Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

Resusitasi merupakan upaya yang dilakukan terhadap penderita atau


korban yang berada dalam keadaan gawat atau kritis untuk mencegah terjadinya
kematian. Gawat adalah keadaan yang berkenaan dengan suatu penyakit atau
kondisi lainnya yang mengancam jiwa, sedangkan darurat adalah keadaan yang
terjadi tiba-tiba dan tidak diperkirakan sebelumnya, suatu kecelakaan, kebutuhan
yang segera atau mendesak.1
kejadian henti jantung di luar rumah sakit bervariasi antara 2−20 kasus /
100.000 anak setiap tahunnya. Serangan henti jantung di rumah sakit sekitar 5,5%
terjadi pada anak yang paling sering di sebabkan oleh asfiksia, dimana 6,7% dari
anak yang dapat bertahan, namun banyak yang mengalami gangguan neurologis.
Faktor yang mempengaruhi kondisi anak yang menjalani resusitasi adalah kondisi
anak sebelumnya, waktu dimulainya resusitasi jantung paru (RJP), awal
terdeteksinya henti jantung, dan kualitas dari proses pediatric basic life support
(pbls) dan pediatric advance life support ( PALS).1
Untuk mencapai keberhasilan resusitasi diperlukan kerjasama yang baik
dalam satu tim, mengingat banyaknya langkah yang harus dilaksanakan dalam
tindakan tersebut. Keberhasilan tidak semata-mata dipengaruhi keterampilan
dalam tindakan resusitasi, namun juga dipengaruhi oleh kelancaran komunikasi
dan dinamika kelompok.2
Resusitasi jantung paru (RJP) terdiri atas bantuan hidup dasar (BHD) dan
bantuan hidup lanjutan (BHL). Bantuan hidup dasar adalah suatu tindakan
resusitasi tanpa menggunakan alat atau dengan alat yang terbatas seperti bag-mask
ventilation, sedangkan pada bantuan hidup lanjut menggunakan alat dan obat
resusitasi sehingga penanganan lebih optimal.1
Pada materi ini akan lebih dijelaskan tentang bantuan hidup lanjut, dimana
bertujuan untuk memepertahankan dan mengembalikan sirkulasi spontan, dan
stabilitas system kardiovasculer dengan menggunakan obat-obatan dan pemberian
cairan.

1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pediatric advance life support ( PALS) atau bantuan hidup lanjut (BHL)
pada anak suatu tindakan resusitasi menggunakan alat atau obat resusitasi
sehingga penanganan lebih optimal. Untuk mencapai keberhasilan resusitasi
diperlukan keterampulan dan kerjasama yang baik dalam satu tim.2

Resusitasi jantung paru segera dan efektif berhubungan dengan


kembalinya sirkulasi spontan dan kesempurnaan pemulihan neurologi. Beberapa
penelitian menunjukkan angka survival dan keluaran neurologi lebih baik bila rjp
dilakukan sedini mungkin. Saat jantung berhenti oksigenasi akan berhenti pula
dan menyebabkan gangguan otak yang tidak dapat diperbaiki walaupun terjadi
dalam beberapa menit. Waktu merupakan hal yang sangat penting saat kita
menolong korban yang tidak sadar dan tidak bernapas.3

Tindakan ini dibedakan berdasarkan usia anak < 1 tahun tahun atau lebih
dari satu tahun, yang merupakan suatu teknik yang dipakai untuk menyelamatkan
jiwa yang sangat berguna pada keadaan emergensi, termasuk henti napas dan
henti jantung.1

Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mempertahankan pernapasan dan


sirkulasi agar oksigenasi dan darah dapat mengalir ke jantung, otak, dan organ
vital lainnya. Penyebab terjadinya henti napas dan henti jantung berbeda-beda
tergantung usia, pada bayi baru lahir penyebab terbanyak adalah gagal napas,
sedangkan pada masa bayi penyebabnya antara lain: 2
a. Sindroma bayi mati mendadak (sudden infant death syndrome -sids)
b. Penyakit pernapasan
c. Sumbatan saluran napas (termasuk aspirasi benda asing)
d. Tenggelam
e. Sepsis
f. Penyakit neurologis

2
Pada anak usia lebih dari 1 tahun penyebab terbanyak adalah cedera seperti
kecelakaan lalulintas, kecelakaan sepeda, terbakar, cedera senjata api dan
tenggelam2

Bantuan hidup lanjut merupakan bagian dari cardiac arrest care dengan
CPR berkualitas tinggi, memonitoring fisiologi dan respon pasien terhadap
bantuan hidup dasar, mengenal dan mengintervensi untuk tatalaksana aritmia dan
optimalisasi perfusi jaringan meggunakan obat-obatan atau mechanical support.
Pembaruan pedoman AHA 2015 untuk CPR dan ECC memberikan rekomendasi
terhadap beberapa tindakan bantuan hidup lanjut.4

1. Terapi Oksigen
Efek langsung pemberian oksigen dengan konsentrasi lebih dari 21 % ialah
peningkatan tekanan oksigen alveolar, pengurangan usaha napas untuk
mempertahankan tekanan oksigen alveolar dan penurunan kerja miokardium
untuk mempeertahankan oksigen arteri. Oleh karena itu tujuan terapi oksigen
adalah:5
a. Mengatasi hipoksemia
Bila tekanan oksigen alveolar menurun terjadi hipoksemia pada
darah arteri, keadaan hipoksemia dapat diperbaiki dengan meningkatkan
fraksi oksigen udara yang dihisap pada inspirasi
b. Meunurnkan usaha napas ( work of breathing)
Usaha napas biasanya meningkat sebagai respon terhadap
hipoksemia. Meningkatkan konsentrasi oksigen udara inspirasi
memungkinkan pertukaran gas alveolar normal untul mempertahankan
tingkat oksigen alveolar. Hasilnya kebutuhan ventilasi total akan menurun
sehingga usaha napas akan berkurang tanpa mempengaruhi tingkat
okssigenasi.
c. mengurangi kerja miokardium
Pemberian oksigen akan mengurangi atau mencegah peningkatan
kebutuhan kerja miokardium.

3
Pada anak yang bernapas spontan oksigen dapat diberikan dengan
berbagai cara tergantung dari keadaan klinik dan kebutuhan konsentrasi
oksigen. Alat pemberian oksigen dibedakan antara sistem aliran rendah (low
flow) dan aliran tinggi (high flow). Pada sistem aliran rendah udara ruangan
terpakai karena aliran oksigen tidak cukup untuk memenuihi kebutuhan aliran
udara inspirasi sedang pada sistem aliran tinggi aliran oksigen dan kapasitas
reservoir cukup untuk memenuhi seluruh kebuthan aliran darah inspirasi.
Beberapa alat bantu terapi oksigen yaitu: 5,6
a. Sungkup oksigen (oxygen mask)
Sungkup oksigen biasa akan memberikan oksigen dengan
konsentrasi 40-60% dengan aliran 5-6 sampai 7-8 l/menit. Karena sistem
ini akan menggunakan udara ruangan, aliran oksigen harus diberikan
paling kurang 6 l/menit untuk mendapatkan konsentrasi oksigen yang
diinginkan dan mencegah co2 dihisap kembali. Sungkupdengan sistem
venturi akan memberikan konsentrasi oksigen sesuai dengan konsentrasi
yang diinginkan antara 25-60%.

4
b. Sungkup terbuka (face rent)
Sungkup ini hanya memberikan konsentrasi oksigen paling tinggi
40% dengan aliran oksigen yang tinggi ( 10-15 l/menit).
c. Kotak oksigen (oxygen hood)
Kotakl plastik bening ini biasanya diguanakan pada bayi baru lahir
atau bayi kecil akan tetapi memerlukan aliran oksigen yang tinggi (10-15
l/menit) yang akan memebrikan oksigen dengn konsentrasi 80-90%.

d. Kanul oksigen
Kanul oksigen digunakan untuk memberikan oksigen konsentrasi
yang rendah (24- 40%) karena aliran oksigen lebih dari 4 l/menit akan
menyebabkan ketidaknyaman.

5
e. Kateter nasal
Kateter nasal adalah ujung tabung yang dimasukkan kedalam satu
lubang hidung sampai ke daerah faring. Alat ini tidak dianjurkan karena
tidak lebih unggul dari kanul oksigen dan dapat menyebabkan distensi
lambung.
1.1.Pernafasan : oksigenasi dan ventilasi bantuan
Gunakan 100% oksigen selama resusitasi
a. Monitor kadar oksigen penderita.
b. Berikan o2 1-2 liter/menit.
c. Ketika penderita sudah stabil, hentikan pemberian oksigen secara
bertahap jika saturasi oksigen dapat dipertahankan baik
1.2.Oropharyngeal dan nasopharyngeal
Alat oropharyngeal dan nasopharyngeal airway adalah tambahan
untuk mempertahankan saluran udara tetap terbuka. Oropharyngeal
digunakan pada korban tak sadar (dengan kata lain tanpa refleks muntah).
Pilih ukuran oropharyngeal airways yang sesuai dengan cara mengukur
dari bibir sampai angulus mandibularis. Ukuran yang terlalu kecil akan
mendorong lidah ke belakang, sedangkan bila terlalu besar akan menutup
epiglotis sehingga dapat menghalangi saluran udara. Nasopharyngeal
airways akan lebih ditoleransi untuk korban yang masih sadar
2. Terapi Cairan
Terapi cairan adalah pemberian bolus cairan secepat mungkin melalui
akses intravena (IV) atau intraoseus (IO). Tujuan terapi cairan adalah untuk
menyelamatkan otak dari gangguan hipoksik-iskemik, melalui : peningkatan
preload dan curah jantung untuk mengembalikan volum sirkulasi efektif pada
syok hipovolemik, mengembalikan oxygencarrying capcity pada syok
hemorogik dan mengoreksi gangguan metabolik. Cairan resusitasi yang
digunakan adalah cairan krisatoloid dan cairan koloid. Cairan mengandung
dekstrosa tidak diberikan secara bolus karena hiperglikemia dapat
menyebabkan diuresis osmotik atau memburuk hipokalemia dan cedera otak
iskemik.4

6
Cairan krisatloid isotonik seperti ringer laktat (RL), garam fisiologis (NS)
dan ringer asetat (RA) banyak tersedia, tidak menimbulkan alergi, efektif
mengisi ruang intersisial dan mengoreksi defisit sodium, namun hanya
sebentar berada di dalam ruang intravaskular, dalam beberapa menit hanya
seperempat bagian yang masih berada di ruang intravaskular. Untuk
mengembalikan volume intravaskuklar diperlukan jumlah cairan kristaloid
yang besarnya 4-5 kali defiist, sehingga dapat terjadi edema paru.5

Cairan koloid lebih lama berada di ruang intravaskular dibandingkan


cairan krisataloid. Darah dan cairan koloid seperti albumin 5%, fresh frozen-
plasma, dan koloid sintetik seperti hetastarch 6% dan 10%, dextran 40,
dextran 60 dan gelatin lebih efisien mengisi ruang intravaskular dibandingkan
kristaloid.5

Darah, fresh frozen-plasma dan komponen darah diberikan setelah bolus


kristaloid diberikan dua kali atau sekitar 40ml/kgbb, untuk mengganti
kehilangan darah akibat trauma atau sebagai terapi paliatif koagulopati. Bila
perlu dapat diberikan darah o-negatif tanpa cross-match. Infus darah dan
produk darah secara cepat dan jumlah besar dapat menimbulkan komplikasi
hipotermia dan hipokalsemia dan hipokalsemia ion.5

Tiga fokus utama terapi resusitasi cairan pada anak, yaitu mengembalikan
volume sirkulasi akibat syok hipovolemia, mengembalikan kapasitas
pengangkutan oksigen pada syok hemorragik, dan menggoreksi asidosis
metabolik. Penyebab utama syok pada anak adalah hipovolemia yag
disebabkan oleh kekurangan intake dan kehilangan cairan seperti pada diare,
diabetic ketoasidosis, muntah, luka bakar dan trauma, sehingga terdapat
kekurangan cairan intravaskular, ekstravaskular dan kekurangan preload.6

Cairan yang digunakan pada saat resusitasi yaitu cairan kristaloid isotonik
misal ringer laktat, atau nacl fisiologis, koloid, dan transfusi darah untuk
menanggulangi syok. Terapi bolus dengan glukosa dapat dapat menangani
hipoglikemia.6

7
Indikasi pemberian kristaloid yaitu syok hipovolemia, dengan dosis 20
ml/kg iv kurang dari 20 menit.terapi cairan dimulai dengan pemberian bolus
kristaloid, isotonik rl atau ns 20ml/kgbb/10mnt/iv/io. Sesudah pemberian
bolus dilakukan penelian perfusi sitemik, seperti laju denyut jantung, nadi,
tekanan darah dan jumlah diuresis. Bila masih terdapat tanda syok diberikan
bolus kristaloid kedua 20ml/kgbb.5

3. Obat- Obatan Resusitasi


a. Obat vasoaktif
Golongan obat vasoaktif mempunyai efek vasopresor, inotropik, dan
vasodilator. Obat vasopresor mempunyai aktifitas adrenergik α1 yang
mengakibatkan konstriksi arteriol, peningkatan tahanan vaskuler sistemik,
peningkatan tekanan darah.6
1. Epinefrin
Rekomendasi dosis pada anak adalah 0,1 mikrogram/kg/menit – 1
mikrogram/kg/menit. Pada dosis rendah epinefrin terutama
berhubungan dengan efek β-adrenergik yaitu peningkatan
kontraktilitas miokard,laju denyut jantung, tekanan darah sistolik dan
tekanan nadi, sedikit penurunan pada svr dan peningkatan kebutuhan
oksigen otot jantung. Infuse epinefrin diberikan pada pasien dengan
perfusi sistemik buruk atau hipotensi non-hipovolemik, yaitu bila saat
resusitasi terdapat bradikardia, asistole atau nadi tidak teraba. Infuse
epinefrin dapat mengembalikan sirkulasi spontan, memperbaiki
tekanan darah dan perfusi sistemik. Infus epinefrin dimulai dengan
kecepatan 20 ml/jam sampai takikardia terdeteksi, yang menandakan
epinefrin sudah masuk sirkulasi pasien. Dosis kemudian diturunkan
menjadi 0,1-1,0 μg/kgbb/menit sampai 5,0 μg/kgbb/menit dengan
pemantauan ketat takiaritmia dan efek samping lain.5
2. Dopamine

8
Dopamin adalah immediate precursor dari norepineprin dan epineprin,
secara farmakodinamik memiliki variasi efek tergantung pada rentang
dosis yang digunakan:6
a. Dosis < 5 mcg/kg/menit dapat menstimulasi reseptor dopamine-1
di ginjal, mesentrika dan koroner dengan dampak terjadi
vasodilatasi.
b. Dosis 5-10 mcg/kg/menit dapat menstimulasi reseptor beta-1
adrenergik, dengan dampak meningkatkan cardiac output
khususnya peningkatan stroke volume dengan sedikit pengaruh
pada heart rate.
c. dosis 10 mcg/kg/menit dapat menstimulasi reseptor alpha-1
dengan dampak vasokonstriksi dengan peningkatan stroke volume
rate (svr).
3. Dobutamin
Dobutamin adalah predominan beta-1 adrenergik yang
menyebabkan efek inotropik yang poten dan kronotrpik yang lemah,
secara farmakodinamik efeknya adalah peningkatan cardiac output
dan penurunan svr dengan atau tanpa penurunan tekanan darah. Dosis
yang direkomendasikan pada anak adalah 2-15 mcg/kg/menit, pada
dosis < 5 mcg/kg/menit menimbulkan dampak vasodilatasi dan pada
dosis > 15 mcg/kg/menit dapat menyebabkan takikardia dan aritmia.5
b. Obat anti aritmia
- Lidocain
Lidokain menekan aritmia ventrikular. Lidokain juga mempunyai
efek anestetik lokal yang membantu penekanan ektopik ventrikel.
Aritmia dan fibrilasi ventrikel jarang pada anak, biasanya
berhubungan dengan kelainan metabolik dan intoksikasi obat, dan
pengobatan terpilih adalah dengan mengoreksi penyebab kelainan ini,
bukan dengan lidokain. Infus lidokain diberikan pada keadaan aritmia
ventrikel, takikardia dan fibrilasi ventrikel atau gelombang ektopik
ventrikel pasca resusitasi yang tidak diketahui sebabnya atau yang

9
diduga berhubungan dengan miokarditis atau penyakit jantung
struktural. Dosis lidokain adalah 20-50 μg/kgbb/menit. Cairan infus
harus mengandung 120 mg lidokain dalam 100 ml d5w. Karena masa
paruh lidokain panjang (beberapa jam), untuk mencapai dosis
terapeutik cepat, diberikan dosis inisial 1 mg/kgbb, sebelum
dilanjutkan dengan infus lidokain.5,6
- Amiodaron
Amiodaron adalah obat anti aritmia membrane-stabilising yang
meningkatkan durasi aksi potensial dan periode refrakter pada
miokardium atrium dan ventrikel. Selain itu, konduksi atrioventrikular
juga diperlambat, dan efek yang sama juga terjadi pada jalur
aksesorius. Berdasarkan consensus para ahli, bila vf/vt menetap, beri
300 mg amiodarone (setelah itu beri 20 ml nacl 0,9% atau dextrosa 5
%) setelah shock yang ketiga. Dosis selanjutnya, 150 mg, dapat
diberikan bila terjadi vf/vt rekuren atau refrakter, dan setelah itu
diikuti denan pemberian infuse 900 mg dalam 24 jam.6
4. Elektrocardiograph
Pemeriksaan EKG penting untuk melihat apakah pasien mengalami suatu
fibrilasi ventrikel, asistol atau yang lain. Aritmia yang ditandai dengan
kontraksi fibrilar otot ventrikular akibat eksitasi berulang yang cepat pada
serabut miokardial tanpa disertai kontraksi ventrikel yang terkoordinasi. Ini
merupakan ekspresi pergerakan siklus acak atau suatu fokus ektopik dengan
siklus yang sangat cepat. Penyebab tersering adalah kurangnya aliran darah ke
otot jantung karena penyakit arteri koroner atau serangan jantung. Penyebab
lain adalah syok dan sangat rendahnya kadar potasium di dalam darah
(hipokalemia).6
5. Fibrillation Treatment
Terapi defibrilasi merupakan indikasi untuk mengakhiri takikardia dan
fibrilasi ventrikel. Fibrilasi ventrikel umumnya hanya dapat dihentikan dengan
terapi defibrilasi. Sebab-sebab primer fibrilasi ventrikel ialah insufisiensi
kprpner, reaksi pemberian obat, aliran listrik. Sebab sekunder adalah asfiksia,

10
tenggelam, eksanguasi dan sebab-sebab henti jantung lainnya. Obat-obat
seperti lidokain, kcl, dan lain sebagainya tanpa defibrilasi tidak dapat
mengakhiri fibrilasi ventrikel tetapi mengubah fibrilasi menjadi asistolik yang
kemudian intractable terhadap usaha resusitasi termasuk pemberian adrenalis
sekalipun. Defibrilasi menghasilkan depolarisasi secara simultan pada semua
otot jantang dan kemudian timbul denyut yang spontan apabila miokardium
cukup oksigen dan tidak asidotik. 6
Tempat elektroda standar adalah satu di samping kanan sternum atas di
bawah klavikula dan elektroda lainnya di sebelah apeks jantung.harus dipakai
pasta elektroda atau kasa dengan larutan nacl fisiologis. Pada defibrilator
bifasik, dosis awal adalah sebesar 200 j. Bila menggunakan defibrilator
monofasik pilih dosis 360 j. Dosis 4-9 j/kg efektif diberikan pada anak-anak.
Pada anak usia 1-8 tahun defibrilasi manual yang direkomendasikan adalah 2
j/kg untuk percobaan pertama dan 4 j/kg untuk percobaan selanjutnya.

Tindakan defibrilasi dikatakan berhasil apabila ekg menunjukan asistolik,


komplek ekg abnormal, atau komplek EKG yangh hampir normal. Apapun
hasilnya tindakan resusitasi diteruskan selama belum teraba denyut nadi
karotis atau femoralis. Bila EKG menunjukkan asistolik, resusitasi dan
adrenalin serta bikarbonat harus diteruskan.6
Apabila terjadi kembali fibrilasi ventrikel defibrilasi dapat diulangi
beberapa kali dengan langkah A-B-C-D diantaranya pemberian adrenalin,

11
natrium bikarbonat, lidokain sampai berhasil atau sampai terjadinya asistolik
ireversible karena kematian miokardium. Pada fibrilasi ventrikel yang
disaksikan, tindakan defibrilasi harus segera dikerjakan tanpa memulai
langkah A-B-C bahkan langkah D dari resusitasi. Apabila ini gagal, resusitasi
dimulai dengan baik untuk mengurangi hipoksia miokardium dan otak.
Berikan obat-obatan dan ulangi defibrilasi.6

12
ALGORITMA PALS

13
ALGORITMA PALS

14
BAB III
PENUTUP

Resusitasi merupakan upaya yang dilakukan terhadap penderita atau korban


yang berada dalam keadaan gawat atau kritis untuk mencegah terjadinya
kematian. Untuk mencapai keberhasilan resusitasi diperlukan kerjasama yang
baik dalam satu tim, mengingat banyaknya langkah yang harus dilaksanakan
dalam tindakan tersebut. Keberhasilan tidak semata-mata dipengaruhi
keterampilan dalam tindakan resusitasi, namun juga dipengaruhi oleh kelancaran
komunikasi dan dinamika kelompok. Resusitasi jantung paru (RJP) terdiri atas
bantuan hidup dasar (BHD) dan bantuan hidup lanjutan (BHL).1,2

Pediatric advance life support ( PALS) atau bantuan hidup lanjut (BHL) pada
anak suatu tindakan resusitasi menggunakan alat atau obat resusitasi sehingga
penanganan lebih optimal. Bantuan hidup lanjut merupakan bagian dari cardiac
arrest care dengan CPR berkualitas tinggi, memonitoring fisiologi dan respon
pasien terhadap bantuan hidup dasar, mengenal dan mengintervensi untuk
tatalaksana aritmia dan optimalisasi perfusi jaringan meggunakan obat-obatan
atau mechanical support.4

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Stanza Uga Peryoga. Bantuan Hidup Dasar Dan Bantuan Hidup Lanjut Pada
Anak. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fk Unpad/Rs Hasan Sadikin
Bandung. Workshop Fk Uns 201 Colostrum; 2017.

2. Hazinsky, Mary Fan dkk. Pembaruan Pedoman American Heart Association


2015 Untuk CPR Dan ECC ; 2015

3. Susi Purwoko. Pertolongan Pertama Dan RJP Pada Anak. Edisi 4.


Arcan,Jakarta ;2009

4. American Heart Association Guidlines Update For Cardiopulmonary


Resuscitation And Emergency Cardiovascular Care. Circulation. Volume 232
; 2015.

5. Robertson. Advanced Life Support Guidlines. British Journal Of Anaesthesia;


2014:79 172-177

6. Soar, Jasmeet Dkk. Bantuan Hidup Lanjut (Adult Advanced Life Support)
;2015.

16

Anda mungkin juga menyukai