Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Studi tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi hanya sedikit. Beberapa studi
justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Kekuasaan dan Politik adalah sesuatu
yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap organisasi tetapi agak sulit untuk
mengukurnya akan tetapi penting untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena
keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi.
Pada saat setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu
sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan.
Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih
individu.
Politik tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga terjadi
pada organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok, bahkan
pada unitkeluarga. Politik adalah suatu jaringan interaksi antarmanusia dengan kekuasaan
diperoleh, ditransfer, dan digunakan.
Politik dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan
kepentingan manajer, serta kepentingan organisasi. Ketika keseimbangan tersebut
tercapai, kepentingan individu akan mendorong pencapaian kepentingan organisasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kekuasaan dan sumber-sumber kekuasaan ?
2. Apa saja taktik kekuasaan ?
3. Apa saja yang menyebabkan ketergantungan dan kekuasaan ?
4. Bagaimana perilaku politik dalam organisasi ?
5. Apa saja faktor-faktor perilaku politik dalam organsasi ?

C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah maklah ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui pengertian dan sumber-sumber kekuasaan
2. Dapat mengetahui taktik kekuasaan
3. Dapat mengetahui penyebab dari ketergantungan dan kekuasaan.
4. Dapat mengetahui perilaku politik dalam organisasi.
5. Dapat mengetahui faktor-faktor perilaku politik dalam organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kekuasaan
Kekuasaan (Power) mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk
memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi ini
mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah
hubungan ketergantungan. Barangkali aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal
ini merupakan fungsi ketergantungan (dependency). Semakin besar ketergantungan B pada
A, semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut.
1. Membandingkan Kepemimpinan dan Kekuasaan
Para pemimpin menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan
kelompok. Para pemimpin mencapai tujuan, dan kekuasaan adalah sarana untuk
memudahkan usaha mereka tersebut. Perbedaan antara kedua istilah itu adalah salah satu
perbedaannya terkait dengan kesesuaian tujuan. Kekuasaan tidak mensyaratkan kesesuaian
tujuan, antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin. Perbedaaan kedua berkaitan
dengan arah pengaruh.
Kepemimpinan berfokus pada pengaruh ke bawah kepada para pengikut. Kepemimpinan
meminimalkan pola-pola pengaruh ke samping dan ke atas. Kekuasaan tidak demikian.
Perbedaan lain lagi terkait dengan penekanan penelitian. Penelitian mengenai
kepemimpinan, sebagian besar, menekankan gaya. Penelitian tersebut mencari jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan seperti : Seberapa suportif semestinya seorang pemimpin?
Sampai tingkat mana proses pengambilan keputusan harus dilakukan bersama dengan para
pengikut? Sebaliknya penelitian mengenai kekuasaan cenderung mencakup bidang yang
lebih luas dan terfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah.
Penelitian itu melampaui individu sebagai pelaksana kekuasaan karena kekuasaan dapat
digunakan oleh kelompok dan juga individu utnuk mengendalikan individu atau kelompok-
kelompok yang lain.

2. Landasan Kekuasaan
a. Kekuasaan Formal
Kekuasaan formal didasarkan pada posisis seorang individu dalam sebuah
organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa atau memberi
imabalan, atau dari wewenang formal.
1. Kekuasaan Koersif (Coercive Power)
Landasan kekuasaan koersif (coercive power) adalah rasa takut. Seseorang memberikan
reaksinya terhadap kekuasaan ini karena rasa takut terhadap akibat-akibat negatif yang
mungkin terjadi jika ia tidak patuh. Kekuasaan koersif mengandalkan aplikasi, atau
ancaman aplikasi, sanksi fisik, yang menimbulkan rasa sakit, menimbulakan frustrasi
melalui pembataasan gerak, atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologis
atau keamanan.

2. Kekuasaan Imbalan (Reward Power)


Kebalikan dari kekuasaan koersif adalah kekuasaan imbalan (reward power). Orang
memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena, dengan berbuat demikain, ia akan
mendapatkan manfaat positif. Karena itu, seseorang yang dapat membagikan imbalan atau
penghargaan yang dipandang orang lain bernilai akan memiliki kekuasaan atas orang lain
itu. Imbalan ini bersifat finansial – seperti pengendalian tingkat upah, kenaikan upah, dan
bonus; atau nonfinansial – termasuk pengakuan, promosi, penugasan kerja yang menarik
kolega yang ramah, dan wilayah kerja atau wilayah penjualan yang lebih disukai.
Kekuasaan koersif dan kekuasaan imbalan saling berlawanan. Jika dapat membuang
seseuatu yang bernilai positif dari orang lain atau menimbulkan sesuatu yang bernilai
negatif, Anda memiliki kekuasaan koersif atas orang itu. Jika dapat memberi seseorang
sesuatu yang bernilai positif atau membuang sesuatu yang bernilai negatif. Anda memiliki
kekuasaan imbalan atas orang itu.

3. Kekuasaan Legitimasi
Dalam kelompok atau organisasi formal, barangkali akses yang paling mudah ditemui pada
satu atau lebih landasan kekuasaan adalah posisi struktural seseorang. Hal ini
disebut kekuasaan legitimasi (legitimate power). Kekuasaan ini melambangkan
kewenangan formal utnuk mengendalikan dan memanfaatkan sumber-sumber daya
organisasi.
Posisi-posisi yang memiliki kewenangan mencakup kekuasaan koersif dan imbalan.
Namun, kekuasaan legitmasi lebih luas daripada kekuasaan untuk memaksa dan
memberikan imbalan. Secara spesifik, kekuasaan ini mencakup penerimaan wewenang
suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam sebuah organisasi. Ketika kepala sekolah,
presiden bank, atau kapten tentara berbicara (dengan asumsi arahan mereka dipandan ada
dalam wewenang jabatan mereka), para guru, teller, dan letnan satu akan mendengarkan
dan, biasanya, mematuhinya.
b. Kekuasaan Pribadi
Merupakan kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik
terdapat dua basis kekuatan Pribadi, yaitu kekuasaan karena keahlian dan kekuasaan
rujukan.
1. Kekuasaan karena Keahlian (Expert Power)
Kekuasaan karena keahlian (expert power) adalah pengaruh yang diperoleh dari
keahlian, keterampilan khusus, atau pengetahuan. Keahlian telah menjadi salah satu
sumber pengaruh yang paling kuat karean dunia sudah semakin berorientasi pada
teknologi. Karena pekerjaan semakin terspesialiasi, kita menjadi semakin bergantung
kepada para ahli untuk mencapai tujuan. Jadi, meskipun secara umum diakui bahwa dokter
memiliki keahlian dan dengan memiliki kekuasaan sebagai ahli sebagian besar diantara
kita mengikuti saran-saran yang diberikan oleh dokter kita Anda juga harus mengakui
bahwa para spesialis bidang komputer, akuntan pajak, ahli ekonomi, mengakui bahwa para
spesialis bidang komputer, akuntan pajak, ahli ekonomi, psikolog industri,dan spesialis –
spesialis lain mampu menjalankan kekuasaan sebagai hasil dari keahlian mereka.

2. Kekuasaan Rujukan (Referent Power)


Kekuasaan rujukan (referent power) didasarkan pada identifikasi terhadap seseorang
yang memiliki sumer daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Jika saya
menyukai, menghormati, dan mengagumi Anda, Anda dapat menjalankan kekuasaan atas
saya karena saya inginkan menyenangkan hati Anda. Kekuasaan rujukan berkembang dari
kekaguman terhadap orang lain dan hasrat untuk menjadi seperti orang itu.

3. Landasan Kekuasaan yang Paling Efektif


Hal yang menarik adalah bahwa penelitian secara cukup jelas menunjukkan bahwa sumber-
sumber kekuasaan yang bersifat pribadilah yang paling efektif. Kekuasaan karena
keahlian terhadap penyeliaan, komitmen keorganisasian mereka, dan kinerja mereka,
sedangkan kekuasaan imbalan dan legitimasi tampaknya tidak terkait secara langsung
dengan hasil semacam ini.

B. Ketergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan


Aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan suatu fungsi
ketergantungan. Dalam bagian ini, akan ditunjukkan betapa pentingnya pemahaman
mengenai ketergantungan dalam upaya untuk lebih lanjut memahami kekuasaan itu sendiri.
1. Postulat Umum tentang Ketergantungan
Semakin besar ketergantungan B kepada A, semakin besar kekuasaan A atas B.
Ketika Anda memiliki apa pun yang dibutuhkan orang lain dan hanya Anda seorang dirilah
yang mengendalikannya, Anda membuat orang lain itu bergantung kepada Anda dan,
karena itu, Anda berkuasa atasnya. Jadi, ketergantungan berbanding terbalik dengan
sumber-sumber penawaran alternatif. Jika suatu barang jumlahnya banyak, kepemilikan
atasnya tidak akan meningkatkan kekuasaan anda. Jika setiap orang cerdas,
kecerdasan sebagai suatu kualitas tidak memberikan keunggulan istimewa. Demikian
pula, diantara orang-orang superkaya uang bukan lagi menunjukkan kekuasaan.

2. Penyebab Ketergantungan
Ketergantungan akan meningkat manakala sumber-sumber daya yang Anda
kendalikan itu penting, langka, dan tak tergantikan.
a. Nilai Penting
Jika tak seorang pun menginginkan yang Anda miliki, ketergantungan pada Anda tidak
akan tercipta. Karena itu, untuk menciptakan ketergantungan, hal-hal yang Anda kontrol
haruslah hal-hal yang dipandang penting. Banyak organisasi, misalnya, secara aktif
berusaha menghindari ketidakpastian. Karenanya kita akan menemukan bahwa individu
atau kelompok yang dapat menghilangkan ketidakpastian suatu organisasi akan dipandang
sebagai penguasa sumber daya yang penting.

b. Kelangkaan
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, jika sesuatu itu berjumlah banyak, kepemilikan
atasnya tidak akan meningkatkan derajat kekuasaan Anda. Suatu sumber daya harus bisa
dilihat sebagai sesuatu yang langka guna menciptakan ketergantungan. Ini dapat
membantu menjelaskan bagaimana para bawahan dalam sebuah organisasi yang memiliki
pengetahuan penting yang tidak dimiliki pemimpin mendapatkan kekuasaan atas kelompok
yang disebut terakhir ini. Kepemilikan sumber daya yang langka dalam hal ini,
pengetahuan yang penting menjadikan pemimpin bergantung pada bawahan. Hal ini juga
membantu menjelaskan berbagai perilaku bawahan yang dalam cara pandang lain tampak
tidak logis , seperti menghancurkan manual prosedur yang menguraikan bagaimana suatu
pekerjaan ditunaikan, menolak untuk melatih orang lain dalam pekerjaan mereka atau
bahkan untk menunjukkan kepadanya cara yang benar dalam menjalankan pekerjaan
tersebut, menciptakan bahasa dan dan beragam istilah khusus yang menghambat orang lain
untuk memahami pekerjaan mereka, atau beroperasi secara rahasia sehingga suatu kegiatan
akan tampak lebih rumit dan sulit dibanding yang sebenarnya.
Hubungan kelangkaan – ketergantungan lebih jauh dapat dilihat dalam kekuasaan yang
termasuk kategori jabatan. Individu-individu yang memiliki jabatan di mana persediaan
personel relatif rendah dibandingkan dengan kebutuhnnya dapat merundingkan paket-
paket kompensasi dan tunjangan yang jauh lebih menarik dibanding bila jumlah calonnya
banyak. Pengelola perguruan tinggi saat ini tidak menemui masalah untuk mencari dosen
bahasa Inggris. Sebaliknya pasar untuk guru teknik komputer sangat ketat : permintaan
memungkinkan mereka utnuk merundingkan gaji yang lebih tinggi, beban mengajar yang
lebih rendah, dan tunjangan lainnya.

c. Keadaan Tak Tergantikan


Semakin sedikit pengganti yang tersedia bagi suatu sumber daya, semakin besar kekuasaan
yang diberikan oleh kontrol atas sumber daya tersebut. Pendidikan yang lebih tinggi sekali
lagi menyediakan contoh yang sempurna. Di universitas-universitas di mana ada tekanan
yang kuat bagi tenaga pengajar untuk menerbitkan karya mereka, kita dapat mengatakan
bahwa kekuasaan seorang kepala jurusan atas seorang tenaga pengajar berkorelasi terbalik
dengan banyaknya publikasi tenaga pengajar yang bersangkutan. Semakin banyak
pengakuan yang diterima oleh seorang tenaga pengajar itu melalui publikasi karyanya,
semakin leluasalah ia. Artinya, karena universitas-universitas lain menginginkan tenaga
pengajar yang banyak mempublikasikan karyanya dan terpandang, pemintaan akan jasa
tenaga pengajar tersebut pun meningkat. Meskipun masa kerja juga turut mengubah
hubungan ini dengan cara membatasi alternatif yang dimiliki kepala jurusan, tenaga-tenaga
pengajar yang baru sedikit mempublikasikan karyanya atau tidak memiliki publikasi sama
sekali memiliki mobilitas paling kecil dan mendapat pengaruh terbesar dari atasan mereka.

C. Taktik Kekuasaan
Taktik kekuasaan adalah cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan ke
dalam tindakan-tindakan tertentu. Dibagian ini kita akan meninjau kembali pilihan-pilihan
taktik yang populer dan berbagai kondisi yang mungkin lebih efektif dibanding yang lain.
Penelitian telah mengidentifikasi sembilan macam taktik pengaruh, yaitu :
1. Legitimasi
Mengandalkan posisi kewenangan seseorang atau menekankan bahwa sebuah permintaan
selarasdengan kebijakan atau ketentuan dalam organisasi.
2. Persuasi rasional
Menyajikan argumen-argumen yang logis dan berbagai bukti faktual untuk
memperluhatkan bahwa sebuah permintaan itu masuk akal.
3. Seruan inspirasional
Mengembangkan komitmen emosinal dengan cara menyerukan nilai-nilai, kebutuhan,
harapan, dan aspirasi sebuah sasaran.
4. Konsultasi
Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran dengan cara
melibatkannya dalam memutuskan bagaimana rencana atau perubahan akan di jalankan.
5. Tukar pendapat
Memberikan imbalan kepada terget atau sasaran berupa uang atau penghargaan lain
sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan.
6. Seruan pribadi
Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan.
7. Menyenangkan orang lain
Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku bersahabat sebelum membuat permintaan.
8. Tekanan
Yaitu dengan cara Menggunakn peringatan, tuntutan tegas, dan ancaman.
9. Koalisi
Meminta bantuan orng lain untuk membujuk sasaran (target) atau mengguanakan
dukungan orang lain sebagai alasan agar si sasaran setuju.

Beberapa taktik tersebut umumnya lebih efektif dari pada yang lain. Secara khusus
bukti menunjukan bahwa persuasi nasional, seruan inspirasional dan konsultasi cenderung
menjadi cara yang paling efektif. Sebaliknya tekanan lebih sering menjadi bumerang dan
paling tidak efektif diantara kesembilan taktik itu. Anda juga dapat meningkatkan
kemungkinan keberhasilan anda dengan cara menerapkan lebih dari satu jenis taktik pada
saat yang bersamaan atau secara berurutan, sepanjang pilihan-pilihan taktik anda itu
selaras. Sebagai contoh menggunakan taktik yang menyenangkan orang lain ataupun
legitimasi dapat meminimalkan reaksi negatif yang mungkin timbul akibat “didikte” oleh
atasan.

a. Kekuasaan dalam kelompok : Koalisi


Koalisi yaitu suatu kelompok informasi yang diikat bersama dengan sebuah isu
perjuangan yang sama. Cara alamiah untuk mendapatkan pengaruh adalah dengan menjadi
pemegang kekuasaan. Karena itu, orang-orang nyang menginginkan kekuasaan akan
berupaya membangun landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam banyak contoh, hal ini
mungkin sulit, beresiko, mahal, atau bahkan mustahil. Bila demikian, upaya akan
dilakukan untuk membentuk koalisi dari dua atau lebih. “ orang di luar kekuasaan” uyang,
dengan bersatu, dapat menggabungkan sumber-sumber daya mereka guna meningkatkan
kekuasaan. Koalisi yang berhasil terdiri atas anggota-anggota yang sifatnya cair dab bisa
terbentuk secara cepat, menjangkau isu yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula
bubarnya”.
Prediksi lain mengenai koalisi berkaitan dengan kadar kesalingtergantungan di
dalam organisasi. Lebih banyak koalisi yang bisa tercipta bilamana terdapat banyak
ketergantungan tugas dan sumber daya. Sebaliknya akan terdapat lebih sedikit
salingketergantungan diantara berbagai sub unit dan lebih sedikit aktvitas pembentukkan
koalisi bilamana berbagai sub unit itu mandiri dengan sumber daya yang melimpah.
Terakhir pembentukan koalisi akan dipengaruhi oleh tugas-tugas aktual yang
dijalankan oleh para pekerja. Semakin rutin tugas semua kelompok, semakin besar
kemungkinan akan terbentuk koalisi. Semakin besar pekerjaan yang orang lain lakukan,
semakin besar ketergantungan mereka. Untuk mengimbangi ketergantungan ini, mereka
perlu membangun koalisi. Ini membantu menjelaskan sejarah terbentuknya serikat-serikat
pekerja, khususnya diantara para pekerja yang berketerampilan rendah. Karyawan-
karyawan ini dalam kapasitas mereka sebagai anggota koalisi yang satu akan lebih mampu
menegosiasikan kenaikan upah, tunjangan, dan kondisi kerja dari pada jika mereka
bertindah sendiri-sendiri.

b. Pelecehan seksual : ketidakseimbangan kekuasaan di tempat kerja


Pelecehan seksual yaitu segala aktivitas yang bersifat seksual yang tidak diinginkan
dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana kerja yang tak
nyaman. Pelecehan seksual didefinisikan sebagai segala aktivitas bersifat seksual yang
tidak diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana
keerja yang tak nyaman. Mahkamah Agung AS membantu memperjelas definisi ini dengan
menambahkan bahwa tes kunci untuk menentukan apakah telah terjadi pelecehan seks
adalah apakah komentar atau perilaku di suatu lingkungan kerja umumnya akan dianggap,
dan memeng dipandang, tak menyenangkan atau merendahkan. Pada umumnya organisasi
telah membuat kemajuan besar kearah pembatasan bentuk-bentuk pelecehan seks terbuka
selama dasawarsa silam. Ini mencangkup sentuhan fisik yang tidak diinginkan, permintaan
kencan yang berulang sementara orang yang diajak jelas-jelas tidak berminat, dan ancaman
disertai kekerasan bahwa seseorang akan kehilangan pekerjaan bila ia menolak ajakan
berhubungan seks
Pelecehan seksual adalah masalah kekuasaan, yaitu seorang individu mencoba
mengendalaikan atau mengancam individu lainnya. Tindakan ini salah. Dan, berbuat tidak
senonoh terhadap perempuan atau laki-laki manapun menyalahi hukum. Namun anda dapat
memahami pelecehan seksual muncul kepermukaan dalam organisasi jika anda
menganalisnya dalam bingkai kekuasaan telah di jelaskan.
Bagaimana pelecehan seksual dapat mengakibatkan kehancuran sebuah organisasi,
tetapi tindakan ini sebenarnya dapat dihindari. Peran seorang manager dalam mencegah
pelecehan seksual sangat penting. Beberapa cara agar para manager dapat melindungi diri
mereka sendiri, dan karyawan mereka dari pelecehan seksual adalah sebagai berikut :
1. Pastikan adanya sebuah kebijakan yang dengan tepat mendefinisikan hal-hal yang
merupakan pelecehan seksual, yang memberi tahu karyawan bahwa mereka dapat dipecat
karena melakukan pelecehan seksual semacam itu kepada karyawan lain, dan yang
menetapkan prosedur untuk menyampaikan keluhan.
2. Yakinkan karyawan bahwa mereka tidak akan menghadap balasan jika mereka
menyampaikan keluhan mereka.
3. Selidiki setiap keluhan dan ikut sertakan divisi legal dan sumber daya manusia perusahaan.
4. Pastikan bahwa pelakunya terena sangsi atau diberhentikan.
5. Adakan seminar internal untuk membangkitkan kesadaran karyawan akan isi-isu seputar
pelecehan seksual dan pelecehan.
Kesimpulannya adalah bahwa para manager memiliki tanggung jawab untuk
melindungi karyawan merekan dari lingkungan kerja yang tak menyenangkan, tetapi
mereka juga perlu melindungi diri mereka sendiri. Para manager mungkin tidak menyadari
bahwa salah seorang karyawan mereka mengalami pelecehan seksual. Tetapi, hal itu tidak
akan melindungi mereka atau organisasi mereka. Jika para penyelidik hukum menyakini
bahwa seorang manager tahu tentang pelecehan seksual di lingkungan di bawah tanggung
jawabnya, baik si manager maupun perusahaan dapat dikenai tanggung jawab.

D. Perilaku Politik dalam Organisasi


Perilaku Politik merupakan kegiatan yang tidak dipandang sebagai bagian dari peran
formal seseorang didalam organisasi, tetapi yang memengaruhi, atau berusaha
memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Perilaku politik
berada di luar persyaratan kerja tertentu dari seseorang. Perilaku itu mensyaratkan suatu
upaya untuk menggunakan landasan kekuasaan seseorang. Serta mencakup berbagai upaya
untuk memengaruhi tujuan, kriteria, atau proses-proses yang digunakan dalam
pengambilan keputusan ketika kita menyatakan bahwa politik terkait dengan “distribusi
keuntungan dan kerugian di dalam organisasi”. Definisi ini cukup luas untuk mencakup
beragam perilaku politik seperti menahan informasi kunci dari pengambilan keputusan,
bergabung dalam koalisi, mencari-cari kesalahan, menyebarkan rumor, membocorkan
informasi rahasia tentang kegiatan organisasi kepada media, saling menyenangkan
ddengan orang laindi dalam organisasi untuk memperoleh manfaat bersama, dan melobi
atas nama atau melawanseseorang atau alternative keputusan bersama. Perilaku politik
yang sah ( legitimate political behavior ) mengacu pada politik sehari-hari yang wajar /
normal. Misalnya: menyampaikan keluhan kepada penyelia, memotong rantai komando,
membangun koalisi, menentang kebijakan atau keputusan organisasi lewat pemogokan
atau dengan terlalu berpegang ketat pada ketentuan yang ada, dan menjalin hubungan
keluar organisasi melalui kegiatan profesi. Sedangkan perilaku politik yang tidak sah
(illegitimate political behavior ) merupakan perilaku politik yang menyimpang dari
atauran main yang telah ditentukan. Kegiatan yang tidak sah tersebut meliputi : sabotase,
melaporkan kesalahan, dan protes-protes simbolis seperti mengenakan pakaian nyeleneh
atau bros tanda protes, dan beberapa karyawan yang secara serentak berpura-pura sakit
agar tidak perlu masuk kerja.

E. Politik: Kekuasaan yang Bermain


Ada lumayan banyak definisi untuk politik organisasi. Namun pada dasarnya
berbagai definisi tersebut berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan dalam organisasi atau pada perilaku anggota-anggotanya yang
bersifat mementingkan diri sendiri dan tidak melayani kebutuhan organisasi.
Namun dalam kasus ini perilaku politik didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak
dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, namun yang
mempengaruhi atau berusaha mempengaruhi distribusi keuntungan dan kerugian didalam
organisasi tersebut. Definisi ini mencangkup berbagai upaya untuk mempengaruhi tujuan,
kriteria atau prosesyang digunakan dalam pengambilan keputusan, ketika kita menyatakan
bahwa politik terkait dengan “distribusi keuntungan dan kerugian didalam organisasi”.
Didalam perilaku politik terdapat dua dimensi “sah dan tidak sah”. Perilaku Politik Sah
yaitu perilaku politik yang mengacu pada politik sehari-hari normal. Sedangkan perilaku
Politik tidak Sah yaitu perilaku politik yang berat yang menyimpan aturan permainan yang
telah ditentukan.
1. Realitas Politik
Realitas politik adalah kenyataan hidup dalam organisasi. Orang yang mengambil
kenyataan ini akan menanggung sendiri resikonya. Pertanyaan yang sering muncul,
haruskah poltik ada? Tidak mungkinkah sebuah organisasi bebas dari politik? Jawabanya
mungkin saja, tetapi pada umumnya tidak mungkin.
Organisasi terbentuk dari individu dan kelompok dengan nilai, tujuan dan
kepentingan yang berbeda-beda. Fakta ini, mengandung potensi timbulnya konflik untuk
memperebutkan sumber daya. Anggaran departemen, alokasi ruang, tanggun jawab proyek
hanyalah contoh dari sumber daya yang dapat diperebutkan dan diperjuangkan oleh
karyawan.
Sumber daya yang dimiliki organisasi juga terbatas, sehingga potensi konflik
berubah menjadi konflik nyata. Jika sumber daya melimpah, semua konstituen yang
beragam dalam organisasi dapat mempengaruhi kebutuhannya. Tetapi sekali lagi karena
sumber daya terbatas, tidak setiap kepentingan dapat terlayani. Lebih jauh entah benar atau
salah, keuntungan satu orang atau kelompok sering kali dipahami akan diperoleh dengan
mengurbankan orang atau kelompok lain dalam organisasi. Adanya beberapa kekuatan ini
menciptakan persaingan diantara para anggota untuk memenangkan sumber daya
organisasi yang terbatas.
2. Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Perilaku Politik
Tidak semua kelompok atau organisasi sama politisnya. Dalam beberapa organisasi
misalnya, politisasi sangat terbuka dan tak terkendai, sementara dalam organisasi lain,
politik memainkan peran kecil dalam memperngaruhi hasil.
a. Faktor Individu
Pada tataran individu, para peneliti telah mengidentifikasi sifat-sifat kepribadian
tertentu, kebutuhan dan beberapa faktor lain yang dapat dikaitkan dengan perilaku politik
seseorang. Dalam hal sifat,kita menemukan bahwa para karyawan yang mampu merefleksi
diri secara baik (high self-monitor) memiliki pusat kendali (locus of contol) internal, dan
memilki kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan pnya kemungknan lebih besar untuk
terlibat dalam perilaku politik. Orang yang mampu merefleksi diri seara baik lebih sensitife
terhadap berbagai tanda social, mampu menampilkan tingkat kecerdasan social, dan
termpil dalam berperilaku politik daripada mereka yang kurang mampu merefleksi diri
(low self-monitor). Individu- individu degan locus of control internal , lantaran meyakini
bahwa mereka mampu mengendalikan lingkungannya, lebih cenderung bersikap proaktif
dan berupaya memanipulasi situasi demi kepentingan mereka sendiri. Tidak mengejutkan,
kepribadian Machiavelian- yang dicirikan dengan kehendak untuk memanipulasi dan
hasrat akan kekuasaan- dengan mudah menggunakan politik sebagai sarana untuk
memperjuangkan kepentingan sendiri.
Selain itu, investasi seseorang dalam organisasi, alternative-alternatif yang
diyakinininya ada, dan harapan akan kesuksesan turut mempengaruhi sejauh mana ia akan
memanfaatkan sarana tindakan politik yang tidak sah.

Faktor-faktor Individu :
1. Kemampuan merefleksi diri yang baik
2. Pusat Kendali Internal
3. Kepribadian yang lincah
4. Investasi Organisasi
5. Alternatif pekerjaan lain
6. Harapan akan kesuksesan

b. Faktor Organisasi
Kegiatan politik kiranya leih merupakan fungsi karakteristik organisasi ketimbang
fungsi variabel perbedaan individu. Mengapa?karena tidak sedikit organisasi memiliki
banyak karyawan dengan karakter-karakter individu yang kita sebut sebelumnya , namun
kadar perilaku politiknya sangat beragam.
Tanpa menafikan peran yang mungkin dijalankan oleh perbedan-perbedaan
individual dalam menumbuh kembangkan proses politisasi, bukti menunjukkan bahwa
situasi dan kultur tertentulah yang lebih mendukung politik. Secara lebih khuus, jika
sumber daya sebuah organisasi berkurang, ketika pola sumber daya yang ada berubah dan
ketika muncul kesempatan untuk promosi, politisasi lebih dimungkinkan untuk muncul
permukaan. Selain it kultur yang tercirikan oleh tingkat kepercayaan yang rendah,
ambiguitas peran, sistem evaluasi kinerja yang tidak jelas, praktik alokasi imalan zero-sum
(perolehan hangus karena kurang memuaskan), pengambilan keputusan secara demokratis,
tekanan yang tinggi atas kinerja, dan manajer-manajer senior yang egois menciptakan
lahan pembiakan yang subur bagi politisasi.
Ketika organisasi melakukan perampingan untuk meningkatkan efisiensi,
pengurangan sumber daya harus dilakukan. Terancam kehilangan sumber daya, orang bisa
terlibat dalam tindakan politik untuk mengamankan apa yang mereka miliki. Tetapi
perubahan apapun,khususnya yang mengimplikasikan realokasi sumber daya dalam
organisasi secara signifikan, berkemungkinan merangsang timbulnya konflik dan
meningkatkan politisasi.
Keputusan promosi sebagai salah satu tindakan paling politis dalam organisasi.
Peluang promosi atau kemajuan mendorong orang untuk bersaing mendapatkan sumber
daya yang terbatas dan mencoba secara positif mempengaruhi hasi; keputusan.
Semakin kecil kepercayaan yang ada dalam organisasi, semakin tinggi tingkat
perilaku politik dan semakin mungkin perilaku politik itu akan tidak sah. Karenanya,
tingkat kepercayaan yang tinggi secara umum akan menekan tingkat perilaku politik dan
secara khusus akan menghambat tindakan politik yang tidak sah.

Faktor – faktor Organisasi


1. Realokasi sumber daya
2. Peluang promosi
3. Tingkat kepercayaan rendah
4. Ambiguitas peran
5. Sistem evaluasi kerja tidak jelas
6. Praktik imbalan zero-sum
7. Pengambilan keputusan yang demokratis
8. Tekanan kinerja tinggi
9. Manajer senior yang egois

3. Orang Menanggapi Politik Organisasi


Mengenai faktor faktor yang berkontribusi pada perilaku politik, kita melihat hasil-
hasil yang menguntungkan bagi mereka yang berhasil dalam perilaku politiknya tetapi bagi
sebagian besar orang yang keterampilan berpolitikny biasa saja atau tidak mau bermain
politik,hasilnya cenderung negative. Persepsi terhadap politik organisasi berhubungan
secara negative dengan keputusan kerja. Sepertinya, hal ini disebabkan oleh persepsi
bahwa dengan tidak terlibat dalam politik, seseorang bisa kehilangan pijakan kepada orang
lain yang aktif bermain politik atau sebaliknya lantaran ada tekanan tambahan yang
dirasakan oleh individu-individu Karena masuk dan bersaing dalam arena politik. Tidak
mengejutkan ketika seorang karyawan terlalu banyak berpolitisasi, hal tersebut bisa
menyebabkan berhenti bekerja.
Manakala memandang politik sebagai ancaman alih-alih sebagai peluang, orang tak
jarang akan meresponnya dengan perilaku defensif (defensive behavior) yang merupakan
perilaku reaktif dan protektif untuk menghindari aksi, disalahkan atau perubahan. Dan,
perilaku defensif sering disertai perasaan megatif terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja.
Dalam jangka pendek, karyawan mungkin mendapati bahwa sikap defensif melindungi
kepentingan mereka sendiri. Tetapi dalam jangka panjang, sikap tersebut melamahkan
mereka. Orang-orang yang senantiasa mengandalkan sikap defensif mendapati bahwa,
pada akhirnya, inilah satu-satunya cara yang mereka ketahui bagaimana harus bersikap.

4. Mengelola Kesan
Dipandang positif oleh orang lain akan bermanfaat bagi orang-orang di dalam organisasi.
Dalam konteks politik, kesan yang bagus mungkin bisa membantu memengaruhi distribusi
keuntungan untuk kepentingan mereka sendiri. Proses yang digunakan para individu untuk
mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadap diri mereka disebut pengelolaan
atau manajemen kesan (impression management).

5. Etika Berprilaku secara Politis


Pembahasan ini mengenai politik dengan memberikan beberapa panduan etis untuk
perilaku politik. Meskipun tidak ada cara pasti untuk membedakan proses berpolotik yang
etis dan tidak etis. Terkadang orang terlibat dalam perilaku politik karena alasan kecil yang
baik. Kebohongan terang-terangan bisa menjadi contoh yang ekstrim dari pengaturan
kesan. Intinya adalah bahwa sebelum berbuat demikian, satu hal yang harus diingat adalah
pakah hal itu benar-benar sepadan dengan risikonya. Pertanyaan lain yang harus diajukan
adalah sebuah pertanyaa etis yaitu bagaimana manfaat terlibat dalam perilaku politik
mengimbangi segala bahaya yang akan mengenai orang lain?. Pertanyaan terakhir yang
perlu dijawab adalah apakah kegiatan politik selaras dengan standar kesetaraan dan
keadilan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekuasaan (Power) mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk memengaruhi
perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi ini mengimplikasikan
sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah hubungan
ketergantungan. Barangkali aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini
merupakan fungsi ketergantungan (dependency). Semakin besar ketergantungan B pada A,
semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut.
Kekuasaan formal didasarkan pada posisis seorang individu dalam sebuah organisasi.
Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa atau memberi imabalan,
atau dari wewenang formal. Sedangkan kekuasaan pribadi merupakan kekuasaan yang
berasal dari karakteristik individual mereka yang unik terdapat dua basis kekuatan Pribadi,
yaitu kekuasaan karena keahlian dan kekuasaan rujukan.
Taktik Kekuasaan merupakan cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan kedalam
tindakan-tindakan tertentu. Terdapat Sembilan taktik pengaruh diantaranya legitimasi,
persuasi rasional, seruan inspirasional, konsultasi, tukar pendapat, seruan pribadi,
menyenangkan orang lain, tekanan, dan koalisi.
Ketergantungan akan meningkat manakala sumber-sumber daya yang dikendalikan
itu penting, langka, dan tidak tergantikan. Koalisi merupakan suatu kelompok informal
yang diikat bersama dengan sebuah isu yang diperjuangkan bersama. Koalisi yang berhasil
terdiri atas anggota-anggota yang sifatnya cair dan bisa berbentuk secara cepat,
menjangkau isu yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula bubarnya.
Perilaku Politik merupakan kegiatan yang tidak dipandang sebagai bagian dari
peran formal seseorang didalam organisasi, tetapi yang memengaruhi, atau berusaha
memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Serta terdapat
faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perilaku politik yaitu faktor individu dan faktor
organisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber :
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Organizational
Behavior, Buku 2 Edisi 12. (hal. 128-161). Jakarta : Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai