Anda di halaman 1dari 22

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. HOSPITALISASI

2.1.1. Definisi Hospitalisasi

Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat


menjadi sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti
rumah perawatan (Berton, 1958 dalam Stevens, 1992).

Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses yang


karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak
untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangannya kembali ke rumah.

Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada


lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam
perawatan atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau
meringankan penyakitnya. Tetapi pada umumnya hospitalisasi dapat
menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan
gangguan emosi atau tingkah laku yang mempengaruhi kesembuhan
dan perjalanan penyakit anak selama dirawat di rumah sakit.

Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu alasan yang


berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah
sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya
kembali ke rumah.

2.1.2. Hospitalisasi Pada Anak

Hospitalisasi pada anak adalah keadaan krisis pada anak saat anak
sakit dan dirawat di Rumah Sakit, sehingga harus beradaptasi dengan
lingkungan Rumah Sakit.

2.1.3. Dampak Hospitalisasi

Dampak negatif dari hospitalisasi pada anak usia sekolah adalah


gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap lingkungan.
Sedangkan masalah yang sering dikeluhkan orangtua adalah mereka
sulit untuk meminimalkan tidur anak dalam meningkatkan
kebebasan selama di tempat tidur. Keadaan hospitalisasi dapat
menjadi stresor bagi anak saat dirawat di Rumah Sakit, sehingga
anak akan mengalami stres hospitalisasi yang ditunjukkan dengan

8
9

adanya perubahan beberapa perilaku pada anak. Apabila masalah


tidak teratasi, maka hal ini akan menghambat proses perawatan anak
dan kesembuhan anak itu sendiri.

Menurut Asmadi (2008), hospitalisasi merupakan pengalaman yang


mengancam bagi setiap orang. Penyakit yang diderita akan
menyebabkan perubahan perilaku normal sehingga klien perlu
menjalani perawatan (hospitalisasi). Secara umum, menurut Asmadi
(2008), hospitalisasi menimbulkan dampak pada beberapa aspek,
yaitu :

2.1.3.1. Dampak Jangka Pendek

2.1.3.1.1. Privasi

Privasi dapat diartikan sebagai refleksi


perasaan nyaman pada diri seseorang dan
bersifat pribadi. Sewaktu dirawat dirumah
sakit, klien kehilangan sebagian privasinya.
Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal :

2.1.3.1.1.1. Selama dirawat di Rumah Sakit,


klien berulang kali diperiksa oleh
petugas kesehatan (dalam hal ini
perawat dan dokter). Bagian
tubuh yang biasanya dijaga agar
tidak dilihat dan disentuh oleh
orang lain. Hal ini tentu
membuat klien merasa tidak
nyaman.

2.1.3.1.1.2. Klien adalah orang yang berada


dalam keadaan lemah dan
bergantung pada orang lain.
Kondisi ini cenderung membuat
klien “pasrah” dan menerima
apapun tindakan petugas
kesehatan kepada dirinya asal ia
cepat sembuh. Menyikapi hal
tersebut, perawat harus selalu
memperhatikan dan menjaga
privasi klien ketika berinteraksi
dengan mereka.
10

2.1.3.1.2. Peran

Peran dapat diartikan sebagai seperangkat


perilaku yang diharapkan individu sesuai
dengan status sosialnya jika ia seorang
perawat, peran yang diharapkan adalah peran
sebagai perawat bukan seorang dokter. Selain
itu, peran yang dialami seorang adalah sesuai
dengan status kesehatannya. Peran yang
dijalani sewaktu sehat tentu berbeda dengan
peran yang dijalani sewaktu dan setelah sakit.
Tidak mengherankan jika klien yang dirawat
di Sumah Sakit mengalami perubahan peran.
Peran yang terjadi tidak hanya pada diri
pasien, tetapi juga pada keluarganya.

2.1.3.2. Dampak Jangka Panjang

2.1.3.2.1. Otonomi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya


bahwa individu yang sakit dan dirawat di
Rumah Sakit berada dalam posisi yang
ketergantungan. Artinya, ia akan pasrah
terhadap tindakan apapun yang dilakukan oleh
petugas kesehatan demi mencapai keadaan
sehat. Ini menunjukan bahwa klien yang
dirawat di Rumah Sakit akan mengalami
perubahan otonomi.

2.1.3.2.2. Gaya Hidup

Klien yang dirawat di Rumah Sakit sering kali


mengalami perubahan pola gaya hiduo. Hal
ini disebabkan oleh perubahan kondisi antara
Rumah Sakit dengan rumah tempat tinggal
klien, juga oleh perubahan kondisi kesehatan
klien. Aktivitas hidup yang klie jalani sewaktu
sehat tentu berbeda dengan aktivitas yang
dialaminya sewaktu di Rumah Sakit dan
Setelah pulang dari Rumah Sakit. Perubahan
gaya hidup akibat hospitalisasi inilah yang
harus menjadi perhatian setiap perawat dan
anggota keluarga.
11

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hospitalisasi

2.1.3.1. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan,


monster, pembunuhan dan diawali oleh situasi yang
asing.àbinatang buas
2.1.3.2. Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diizinkan
2.1.3.3. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit
2.1.3.4. Prosedur yang menyakitkan
2.1.3.5. Takut akan cacat atau mati.
2.1.3.6. Berpisah dengan orang tua dan sibling

2.1.5. Reaksi Hospitalisasi

2.1.5.1. Reaksi Anak

2.1.5.1.1. Perubahan
Akibat penyakit yang di derita atau tindakan
seperti pembedahan, pengaruh citra tubuh,
perubahan citra tubuh dapat menyebabkan
perubahan peran , idial diri, harga diri dan
identitasnya.
2.1.5.1.2. Menolak makan
2.1.5.1.3. Sering bertanya
2.1.5.1.4. Cemas bila ditinggal keluarga
2.1.5.1.5. Menangis secara perlahan
2.1.5.1.6. Tidak kooperatif

2.1.5.2. Reaksi Keluarga

2.1.5.2.1. Reaksi Orang Tua

2.1.4.2.1.1. Denial/disbelief
Tidak percaya akan penyakit
anaknya
2.1.4.2.1.2. Marah/merasa bersalah
Merasa tidak mampu merawat
anaknya
2.1.4.2.1.3. Ketakutan, cemas dan frustasi
Orangtua pada umumnya akan
merasa takut, cemas dan frustasi
terhadap tingkat keseriusan
penyakit, prosedur tindakan
medis, dan ketidak tahuan akan
penyakit yang diderita anaknya
12

2.1.4.2.1.4. Depresi
Terjadi setelah masa krisis
anaknya, merasa lelah fisik,
khawatir memikirkan anaknya
yang lai dirumah, berhubungan
dengan efek samping
pengobatan, berhubungan dengan
biaya pengobatan dan perawatan.

Reaksi orang tua terhadap anaknya yang sakit


dan dirawat dirumah sakit dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor antara lain :

2.1.4.2.1.5. Tingkat keseriusan penyakit anak


2.1.4.2.1.6. Pengalaman sebelumnya
terhadap sakit dan dirawat di
rumah sakit
2.1.4.2.1.7. Prosedur pengobatan
2.1.4.2.1.8. Sistem pendukung yang tersedia
2.1.4.2.1.9. Kekuatan ego individu
2.1.4.2.1.10. Kemampuan dalam penggunaan
koping
2.1.4.2.1.11. Dukungan dari keluarga
2.1.4.2.1.12. Kebudayaan dan kepercayaan
2.1.4.2.1.13. Komunikasi dalam keluarga

2.1.5.2.2. Reaksi Saudara Kandung

Reaksi saudara kandung terhadap anak yang


sakit dan dirawat di rumah sakit adalah
kesepian, ketakutan, khawatir, marah,
cemburu, benci, dan merasa bersalah. Orang
tua sering kali mencurahkan perhatian yang
lebih besar terhadap anak yang sakit
dibandingkan dengan anak yang sehat. Hal ini
akan menimbulkan perasaan cemburu pada
anak yang sehat dan anak merasa ditolak (
Nursalam 2005).

2.1.5.2.3. Penurunan Peran Anggota Keluarga

Dampak dari perpisahan terhadap peran


keluarga adalah kehilangan peran orang tua,
saudara dan anak cucu. Perhatian orang tua
13

hanya tertuju pada anak yang sakit, akibatnya


saudara-saudara yang lain menganggap bahwa
hal tersebut adalah tidak adil. Respons tersebut
biasanya tidak disadari dan tidak disengaja.
Orang tua sering menyalahkan perilaku
saudara kandung tersebut sebagai perilaku
antisosial. Sakit akan membuat anak
kehilangan kebersamaan mereka dengan
anggota keluarga yang lain atau teman
sekelompok

2.1.6. Manfaat Hospitalisasi

Manfaat hospitalisasi yang utama adalah kesembuhan dari penyakit.


Selain itu hospitalisasi juga dapat memberikan keuntungan lain
diantaranya adalah anak-anak mendapatkan kesempatan belajar
menghadapi stressor dan belajar dalam melakukan koping terhadap
stressor yang muncul selama dirumah sakit.

Lingkungan rumah sakit juga dapat menyediakan pengalaman


sosialisasi baru bagi anak-anak yang dapat memperluas hubungan
interpersonal anak. Menurut Supartini (2004) keuntungan psikologis
perlu ditingkatkan dengan melakukan berbagai cara diantaranya
adalah sebagai berikut :

2.1.6.1. Peningkatan hubungan anak-orang tua

Stres akibat dirawat dirumah sakit atau hospitalisasi


menyediakan kesempatan untuk orang tua belajar lebih
jauh tentang pertumbuhan dan perkembangan
anaknya.Ketika orang tua dibantu untuk mengerti tentang
anaknya yang sedang bereaksi terhadap stress, seperti
regresi atau agresi. Orang tua tidak hanya lebih baik
dalam mendukung anaknya selama hospitalisasi tetapi
orang tua juga dapat mengkoreksi dirinya tentang praktek
pengasuhan anak yang telah dilakukan selama ini.

2.1.6.2. Penyediaan kesempatan belajar

Sakit dan hospitalisasi kesempatan yang baik untuk anak-


anak dan anggota keluarga yang lain untuk belajar lebih
dalam mengenai anggota tubuhnya dan hal-hal lain
(penyakit) dan juga profesi kesehatan. Contohnya selama
anak mendapatkan pengobatan terhadap penyakit yang
dialami, maka anak-anak akan belajar tentang
14

penyakitnya, orang tua akan belajar tentang kebutuhan


anak dan juga mungkin menemukan dukungan baru yang
didapatkan dari staf rumah sakit.

2.1.6.3. Peningkatan dan kematangan koping yang didapat selama


proses sakit

Stres akibat dirawat dirumah sakit dapat memberikan


kesempatan untuk meningkatkan penguasaan diri anak.
Pada anak yang masih muda dapat melakukan pengujian
terhadap fantasi dan ketakutan fealitas, dimutilasi, dirawat
dan diobati dengan respect serta memperhatikan
kebutuhan secara individual. Perawat dapat memberikan
fasilitas seperti : perasaan bahwa anak berkuasa atas
dirinya sendiri dengan menekankan pada aspek
kompetensi personal pada diri anak dan tidak terlalu
menekankan ketidak kooperatif serta perilaku negatif anak
lainnya.

2.1.6.4. Menyediakan lingkungan sosialisasi

Stres akibat dirawat dirumah sakit akan membuat anak


merasa sendiri, asosial dan kadang anak menjadi nakal dan
menemukan lingkungan yang simpatik di rumah sakit.
Anak-anak yang mungkin mengalami gangguan secara
fisik atau mungkin merasa lain dari teman sebayanya
mungkin akan menemukan kelompok social yang
menerima mereka. Orang tua mungkin juga menemukan
kelompok social baru pada diri orang lain yang mengalami
permasalahan yang sama. Perawat dapat mendorong
kumpulan orang tua tersebut untuk berdiskusi bersama-
sama tentang keprihatinan dan perasaan mereka dan juga
dapat mendorong orang tua untuk membantu dan
mendukung kesembuhan anaknya.

2.1.7. Peran Keluarga Selama Hospitalisasi

Menurut Sacharin (2003) fungsi rumah sakit adalah melengkapi


suatu lingkungan dimana anak yang sakit dapat dibantu untuk
mengatasi atau meringankan penyakitnya. Kesakitan tidak harus
menjadikan hidup klien terisolasi.Klien dan keluarga harus
menerima hasik perubahan dari kejadian sakit dan pengobatannya
tersebut. Klien dan keluarga dapat menerima pengalaman sakit ini
15

sebagai pengalaman yang biasa terhadap perilaku dan perubahan


dalam peran, gambaran diri dan dinamika keluarga.

Anak bukan merupakan orang satu-satunya yang harus bersikap


sebelum masuk rumah sakit. Orang tua harus diberi kesempatan
untuk mengexlorasikan kecemasannya, dimana setiap masalah harus
dibahas secara bebas serta harus diberikan kesempatan mengenai
setiap kekhawatiran yang ada kaitannya dengan anak.

Menurut Sacharin perawatan yang berpusat pada keluarga adalah


mempertahankan dan memperkuat peran dan ikatan selama anaknya
di rumah sakit untuk memelihara kemampuan yang sama dengan
perawat yaitu dengan member kesempatan orang tua berpartisipasi
dalam perawatan.

2.1.7.1. Nettiman ( 2006) menjelaskan ada beberapa manfaat


perawatan yang bersifat keluarga bagi orang tua dan anak
adalah :

2.1.7.1.1. Mempertahankan interaksi keluarga


2.1.7.1.2. Meminimalkan kecemasan perpisahan
2.1.7.1.3. Menurunkan reaksi protes, penolakan dan
putus asa
2.1.7.1.4. Meningkatkan rasa aman bagi anak
2.1.7.1.5. Memenuhi kebutuhan orang tua untuk
merawat dengan fisik dan emosi
2.1.7.1.6. Membuat orang tua merasa berguna dan
penting
2.1.7.1.7. Menurunkan perasaan bersalah pada orang tua
2.1.7.1.8. Meningkatkan kemampuan orang tua dala
perawatan selama anaknya sakit.
2.1.7.1.9. Kenyamanan reaksi setelah hospitalisasi

2.1.7.2. Namun demikian menurut Sacharin, perawatan dengan


melibatkan orang tua dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu :

2.1.7.2.1. Kemampuan ibu untuk menyesuaikan diri


dengan lingkungan rumah sakit dan
melepaskan sebagian perannya.
2.1.7.2.2. Kemampuan staf perawatan untuk menerima
ibu sebagai bagian dari populasi ruangan,
untuk mengetahui kebutuhannya dan mau
16

menerima peranan ibu yang khas dan suportif


bukan dominan
2.1.7.2.3. Sejauh mana diberi instruksi yang ditentukan
secara jelas mengenai kebijaksanaan dan
rutinitas ruangan serta apa yang diijinkan. Ibu
harus mengetahui peranan dari setiap anggota
dan siap dihubungi jika dibutuhkan bantuan.
2.1.7.2.4. Tingkat pengenalan staf perawatan adalah
sejauh mana masalah itu yang besifat pribadi
atau terikat dengan anak. Ibu perlu berbicara
dan tetap memperoleh informasi dari setiap
pengobatan dan hasil pemeriksaan dan diberi
kesempatan untuk membantu masalahnya.

2.2. CEMAS

2.2.1. Definisi Cemas

Cemas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung
oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman
atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka
padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut
terjadi (Murwani, 2008). Sedangkan menurut Struart (2007),
ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Tidak ada
objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus cemas.

Cemas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek
membahayakan, yang bergantung dengan tingkat cemas, lama cemas
yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping
terhadap cemas. Cemas dapat dilihat dalam rentang ringan, sedang,
dan berat. Setiap tingkat menyebabkan perubahan emosional dan
fisiologis pada individu (Videbeck, 2008).

Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan


dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan gejala
fisiologis (Tomb,2000). Stuart (2001) mengatakan kecemasan adalah
keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang spesifik dan kondisi
ini dialami secara subjektif. Cemas berbeda dengan rasa takut.

Takut merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang


berbahaya. Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian
tersebut. Menurut Wignyosoebroto, 1981 dikutip oleh Purba,
dkk.(2009), takut mempunyai sumber penyebab yang spesifik atau
17

objektif yang dapat diidentifikasi secara nyata, sedangkan cemas


sumber penyebabnya tidak dapat ditunjuk secara nyata dan jelas.

Kecemasan adalah kondisi membingungkan yang muncul tanpa


alasan dari kejadian yang akan datang. Kecemasan akan muncul
pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya sedang sakit.
Bila salah satu anggota keluarga sakit maka hal tersebut akan
menyebabkan terjadinya krisis keluarga. Kecemasan merupakan
respon yang tepat terhadap suatu ancaman, tetapi kecemasan dapat
menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi
ancaman (Nevid, et al 2005).

2.2.2. Penyebab Cemas

2.2.2.1. Keluarga

Ibu yang diliputi kecemasan saat mengandung, akan


melahirkan anak-anak yang cenderung pencemas. Tapi
pada prakteknya, faktor dari keluargalah yang paling
sering menjadi penyebab rentannya anak-anak mengalami
kecemasan. Dimulai dari proses pembentukan attachment
yang tidak baik pada anak di bawah usia 2 tahun, misalnya
anak ditelantarkan atau diperlakukan secara kasar, maka ia
akan mengembangkan sikap insecure terhadap lingkungan
dan dunia di sekitarnya.

2.2.2.2. Protektif

Pada tahap usia selanjutnya, jika pengabaian atau sikap


kasar terus dialami anak, maka kecemasan yang dirasakan
anak akan semakin meningkat. Begitu pula dengan
orangtua yang bersikap terlalu melindungi atau terlalu
mengendalikan anak. Semakin besar peluang munculnya
gangguan kecemasan pada anak-anak tersebut.

2.2.3. Tanda dan Gejala Cemas

Beberapa teori penyebab kecemasan pada individu antara lain (Stuart


dan Sundeen, 1998 : 177) :

2.2.3.1. Teori Psikoanalitik

Menurut pandangan psikoanalitik kecemasan terjadi


karena adanya konflik yang terjadi antara emosional
elemen kepribadian, yaitu id dan super ego. Id mewakili
insting, super ego mewakili hati nurani, sedangkan ego
18

berperan menengahi konflik yang tejadi antara dua elemen


yang bertentangan. Timbulnya kecemasan merupakan
upaya meningkatkan ego ada bahaya.

2.2.3.2. Teori Interpersonal

Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari


perasaan takut terhadap adanya penolakan dan tidak
adanya penerimaan interpersonal. Ansietas juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan
fisik.

2.2.3.3. Teori Perilaku (Behavior)

Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk


frustasi yaitu segala Sesutu yang mengganggu kemampuan
seseorang untuk mencapai tujuan.

2.2.3.4. Teori Prespektif Keluarga

Kajian keluarga menunjukan pola interaksi yang terjadi


dalam keluarga. Kecemasan menunjukan adanya pola
interaksi yang mal adaptif dalam system keluarga.

2.2.3.5. Teori Perspektif Biologis

Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung


reseptor khususnya yang mengatur ansietas, antara lain :
benzodiazepines, penghambat asam amino butirik-gamma
neroregulator serta endofirin. Kesehatan umum seseorang
sebagai predisposisi terhadap ansietas.

2.2.3.6. Kecemasan pada anak

Takut dan khawatir adalah hal yang wajar dialami seorang


anak. Normal saja mereka merasa takut pada gelap,
membayangkan sosok monster, atau takut berpisah dengan
rangtua. Untuk anak usia sekolah, cemas sebelum tampil
disekolah atau takut tak ditrerima teman-temannya, adalah
respon yang sehat. Bila rasa takut yang dialami oleh anak
sudah berlebihan sehingga mengganggu aktivitas harus
lebih diwaspadai. Pada saat-saat tertentu kecemasan yang
merupakan hal yang normal bahkan dapat menolong
seseorang terhadap ancaman atau sesuatu yang
membahayakan mereka. Misalnya saja berupa reaksi
19

ketakutan terhadap ketinggian, orang asing atau sesuatu


yang mengancam jiwa. Kecemasan ini sebenarnya bisa
dijadikan untuk melindungi diri dari segala sesuatu yang
membahayakan. Kecemasan yang dialami anak biasanya
berupa reaksi ketakutan akan gelap, lingkungan yang baru
atau sesuatu yang baru, keterpisahan dengan orang
terdekatnya, juga yang berkaitan dengan tugas sekolah
yang diberikan.

2.2.3.6.1. Pernyataan cemas/ketakutan terhadap sesuatu


2.2.3.6.2. Merasa tegang
2.2.3.6.3. Gelisah/tidak tenang
2.2.3.6.4. Mudah terkejut
2.2.3.6.5. Respon menarik diri
2.2.3.6.6. Gangguan pola tidur
2.2.3.6.7. Gangguan konsentrasi daya ingat

2.2.4. Tingkat Cemas

Menurut Stuart (2006), ada empat tingkat kecemasan yang dialami


oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

2.2.4.1. Kecemasan Ringan

Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari,


individu masih waspada serta lapang presepsinya meluas,
menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk
belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif
dan menghasilkan pertumbuhan.

2.2.4.2. Kecemasan Sedang

Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang


penting dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini
mempersempit lapang presepsi individu. Dengan
demikian, individu mengalami tidak perhatian yang
selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika
diarahkan untuk melakukannya.

2.2.4.3. Kecemasan Berat

Lapangan presepsi individu sangat sempit. Individu


cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik
serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut
memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
20

2.2.4.4. Panik

Berhubungan dengan ketakutan, dan terror. Hal yang rinci


terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan
kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik
mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan
peningkatan aktifitas motorik, menurunnya kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi
kelelahan dan kematian.

2.2.5. Rentang Respon Cemas

Menurut Stuart (2001), rentang respon individu terhadap cemas


berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptive. Rentang respon
yang paling adaptif adalah antisipasi dimana individu siap siaga
untuk beradaptasi dengan cemas yang mungkin muncul. Sedangkan
rentang yang paling maladaptive adalah panik dimana individu
sudah tidak mampu lagi berespon terhadap cemas yang dihadapi
sehingga mengalami gangguan fisik, perilaku maupun kognitif.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Berat Sekali


Gambar 2.1. Skema Rentang Respon Kecemasan

2.2.6. Dampak Kecemasan

Anak-anak yang mengalami gangguan kecemasan dapat


menunjukkan berbagai macam bentuk manifestasi kecemasan yang
dirasakan secara berbeda-beda.

2.2.6.1. Gagap

Ada anak yang mengalami kecemasan dan menjadi gagap


(Stuttering Disorder).

2.2.6.2. Pendiam

Sebagian anak memilih menjadi diam dan tidak berbicara


apapun pada situasi tertentu yang menyebabkan dirinya
tidak nyaman (Selektif Mutism).
21

2.2.6.3. Fobia

Fobia juga kerap dialami anak-anak yang mengalami


kecemasa berlebih atau irasional terhadap suatu objek atau
peristiwa tertentu. Baik fobia spesifik atau fobia sosial.

2.2.6.4. Obsesi-Kompulsi

Obsesi adalah pikiran yang timbul secara terus-menerus,


sulit dikendalikan dan tidak diharapkan. Sementara
kompulsi adalah perilaku berulang dan sengaja dilakukan
sebagai bentuk respon dari obsesi yang muncul. Contoh :
seorang anak yang cemas dirinya terkena penyakit akan
mencuci tangan secara berulang-ulang dengan frekuensi
yang semakin meningkat secara berkala setiap harinya.

2.2.7. Cara Mengukur Cemas

2.2.7.1. Menurut Hawari (2004)

Tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan


alat ukur (instrument) yang dikenal dengan nama
Hamilton Rating Scale for Axiety (HRS-A), yang terdiri
dari 14 kelompok gejala, antara lain adalah sebagai
berikut:

2.2.7.1.1. Perasaan cemas : cemas, firasat buruk, takut


akan pikiran sendiri dan mudah tersinggung.
2.2.7.1.2. Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat
beristirahat dengan tenang, mudah terkejut,
mudah menangis, gemetar dan gelisah.
2.2.7.1.3. Ketakutan : pada gelap, pada orang asing,
ditinggal sendiri, pada binatang besar, pada
keramaian lalu lintas dan pada kerumunan
orang banyak.
2.2.7.1.4. Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun
pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun
dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk dan
mimpi yang menakutkan.
2.2.7.1.5. Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi,
daya ingat menurun dan daya ingat buruk.
2.2.7.1.6. Perasaan depresri (murung) : hilangnya minat,
berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih,
terbangun pada saat dini hari dan perasaan
berubah-ubah sepanjang hari.
22

2.2.7.1.7. Gejala somatik/ fisik (otot) : sakit dan nyeri di


otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk dan
suara tidak stabil.
2.2.7.1.8. Gejala somatik/ fisik (sensorik) : tinnitus
(telinga berdenging), penglihatan kabur, muka
merah atau pucat, merasa lemas dan perasaan
ditusuk-tusuk.
2.2.7.1.9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh
darah) : takikardi (denyut jantung cepat),
berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi
mengeras, rasa lesu/ lemas seperti mau
pingsan dan detak jantung menghilang/
berhenti sekejap.
2.2.7.1.10. Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan
atau sempit di dada, rasa tercekik, sering
menarik nafas pendek/ sesak.
2.2.7.1.11. Gejala gastrointestinal (pencernaan) : sulit
menelan, perut melilit, gangguan pencernaan,
nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan
terbakar di perut, rasa penuh atau kembung,
mual, muntah, BAB konsistensinya lembek,
sukar BAB (konstipasi) dan kehilangan berat
badan.
2.2.7.1.12. Gejala urogenital (perekmihan dan kelamin) :
sering buang air kecil, tidak dapat menahan
BAK, tidak datang bulan (tidak dapat haid),
darah haid berlebihan, darah haid sangat
sedikit, masa haid berkepanjangan, masa haid
sangat pendek, haid beberapa kali dalam
sebulan, menjadi dingin,ejakulasi dini, ereksi
melemah, ereksi hilang dan impotensi.
2.2.7.1.13. Gejala autoimun : mulut kering, muka merah,
mudah berkeringat, kepala pusing, kepala
terasa berat, kepala terasa sakit dan bulu-bulu
berdiri.
2.2.7.1.14. Tingkah laku/ sikap : gelisah, tidak tenang, jari
gemetar, kening/ dahi berkerut, wajah tegang/
mengeras, nafas pendek dan cepat serta wajah
merah.

Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka


(score) antara 0-4, dengan penilaian sebagai berikut :
23

Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)


Nilai 1 = gejala ringan
Nilai 2 = gejala sedang
Nilai 3 = gejala berat
Nilai 4 = gejala berat sekali/ panic.

Masing-masing nilai angka (score) dari 14 kelompok


gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan
tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang,
yaitu : total nilai (score) : kurang dari 14 = tidak ada
kecemasan, 14-20 kecemasan ringan, 21-27 = kecemasan
sedang, 28-41 = kecemasan berat, 42-56 = kecemasan
berat sekali (Hawari, 2001).

2.2.7.2. HARS ( Hamilton Anxiety Rating Scale)

Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat


kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang disebut
HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS
merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada
munculnya symptom pada individu yang mengalami
kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 syptoms
yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan.
Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor( skala
likert) antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe).

Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959,


yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang
telah menjadi standar dalam pengukuran kecemasan
terutama pada penelitian trial clinic. Skala HARS telah
dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi
untuk melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian
trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan
bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala
HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reliable.
Skala HARS Menurut Hamilton Anxiety Rating Scale
(HARS) penilaian kecemasan terdiri dan 14 item,
meliputi:

2.2.7.2.1. Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan


pikiran sendiri, mudah tensinggung.
2.2.7.2.2. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar,
mudah terganggu dan lesu.
24

2.2.7.2.3. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap


orang asing, bila tinggal sendiri dan takut pada
binatang besar.
2.2.7.2.4. Gangguan tidur sukar memulai tidur,
terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas
dan mimpi buruk.
2.2.7.2.5. Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat,
mudah lupa dan sulit konsentrasi.
2.2.7.2.6. Perasaan depresi : hilangnya minat,
berkurangnya kesenangan pada hoby, sedih,
perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.
2.2.7.2.7. Gejala somatik: nyeni path otot-otot dan kaku,
gertakan gigi, suara tidak stabil dan kedutan
otot.
2.2.7.2.8. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk,
penglihatan kabur, muka merah dan pucat
serta merasa lemah.
2.2.7.2.9. Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di
dada, denyut nadi mengeras dan detak jantung
hilang sekejap.
2.2.7.2.10. Gejala pemapasan : rasa tertekan di dada,
perasaan tercekik, sering menarik napas
panjang dan merasa napas pendek.
2.2.7.2.11. Gejala gastrointestinal: sulit menelan,
obstipasi, berat badan menurun, mual dan
muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah
makan, perasaan panas di perut.
2.2.7.2.12. Gejala urogenital : sering keneing, tidak dapat
menahan keneing, aminorea, ereksi lemah atau
impotensi.
2.2.7.2.13. Gejala vegetatif : mulut kering, mudah
berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri,
pusing atau sakit kepala.
2.2.7.2.14. Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari
gemetar, mengkerutkan dahi atau kening,
muka tegang, tonus otot meningkat dan napas
pendek dan cepat.
25

2.3. DUKUNGAN KELUARGA

2.3.1. Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung
karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan
dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama
lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta
mempertahankan kebudayaan (Friedman, 2010).

Sedangkan menurut Ali (2010), keluarga adalah dua atau lebih


individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan dan
adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan
lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu
budaya.

2.3.2. Jenis Keluarga

2.3.2.1. Menurut Suprajitno (2004)

Pembagian tipe keluarga tergantung pada konteks


keilmuan dan orang yang mengelompokkan. Secara
tradisional tipe keluarga dapat dibagi menjadi dua yaitu:

2.3.2.1.1. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga


yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang
diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau
keduanya.
2.3.2.1.2. Keluarga besar (extended family) adalah
keluarga inti ditambah anggota keluarga lain
yang masih memiliki hubungan darah seperti
kakek, nenek, paman dan bibi.

2.3.2.2. Menurut Allender & Spradley (2001) dalam Achjar (2010)


Tipe keluarga yang dianut oleh masyarakat di Indonesia
adalah tipe keluarga tradisional. Tipe keluarga tradisional
dapat dikelompokkan manjadi:

2.3.2.2.1. Keluarga inti (nuclear family) yaitu keluarga


yang terdiri dari suami, istri dan anak (anak
kandung atau anak angkat).
2.3.2.2.2. Keluarga besar (extended family), yaitu
keluarga inti ditambah dengan keluarga lain
yang masih mempunyai hubungan darah,
misalnya kakek, nenek, paman dan bibi.
26

2.3.2.2.3. Keluarga dyad yaitu keluarga yang terdiri dari


suami istri tanpa anak.
2.3.2.2.4. Single parent yaitu keluarga yang terdiri dari
satu orang tua dengan anak kandung atau anak
angkat.
2.3.2.2.5. Keluarga usia lanjut yaitu keluarga yang terdiri
dari suami istri yang berusia lanjut.

2.3.3. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal


yang melindungi seseorang dari efek stress yang buruk (Kaplan dan
Sadock, 2002). Dukungan keluarga menurut Friedman (2010) adalah
sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya,
berupa dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan
instrumental dan dukungan emosional. Jadi dukungan keluarga
adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap,
tindakan dan penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga
anggota keluarga merasa ada yang memperhatikan.

Menurut Friedman (1998), individu yang yang tinggal dalam


keluarga besar (extended family) akan mendapatkan dukungan
keluarga yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang
tinggal dalam keluarga inti (nuclear family).

2.3.4. Jenis-jenis Dukungan Keluarga

Menurut House dan Kahn (1985) dalam Friedman (2010), terdapat


empat tipe dukungan keluarga yaitu:

2.3.4.1. Dukungan Emosional

Selama depresi berlangsung, individu sering menderita


secara emosional, sedih, cemas, dan kehilangan harga diri.
Jika depresi mengurangi perasaan seseorang akan hal
dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional memberikan
individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami
depresi, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa
percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya
merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga
menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.

2.3.4.2. Dukungan Nyata

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah


seperti pelayanan, bantuan finansial dan material berupa
27

bantuan nyata (instrumental support material support),


suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu
memecahkan masalah praktis, termasuk di dalamnya
bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi atau
meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari,
menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga
dan merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang
dapat membantu memecahkan masalah. Dukungan nyata
paling efektif bila dihargai oleh individu dan mengurangi
depresi individu. Pada dukungan nyata keluarga sebagai
sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.

2.3.4.3. Dukungan Pengharapan

Dukungan pengharapan meliputi pertolongan pada


individu untuk memahami kejadian depresi dengan baik
dan juga sumber depresi dan strategi koping yang dapat
digunakan dalam menghadapi stressor. Dukungan ini juga
merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi
penilaian yang positif terhadap individu.

Individu mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara


tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi
pengaharapan positif individu kepada individu lain,
penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan
seseorang dan perbandingan positif seseorang dengan
orang lain, misalnya orang yang kurang mampu.
Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan
strategi koping individu dengan strategi-strategi alternatif
berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek
yang positif..

2.3.4.4. Dukungan informasional

Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan


tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya
memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat,
pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang
dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan
informasi dengan menyarankan tentang dokter, terapi yang
baik bagi dirinya, dan tindakan spesifik bagi individu
untuk melawan stressor. Individu yang mengalami depresi
dapat keluar dari masalahnya dan memecahkan
masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan
28

menyediakan feed back (Sheiley, 1995). Pada dukungan


informasi ini keluarga sebagai penghimpun informasi dan
pemberi informasi.

2.3.5. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (1998), ada


bukti kuat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga
besar dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan
pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal
dari keluarga yang besar. Selain itu, dukungan yang diberikan
orangtua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia. Menurut
Friedman (1998), ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak
bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih
egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah


kelas ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat
pendapatan atau pekerjaan orangtua dan tingkat pendidikan. Dalam
keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan
adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan
yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan
kelas sosial menengah mempunyai tingkatdukungan, afeksi dan
keterlibatan yang lebih tinggi daripada orangtua dengan kelas sosial
bawah.

2.3.6. Cara Menilai Dukungan Keluarga

Menurut Nursalam (2008), untuk mengetahui besarnya dukungan


keluarga dapat diukur dengan menggunakan kuisioner dukungan
keluarga yang terdiri dari 12 buah pertanyaan yang mencakup empat
jenis dukungan keluarga yaitu dukungan informasional, dukungan
emosional, dukungan penilaian dan dukungan instrumental. Dari 12
buah pertanyaan, pertanyaan no 1-4 mengenai dukungan emosional
dan penghargaan, pertanyaan no 5-8 mengenai dukungan fasilitas,
dan pertanyaan no 9-12 mengenai dukungan informasi atau
pengetahuan.

Masing-masing dari pertanyaan tersebut terdapat 4 alternatif jawaban


yaitu “selalu”, “sering”, “kadang-kadang”, dan “tidak pernah”. Jika
menjawab “selalu” akan mendapat skor 3, menjawab “sering”
mendapat skor 2, menjawab “kadang-kadang” mendapat skor 1, dan
menjawab “tidak pernah” mendapat skor 0. Total skor pada
29

kuisioner ini adalah 0-36. Jawaban dari responden dilakukan dengan


scoring.

2.4. Kerangka Teori

Hospitalisasi Pada Kecemasan Pada Anak


Anak Usia Sekolah Usia Sekolah

Dukungan Keluarga

Gambar 2.2. Kerangka Teori Penelitian

2.5. Kerangka Konsep

Hospitalisasi

Anak Usia Sekolah Hospitalisasi

Respon Kecemasan

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

2.6. Hipotesa/Hipotesis

Istilah hipotesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu
“hupo” yang berarti sementara dan “thesis” yang berati pernyataan atau
teori. Karena hipotesis adalah pernyataan sementara yang masih lemah
kebenarannya, maka perlu diuji kebenarannya. Menurut Kerlinger (Riduan,
2010:35) hipotesis ditafsirkan sebagai dugaan terhadap hubungan antara
dua variabel atau lebih. Sedangkan Surdjana (Riduan, 2010:35) mengartikan
hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai suatu hal yang dibuat untuk
menjelaskan hal itu yang sering dutuntut untuk melakukan pengecekannya.

hipotesis berasal dari bahasa Inggris, yaitu Hypothesis. Hipotesa berasal dari
ejaan Belanda, yaitu Hypotese. Hipotesis atau hipotesa menurut KBBI
adalah sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat
(teori, proposisi, dan sebagainya) meskipun hal tersebut masih perlu
dibuktikan kebnarannya.

Ha : Ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap respon cemas


anak usia sekolah selama hospitalisasi di ruang anak Rumah sakit
Umum Handayani Kotabumi.

Anda mungkin juga menyukai