Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa
Disusun Oleh :
1. Desy Apriyana
2. Githa Fidelia Olga
3. Irfan Taufik
4. Novita Dwi
5. Pipit Fitriya
1. Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan pelayanan keperawatan pada klien
dengan gangguan jiwa, dukungan dari pihak keluarga merupakan unit
yang paling dekat dengan klien serta keluarga berperan dalam
menentukan cara atau asuhan yang diperlukan bagi klien dengan
gangguan jiwa kepada keluarga mengenai masalah yang sedamg
dihadapi oleh klien dan mencegah terjadinya kekambuhan.
Berdasarkan hasil pengkajian kepada pasien yang bernama Tn.
Robi dengan no medrec 044366 masalah keperawatan yang didapatkan
adalah halusinasi pendengaran, waham dan resiko perilaku kekerasan.
Data yang didapat dari keluarga di status mengatakan kurang lebih 3 hari
sebelum masuk rumah sakit jiwa klien bicara sendiri, menyiksa diri
sendiri, mencakar diri, kurang tidur, curiga terhadap orang lain, mondar-
mandir, klien sudah kurang lebih 4 tahun mengalami gangguan jiwa dan
pernah dirawat 3 kali di Rumah Sakit Jiwa Cisarua. Klien post rawat inap
4 hari yang lalu, kondisi klien pada saat dikaji bicara klien logorea, flight
of ideas, isi pikir klien meyakini bahwa dirinya memiliki kemampuan
yang mustahil contohnya klien berkata “saya itu bisa melihat dajjal, saya
bisa membedakan mana manusia dan mana yang dajjal” klien juga
mengatakan “saya adalah titisan Nabi Isa AS dan saya berteman dengan
Judas”.
Dari hasil pengkajian tersebut klien merasa perlu dilakukan home
visit karena klien sering keluar masuk rumah sakit dengan jarak waktu
yang sebentar, selain perawatan di Rumah sakit Jiwa, keluarga pun harus
turut berperan serta merawat klien dirumah agar tidak terjadi
kekambuhan.
2. Tujuan
a. Mengklarifikasi data yang didapat dari klien dan keluarga
1) Melakukan intervensi penkes kepada keluarga tentang penyakit
yang dialami klien dan cara mengatasinya
2) Mengajukan kepada keluarga untuk siap dan dapat menerima
klien sebagai anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan
klien
3) Menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan kesempatan
kepada klien mencurahkan perasaannya
4) Menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan
aktivitas/kesibukan sesuai dengan kemmpuan klien
5) Menganjurkan keluarga agar terus berkomunikasi dan
berinteraksi dengan keluarga dengan mengunjungi klien.
b. Mengidentifikasi riwayat penyakit yang diderita pasien baik sebelum
maupun setelah dirawat di RSJ.
c. Mengidentifikasi riwayat kesehatan keluarga apakah ada yang
menderita gangguan jiwa atau tidak
d. Mengidentifikasi tentang klien apakah klien mempunyai masalah
dalam keluarga, lingkungan, masyarakat tempat kerja.
3. Waktu
Hari : Sabtu, 05 September 2015
Pukul : 10.00 WIB
Tempat : Citeureup cimahi
4. Strategi pelaksanaan
a. Perkenalan
1) Menyebutkan nama, asal pendidikan dan tujuan
2) Menanyakan identitas keluarga
b. Intervensi
1) Mengidentifikasi riwayat kesehatan klien yaitu:
a) Mengidentifikasi riwayat penyakit yang diderita pasien baik
sebelum maupun setelah dirawat di RSJ
b) Mengidentifikasi riwayat kesehatan keluarga apakah ada
yang menderita gangguan jiwa atau tidak
c) Mengidentifikasi tentang klien apakah klien mempunyai
masalah dalam keluarga, lingkungan, masyarakat tempat
kerja.
2) Mengklarifikasi data yang didapat dari klien dan keluarga
a) Melakukan intervensi penkes kepada keluarga tentang
penyakit yang dialami klien dan cara mengatasinya
b) Mengajukan kepada keluarga untuk siap dan dapat
menerima klien sebagai anggota keluarga untuk memenuhi
kebutuhan klien
c) Menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan
kesempatan kepada klien mencurahkan perasaannya
d) Menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan
aktivitas/kesibukan sesuai dengan kemmpuan klien
e) Menganjurkan keluarga agar terus berkomunikasi dan
berinteraksi dengan keluarga dengan mengunjungi klien.
c. Evaluasi
1) Keluarga dapat menyebutkan kembali definisi, penyebab, tanda
dan gejala halusinasi klien dirumah.
2) Keluarga dapat menerima klien apa adanya dirumah
3) Keluarga dapat membina hubungan yang baik dengan klien
4) Keluarga dapat mengenal tentng halusinasi yang terjadi pada
anggota keluarganya
5) Keluarga dapat membantu anggota keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
6) Keluarga dapat memanfaatkan obat dengan baik.
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)
Pukul : 10.00
A. Tujuan
Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan selama 45 menit tentang halusinasi,
waham, dan resiko perilaku kekerasan diharapkan keluarga pasien
dapat mengetahui dan dapat membantu mengontrol halusinasi
Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 45 menit diharapkan keluarga
pasien mampu :
1. Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien.
2. Mengetahui cara merawat pasien dengan halusinasi.
3. Mengetahui cara merawat pasien dengan resiko perilaku
kekerasan.
B. Latar Belakang
Halusinasi merupakan persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya
rangsangan dari luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang khayal
halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental
penderita yang teresepsi. Halusinasi dapat terjadi karena dasar-dasar
organic, fungsional, psikotik maupun histerik (Yosep,2007).
Persepsi adalah kemampuan dan menginterprestasikan stimulus
yang diterima melalui panca indera, halusinasi merupakan salah satu
respon neurobiologis, orientasi realitis yang maladaptif, persepsi klien
terhadap lingkungan tanpa ada stimulus yang nyata.
Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya
diawali dengan seseorang yang menarik diri dari lingkungan karena
orang tersebut menilai dirinya rendah. Bila klien mengalami halusinasi
dengar dan lihat atau salah satunya yang menyuruh pada kejelekan maka
akan berisiko terhadap perilaku kekerasan.
Menurut (Towsend, 1998) perilaku kekerasan merupakan suatu
keadaan dimana seseorang individu mengalami perilaku yang dapat
melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan keperawatan dengan
gangguan jiwa, persepsi sensori : halusinasi dan resiko perilaku
kekerasan dukungan dari pihak keluarga merupakan unit yang paling
penting karena dekat dengan klien serta keluarga berperan dalam
menentukan cara atau asuhan yang diperlukan bagi klien. Keluarga lebih
mengerti mengenai masalah yang sedang dihadapi oleh klien sehingga
perlu adanya penyuluhan tentang halusinasi dan resiko perilaku
kekerasan serta teknik-teknik mengontrol untuk mencegah terjadinya
kekambuhan.
Dalam hal ini, keluarga adalah faktor yang sangat berpengaruh
dalam proses pelaksanaan asuhan keperawatan sehingga klien
mendapatkan perhatian dan perawatan dari keluarga sehingga klien
merasa diterima baik dilingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.
C. Strategi penyuluhan
1. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Respon Peserta
3. Menjawab pertanyaan
peserta
3 Penutup 1. Menyimpulkan materi 1. Mendengarkan dan
(10 menit) yang disampaikan Memperhatikan
oleh penyuluh
2. Mengevaluasi peserta 2. Menjawab
atas penjelasan yang pertanyaan yang
disampaikan dan diberikan
penyuluh
menanyakan kembali
mengenai materi
penyuluhan 3. Menjawab salam
3. Salam Penutup
1. Metode Penyuluhan
Diskusi
Ceramah
Demonstrasi
Tanya jawab
2. Media
Leaflet
3. Pengorganisasian
Pembawa Acara : Novita
Pembicara : Pipit
Fasilitator : Irfan dan githa
Observer : Desy Apriana
D. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Peserta hadir ditempat penyuluhan.
b. Penyelenggaraan dilaksanakan di Rumah klien
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan
sebelumnya.
2. Evaluasi Proses
a. Ketepatan waktu pelaksanaan.
b. Peran serta aktif keluarga
c. Kesesuaian peran dan fungsi dari penyuluhan.
d. Faktor pendukung dan penghambat kegiatan.
e. Peserta mendengarkan materi penyuluhan dengan baik dan ada
respon positif dari peserta.
f. Keluarga mengajukan pertanyaan dan mampu menjawab
pertanyaan secara benar.
g. Peserta mampu :
1) Memahami dan menyebutkan pengertian halusinasi dan
resiko kekerasan
2) Memahami dan menyebutkan tanda gejala halusinasi dan
resiko perilaku kekerasan
3) Memahami dan menyebutkan Cara merawat pasien halusinasi
dan resiko perilaku kekerasan, cara berkomunikasi,
pemberian obat dan pemberian aktivitas kepada pasien
3. Evaluasi Hasil
Keluarga yang mengikuti pendidikan kesehatan memahami tentang
pentingnya mengetahui tentang halusinasi dan resiko perilaku
kekerasan
Terkait dengan tujuan yang ingin dicapai:
a. Tes Lisan
1) Penyaji mengajukan beberapa pertanyaan secara langsung
kepada keluarga tentang materi penyuluhan yang akan
dijelaskan.
2) Bila keluarga dapat menjawab 60% dari pertanyaan yang
diajukan, maka dikategorikan pengetahuan baik.
E. Setting tempat
Tempat penyuluhan dengan pengaturan tempat sebagai berikut :
2 2 1 1
2 2 2 1
Keterangan:
1. Penyuluh
2. Keluarga
F. Daftar Pustaka
Aziz R, dkk, 2003 ,Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD
Dr. Amino Gonohutomo,
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor
Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP
dan SP). Jakarta: Salemba Medika.
Keliat, B,A. 1998. Askep Pada Klien Gangguan Orientasi Realitas. Jakarta.
_________, 1999, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
_________, 1999, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC,
Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga
University Press.
Stuart & Sundeen. 1998. Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Stuart GW, Sundeen, 1995, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5
th ed.). St.Louis Mosby Year Book,
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3,
Penerbit Buku Kedokteran,EGC;Jakarta.
Lampiran Materi
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI
2. Teori Psikoanalisis
Merupakan respon pertahanan ego untuk melawan rangsangan
dari luar yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam
sadar.
E. Jenis – jenis Halusinasi
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Dengar Bicara atau Mendengar suara-
tertawa sendiri. suara atau
(Klien mendengar
Marah-marah kegaduhan.
suara/bunyi yang tidak
tanpa sebab. Mendengar suara
ada hubungannya
Mendekatkan yang mengajak
dengan stimulus yang
telinga ke arah bercakap-cakap.
nyata/lingkungan).
tertentu. Mendengar suara
Menutup telinga. menyuruh
melakukan
sesuatu yang
berbahaya.
F. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi
jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu
untuk mengatasi stress. Diperoleh dari klien atau keluarga. Faktor
predisposisi meliputi:
1. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress
dan kecemasan.
2. Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang
merasa disingkarkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di
lingkungan yang membesarkannya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika
seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam
tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethytransferase (DMP).
4. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan
mengakibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir
pada gangguan orientasi realitas.
5. Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi
hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
G. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping.
Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi
klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang
ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai
pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik.
H. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut,
tidak aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak
dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan
Heacock (1993) mencoba memecahkan masalah halusinasi
berlandaskan atas hakikat keberadaan individu sebagai makhluk
yang dibangun atas unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga
halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu:
1. Dimensi fisik
Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi
ransangan eksternal yang diberikan oleh lingkungannya.
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti:
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan tidur dalam
waktu lama.
2. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena masalah yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan, sehingga klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat
sesuatu terhadap ketakutannya.
3. Dimensi intelektual
Individu yang mengalami halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, tetapi
pada saat tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
4. Dimensi sosial
Dimensi sosial menunjukkan individu cenderung untuk mandiri.
Individu asik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol
diri, dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan sistem kontrol, sehingga jika perintah
halusinasi berupa ancaman, maka hal tersebut dapat mengancam
dirinya atau orang lain. Dengan demikian intervensi keperawatan
pada klien yang mengalami halusianasi adalah dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
penngalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan agar klien tidak menyendiri.
5. Dimensi spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Klien yang mengalami halusiansi cenderung
menyendiri dan cenderung tidak sadar dengan keberadaanya
serta halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut.
I. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang.
Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan
sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal
untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan
budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman
yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang
berhasil.
J. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri.
K. Tahapan Halusinasi
1. Tahap I ( non-psikotik )
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada
klien, tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini
halusinasi merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik :
a. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan
ketakutan
b. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
kecemasan
c. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control
kesadaran
Perilaku yang muncul :
a. Tersenyum atau tertawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara
c. Pergerakan mata yang cepat
d. Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi
2. Tahap II ( non-psikotik )
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan
mengalami tingkat kecemasan yang berat. Secara umum,
halusinasi yang ada dapat menyebabkan antipasti.
Karakteristik :
a. Pengalaman sensori menakutkan atau merasakan dilecehkan
oleh pengalaman tersebut
b. Mulai merasa kehilangan kontrol
c. Menarik diri dari orang lain
Perilaku yang muncul :
a. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan
darah.
b. Perhatian terhadap lingkungan menurun
c. Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun
d. Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara
halusinasi dan realita
3. Tahap III ( psikotik )
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat
kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
Karekteristik:
a. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
b. Isi halusinasi menjadi atraktif
c. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir
Perilaku yang muncul :
a. Klien menuruti perintah halusinasi
b. Sulit berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
d. Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
e. Klien tampak tremor dan berkeringat
4. Tahap IV ( psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien
terlihat panic
Perilaku yang muncul :
a. Resiko tinggi menciderai
b. Agitasi atau kataton
c. Tidak mampu merespon rangsangan yang ada
Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya
diawali dengan seseorang yang menarik diri dari lingkungan karena
orang tersebut menilai dirinya rendah. Bila klien mengalami
halusinasi dengar dan lihat atau salah satunya yang menyuruh pada
kejelekan maka akan berisiko terhadap perilaku kekerasan.
L. Pohon Masalah
Effect Resiko tinggi perilaku kekerasan
Data Minor :
DS : Menyatakan kesal, menyatakan senang dengan suara-
suara
DO : Menyendiri, melamun
B. Isolasi sosial
Data Mayor :
DS : Klien mengatakan malas berinteraksi, mengatakan orang
lain tidak mau menerima dirinya, merasa orang lain
tidak selevel.
DO : Menyendiri, mengurung diri, tidak mau bercakap-
cakap dengan orang lain.
Data Minor :
DS : Curiga dengan orang lain, mendengar suara/melihat
bayangan, merasa tak berguna
DO : Mematung, mondar-mandir tanpa arah, tidak
berinisiatif berhubungan dengan orang lain
C. Rentang Respon
Respon Adaptif Respo Maladaptif
G. Pohon Masalah
Resiko Tinggi Mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Regimen Teurapeutik
Inefektif
HDR Kronis Isolasi social
Koping keluarga
Tidak Efektif Berduka disfungsional
Data Minor :
DS : mengatakan ada yang mengejek dan mengancam,
mendengar suara yang menjelekkan, merasa orang lain
mengancam dirinya
DO : menjau dari orang lain, katatonia
D. Isolasi sosial
Data Mayor :
DS : Klien mengatakan malas berinteraksi, mengatakan orang
lain tidak mau menerima dirinya, merasa orang lain
tidak selevel.
DO : Menyendiri, mengurung diri, tidak mau bercakap-
cakap dengan orang lain.
Data Minor :
DS : Curiga dengan orang lain, mendengar suara/melihat
bayangan, merasa tak berguna
DO : Mematung, mondar-mandir tanpa arah, tidak
berinisiatif berhubungan dengan orang lain
E. Berduka disfungsional
Data Mayor :
DS : Mengungkapkan tak berdaya dan tak ingin hidup lagi
DO : mengungkapkan sedih karena tidak naik kelas/kehilangan
seseorang
Data Minor :
DS : Ekspresi wajah sedih
DO : Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara