Anda di halaman 1dari 5

A.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Utsmani


Kata Utsmaniyah diambil dari pendiri pertama dinasti ini, yaitu Utsman ibn
Erthogrul ibn Sulaiman Syah. Para pendiri Daulah Utsmaniyah ini berasal dari suku
Qayi keturunan Oghuz. Bani Utsmani merupakan keturunan dari kabilah
Turkmaniyah, yang mendiami Kurdistan pada abad ke-13. Adapun profesi awal
mereka adalah penggembala.1
Adanya serangan dari Mongolia (yang dipimpin oleh Jengis Khan) ke
wilayah Irak dan Asia kecil tahun (1220 M) mendorong pemimpin suku tersebut,
Sulaiman Syah (kakek dari Utsman) berhijrah meninggalkan Kurdistan menuju
Anatolia dan menetap di kota Akhlath. Sulaiman Syah dengan seribu pengikutnya
menggembara ke Anatolia dan singgah di Azerbaijan namun sebelum sampai tujuan,
ia meninggal dunia kedudukannya digantikan oleh putranya yaitu Erthogrul untuk
melanjutkan perjalanan sesuai dengan tujuan, yaitu Anatolia.2
Sesampai di Anatolia, mereka diterima oleh penguasa dinasti Saljuk, Sultan
Alauddin II yang sedang berperang dengan Romawi Timur yang berpusat di
Bizantium. Erthogril membantu Sultan Alauddin II melawan Romawi Timur,
sehingga dinasti Saljuk mengalami kemenangan. Sultan merasa senang dan
memberikan hadiah kepada Erhogril wilayah Dorylaeum (Iskishahar) yang berbatasan
dengan Bizantium. Mereka menjadikan Soghud sebagai ibukota pemerintahan yang
independen yang berdiri pada tahun 1258 M yang bersamaan dengan lahirnya Utsman
(Itkowitz, 1972: 10).3
Sepeninggal Erthogril, atas persetujuan Sultan Alaudin, kedudukan Erthogril
digantikan oleh putranya yang bernama Utsman, yang memerintah Turki Utsman
antara tahun 1281-1324 M. Serangan Mongol terhadap Bagdad termasuk Seljuk yang
terjadi pada 1300 menyebabkan dinasti ini terpecah-pecah menjadi sejumlah kerajaan
Kecil. Dalam kondisi kehancuran Seljuk inilah Utsman mengklaim kemerdekaan
secara penuh atas wilayah yang didudukinya, sekaligus memproklamasikan berdirinya
kerajaan Turki Ustmani. Kekuatan militer Utsman menjadi benteng pertahanan sultan
dinasti-dinasti kecil dari ancaman bahaya serangan Mongol. Dengan demikian, secara

1
Ismawati, Sejarah Peradaban Islam (Semarang: CV. Karya Abdi Jaya,2015), hlm. 363
2
Ibid, hlm. 364
3
Mahyudin Yahya dan Ahmad Jaelani Hakim, Sejarah Islam (Kuala Lumpur: Fajar bakti SDN BHD, 1994),
hlm. 395
tidak langsung, mereka mengakui Utsman sebagai penguasa tertinggi dengan gelar “
Padiansyah Ali Utsman”4
B.

C. Peradaban Islam pada masa dinasti Utsmani

1. Perkembangan Peradaban Islam pada Masa Kerajaan Turki Utsmani


Selama hampir tujuh abad masa pemerintahan Turki Utsmani (1299-1924 M ) ,
Daulah Utsmaniyah meneruskan peradaban yang dibangun oleh daulah sebelumnya
dan membangun peradaban yang maju di berbagai bidang, diantaranya :

a. Bidang Pemerintahan
Khilafah adalah institusi pusat dalam pemerintahan Islam. Sistem yang sudah
diterapkan sejak masa Nabi Muhammad saw, Khulafaurrasyidin, Muawiyah,
Abbasiyah, dan daulahSaljuq ini diadopsi dalam sistem pemerintahan daulah
Utsmaniyah. Sultan bertindak sekaligus sebagai khalifah.
Seperti daulah lainnya, daulah utsmaniyah juga memiliki Vezir ( wazir) yang
memiliki akuntabilitas dan tanggungjawab. Model administrasi ini diadopsi dari
pendahulunya, yaitu daulah saljuq. Selama masa pemerintahan Sulaiman, gelar
vezir-i a’zam diganti menjadi sadr-i a’zam ( tsadrazam) , dan gelar ini terus
dipakai sampai akhir. Wazir Ustmani diberi wewenang penuh. Ia memegang
Mubr-bumayun atau stempel Khalifah atau Sultan .

b. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya


Kebudayaan Turki Ustmani merupakan perpaduan bermacam-macam
kebudayaan, yaitu kebudayaan Persia yang mengarah pada etika dan tatakrama.
Sedangkan, Bizantium dan Arab mengarah pada prinsip ekonomi, sosial dan
kemasyarakatan, keilmuan dan huruf.

c. Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat disini mempunyai peranan besar dalam sosial
politik. Masyarakat digolongkan berdasarkan agama dan kerajaan sendiri sangat
terikat dengan syariat , sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku.5

4
Machfud Syaefudin, dkk, Dinamika Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Ilmu,2013), hlm. 185
D. Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran dinasti Ustmani

Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani mulai
memasuki fase kemundurannya. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan
kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Perlahan tapi pasti kejayaan Turki Usmani
mulai memudar, karena para pemimpin yang menggantikannya tidak mempunyai
kemampuan yang cukup memadai untuk mengatasi permasalahan yang timbul, diantaranya
pemberontakan-pemberontakan di wilayah-wilayah kekuasaan, dan bangsa-bangsa Eropa
yang mulai mengalami masa kemajuan yang pesat. Hingga akhirnya di akhir Perang Dunia II
1942 H dimotori oleh Kemal Attaturk, Kerajaan Turki Usmani berubah menjadi Republik
Turki. Maka dengan demikian berakhirlah kerajaan Islam yang berkuasa selama 6 abad.
Banyak faktor yang menyebabkan Kerajaan Turki Usmani itu mengalami kemunduran,
diantaranya adalah6 :
1) Luasnya wilayah kekuasaan Ustmani. Tampaknya penguasa Turki hanya menuruti
ambisi penaklukan, sementara penataan sistem dan tata pemerintahan diabaikan.
Ketika Imperium Ustmani sedang dalam kemerosotan, wilayah-wilayah perbatasan
yang jauh dari pusat mudah direbut oleh pihak musuh atau berusaha melepaskan diri.
2) Pemberontakan Jenissary. Pada masa belakangan Jenissary tidak lagi menerapkan
prinsip seleksi dan prestasi, namun keberadaanyya telah didominasi oleh keturunan
dan golongan tertentu. Tokoh-tokoh Jenissary terlibat perselisihan dengan penguasa
sehingga terjadi beberapa kali pemberontakan pada tahun 1525, 1632, 1727 dan 1826.
3) Adanya penguasa yang tidak cakap. Generasi penguasa Ustmani sesudah Sulaiman al-
Qanuni cenderung lemah semangat perjuangannya. Kehidupan istana yang penuh
kemewahan, musik dan sederetan perempuan penghibur serta minuman keras
melalaikan mereka dari tugas dan tanggungjawab sebagai khalifah dan melemahkan
semangat perjuangan.
4) Merosotnya perekonomian negara akibat sejumlah peperangan, dimana pada sebagian
peperangan tersebut pihak Turki mengalami kekalahan. Terlepasnya wilayah-wilayah
kekuasaan Ustmani juga menimbulkan kemerosotan perekonomian negara ini
berdampak langsung terhadap menurunnya pertahanan militer Ustmani.

5
Ismawati, Sejarah Peradaban Islam, ( Semarang : CV. Karya Abadi Jaya, 2015), hlm. 373-375
6
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 163-169
5) Terjadi stagnasi dibidang ilmu dan teknologi. Di satu sisi militer Turki Ustmani
mengalami kemajuan namun sayangnya tidak diimbangi dengan pengembangan ilmu
dan teknologi. Sementara itu pihak Eropa berhasil mengembangkan teknologi
persenjataan yang lebih modern. Maka sebagai konsekuensinya ketika terjadi kontak
senjata, pihak Ustmani berkali-kali menderita kekalahan.
6) Tumbuhnya gerakan nasionalisme. Kekuasaan Turki atas sejumlah wilayah yang
didudukinya bermula dari gerakan penyerbuan dan penaklukan. Sekalipun penguasa
Turki Ustmani telah berbuat sebaik mungkin terhadap masyarakat yang dikuasainya,
namun kehadiran penguasa Ustmani tetap saja dipandang sebagai pihak asing.
Pandangan ini akhirnya menimbulkan kebangsaan yang menyebabkan sejumlah
wilayah ingin melpaskan diri dari kekuasaan Turki Ustmani. Gerakan kebangsaan ini
tidak hanya berkembang diwilayah-wilayah Timur. Akibatnya satu persatu wilayah
kerajaan Ustmani melepaskan diri.7

7
Muslih, Sejarah Peradaban Islam, ( Semarang : CV. Karya Abadi Jaya, 2015), hlm. 228
DAFTAR PUSTAKA

Ismawati. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: CV. Karya Abdi Jaya. 2015
Yahya, Mahyudin dan Hakim, Jaelani Ahmad. Sejarah Islam. Kuala Lumpur: Fajar bakti
SDN BHD. 1994
Syaefudin, Machfud, dkk. Dinamika Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Ilmu. 2013
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2003
Muslih. Sejarah Peradaban Islam. Semarang : CV. Karya Abadi Jaya. 2015

Anda mungkin juga menyukai