, L.K.F. 2003. Multi-Faceted Use of Rainwater Harvesting to Combat Problems:


Proceedings of the Eleventh Inter. Conference on Rain Water Catchment Systems
Texccoco, Mexico.

Arsyad,S., dan E.Rustiadi . 2008 . Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. Yayasan Obor
Indonesia: Bogor.

Beckers, B., J.Berking., and B.Schutt. 2013. Ancient water harvesting methods in the
drylands of the Mediterranean and Western Asia. Journal for Ancient Studies 2:145-
164.

Malik, Y.S., I. Suprayogi, dan J. Asmura. 2016. Kajian pemanenan air hujan sebagai
alternatif pemenuhan air baku di Kecamatan Bengkalis. Jom F. Teknik 3(2): 1-13.

Pacey, A and A. Culis. 1989. Rain Water Harvesting. WBC Print Ltd, London.

PT.Puser Bumi. 2003. Laporan studi kelayakan. Dalam. Kalimantoro, I.J. 2014 .Kajian
perhitungan sedimen Embung Tambakboyo di Sleman, Yogyakarta. Laporan Tugas
Akhir, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Sallata, M.K . 2015 . Konservasi dan pengelolaan sumberdaya air berdasarkan keberadaannya
sebagai sumberdaya alam. Info Teknis EBONI 12: 78-86.
LAMPIRAN

Gambar 1. Wawancara di kantor pengamat embung Tambakboyo

Anda mungkin juga menyukai