Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah
sakit, karena itu tujuan pelayanan perawatan merupakan salah satu bagian dari
tujuan utama rumah sakit. Sesuai dengan UU No 44 tahun 2009 bahwa rumah
sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat. Karena itu, perawat sebagai ujung tombak
pemberi pelayanan di rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang bermutu, aman dan professional sesuai dengan perkembangan
IPTEK kesehatan serta kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Mutu pelayanan
keperawatan sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan menjadi salah
satu faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan dimata masyarakat.
Menurut Al assaf (2009) mutu dapat dicapai jika layanan yang terjangkau dapat
diberikan dengan cara yang pantas dan hemat biaya. Layanan yang bermutu
adalah layanan yag berorientasi pada pelanggan, tersedia terjangkau dan mudah
didapat. Untuk mencapai mutu pelayanan yang baik bagi pasien diperlukan
motivasi kerja yang tinggi dari seorang perawat. Komunikasi antar anggota tim
kesehatan juga perlu dilakukan dengan baik agar dapat meningkatkan mutu
pelayanan yang terbaik. Dengan komunikasi, tim kesehatan dapat melaksanakan
pelayanan kesehatan dengan saling berkolaborasi antar satu dengan yang lainnya
untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang diinginkan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah pengertian dari komunikasi?
1.2.2 Apakah tujuan dari komunikasi?
1.2.3 Bagaimanakah keterampilan dasar dalam proses komunikasi?

1
1.2.4 Bagaimanakah komponen komunikasi?
1.2.5 Apakah faktor yang memengaruhi komunikasi?
1.2.6 Bagaimanakah pentingnya komunikasi dalam pelayanan kesehatan?
1.2.7 Bagaimanakah isu terkait aplikasi komunikasi antara perawat dengan
perawat, dokter, apoteker, dan ahli gizi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi
1.3.2 Untuk mengetahui tujuan dari komunikasi
1.3.3 Untuk mengetahui keterampilan dasar dalam proses komunikasi
1.3.4 Untuk mengetahui komponen komunikasi
1.3.5 Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi komunikasi
1.3.6 Untuk mengetahui pentingnya komunikasi dalam pelayanan kesehatan
1.3.7 Untuk mengetahui isu terkait aplikasi komunikasi antara perawat dengan
perawat, dokter, apoteker, dan ahli gizi

1.4 Manfaat
Manfaat (output) yang diharapkan dapat memberikan dua manfaat yaitu
sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Manfaat teoritis yang dimaksudkan agar makalah ini dapat dijadikan
sebagai tambahan bahan bacaan serta sebagai dokumentasi bagi
pembaca.
b. Makalah ini dibuat sebagai pengaya wawasan yang menjadi motivasi
bagi penulis untuk melakukan penulisan makalah yang berbasis
keilmuan guna meningkatkan kualitas pendidikan khususnya tentang
komunikasi antar anggota tim kesehatan.

2
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi mahasiswa yaitu dapat memberikan pelayanan kesehatan
dengan berkolaborasi antar anggota tim kesehatan.
b. Manfaat bagi kampus, diharapkan penulisan makalah ini dapat
dijadikan sebagai salah satu acuan di dalam menyusun materi
khususnya tentang komunikasi antar anggota tim kesehatan.
c. Manfaat bagi dosen, diharapkan penulisan makalah ini dapat dijadikan
sebagai bahan acuan di dalam mengajar sehingga dapat meningkatkan
pemahaman mahasiswa tentang komunikasi antar anggota tim
kesehatan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi


Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan/informasi dari seseorang
yang berupa ide/gagasan, perasaan/pikiran dan dapat berhubungan satu dengan
yang lain. Keberhasilan suatu pekerjaan tidak lepas dari adanya komunikasi
efektif terdiri dari empat faktor,yaitu :
1. Menerima pesan
2. Memahaminya
3. Mengingatnya
4. Menanggapinya
Komunikasi akan efektif apabila orang yang kita ajak berkomunikasi
menerima pesan kita, memahaminya, mengingatnya, dan faktor yang paling
menentukan adalah menanggapinya secara benar. Jika pesan kita tidak
berhasil dalam empat faktor tersebut, ini berarti kita tidak berkomunikasi.
Komunikasi yang baik/buruk merupakan salah satu alasan mengapa
banyak sekali pekerjaan yang gagal atau berhasil diselesaikan oleh seorang
pekerjaan. Komunikasi yang baik bila menghasilkan suatu hubungan antar
pribadi-pribadi yang menyenangkan tanpa tekanan atau paksaan.
Dengan demikian dalam berkomunikasi dibutuhkan etika. Etika
sebagai ilmu normatif, berisi ketentuan-ketentuan (norma-norma) dan nilai
yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Hal-hal mendasar terjadinya komunikasi:
- Manusia adalah makhluk sosial
- Manusia memerlukan interaksi dan komunikasi
- Komunikasi yang baik dalam lingkungan kerja adalah komunikasi
secara efektif.
- Pribadi dalam lingkungan kerja adalah hal yang utama.

4
2.2 Tujuan Komunikasi
Mencari/menerima informasi, mengalokasikan dan mengevaluasi kesalahan,
mampu berkomunikasi dengan antar anggota tim kesehatan dan orang lain,
mampu bekerja dengan peranan yang berbeda, komunikasi untuk mengevaluasi:
apakah berdasarkan fakta, opini atau gossip, membangun jaringan kerja, serta
mencoba untuk mempengaruhi orang lain di luar batas kewenangannya.

2.3 Keterampilan dasar dalam proses komunikasi


a) Hadir /attending adalah hadir saat komunikasi sedang berlangsung.
b) Mendengarkan/listening adalah “dengar” mendengarkan lawan bicara
dengan baik.
c) Observasi/observing adalah mengamati dengan baik ketika komunikasi
sedang berlangsung.
d) Menyimpulkan/clarifying adalah menyimpulkan dengan menganalisa
apakah informasi yang diberikan apa adanya atau hanya ingin menggosip
saja.

2.4 Komponen Komunikasi


Menurut Wilbur Schramm, dalam suatu proses komunikasi paling sedikit
harus terdiri dari 3 komponen yaitu:
- Sumber
- Pesan
- penerima
Sementara menurut Harold Lasswell, komponen-komponen
komunikasi dan proses komunikasi dalam suatu kalimat tanya: Who says what
in which channel to whom with what effect. Berdasarkan pada formula
Lasswell di atas, maka komponen komunikasinya adalah:
- sumber = who
- pesan = says what

5
- saluran = in which channel
- penerima = to whom
- efek = with what effect
Secara umum komponen-komponen komunikasi adalah sebagai berikut:
1. Sumber (source)
Adalah seorang yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi
atau memutuskan untuk berkomunikasi dengan menyampaikan informasi,
gagasan, sikap dan perasaannya kepada orang lain. Contoh: Dokter
memberitahukan perawat agar memberikan perawatan kepada pasien.
2. Pesan (message)
Merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh
komunikator. Menurut CS. Pierce, tanda-tanda dapat digolongkan menjadi
tiga kelompok yaitu: ikon, indeks dan simbol atau lambang.
- Ikon adalah tanda yang memiliki kesamaan dengan objek yang
digambarkan. Contohnya, foto seseorang atau foto pemandangan.
- Indeks adalah tanda-tanda yang memiliki hubungan langsung
dengan keberadaan realitas atau objek yang ditunjuknya.
Contohnya, adanya asap menunjukkan akan keberadaan api.
Contoh lain, adanya semut menunjukkan akan adanya sesuatu
yang mengandung rasa manis atau gula.
- Sedang simbol merupakan tanda yang hubungannya dengan
realitas yang diungkapkan tidak dekat, melainkan berdasarkan
kesepakatan masyarakat dan budaya yang menggunakannya.
Contoh: Rambu-rambu lalu lintas yang disepakati oleh masyarakat
umum baik nasional maupun internasional.
Kentong titir, merupakan tanda akan adanya keadaan bahaya, seperti
kebakaran, banjir dan lain-lain, yang disepakati oleh masyarakat desa
di Jawa.

6
Simbol atau lambang-lambang juga dapat dibedakan kedalam simbol-
simbol verbal dan simbol-simbol non verbal.
Simbol-simbol verbal adalah tanda-tanda yang biasanya berupa
katakata, baik yang tertulis maupun yang diucapkan oleh
seseorang.Simbol-simbol nonverbal adalah tanda-tanda yang berupa
gambar, warna, isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, gerak tertentu.
Contohnya:
- Bendera putih untuk menyatakan menyerah dalam suatu
pertempuran, atau adanya orang meninggal bagi masyarakat di
kota Yogya dan sekitarnya.
- Isyarat dalam bentuk sandi
- Anggukan kepala untuk menyatakan setuju

3. Saluran Komunikasi (channel/media)


Merupakan alat atau cara kepada penerima. Lambang/simbol
merupakan media primer dalam komunikasi. Lambang berupa bahasa,
baik bahasa tulis maupun bahasa lisan paling banyak digunakan karena
dianggap paling mampu menterjemahkan perasaan dan pikiran kepada
orang lain. Sedang media sekunder dalam komunikasi dapat dibedakan
menjadi media nir massa dan med surat, telegram. Sedang media massa
berupa suratkabar, radio, televisi, film, buku, majalah dan lain lain
Contoh:
- Dalam komunikasi lisan maka apa yang ada dibenak orang lain
tidak bisa disampaikan langsung ke disampaikan melalui kata
- Seseorang yang menulis surat lamaran kerja ke sebuah perusahaan,
maka surat merupakan media massa.

7
4. Penerima (Komunikan)
Adalah seseorang atau sejumlah orang yang menerima pesan dan
sumber. Dilihat dari jumlahnya; maka bisa seseorang, sekelompok orang
atau sekelompok besar onang yang tidak terhitung jumlahnya (massa).
Contoh:
 Pendengar satu stasiun radio jumlahnya tidak terhitung dan
tersebar dalam suatu radius tertentu.
 Pembaca sebuah buku jumlahnya banyak sekali walaupun tidak
secara bersama dalam membaca buku tersebut.
 Penerima telepon biasanya seorang individu atau sekelompok kecil
orang.
5. Umpan Balik (Feedback)
Merupakan informasi yang memberitahu sumber bagaimana penerima
menginterpretasikan pesan yang diterimanya.Informasi-infonmasi ini
disampaikan penerima sebagai tanggapan atas pesan yang disampaikan
sumber kepadanya.Informasi tersebut dapat digunakan sebagai sumber
untuk menilai keefektifan pesan yang disampaikannya, sehingga sumber
dapat melakukan perbaikan-perbaikan atau penyesuaian-penyesuaian
dalam berkomunikasi berikutnya. Umpan balik ini dapat dibedakan ke
dalam :
 Umpan balik positif dan umpan balik negatif.
 Umpan balik internal dan umpan balik eksternal.
 Umpan balik langsung dan umpan balik tertunda.
Umpan balik positif: adalah umpan balik yang sesuai dengan harapan
dari sumber. Contoh: Seseorang guru yang mengajar murid-muridnya
memperoleh tanggapan yang menyenangkan dari murid-muridnya yang
mendengarkan dan menyimak pesan yang disampaikan dan memahami

8
apa yang disampaikan gurunya. Umpan balik negatif: Adalah umpan
balik yang tidak sesuai dengan harapan dari sumber.
Contoh:
Seorang kakak yang memberi nasehat adiknya, ternyata ditanggapi
adiknya dengan negatif, yaitu menganggap kakaknya menggurui dan sok
tahu serta mau ikut campur urusan orang lain. Umpan balik internal:
adalah umpan balik yang berasal dari sumber/komunikator sendiri.
Contoh:
Seseorang yang sedang berpidato mendengar dan menyadari bahwa
katakata yang disampaikannya kurang jelas dan tepat, kemudian
mengulangi dan menggantinya dengan kata lain yang dapat dipahami
oleh penerima. Umpan balik eksternal: adalah umpan balik yang berasal
dari penerima pesan. Umpan balik langsung: adalah umpan balik yang
disampaikan penerima pada saat yang sama (seketika) saat komunikasi
berlangsung.
Contoh:
Pada komunikasi tatap muka, dimana sumber dan penerima berada dalam
situasi tatap muka, maka umpan balik bisa diketahui sumber seketika
pada saat komunikasi berlangsung, seperti penerima memperhatikan dan
mengerti pesan yang disampaikan sumber. Umpan balik tertunda :
Adalah umpan balik yang diterima sumber tidak secara langsung,
melainkan setelah komunikasi selesai dilakukan. Umpan balik tertunda
ini terjadi dalam komunikasi yang bermedia.
Contoh:
Dalam komunikasi melalui medium surat kabar, umpan balik akan
diketahui/diterima oleh sumber atau komunikator membutuhkan
tenggang waktu tertentu, misalnya umpan balik disampaikan melalui
telepon ke redaksi atau surat dan pembaca.

9
6. Barier (Hambatan komunikasi) Merupakan faktor-faktor yang
menghambat dalam proses komunikasi, sehingga pesan yang disampaikan
tidak cukup jelas dan terjadi destrosi dalam komunikasi. Ada beberapa
hambatan komunikasi, antara lain.
a. Hambatan mekanis
Yaitu faktor-faktor yang menghambat jalannya pesan secara fisik,
biasanya terdapat pada media yang dipakai dalam menyampaikan
pesan.
Contoh:
- Terhambatnya siaran radio karena berimpitan gelombang dan
dua stasiun penyiaran atau suara yang terputus-putus pada
pesawat radio.
- Ketikan/cetakan yang buram atau tidak jelas pada surat kabar.
b. Hambatan semantik
Yaitu hambatan yang berhubungan dengan bahasa yang digunakan
dalam penyampaian pesan, sehingga terjadi perbedaan penafsiran atau
salah pengertian terhadap suatu pesan yang pada akhirnya terjadi salah
komunikasi diantara pihak-pihak yang berkomunikasi.
Contoh:
- Salah ucap komunikator, yang bermaksud mengatakan
“kedelai” tetapi mengucapkan “keledai”.
- Salah penaftiran karena pengertian konotatif seperti
mengatakan “anjing” untuk menyebut binatang tetapi
ditafsirkan “anjing” dalam pengertian umpatan Untuk
mengatasi hambatan semantis ini, seorang komunikator harus
dengan cermat memilih kata-kata yang akan disampaikan
sehingga tidak menimbulkan makna ganda, berhati-hati dalam

10
mengucapkan pesan serta menyusunnya dalam suatu kalimat
yang Iengkap.
c. Hambatan psikologis
Merupakan faktor-faktor dalam diri komunikan/penerima (kondisi
kejiwaan seseorang) yang dapat menghambat jalanya komunikasi,
seperti perasaan marah, sedih, kecewa, bingung atau prasangka
terhadap orang lain yang berkomunikasi dengannya.
Contoh:
- Seseorang yang sebelumnya sudah berprasangka pada orang
lain, jika berkomunikasi dengan orang tersebut tidak akan
efektif karena selalu mempunyai prasangka buruk pada setiap
apa yang dikemukakan orang tersebut.
- Seorang komunikator yang tidak mempelajari terlebih dahulu
kondisi kejiwaan komunikan tidak akan efektif dalam
komunikasinya, misalnya komunikannya sedang marah atau
bingung.
7. Gangguan (Noise)
Merupakan sesuatu yang mempengaruhi jalannya suatu pesan,
terhalangnya proses penyampaian pesan atau yang mengganggu
kamampuan pengiriman atau penerimaan pesan, sehingga pesan yang
diterima komunikan berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh
sumber/komunikator. Gangguan-gangguan dalam komunikasi antara lain :
- Gangguan teknis yaltu faktor-faktor yang mengganggu komunikasi,
sehigga penerima merasakan perubahan dalam informasi atau stimulus
yang sampai kepadanya. Contoh: - Seseorang tidak dapat
mendengarkan secara jelas apa yang dikatakan temannya karena
sistem suara yang sangat gaduh.

11
- Mahasiswa tidak dapat mendengar secara jelas kuliah dosennya karena
di luar ruang kuliah sangat ramai/gaduh.
- Gangguan statis yaitu gangguan-gangguan yang sifatnya selalu tetap,
tidak dapat ditolak dan dikontrol oleh sumber atau komunikator.
Misalnya : cuaca, hujan, petir dan lain-lain. Contoh; Dua pihak yang
berkomunikasi terganggu karena hujan yang deras sehingga proses
penyampaian dan penerimaan pesan tidak dapat berjalan dangan
lancar.
- Seorang yang seclang memutar televisi mengalami gangguan karena
adanya petir sehingga tidak dapat mendengar secara jelas apa
yangdisampaikan komunikator.
8. Pengaruh (efek, akibat, influence)
Merupakan dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan
sumber/komunikator ke penerima.Komunikasi yang efektif tentu
menimbulkan dampak pada penerima yang sesuai dengan tujuan dan
harapan dari sumber/komunikator.
Efek atau pengaruh yang ditimbulkan antara lain :
- Efek kognitif yaitu pengaruh pada komunikan berupa perubahan
atau penambahan pengetahuan tertentu. Contoh: Setelah menonton
siaran berita, penerima pesan/komunikan memperoleh tambahan
informasi/pengetahuan mengenai masalah tertentu.
- Efek efektif yaitu pengaruh pada komuikan berupa perubahan
sikap dan perasaan terhadap sesuatu. Contoh: Setelah
berkomunikasi dengan seseorang, bisa terjadi perubahan sikap dan
tidak suka menjadi suka atau dan berprasangka menjadi bersimpati
atau sebaliknya.
- Efek konotif/psikomotorik yaitu pengaruh pada
komunikan/penerima berupa perubahan perilaku. Contoh: Setelah

12
mengikuti konseling perkawinan secara intensif, maka seseorang
yang sebelumnya memutuskan untuk bercerai kemudian
mengurungkan niatnya dan mencoba untuk mempertahankan
perkawinannya.

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi


a. Situasi/suasana
Situasi/suasana yang hiruk pikuk atau penuh kebisangan akan
mempengaruhi baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising
yang diterima komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan
tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima. Oleh karena itu, sebelum proses
komunikasi dilaksanakan, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa
supaya tenang dan nyaman. Komunikasi yang berlangsung dan dilakukan
pada waktu yang kurang tepat mungkin diterima dengan kurang tepat pula.
Misalnya, apabila perawat memberikan penjelasan kepada orang tua tentang
cara menjaga kesterilan luka pada saat orang tua sedang sedih, tentu saja
pesan tersebut kurang diterima dengan baik oleh orang tua karena perhatian
orang tua tidak berfokus pada pesan yang disampaikan perawat, melainkan
pada perasaan sedihnya.
b. Kejelasan pesan
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi.
Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga
antara komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan
yang disampaikan. Hal ini akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan
komunikasi yang dijalankan. Oleh karena itu, komunikator harus memahami
pesan sebelum menyampaikannya pada komunikan, dapat dimengerti
komunikan dan menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas.

13
2.6 Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu memerlukan orang lain
dalam menjalankan dan mengembangkan kehidupannya. Hubungan dengan orang
lain akan terjalin bila setiap individu melakukan komunikasi diantara sesamanya.
Kepuasan dan kenyamanan serta rasa aman yang dicapai oleh individu dalam
berhubungan sosial dengan orang lain merupakan hasil dari suatu komunikasi.
Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur terpenting dalam mewujudkan integritas
diri setiap manusia sebagai bagian dari sistem sosial.
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan dampak
yang sangat penting dalam kehidupan, baik secara individual maupun kelompok.
Komunikasi yang terputus akan memberikan dampak pada buruknya hubungan
antar individu atau kelompok. Tatanan klinik seperti rumah sakit yang dinyatakan
sebagai salah satu sistem dari kelompok sosial mempunyai kepentingan yang
tinggi pada unsur komunikasi.
Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya.
Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal an
konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar
individu yang bekerja Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai
modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan
kepada konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu
konsumen internal an konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur
hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit, baik hubungan secara
horisontal ataupun hubungan secara vertikal. Hubungan yang terjalin antar tim
multidisplin termasuk keperawatan, unsur penunjang lainnya, unsur adminitrasi
sebagai provider merupakan gambaran dari sisi konsumen internal. Sedangkan
konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi menerima jasa pelayanan, yaitu
klien baik secara individual, kelompok, keluarga maupun masyarakat yang ada di
rumah sakit.Seringkali hubungan buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit,

14
diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem komunikasi antar individu yang
terlibat dalam sistem tersebut.
Ellis (2000) menyatakan jika hubungan terputus atau menjadi sumber stres,
pada umumnya yang ditunjuk sebagai penyebabnya adalah komunikasi yang
buruk.Keperawatan yang menjadi unsur terpenting dalam memberikan pelayanan
dalam hal ini perawat berperan sebagai provider. Fokus perhatian terhadap
buruknya komunikasi juga terjadi pada tim keperawatan. Hal ini terjadi karena
beberapa sebab diantaranya adalah:
(1) Lemahnya pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik saat
melakukan intraksi dengan klien.
(2) Kurangnya kesadaran diri para perawat dalam menjalankan komunikasi
dua arah secara terapeutik.
(3) Lemahnya penerapan sistem evaluasi tindakan (kinerja) individual yang
berdampak terhadap lemahnya pengembangan kemampuan diri sendiri.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu diupayakan suatu hubungan
interpersonal yang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih terapeutik.
Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan permasalahan yang dapat terjadi pada
komunikasi yang dijalin oleh tim keperawatan dengan kliennya. Modifikasi yang
perlu dilakukan oleh tim keperawatan adalah melakukan pendekatan dengan
berlandaskan pada model konseptual sebagai dasar ilmiah dalam melakukan
tindakan keperawatan. Sebagai contoh adalah melakukan komunikasi dengan
menggunakan pendekatan model konseptual proses interpersonal yang
dikembangkan oleh Hildegard E.Peplau.

2.7 ISU TERKAIT APLIKASI KOMUNIKASI ANTARA PERAWAT


DENGAN DOKTER
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal
tersebut perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan data
kesehatan pasien secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi

15
semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu
dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang memungkinkan komunikasi
dokter dan perawat terjadi secara efektif. Hubungan perawat-dokter adalah satu
bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan
bantuan kepada pasien. Perspektif yang berbeda dalam memandang pasien,
dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik dalam
melakukan proses kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan dan individual, factor
sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan
akan upaya kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan
semangat kepentingan pasien. Berbagai penelitian menunjukan bahwa banyak
aspek positif yang dapat timbul jika hubungan kolaborasi dokter-perawat
berlangsung baik. American Nurses Credentialing Center (ANCC) melakukan
risetnya pada 14 rumah sakit melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat bukan
hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berdampak langsung pada hasil yang
dialami pasien (Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan korelasi
positif antara kualitas hubungan dokter-perawat dengan kualitas hasil yang
didapatkan pasien. Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada
tingkat profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap
menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional
dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih
tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan
kondisi sosial masih medukung dominasi dokter. Inti sesungguhnya dari konflik
perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap
pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya. Dari hasil observasi penulis di
rumah sakit nampaknya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan belum
dapat melaksanakan fungsi kolaborasi khususnya dengan dokter. Perawat bekerja
memberikan pelayanan kepada pasien hanya berdasarkan intruksi medis yang
juga didokumentasikan secara baik, sementara dokumentasi asuhan keperawatan
yang meliputi proses keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara

16
penulis dengan beberapa perawat rumah sakit pemerintah dan swasta, mereka
menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam melaksanakan
kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu menganggap bahwa
perawat merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai asistennya, serta
kebijakan rumah sakit yang kurang mendukung. Isu-isu tersebut jika tidak
ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat menghambat
upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa
pelayanan kesehatan, serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan
sebagai profesi.
ISU TERKAIT APLIKASI KOMUNIKASI ANTARA PERAWAT
DENGAN PERAWAT
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antar
tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan
informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah, sedang dan akan
dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan atau komunikasi antar
perawat berjalan dengan baik. Hubungan perawat- perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan profesional,
hubungan struktural dan hubungan intrapersonal. Hubungan profesional antara
perawat- perawat merupakan hubungan yang terjadi karena adanya hubungan
kerja dan tanggung jawab yang sama dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Hubungan sturktural merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan jabatan atau
struktur masing- masing perawat dalam menjalankan tugas berdasarkan
wewenang dan tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada perawat primer, laporan
perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruang tentang perkembangan
kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan kepala ruang kepada perawat
pelaksana merupakan contoh hubungan struktural. Hubungan interpersonal
perawat- perawat merupakan hubungan yang lazim dan terjadi secara alamiah.
Umumnya, isi komunikasi dalam hubungan ini adalah hal- hal yang tidak terkait

17
dengan pekerjaan dan tidak membawa pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan
wewenangnya. Isu yang terkait dengan hubungan perawat dengan perawat yaitu
perawat cendrerung lebih nyaman atau lebih senang berkomunikasi dengan
sesama perawat yang bertugas di ruangan yang sama, misalnya ruangan bedah,
dibanding dengan harus berkomunikasi dengan perawat yang bertugas diruangan
lain.
ISU TERKAIT APLIKASI KOMUNIKASI ANTARA PERAWAT
DENGAN APOTEKER
Peran perawat dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang
dengan cepat dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan.
Perawat diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat.Tugas
perawat tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat melalui
pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian
obat tersebut.Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat dan efek samping
obat sangat penting untuk dimiliki perawat. Perawat memiliki peran yang utama
dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk
proaktif jika membutuhkan pengobatan.Dengan demikian, perawat membantu
klien membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan,
mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab
dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan
lainnya. Keberhasilan promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang
klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab
terhadap menetapkan pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat
alternative, diresepkan oleh dokter, atau obat bebas tanpa resep dokter. Sehingga,
tenaga kesehatan terutama perawat harus dapat membagi pengetahuan tentang
obat-obatan sesuai dengan kebutuhan klien. Perawat bertanggung jawab untuk
melakukan interpretasi yang tepat terhadap order obat yang diberikan. Isu
komunikasi yang sering terjadi antara perawat dengan apoteker adalah pada saat
order obat yang dituliskan tidak dapat terbaca, maka dapat terjadi misinterpretasi

18
perawat dengan apoteker terhadap order obat yang harus diberikan kepada
pasien. Kesalahan pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan
apoteker sama-sama mengetahui dosis yang diberikan.Perawat dapat melakukan
pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan dengan kesesuaian
dosis obat.
ISU TERKAIT APLIKASI KOMUNIKASI ANTARA PERAWAT
DENGAN AHLI GIZI
Prinsip-prinsip ilmu gizi menjadi kontroversial ketika konsep "obat gizi" dan
"marjinal kekurangan gizi" yang diperkenalkan. Konsep nutrisi obat didasarkan
pada asumsi bahwa makanan dan obat dapat memiliki efek terapeutik, terutama
ketika gizi individu diberikan dalam dosis pharmacologic (Ghen dan Corso
2000). Konsep ini kontroversial karena advokat penggunaan lebih tinggi daripada
tingkat gizi yang tersedia dalam makanan; gizi seperti itu harus diberikan dalam
bentuk suplemen. Konsep marjinal kekurangan gizi didasarkan pada hipotesa
yang halus kekurangan gizi terjadi sebelum mulai frank, klasik kekurangan.
Marjinal seperti kekurangan Mei akhirnya memberikan kontribusi pada
perkembangan penyakit bersifat merosot (Kesehatan Media of America Somer
dan 1992). Isu yang terkait dengan gizi yaitu apabila perawat tidak
mengkonunikasikan kepada ahli gizi tentang obat- obatan yang digunakan pasien
sehingga dapat terjadi pemilihan makanan oleh ahli gizi yang bisa saja
menghambat absorbsi dari obat tersebut. Jadi diperlukanlah komunikasi dua arah
yang baik antara perawat dan ahli gizi agar pemenuhan gizi pasien sesuai dengan
apa yang diharapkan.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan/informasi dari seseorang
yang berupa ide/gagasan, perasaan/pikiran dan dapat berhubungan satu dengan
yang lain dengan tujuan mencari/menerima informasi, mengalokasikan dan
mengevaluasi kesalahan. Keterampilan dasar dalam proses komunikasi adalah
hadir atau attending, mendengarkan atau listening, observasi atau observing,
menyimpulkan/clarifying. Adapun komponen komunikasi yaitu sumber, pesan,
dan penerima. Faktor yang memengaruhi komunikasi adalah suasana atau situasi
dan kejelasan pesan. Pentingnya komunikasi dalam pelayanan kesehatan adalah
hubungan dengan orang lain akan terjalin bila setiap individu melakukan
komunikasi diantara sesamanya, kepuasan dan kenyamanan serta rasa aman yang
dicapai oleh individu dalam berhubungan sosial dengan orang lain merupakan
hasil dari suatu komunikasi, dan komunikasi dalam hal ini menjadi unsur
terpenting dalam mewujudkan integritas diri setiap manusia sebagai bagian dari
sistem sosial. Komunikasi sangat penting dilakukan antar anggota tim kesehatan
seperti perawat dengan dokter, perawat dengan perawat, perawat dengan
apoteker, serta perawat dengan ahli gizi agar dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang optimal.

3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang komunikasi
antar anggota tim kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
terbaik untuk pasien.

20
DAFTAR PUSTAKA

Al-Assaf. 2009. Mutu Pelayanan Kesehatan – Perspektif Internasional. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.
Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD,RN.,FAAN, alih bahasa Indraty
Secillia, 2000. Kolaborasi Perawat-Dokter;Perawatan Orang Dewasa dan Lansia,
EGC. Jakarta
Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori & Manajemen Komunikasi. Yogyakarta :
MedPress.
West Richard dan Lynn H. Turner. Terj : Maria Natalia Damayanti Maer. 2008.
Pengantar Teori Komunikasi, Edisi 3 Analisis dan Aplikasi. Jakarta : Salemba
Humanika.

21

Anda mungkin juga menyukai