102015107
Abstrak
PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran
napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Diagnosis PPOK dapat ditegakkan berdasarkan analisa gejala
klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Differential diagnosis anrata lain Bronkiektasis
dan Asma bronkiale. PPOK dapat menyebabkan kecacatan pernafasan yang berlangsung lama,
sehingga penderita tidak dapat bekerja lagi dan akhirnya hidupnya sangat tergantung dari orang lain.
Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti
polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya. PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan
nonreversibel, sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas penatalaksanaan pada keadaan stabil dan
penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
Abstract
COPD is a chronic disease characterized by limited airflow in the airway that is not completely
reversible. Diagnosis COPD can be established based on clinical symptoms analysis, physical
examination and investigation. Differential diagnosis of other anrata Bronchiectasis and bronchial
asthma. COPD can cause long lasting respiratory disability, so that the patient can not work again
and eventually his life is very dependent from others. Smoking is the most important risk factor for
COPD in addition to other risk factors such as air pollution, genetic factors and others. COPD is a
progressive and nonreversible chronic lung disease, so the management of COPD is divided into
management in a stable state and management of acute exacerbations.
1
Pendahuluan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan
penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang
tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat) ini
disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang
terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan
produksi sputum dan keterbatasan aktifitas. Penyakit paru yang masuk ke dalam kategori
PPOK antara lain adalah bronchitis dan emfisema. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
diperkirakan mempengaruhi 32 juta orang di Amerika Serikat dan merupakan penyebab
utama keempat kematian di negara ini. Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Indonesia juga
akan meningkat akibat faktor pendukungnya yaitu kebiasaan merokok yang masih merupakan
perilaku yang sulit dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat
dikendalikan dengan baik. Hal ini membuat PPOK menjadi salah satu penyakit yang menjadi
tantangan di masa yang akan datang.
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (alloanamnesis).
Pada anamnesis penyakit PPOK, ada beberapa hal yang harus ditanyakan kepada orang
yang diwawancara untuk mendapat informasi, seperti :
1) Identitas yang meliputi nama, usia, pekerjaan dan tempat tinggal;
2) Keluhan utama yang meliputi keluhan apa yang dirasakan pasien sehingga menjadi alasan
pasien datang ke dokter seperti :
- Sesak nafas yang memberat dan terus-menerus sejak 5 jam yang lalu
3) Keluhan tambahan atau keluhan lainnya: batuk berdahak warna putih tanpa disertai
demam sejak 3 hari yang lalu.
4) Riwayat penyakit sekarang yang meliputi cerita kronologis, terinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat :
Berapa lama pasien merasa sesak napas? Kapan pasien merasa sesak napas: saat
istirahat atau aktivitas?
o Beberapa kali timbul sejak 3 tahun terakhir.
o Terasa berat terutama saat beraktifitas berat dan bila sedang batuk dan demam.
2
Apakah pasien batuk? Jika ya, sejak kapan, adakah sputum, berapa banyak, dan apa
warnanya?
Apakah terdapat mengi? Jika ya, kapan?
Apakah pasien mengalami nyeri dada atau sesak napas saat berbaring?
Apakah terdapat penurunan berat badan?
5) Riwayat penyakit dahulu seperti sudah berapa lama pasien mengalami keadaan nafas
terasa berat? Kira-kira apa pemicunya? Apakah ada anggota keluarga yang mengalami
asma?
5 jam yang lalu. Tapi pernah beberapa kali timbul sejak 3 tahun terakhir
6) Riwayat penyakit keluarga seperti apakah ada asma, TBC, riwayat sakit
diabetes/jantung/alergi?
7) Riwayat pribadi seperti adakah kebiasaan merokok? Jika ya, sejak kapan, berapa batang
sehari?
Riwayat merokok sejak usia 30 tahun 1-2 bks perhari
8) Riwayat sosial seperti keadaan lingkungan tempat tinggal pasien padat penduduk/tidak,
adakah orang sekitar yang merokok, adakah aktifitas pembakaran sampah, penggunaan
kayu bakar sebagai kompor, adakah tetangga yang menderita keluhan yang sama.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum1-2
Pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu terdiri dari tekanan darah, denyut nadi, frekuensi
pernapasan dan suhu tubuh.
Pemeriksaan fisik thorax yang dapat dilakukan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.1-3
1. Inspeksi
3
Inspeksi dilakukan dari kepala, leher, thorax, abdomen dan ekstremitas. Inspeksi
dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelainan bentuk dada,
menilai frekuensi, sifat dan pola pernafasan.
a) Kelainan dinding dada
Kelainan-kelainan yang bisa didapatkan pada dinding dada yaitu parut bekas
operasi, pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena, ginekomastia
tumor, luka operasi, retraksi otot-otot interkostal dan lain-lain.
b) Kelainan bentuk dada
Dada yang normal mempunyai diameter latero-lateral yang lebih besar dari diameter
anteroposterior. Kelainan bentuk dada yang bisa didapatkan yaitu :
- Dada emfisema (barrel chest) yaitu dada menggembung, diameter
anteroposterior lebih besar dari diameter latero-lateral; tulang punggung
melengkung (kifosis), angulus costae >900, terdapat pada pasien dengan
bronkitis kronis, PPOK.
c) Frekuensi pernapasan
Frekuensi pernapasan normal 14-20 kali per menit. Pernapasan kurang dari 14 kali
per menit disebut bradipneu, misalnya akibat pemakaian obat-obat narkotik,
kelainan serebral. Pernapasan lebih dari 20 kali per menit disebut takipneu, misalnya
pada pneumonia, anksietas, asidosis.
d) Jenis pernapasan
- Abdominal misalnya pasien PPOK lanjut.
- Kombinasi (jenis pernapasan ini terbanyak).
Pada perempuan sehat umumnya pernapasan torakal lebih dominan dan disebut
torako-abdominal. Sedangkan pada laki-laki sehat, pernapasan abdominal lebih
dominan dan disebut abdomino-torakal. Keadaan ini disebabkan bentuk anatomi
dada dan perut perempuan berbeda dari laki-laki. Perhatikan juga apakah terdapat
pemakaian otot-otot bantu pernapasan misalnya pada pasien tuberkulosis paru
lanjut atau PPOK. Di samping itu adakah terlihat bagian dada yang tertinggal
dalam pernapasan dan bila ada, keadaan ini menunjukan adanya gangguan pada
daerah tersebut.
- Jenis pernapasan lain yaitu pursed lips breathing (pernapasan seperti
menghembus sesuatu melalui mulut, didapatkan pada pasien PPOK) dan
pernapasan cuping hidung, misalnya pada pasien pneumonia.
e) Pola pernapasan
4
- Takipnea: napas cepat dan dangkal.
- Hiperpnea/hiperventilasi: napas cepat dan dalam.
2. Palpasi
Palpasi dilakukan pada bagian leher, thorax, abdomen dan ekstremitas. Palpasi dinding
dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis.
a) Palpasi dalam keadaan statis.
Pemeriksaan palpasi yang dilakukan pada keadaan ini adalah:
- Pemeriksaan kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening yang membesar di
daerah supraklavikula dapat memberikan petunjuk adanya proses di daerah paru
seperti kanker paru. Pemeriksaan kelenjar getah bening ini dapat diteruskan ke
daerah submandibula dan kedua aksila.
- Pemeriksaan palpasi selanjutnya diteruskan ke daerah dada depan dengan jari
tangan untuk mengetahui adanya kelainan dinding dada misalnya tremor, nyeri
tekan pada dinding dada, krepitasi akibat emfisema subkutis, dan lain-lain.
b) Palpasi dalam keadaan dinamis.
Pada keadaan ini dapat dilakukan pemeriksaan untuk menilai ekspansi paru serta
pemeriksaan vokal fremitus.
- Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus sama-
sama mengembang selama inspirasi biasa maupun dengan inspirasi maksimal.
Berkurangnya gerakan pada salah satu sisi menunjukan adanya kelainan pada sisi
tersebut.
- Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meletakkan
kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada, kemudian pasien diminta
menyebut angka 77 atau 99, sehingga getaran suara yang ditimbulkan akan lebih
jelas. Hasil pemeriksaan fremitus ini dilaporkan sebagai normal, melemah, atau
mengeras. Fremitus yang melemah didapatkan pada penyakit empiema,
hidrotoraks, atelektasis. Fremitus yang mengeras terjadi karena adanya infiltrat
pada parenkim paru (misalnya pada pneumonia, tuberkulosis paru aktif).
3. Perkusi
Berdasarkan patogenesisnya, bunyi ketokan yang terdengar dapat bermacam-macam
yaitu:
- Hipersonor (hiperresonant): terjadi bila udara dalam paru /dada menjadi jauh lebih
banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya superfisial,
pneumotoraks, dan bula yang besar
5
4. Auskultasi
Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara
melalui sitem trakeobronkial.
a) Suara napas pokok yang normal terdiri dari:
- Vesikular: suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah di mana fase
inspirasi langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda, dengan
perbandingan 3:1. Dapat didengarkan pada hampir kedua lapangan paru.
- Bronkovesikular: suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang sedang di
mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir menyamai fase inspirasi
dan diantaranya kadang-kadang dapat diselingi jeda. Dalam keadaan normal bisa
didaptkan pada dinding anterior setinggi sela iga 1 dan 2 serta daerah interskapula.
- Bronkial: suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, di mana fase
ekspirasi menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda.
Terjadi perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti tiupan dalam tabung.
Dalam keadaan normal dapat didengar pada daerah manubrium sterni.
- Trakeal: suara napas yang sangat keras dan kasar, dapat didengarkan pada daerah
trakea.
- Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya
perifer dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol
kosong.
b) Suara nafas tambahan terdiri dari:
- Rongki kering: suara napas kontinu, yang bersifat musical, dengan frekuensi yang
relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit,
misalnya akibat adanya sekret yang kental.
- Wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya tinggi dan panjang yang biasanya
terdengar pada serangan asma.
Pada pasien PPOK pada pemeriksaan fisik:
- Pasien biasanya tampak kurus dengan barell shaped chest (diameter anteroposterior
dada meningkat).
- Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
- Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak
jantung berkurang.
- Suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang.
6
Pemeriksaan Penunjang
7
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
4. Pemeriksaan sputum4
Pewarnaan gram dan kultur diperlukan untuk mengetahui kuman dan untuk memilih
antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama PPOK.
Working Diagnosis
Differential Diagnosis
1. Bronkiektasis3,4
Bronkiektasis merupakan infeksi kronik dengan nekrosis pada bronkus dan bronkiolus
yang menyebabkan dilatasi permanen yang abnormal pada saluran napas ini. Gambaran
klinisnya meliputi batuk-batuk, demam dan produksi sputum purulen yang berlebihan.
Pada kasus yang berat dapat terlihat insufisiensi respiratorius obstruktif. Komplikasinya
meliputi kor pulmonale, abses metastatic dan amiloidosis sistemik.
Bronkiektasis disertai dengan :
Kelainan congenital atau herediter (misalnya kistik fibrosis, keadaan imunodefisiensi)
Keadaan pasca-infeksi (pneumonia bakteri, virus atau fungus dengan nekrotisasi)
8
Obstruksi bronkus (misalnya oleh tumor atau benda asing)
Keadaan lain (misalnya arthritis rematoid atau penyakit graft-versus-host yang
kronik)
Obstruksi dan infeksi merupakan penyebab utama bronkiektasis. Pada obstruksi terjadi
inflamasi, nekrosis, fibrosis dan dilatasi saluran napas yang irreversibel.
Morfologi
Perubahan paling berat terjadi dalam saluran napas distal pada lobus paru sebelah bawah;
dilatasi yang terjadi memiliki bentuk yang berbeda-beda (silindris, fusiformis atau
sakuler). Pemeriksaan histologik memperlihatkan spectrum inflamasi yang ringan hingga
inflamasi yang akut dan kronik dengan nekrotisasi pada saluran napas besar yang disertai
fibrosis bronkiolus.
2) Asma bronkiale6
Kelainan inflamasi kronik yang kambuhan ini ditandai oleh serangan bronkospasme yang
paroksismal tetapi reversible pada saluran napas trakeo bronkial; serangan ini disebabkan
oleh hiperreaktivitas otot polos. Insidennya meningkat secara signifikan dalam 3
dasawarsa terakhir ini di dunia Barat. Penyakit asma dapat dipilah menurut intensitas
klinik, respon terhadap terapi dan agen pemicunya. Secara patofisiologi dikenal dua tipe
yang utama:
Asma atopic (alergik; regain-mediated) merupakan tipe yang sering ditemukan; tipe
asma ini dipicu oleh antigen lingkungan (misalnya debu, serbuk sari, makanan) dan
sering disertai riwayat atopi dalam keluarga. Pada fase akut, pengikatan antigen pada
sel-sel mast yang terselubung IgE menyebabkan pelepasan mediator sitokin yang
primer (misalnya, leukotriene) dan sekunder (misalnya, sitokin, neuropeptide).
Mediator fase akut menyebabkan bronkospasme, edema, sekresi mucus dan
rekrutmen leukosit. Reaksi fase lanjut dimediasi oleh leukosit yang direkrut (misalnya
eosinophil, limfosit, neutrophil, monosit); reaksi ini ditandai oleh bronkospasme yang
persisten serta edema, infiltrasi leukosit dan kerusakan serta kehilangan epitel.
Asma non atopik (non reagenik, non imun) kerap kali dipicu oleh infeksi saluran
napas, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan dan biasanya tanpa riwayat keluarga dan
tanpa keterlibatan IgE yang nyata. Penyebab peningkatan reaktivitas saluran napas
tidak diketahui.
9
Morfologi
Epidemiologi
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat
mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya
dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada
jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.4,5
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor
penyebab lainnya. Merokok merupakan > 90% risiko untuk PPOK dan sekitar 15 %
perokok menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap “peka” dan mengalami
penurunan fungsi paru secara cepat.
10
Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif
yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya : polusi tempat kerja (bahan kimia, zat
iritan, gas beracun), Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan dan Polusi di luar
ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan merupakan faktor risiko
independen untuk PPOK.
Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak-kanak berhubungan dengan rendahnya
tingkat paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK pada saat
dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin berperan
dalam terjadinya PPOK.
Jenis kelamin
Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu,
lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-
laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu
sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk
terkena PPOK dibandingkan perokok pria.
Status sosioekonomi dan status nutrisi
Asma
Usia >40 tahun
Patogenesis6,8
Faktor resiko utama dari PPOK ini adalah merokok. Komponen-komponen asap
rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia.
Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental
dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat
persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit
dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan. Obstruksi saluran napas pada
PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil
yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama
obstruksi jalan napas.
11
Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni : peningkatan
jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding
saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang
mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.7
Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan inflamasi di saluran
napas dan paru seperti yang terlihat pada pasien PPOK. Respon inflamasi abnormal ini
menyebabkan kerusakan jaringan parenkim yang mengakibatkan emfisema dan mengganggu
mekanisme pertahanan yang mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil. Perubahan patologis
menyebabkan udara terperangkap dan keterbatasan aliran udara uang bersifat progresif
Gejala Klinis
Gejala PPOK : batuk, produksi sputum berlebihan (pada jenis bronchitis kronik),
dispnea, obstruksi saluran napas yang progresif. Pada pemeriksaan spirometri, FEV1 di
bawah predicted, perbaikan pada tes provokasi setelah pemberian bronkodilator < 12%.
Dispnea progresif saat olahraga; dispnea nocturnal paroksismal; edema kaki atau perut
kembung (cor pulmonale); batuk produktif; mengi.8
Gejala utama bronkitis kronik adalah batuk berdahak yang menetap. Selama bertahun-
tahun, tidak ada gangguan pernapasan lain, tetapi akhirnya pasien mengalami sesak napas
jika beraktivitas (berolahraga). Dengan berlalunya waktu dan biasanya dengan berlanjutnya
merokok, elemen-elemen lain PPOK mulai muncul, termasuk hiperkapnia, hipoksemia dan
sianosis ringan. Pada kasus yang klasik, bronkitis kronik murni dapat dibedakan dari
emfisema yang menyertai, tetapi banyak pasien PPOK mengalami kedua penyakit ini.
Bronkitis kronik berat yang telah berlangsung lama sering menyebabkan cor pulmonale dan
12
gagal jantung. Kematian juga dapat disebabkan oleh semakin memburuknya fungsi
pernapasan akibat infeksi bakteri akut berulang.8,9
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik memberikan petunjuk penting dalam menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan yaitu laboratorium rutin, foto
thorax, uji faal paru, analisa gas darah, kultur sputum, uji coba kortikosteroid dan EKG).10
Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti terlihat pada tabel.
Gejala Keterangan
Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Sesak Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh berupa “ Perlu usaha untuk bernapas”
Berat,sukar bernapas, terengah engah
Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak mengindikasikan PPOK
Riwayat terpajan faktor
Asap rokok,debu,bahan kimia, di tempat kerja,asap dapur
resiko
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri jika salah satu indikator ini ada pada
individu diatas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan diagnosis pasti tetapi
keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK.
Spirometri dilakukan untuk memastikan diagnosis PPOK.10
Klasifikasi PPOK11
Terdapat ketidaksesuaian antara nilai VEP1 dan gejala pasien , oleh sebab itu perlu
diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1.
13
exercise
Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi
gejala ringan pada latihan sedang (misal :
berjalan cepat, naik tangga)
Derajat II Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas FEV1 / FVC < 70%
PPOK dan kadang ditemukan gejala batuk dan 50% < FEV1 < 80% prediksi
Sedang produksi sputum . Pada derajat ini biasanya
pasien mulai memeriksakan kesehatannya.
Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi mulai
terasa pada latihan / kerja ringan (misal :
berpakaian)
Gejala ringan pada istirahat
Derajat III Gejala sesak lebih berat, penurunan FEV1 / FVC < 70%
PPOK Berat aktivitas , rasa lelah dan serangan 30% < FEV1 < 50% prediksi
eksaserbasi semakin sering dan berdampak
pada kualitas hidup pasien
Gejala sedang pada waktu istirahat
Derajat IV Gejala diatas ditambah tanda tanda gagal FEV1 / FVC < 70%
PPOK napas atau gagal jantung kanan dan FEV1 < 30% prediksi atau
Sangat Berat ketergantungan oksigen. Pada derajat ini FEV1 < 50% prediksi
kualitas hidup pasien memburuk dan jika disertai gagal napas kronik.
eksaserbasi dapat mengancam jiwa.
Gejala berat pada saat istirahat
Penatalaksanaan10,11
14
Mencegah atau meminimalkan efek samping obat,
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru,
Meningkatkan kualitas hidup penderita,
Menurunkan angka kematian.
Penatalaksanaan menurut derajat PPOK di antaranya adalah :
- Berhenti merokok/mencegah pajanan gas/partikel berbahaya,
- Menghindari faktor pencetus,
- Vaksinasi Influenza,
- Rehabilitasi paru,
- Pengobatan/medikamentosa di antaranya penggunaan bronkodilator kerja singkat
antikolinergik kerja singkat), penggunaan bronkodilator kerja lama (antikolinergik kerja
lama), dan obat simtomatik. Pemberian kortikosteroid dapat digunakan berdasarkan derajat
PPOK,
- Pada PPOK derajat sangat berat diberikan terapi oksigen,
- Reduksi volume paru secara pembedahan atau endoskopi (transbronkial).
1. Medical Mentosa10-12
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau
obat berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaandapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
15
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat
> 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
Lini I : amoksisilin, makrolid
Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid bar
Perawatan di Rumah Sakit :
Amoksilin dan klavulanat
Sefalosporin generasi II & III injeksi
Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas
Aminoglikose per injeksi
Kuinolon per injeksi
Sefalosporin generasi IV per injeksi
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.
2. Non-Medical Mentosa10-12
16
a. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,
gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan
napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di
rumah. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
ventilasi mekanik dengan intubasi
ventilasi mekanik tanpa intubasi
b. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan
menambah mortality PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru
dan perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
Keseimbangan antara kalori yang masuk dengan kalori yang dibutuhkan, bila
perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan
pipa nasogaster.
Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil
dengan waktu pemberian yang lebih sering.
c. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki
kualitas hidup penderita PPOK dengan cara : latihan fisik, latihan endurance, latihan
pernapasan, rehabilitasi psikososial. Penderita yang dimasukkan ke dalam program
rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai
simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat dan kualitas
hidup yang menurun
17
PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg,
- Dahak jernih tidak berwarna,
- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri),
-Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :
- Mempertahankan fungsi paru,
- Meningkatkan kualiti hidup,
- Mencegah eksaserbasi,
Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau
dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi.5
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut4,12
18
Terapi Pembedahan :
* Bertujuan untuk
- Bulektomi
- Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgery (LVRS)
- Transplasntasi paru
Komplikasi
Cor Pulmonal
Cor pulmonal disebabkan oleh peningkatan tekanan darah di arteri paru-paru, pembuluh
yang membawa darah dari jantung ke paru-paru. Hal ini menyebabkan pembesaran dan
kegagalan berikutnya dari sisi kanan jantung.9,10
Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal terjadi ketika ada abnormal tekanan tinggi dalam pembuluh darah
paru-paru. Normalnya, darah mengalir dari jantung melewati paru-paru, di mana sel-sel
darah mengambil oksigen dan mengirimkannya ke tubuh. Pada hipertensi paru, arteri
paru menebal. Ini berarti darah kurang mampu mengalir melalui pembuluh darah.11
Kegagalan pernafasan
19
Kegagalan pernapasan terjadi ketika paru-paru tidak dapat berhasil mengekstrak oksigen
yang cukup dan / atau menghapus karbon dioksida dari tubuh. Kegagalan pernapasan
dapat disebabkan oleh sejumlah alasan, termasuk PPOK atau pneumonia.11,12
Malnutrisi
Malnutrisi menjadi komplikasi PPOK yang dapat disebabkan karena dispneu, yang
merupakan gejala utama PPOK membuat penderita sangat sulit untuk menyelesaikan
makannya, dan penderita menjadi kehilangan nafsu makan. Tanda dan gejala bisa
bermacam-macam mulai dari yang ringan sampai sangat berat. Gejala umum berupa
kelelahan, pusing, penurunan berat badan, dan kelemahan sistem imun.12
Pencegahan10-12
Berhenti Merokok
Polusi udara dapat membuat PPOK buruk. Ini dapat meningkatkan risiko terjadinya flare-up,
atau eksaserbasi PPOK. Ada beberapa hal yang dapat anda lakukan :
cobalah untuk tidak berada di luar ketika tingkat polusi udara tinggi.
memakai masker polusi udara untuk meminimalkan paparan anda.
memiliki ventilasi yang baik di rumah
menjauhkan karpet kering dan dibersihkan secara rutin untuk membantu pengendalian
debu.
Jika pekerjaan anda menghadapkan anda pada asap kimia atau debu, gunakan peralatan
keselamatan seperti masker untuk mengurangi jumlah asap dan debu yang anda hirup.
Edukasi4
20
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
- Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan,
- Melaksanakan pengobatan yang maksimal,
- Mencapai aktivitas optimal,
- Meningkatkan kualitas hidup.
Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :
Ringan
Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel,
Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti
merokok,
Segera berobat bila timbul gejala,
Sedang
Menggunakan obat dengan tepat,
Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini,
Program latihan fisik dan pernapasan,
Berat
Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi,
Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan,
Penggunaan oksigen di rumah.
Prognosis
Semakin dini diagnosis bisa ditegakkan, maka semakin baik prognosis penderita,
dengan catatan bahwa etiologinya bisa ditiadakan. Bila etiologi tidak dapat disingkirkan,
penderita bukan saja akan mendapatkan kekambuhan dalam waktu dekat, tetapi juga
perjalanan penyakitnya akan melaju terus dengan pesat. Semakin lambat diagnosis
ditegakkan, makin jelek prognosis penderita. Hal ini disebabkan oleh sudah semakin
berkurangnya elastisitas paru, semakin luasnya kerusakan silia secara ireversibel, dan
semakin tebalnya mukosa saluran pernapasan.9-11
Kesimpulan
21
Penatalaksaan yang tepat pada PPOK meliputi beberapa program, yaitu evaluasi dan
monitoring penyakit, mengurangi faktor resiko, tatalaksana PPOK yang stabil, dan
tatalaksana PPOK dengan eksaserbasi. Selain pendekatan farmakologis, edukasi dan nasihat
pada pasien, diperlukan juga konseling untuk penghentian rokok, olahraga, kebutuhan nutrisi,
dan perawatan untuk pasien. Manajemen yang tepat dapat menurunkan morbiditas dan
mortalitas pada pasien PPOK, serta sangat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup
pasien.
Daftar Pustaka
1. Baldwin D. Sistem pernapasan. Dalam : Houghton AR, Gray D. Chamberlain’s gejala
dan tanda dalam kedokteran klinis. Cetakan 1. Jakarta : PT.Indeks; 2012. hml 99-125
2. Tania I et al. Paru-paru. Dalam: Mitchell RN et al. Buku saku dasar patologis
penyakit Robbins dan Cotran. Edisi 7. Jakarta : EGC; 2008. Hml 432-7
3. Suyono YJ. Bronkitis kronis dan PPOK. Dalam : Buku saku ilmu penyakit paru. Edisi
2. Jakarta : EGC; 2012.hlm 206-32
4. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi saluran pernapasan akut. Dalam : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3.
Edisi 5. Jakarta : EGC; 2009. Hml 2225-7
5. Sundaru H. Wheezing. Dalam : Setiati S, Purnamasari D, Rinaldi I, Pitoyo CW. Lima
puluh masalah kesehatan di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta : Pusat Penerbit Ilmu
Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.hal 202-12
6. Maranatha D. Penyakit paru obstruktif kronik. Dalam : Wibisono MJ, Winariani,
Hariadi S. Buku ajar ilmu penyakit paru.Cetakan 2. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Paru FK Unair; 2010.hml 37-9
7. Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI.
8. Alsaggaf Hood, dkk. 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru
FK Unair. Surabaya.
9. Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention
of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA, Didapat dari :
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp
10. Swierzewski, SJ. 2007.Chronic Obstructive Pulmonary Disease.(online)
http://www.pulmonologychannel.com/PPOK/complications.shtml.
22
11. Danusantoso, Halim. 2005. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates. Jakarta, hal
178-179.
12. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global Strategy for
The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary
Disease. National Institutes of Health. National Heart, Lung and Blood Institute,
Update 2009.
23