Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT ATAU PALM OIL MILL
EFFLUENT (POME)
Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber
hasil aktivitas manusia, maupun proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai
ekonomi [20]. Palm oil mill effluent (POME) atau limbah cair pabrik kelapa sawit
merupakan salah satu limbah agroindustri yang paling sering menyebabkan polusi
dan merupakan limbah terbesar dari proses pengolahan kelapa sawit [3]. Limbah cair
yang dihasilkan oleh pabrik minyak kelapa sawit berasal dari air kondensat pada
proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath) dan air
pencucian pabrik [1, 21, 22], yang terdiri dari suspensi koloid yang mengandung 95-
96% air, minyak 0,6-0,7% dan 4-5% total padatan termasuk 2-4% padatan
tersuspensi [14, 23, 24]. POME merupakan cairan kental berwarna kecoklatan,
bersuhu tinggi, bersifat asam dan padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan
residu minyak dengan kandungan COD yang tinggi [6, 24, 25]. Berikut karakteristik
POME disajikan pada tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Karakteristik POME [9]


Parameter Konsentarasi Rata-rata*
Temperatur 80-90
pH 3,8-4,8
Minyak 6000
BOD 25000
COD 50000
Total Solid 40500
Suspended Solid 18000
Total Volatile Solid 34000
Total Kjeldan Nitrogen (TKN) 750
Amonia Nitrate 35
*Seluruh Parameter dalam mg/L kecuali Temperatur dan pH

Minyak dan lemak adalah satu dari polutan organik utama yang terdapat
dalam POME [3, 26]. Tinggi nya komposisi dan konsentrasi dari protein, karbohidrat

Universitas Sumatera Utara


dan senyawa nitrogen, lemak, dan mineral ditemukan dalam Palm Mill Oil Effluent
(POME) yang dapat di konversi menjadi bahan yang bermanfaat melibatkan proses
mikroba [1]. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan karena adanya potensi dari
POME untuk diubah menjadi salah satu energi alternatif yaitu biogas [6].

2.2 DIGESTASI ANAEROB


Proses anaerob merupakan proses yang kompleks dengan melibatkan
berbagai kelompok bakteri. Keterlibatan antara kelompok ini saling menguntungkan
satu sama lainnya karena tidak terjadi saling kompetisi antara kelompok dalam
rangka pemanfaatan nutrien atau substrat [21]. Proses digestasi anaerobik merupakan
proses fermentasi bahan organik oleh aktivitas bakteri anaerob pada kondisi tanpa
oksigen bebas dan merubahnya dari bentuk tersuspensi menjadi terlarut dan biogas
[10, 27, 28]. Digestasi anaerobik dianggap efektif untuk proses pengolahan limbah
pabrik kelapa sawit (POME) karena melibatkan mikroorganisme dengan serangkaian
reaksi biokimia kompleks dari bahan organik menghasilkan metana dan
karbondioksida [9]. Secara umum digestasi anaerobik memiliki 4 tahapan yaitu :
hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis [10-15] dan dilakukan pada
kondisi mesofilik (30 – 37 oC ) dan termofilik (50 - 60 oC) [9, 17, 19] dan terjadi
dalam berbagai variasi reaktor seperti reaktor terus menerus tangki berpengaduk
(CSTR) , reaktor batch, semi-kontinyu, sequencing batch reaktor [3, 13]. Dalam
rangka meningkatkan kinerja digestasi anaerobik, metode baru seperti metode dua
tahap yang melekat dengan tingginya tingkat pertumbuhan [13].

2.3 TAHAPAN DIGESTASI ANAEROBIK


Secara umum digestasi anaerobik memiliki 4 tahapan yaitu : hidrolisis,
asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis [10-15]. Tahapan yang terjadi dalam
proses digestasi senyawa organik menjadi gas metana ditunjukkan pada gambar 2.1

Universitas Sumatera Utara


Senyawa Organik
Karbohidrat Protein Lemak

Hidrolisis 1 1 1

Gula Asam As. Lemak


Amino alkohol

Volatile Fatty Acids


Asidogenesis 1
Etanol
1
Asetogenesis
2

CH3COO- 3 CO2/ H2

Metanogenesis 5 4

CH4
Gambar 2.1 Konversi Bahan Organik Menjadi Metan Secara Anaerobik [29]

Keterangan gambar :
1. Bakteri Fermentasi
2. Bakteri Asetogenik penghasil hidrogen
3. Bakteri Asetogenik pengguna hidrogen
4. Bakteri Metanogenik pereduksi karbon dioksida
5. Bakteri Metanogenik asetoclastic

2.3.1 Hidrolisis
Hidrolisis merupakan langkah awal untuk hampir semua proses penguraian
dimana bahan organik akan dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga
dapat diurai oleh bakteri pada proses fermentasi [4]. Dalam proses hidrolisis,
molekul-molekul kompleks seperti karbohidrat, lemak, dan protein dihidrolisis
menjadi gula, asam lemak dan asam amino oleh enzim ekstraselular dari bakteri
fermentatif [3]. Pada tahap hidrolisis, bahan organik padat maupun yang mudah larut
berupa molekul besar dihancurkan menjadi molekul kecil agar molekul-molekul
tersebut larut dalam air.
Bakteri yang berperan dalam tahap hidrolisis ini adalah sekelompok bakteri
anaerobik, adapun jenis bakteri pada hidrolisis dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2 Klasifikasi Bakteri Hidrolisis Berdasarkan Substrat Yang Diolah
[17]
Bakteri Substrat yang dihidrolisis
Acetivibrio Karbohidrat /polisakarida
Peptostreptococcus, dan Bifidbacterium Protein
Clostridium Lemak

Tahap pertama ini sangat penting karena molekul organik besar yang terlalu
besar untuk langsung diserap dan digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber
substrat / makanan [17] untuk menghasilkan waktu pencernaan yang lebih pendek
dan memberikan hasil metana yang lebih tinggi [30].

2.3.2 Asidogenesis
Pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa dikonversikan menjadi asam
lemak volatil (VFA), alkohol, aldehid, keton, amonia, karbondioksida, air dan
hidrogen oleh bakteri pembentuk asam. Asam organik yang terbentuk adalah asam
asetat, asam propionat, asam butirat dan asam valeric. Asam lemak volatile dengan
rantai lebih dari empat-karbon tidak dapat digunakan langsung oleh metanogen [13].
Reaksi asidogenesis dapat di lihat di bawah ini:

C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2 CO2 + 2 H2


(glukosa) (asam butirat)
C6H12O6 + 2 H2 CH3CH2COOH + 2 H2O
(glukosa) (asam propionat)
Gambar 2.2 Reaksi Asidogenesis [14, 17]

Asidifikasi sangat dipengaruhi oleh suhu sesuai dengan hukum Arrhenius,


namun suhu termofilik yang mengakibatkan kematian sel dan biaya energi yang lebih
tinggi dapat mengakibatkan suhu sub-optimal yang lebih baik [31].

Universitas Sumatera Utara


2.3.3 Asetogenesis
Produk yang terbentuk selama asetogenesis disebabkan oleh sejumlah
mikroba yang berbeda, misalnya, Syntrophobacter wolinii dekomposer propionat dan
Wolfei sytrophomonos dekomposer butirat dan pembentuk asam lainnya adalah
Clostridium spp, Peptococcus anerobus, Lactobacillus, dan Actinomyces [30]. Asam
lemak volatil dengan empat atau lebih rantai karbon tidak dapat digunakan secara
langsung oleh metanogen. Asam-asam organik ini dioksidasi terlebih dahulu menjadi
asam asetat dan hidrogen oleh bakteri asetogenik penghasil hidrogen melalui proses
yang disebut asetogenesis. Asetogenesis juga temasuk pada produksi asetat dari
hidrogen dan karbon dioksida oleh asetogen dan homoasetogen. Kadang-kadang
proses asidogenesis dan asetogenesis dikombinasikan sebagai satu tahapan saja [19].
Reaksi asetogenesis dapat dilihat di bawah ini:
CH3CH2COOH CH3COOH + CO2 + 3 H2
(asam propionat) (asam asetat)
CH3CH2CH2COOH 2CH3COOH + 2 H2
(asam butirat) (asam asetat)
Gambar 2.3 Reaksi Asetogenesis [13, 29]

Pada tahap asetogenesis, sebagian besar hasil fermentasi asam harus


dioksidasi di bawah kondisi anaerobik menjadi asam asetat, CO2, dan hidrogen yang
akan menjadi substrat bakteri metanogen. Bakteri pembentuk oksidasi ini adalah
bakteri syntrofik atau bakteri asetogen atau mikroba obligat pereduksi proton. Salah
satunya adalah asam propionat akan dioksidasi oleh bakteri Syntrophobacter wolinii
menjadi produk yang digunakan oleh bakteri metanogen dalam pembentukan gas
metana. Saat bakteri asetogen memproduksi asetat, hidrogen akan ikut terbentuk.
Jika terjadi akumulasi pembentukan hidrogen dan tekanan hidrogen, hal ini akan
mengganggu aktivitas bakteri asetogen dan kehilangan produksi asetat dalam jumlah
besar. Oleh karena itu, bakteri asetogen mempunyai hubungan simbiosis dengan
bakteri pembentuk metana yang menggunakan hidrogen untuk memproduksi metana.
Hubungan simbiosis ini akan mempertahankan konsentrasi hidrogen pada tahap ini
tetap rendah, sehingga bakteri asetogen dapat bertahan [31].

10

Universitas Sumatera Utara


2.3.4 Metanogenesis
Metanogenesis merupakan langkah penting dalam seluruh proses digestasi
anaerobik, karena proses reaksi biokimia yang paling lambat. Metanogenesis ini
sangat dipengaruhi oleh kondisi operasi. Komposisi bahan baku, laju umpan,
temperatur, dan pH adalah contoh faktor yang mempengaruhi proses pembentukan
gas metan. Digester over loading, perubahan suhu atau masuknya besar oksigen
dapat mengakibatkan penghentian produksi metana [19].
Pada akhirnya gas metana diproduksi dengan dua cara. Pertama adalah
mengkonversikan asetat menjadi karbon dioksida dan metana oleh organisme
asetropik dan cara lainnya adalah dengan mereduksi karbon dioksida dengan
hidrogen oleh organisme hidrogenotropik. Berikut ini adalah reaksi utama (reaksi
metanogenesis) yang terlibat dalam konversi substrat menjadi metana dapat dilihat
pada gambar 2.4.
CH3COOH CH4 + CO2
2C2H5OH + CO2 CH4 + 2CH3COOH
CO2 + 4H2 CH4 +2H2O
Gambar 2.4 Reaksi Metanogenesis [11, 13, 30, 31]

Ada tiga jenis dari bakteri metanogen dalam pembentukan metan meliputi:
1. Genus Methanosarcina (berbentuk bola)
2. Methanothrix Bacteria (panjang dan turbular)
3. Bakteri yang mengkatabolisme furfural dan sulfat (pendek dan berbentuk batang
yang berliku) [11].
Bakteri metanogen sangat sensitif terhadap perubahan pH, temperatur,
organic loading rate (OLR), dan HRT [18]. Adapun klasifikasi bakteri pada
metanogenesis sesuai range pH dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Klasifikasi Bakteri Metanogen [40]


Genus range pH
Methanosphaera 6,8
Methanothermus 6,5
Methanogenium 7,0

11

Universitas Sumatera Utara


Methanolacinia 6,6 -7,2
Methanomicrobium 7,0-7,5
Methanosprillium 7,0-7,5
Methanococcoides 6,5-7,5
Methanohalobium 6,5-6,8
Methanolobus 6,5-6,8
Methanothrix 7,1-7,8
Methanosaeta 7,6

Metanogen yang dominan pada proses ini adalah Methanobacterium,


Methanothermobacter, Methanobrevibacter, Methanosarcina dan Methanosaeta [13,
30, 32]. Substrat metanogen termasuk asetat, metanol, hidrogen, karbon dioksida,
format, metanol, karbon monoksida, methylamines, metil merkaptan, dan logam
berkurang. Dalam kebanyakan ekosistem non-gastrointestinal 70% atau lebih dari
metana yang terbentuk berasal dari asetat, tergantung dari jenis organik [31] dan 30%
oleh mengkonsumsi hidrogen [29].
Hanya ada dua kelompok yang dikenal metanogen yang memecah asetat:
Methanosaeta dan Methanosarcina, sementara ada banyak kelompok yang berbeda
dari metanogen yang menggunakan gas hidrogen, termasuk Methanobacterium,
Methanococcus, Methanogenium dan Methanobrevibacter. Methanosaeta dan
Methanosarcina memiliki tingkat pertumbuhan yang berbeda dan juga berbeda
mengenai kemampuan mereka untuk memanfaatkan asetat. Methanosarcina tumbuh
lebih cepat, tetapi menemukan kesulitan untuk menggunakan asetat pada konsentrasi
rendah, dibanding Methanosaeta. Namun, kehadiran organisme ini dipengaruhi tidak
hanya oleh konsentrasi asetat, tetapi juga oleh faktor-faktor seperti beban frekuensi
dan pencampuran. Karena produsen metana umumnya tumbuh sangat lambat, hal ini
sering tahap membatasi laju dari proses biogas [17].

2.4 BIOGAS
Biogas merupakan produk akhir dari degradasi anaerobik bahan organik
oleh bakteri-bakteri anaerobik dalam lingkungan dengan sedikit oksigen. Komponen
terbesar yang terkandung dalam biogas adalah metana 55 – 70 % dan karbon

12

Universitas Sumatera Utara


dioksida 30 – 45 % serta sejumlah kecil, nitrogen dan hidrogen sulfide [4, 11, 33].
Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas
disamping parameter - parameter lain seperti temperatur digester, ph (tingkat
keasaman), tekanan, dan kelembaban udara [34]. Gas metan termasuk gas rumah
kaca (greenhouse gas), bersama dengan gas karbon dioksida (CO2) memberikan efek
rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global [5].
Gas bio atau metana dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti
halnya gas alam. Biogas tidak berbau dan berwarna yang apabila dibakar akan
menghasilkan nyala api biru cerah seperti gas LPG. Nilai kalor gas metana adalah 20
MJ/m3 dengan efisiensi pembakaran 60 persen pada konvesional kompor biogas.
Tujuan utama pembuatan gas bio adalah untuk mengisi kekurangan atau
mensubtitusi sumber energi di daerah pedesaan sebagai bahan bakar keperluan
rumah tangga, terutama untuk memasak dan lampu penerangan. Selain itu dapat
digunakan untuk menjalankan generator untuk menghasilkan listrik. Gas bio
merupakan sumber energi ramah lingkungan, karena sumber bahannya memiliki
rantai karbon yang lebih pendek bila dibandingkan dengan minyak tanah, sehingga
gas CO yang dihasilkan relatif lebih sedikit [5]. Adapun pengaruh komponen-
komponen dalam biogas dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut :

Tabel 2.4 Pengaruh Komponen-Komponen dalam Biogas dan Pengaruhnya [35]


Kompenen Kandungan Pengaruh
CH4 50-75 Komponen yang mudah terbakar pada biogas
(%volume)
CO2 25-50 Mengurangi nilai bahan bakar; meningkatkan
(%volume) anti-ketukan sifat motor; menyebabkan korosi
(karbonat
asam lemah), jika gas juga lembap itu
kerusakan sel bahan bakar alkali
H2S 0,005–0,5 Korosif pada agregat dan pipa (korosi); timbul
mgS/m3 emisi SO2 setelah pembakaran H2S jika
pembakaran tidak sempurna; keracunan katalis
NH3 0-1 (%volume) Emisi NOx setelah pembakaran; berbahaya

13

Universitas Sumatera Utara


untuk sel bahan bakar; meningkatkan anti-
ketuk sifat motor
Uap air 1-5 (%volume) Berkontribusi terhadap korosi dalam agregat
dan pipa; kondensat akan menyebabkan
kerusakan instrumen dan agregat; dapat
menyebabkan pipa
dan ventilasi membeku pada suhu beku
Debu >5 mikrometer Ventilasi tersumbat dan kerusakan sel bahan
bakar
N2 0-5 (%volume) Mengurangi nilai bahan bakar dan
meningkatkan sifat anti –ketuk motor
Siloxane 0-50 mg/m3 Hanya dalam bentuk limbah dan gas TPA dari
kosmetik, cuci bubuk,
tinta cetak dll, bertindak sebagai media
grinding kuarsa dan kerusakan motor

Tabel 2.5 berikut merupakan beberapa hasil biogas yang telah dilakukan
dari berbagai jenis substrat dan kondisi operasi yang berbeda.

14

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.5 Biogas Yang Dihasilkan Dari Berbagai Substrat Dan Kondisi Operasi Yang Berbeda

No Sumber Type Reaktor Substrat Temperatur (oC) HRT Efisiensi % VS Biogas (m3/kg VS) % CH4 % COD
1 Fernandez et all (2005) [36] Semi continus 14L Limbah sampah 37 17 73 0,8 58
kota + kotoran
kuda
2 Hartmann and Ahring (2005) CSTR (4,5 L) Limbah sampah 55 18 74 0.71 64
[37] kota + kotoran
kuda
3 Hassib Bouallagai (2009) [38] ASBR (2L) Limbah sayur dan 55 20 79 0,48 60
buah
4 Alvarez and liden (2008) [39] Semi continus 2L Limbah sayur dan 35 30 1,36 56
buah + limbah
rumah tangga +
kotoran sapi
5 Angelidaki (2006) [40] CSTR (4,5 L) Limbah sampah 55 15 30 0,71 64
kota
6 David bolzonella (2006) [41] Full scale (2200 m3) Limbah sampah 36-39 40-60 72 56
kota
7 Sorawit wanitukul (2013) [6] Anaerobic Hybrid POME 55 10-20 - - - 90
Reaktor (AHR) 6 L
8 Wanna choorit (2007) [9] CSTR POME 37 7 3,73 L/day 71,10%
55 5 4,66 L/day 70,32 %
9 G. D Najafpour (2006) [42] UpFlow Anaerobic POME 38 1,5 97 %
Sludge Fixed Film
(UASFF)
10 David bolzonella (2008) [43] Digestasi anaerobic Limbah Aktif 35 20 36 0,33 35
55 48 0,45 45

15

Universitas Sumatera Utara


2.5 PARAMETER PENTING DALAM DIGESTASI ANAEROBIK
Tingkat di mana mikroorganisme tumbuh adalah sangat penting dalam
proses digestasi Anaerobik. Parameter operasi digester harus dikendalikan sehingga
dapat meningkatkan aktivitas mikroba dan dengan demikian meningkatkan efisiensi
sistem degradasi anaerobik sistem [30]. Beberapa parameter ini dibahas dalam
bagian berikut.

2.5.1 Temperatur
Proses digestasi anaerobik dapat dioperasikan pada temperatur yang
berbeda. Temperatur dapat dibagi dalam 3 range yaitu psycrophilic (dibawah 25oC),
mesophilic (25oC - 45oC), thermophilic (45oC-70oC) [19, 44]. Ada dua rentang suhu
yang memberikan kondisi pencernaan yang optimal untuk produksi metana - rentang
mesofilik dan termofilik. Rentang mesofilik optimum untuk produksi metana
dianggap 30°C - 35°C dan suhu termofilik antara 50°C - 65°C. Telah diamati bahwa
suhu yang lebih tinggi dalam rentang termofilik mengurangi waktu retensi yang
diperlukan [17, 30]. Berikut adalah tabel hubungan langsung antara temperatur
operasi dan Hydraulic Retention Time (HRT) :

Tabel 2.6 Hubungan antara Temperatur Operasi dan Hydraulic Retention Time
(HRT) [19]
Tahapan termal Temperatur proses HRT minimum
Psychrophilic < 200C 70 - 80 hari
Mesophilic 30 sampai 420C 30 - 40 hari
0
Thermophilic 43 sampai 55 C 15 – 20 hari

Rentang mesofilik terletak di antara sekitar 25 °C dan 40 °C, tetapi produksi


biogas hanya dapat dipertahankan jika suhu tidak turun di bawah sekitar 32 °C. Hal
ini terutama produsen metana yang tumbuh lebih lamban pada suhu yang lebih
rendah. Suhu optimal untuk produsen metana mesofilik adalah sekitar 35 °C - 37 °C.
Jika suhu turun di bawah suhu optimum, organisme fermentasi yang kurang sensitif
terhadap fluktuasi suhu terus menghasilkan berbagai asam lemak dan alkohol.
Karena produsen metana tidak lagi aktif, mereka tidak dapat mencerna semua produk

16

Universitas Sumatera Utara


fermentasi yang terbentuk. Oleh karena itu, ini terakumulasi dengan cepat dengan
hasil bahwa pH turun dan proses berhenti [17].
Rentang termofilik terletak pada suhu antara 40°C dan 50 °C, produsen
metana sangat aktif dan pada sekitar 42°C bakteri pada mesofilik mati, meskipun
mikroorganisme tahan panas dapat bertahan hidup. Sekitar 10% dari flora mikroba
dalam proses mesofilik dapat terdiri dari spesies termofilik. Rentang termofilik untuk
proses biogas adalah antara 50 °C dan 60°C, dan suhu yang bekerja untuk
menghasilkan biogas pada suhu termofilik biasanya antara 50°C dan 55°C. Panas
menyebabkan mikroorganisme menjadi 25% -50% lebih aktif daripada di mesofilik.
Umumnya, proses untuk menghasilkan biogas ini lebih cepat pada suhu tinggi. Panas
membuat mikroorganisme bekerja lebih cepat. Suhu yang lebih tinggi juga dapat
meningkatkan ketersediaan senyawa organik tertentu karena kelarutan umumnya
meningkat dengan meningkatnya suhu. Sebagai akibat dari peningkatan kelarutan,
viskositas bahan tertentu mungkin lebih rendah dalam kondisi termofilik, yang
memfasilitasi pencampuran. Keuntungan lain dari termofilik adalah bahwa suhu
tinggi menyediakan sanitasi alami bahan; mikroorganisme patogen yang tidak
diinginkan seperti Salmonella dimusnahkan dengan lebih efisien pada suhu yang
lebih tinggi. Kondisi termofilik juga dapat membuat proses lebih sensitif terhadap
gangguan. Hal ini sebagian disebabkan oleh suhu optimal mikroorganisme yang yang
dekat dengan suhu maksimum di mana banyak mikroorganisme mati atau menjadi
tidak aktif. Meningkatkan suhu beberapa derajat dapat menyebabkan gangguan
proses. Menurunkan suhu beberapa derajat mungkin tidak mengganggu proses
sebanyak meningkatkan suhu, tetapi bahkan mungkin ini menyebabkan
ketidakseimbangan antara fermentasi dan pembentukan metana [17].
Secara umum, spesies mikroorganisme yang hadir lebih sedikit dan aktif
dalam termofilik, dibandingkan dengan mesofilik. Dengan demikian, proses
mesofilik sering melibatkan lebih besar keanekaragaman organisme dan karena itu
dapat lebih stabil dan lebih siap untuk beradaptasi dengan perubahan. Jumlah total
mikroorganisme aktif dapat sebagai besar dalam termofilik seperti dalam proses
mesofilik. Biomassa mikroba terbentuk per jumlah substrat sedikit lebih rendah
untuk termofilik dibandingkan dengan mikroorganisme mesofilik yang dapat
mengakibatkan jumlah yang lebih kecil dari kelebihan lumpur yang dihasilkan oleh

17

Universitas Sumatera Utara


proses termofilik. Substrat dan jenis proses juga dapat berdampak pada bagaimana
proses menangani temperatur meningkat dari mesofilik ke lingkungan termofilik.
Spesies mikroorganisme pada suhu termofilik dapat bertahan jika suhu menurun,
tetapi mereka kemudian akan bekerja lebih lambat, karena kondisi yang tidak
optimal [17].
Kestabilan temperatur menentukan proses digestasi anaerobik. Dalam
prakteknya, temperatur operasi dipilih dengan pertimbangan umpan yang digunakan
dan kebutuhan temperatur proses selalu disediakan dengan lantai atau dinding yang
menggunakan sistem pemanas [19]. Gambar berikut menunjukkan hubungan antara
nilai biogas relatif yang bergantung pada temperatur dan HRT:

Gambar 2.5 Hubungan Antara Nilai Biogas Relatif Yang Bergantung Pada
Temperatur Dan HRT [19]

Penambahan suhu juga meningkatkan laju produksi metana berikut gambar 2.6 yang
menunjukkan laju pertumbuhan metana

18

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6 Laju Peningkatan Metana [18, 20]

Aturan umum untuk suhu digestasi anaerobik pada rentang mesofilik dan
termofilik setelah suhu diatur, seharusnya dijaga konstan dan tidak bervariasi lebih
dari + / - 0,5 °C untuk mencapai hasil terbaik. Fluktuasi suhu yang kecil (maks +/- 2-
3 °C) dapat ditoleransi, terutama jika proses ini dinyatakan stabil sehubungan dengan
hal-hal seperti alkalinitas. Produksi metana umumnya lebih sensitif terhadap
fluktuasi suhu dari mikroorganisme lain dalam proses digestasi. Sebuah suhu yang
stabil dalam tangki digestasi paling mudah dicapai dengan menggunakan beberapa
bentuk agitasi [19]. Terutama penting untuk mesofilik pada kisaran suhu 40 - 45 °C,
karena dalam rentang bahwa mereka kehilangan aktivitas mereka [4].

2.5.2 Derajat Keasaman / power of Hydrogen (pH)


Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktivitas bakteri [45]. pH optimum dari
mikroorganisme membentuk metana adalah pada pH = 6,7-7,5. Oleh karena itu,
penting untuk mengatur pH. Hanya Methanosarcina mampu menahan nilai pH lebih
rendah (pH = <6,5). Dibanding bakteri lain, metabolisme yang sangat tertekan pada
pH <6,7. Jika nilai pH di bawah 6,5, maka produksi asam organik menyebabkan
penurunan lebih lanjut oleh bakteri hidrolitik dan mungkin untuk penghentian
fermentasi. Pada kenyataannya, nilai pH diadakan dalam kisaran netral dengan
prosedur alami dalam fermentor. Dua sistem penyangga memastikan hal ini. Sebuah
asidifi kation terlalu kuat dihindari oleh karbon dioksida / hidrogen karbonat / sistem

19

Universitas Sumatera Utara


penyangga karbonat. Selama fermentasi, CO2 secara terus-menerus berkembang dan
lolos ke udara. Dengan turunnya nilai pH, CO2 lebih dilarutkan dalam substrat
sebagai molekul bermuatan. Dengan meningkatnya nilai pH, CO2 terlarut
membentuk asam karbonat, yang mengionisasi. Dengan demikian, ion hidrogen
dibebaskan [4, 44].
Sebagian besar mikroorganisme lebih memilih kisaran pH netral , yaitu
sekitar pH 7,0-7,5. Namun, beberapa organisme aktif pada pH baik lebih rendah
maupun lebih tinggi. Ada beberapa organisme yang berbeda dalam proses biogas,
dan persyaratan pH mereka untuk pertumbuhan optimal sangat bervariasi. Sementara
fermentasi, mikroorganisme produksi asam berhasil hidup dalam kondisi yang relatif
asam, turun ke pH 5,0, sebagian besar produsen metana umumnya memerlukan nilai
pH netral untuk menjadi aktif. Meskipun sebagian besar metana produsen
berkembang terbaik pada pH netral, mereka tetap aktif di luar pH -range ini. Ada
contoh yang dikenal produsen metana acidophilic yang tumbuh ke pH 4,7 dan
produsen metana alkaliphilic yang tumbuh pada pH hingga 10. Pertumbuhan
mikroorganisme pada berbagai rentang pH sering mengikuti pola yang sama seperti
pertumbuhan pada berbagai suhu . Artinya, sama sekali interval pertumbuhan, nilai
pH yang umumnya menghasilkan tingkat terbesar adalah yang paling dekat dengan
nilai pH yang menyebabkan kematian sel [17].

2.5.3 Alkalinitas
Alkalinitas adalah ukuran kapasitas untuk menetralisir asam dan terutama
disebabkan oleh garam-garam dari asam lemah. Alkalinitas merupakan salah satu
konsep yang paling sentral karena mengontrol pH. Alkalinitas harus diakui sebagai
salah satu faktor utama dalam semua perlakukan anaerobik terdiri dari spesies yang
berbeda dari garam asam lemah, sehingga sangat nyaman dan konvensional untuk
mengungkapkan semua alkalinitas sebagai CaCO3 dalam satuan mg/ L.
Karena CO2 sering melebihi asam lemah lainnya dalam sistem anaerobik
dengan aktivitas mikroba, alkalinitas bikarbonat yang cukup harus hadir untuk
menetralkan dan karena itu sangat penting. Dalam sistem anaerobik garam asam
volatil juga berkontribusi terhadap alkalinitas pada pH netral, tetapi tidak tersedia
untuk netralisasi penambahan asam volatil meskipun mereka mungkin merupakan

20

Universitas Sumatera Utara


sebagian besar dari total alkalinitas. Sistem anaerob beroperasi dalam rentang pH
netral di mana bikarbonat adalah spesies yang dominan, sehingga alkalinitas
bikarbonat minat utama.
Yang mendekati kondisi netral dikaresteristik kan dengan kondisi pH
anaerobik yang optimal. Kondisi pH rendah mungkin disebabkan oleh dua sumber
keasaman, H2CO3 dan asam lemak volatil (VFA), yang dihasilkan dalam reaksi
mikroba. Asam ini memerlukan alkalinitas untuk netralisasi sehingga aktivitas
mikroba tidak terhalang oleh depresi pH. namun persyaratan utama untuk alkalinitas
dalam proses baik operasi pada proses anaerobik adalah netralisasi H2CO3 tinggi
yang hasil dari tekanan parsial CO2 yang tinggi dalam reaktor (konsentrasi asam
Volatile umumnya rendah). Jika konsentrasi asam (H2CO3 dan VFA) melebihi
alkalinitas yang tersedia, reaktor akan "asam" (penurunan pH), aktivitas mikroba
sangat menghambat, terutama metanogen. Ketika produksi metana menjadi
"terjebak" (berhenti) VFA dapat terus menumpuk, memperburuk situasi lebih lanjut
[32].

2.5.4 Hydraulic Retention Time (HRT)


Parameter yang penting untuk ukuran dari digester biogas adalah waktu
tinggal (HRT). HRT adalah interval waktu rata-rata selama substrat tinggal di dalam
tangki digester. HRT adalah korelasi dari volume digester dan volume umpan
substrat per unti waktu yang dituliskan dalam persamaan berikut :
HRT = VR/V
Dimana :
HRT = Waktu tinggal hidraulik ( hari)
VR = Volume digester (m3)
V = Volume substrat umpan per unit waktu (m3/ hari)
Sesuai dengan persamaan diatas, penambahan bahan organik (Organic
Load) dapat mengurangi waktu tinggal (HRT). Waktu tinggal harus cukup lama
untuk memastikan jumlah mikroorganisme yang dihilangkan dengan digestasi tidak
lebih tinggi dari jumlah mikroorganisme yang diproduksi. Laju perbanyakan dari
bakteri anaerobik selalu 10 hari atau lebih. Waktu tinggal yang rendah memberikan
laju substrat yang baik, tetapi nilai (yield) gas yang rendah. Oleh karena itu, perlu

21

Universitas Sumatera Utara


untuk menyesuaikan HRT untuk laju dekomposisi spesifik dari penggunaan substrat.
Perlu diketahui target waktu tinggal dari umpan yang masuk setiap hari, laju
dekomposisi substrat, itu mungkin untuk menghitung volume digester yang sesuai
[19].

2.5.5 Organic Loading Rate (OLR)


Untuk memperoleh nilai biogas maksimum, dengan digestasi lengkap dari
substrat akan membutuhkan waktu tinggal yang lama dari substrat yang berada di
dalam digester dan sebuah ukuran digester yang cocok. Di dalam prakteknya,
pemilihan rancangan sistem (ukuran dan tipe digester) atau dari waktu tinggal yang
dipakai selalu didasari pada persetujuan untuk memperoleh nilai tertinggi dari biogas
dan mempunyai nilai ekonomi yang sesuai. Organic load merupakan parameter
operasional yang penting dan mengindikasikan berapa banyak bahan organik yang
dapat diumpankan ke dalam digester per volume dan unit waktu. Dapat dinyatakan
dalam persamaan berikut :
BR = m * c / VR
Dimana :
Br = Organic Load (kg/hari m3)
m = Massa umpan substrat per unit waktu (kg/hari)
c = Konsentrasi bahan organik (%)
VR = Volume digester (m3) [46]

Komposisi substrat sangat penting bagi mikroorganisme dalam proses


biogas dan dengan demikian juga untuk stabilitas proses dan produksi gas. Substrat
harus memenuhi persyaratan gizi mikroorganisme, dalam hal sumber energi dan
berbagai komponen yang diperlukan untuk membangun sel-sel baru. Dalam hal ini
penting untuk mengetahui padatan kering atau dissolved solid (DS) dan bahan
organik volatil solid (VS) konten dalam substrat untuk memberikan proses loading
rate menjadi biogas. Padatan kering adalah bahan yang tersisa ketika semua air
dikeringkan sementara VS menunjukkan bagian organik dari padatan kering [17].

22

Universitas Sumatera Utara


2.5.6 Pengadukan
Pengadukan (agitasi) dilakukan untuk mendapatkan campuran substrat yang
homogen dengan ukuran partikel yang kecil. Pengadukan selama proses dekomposisi
untuk mencegah terjadinya benda-benda mengapung pada permukaan cairan dan
berfungsi mencampur metanogen dengan substrat. Pengadukan juga memberikan
kondisi temperatur yang seragam dalam biodigester, juga berpengaruh terhadap
produksi biogas, agitasi dapat meningkatkan intensitas kontak antara organisme dan
substrat, dibandingkan tanpa agitasi. Pengadukan dimaksudkan agar kontak antara
limbah segar dan bakteri perombak lebih baik, dan menghindari padatan terbang atau
mengendap, yang akan mengurangi keefektifan digester dan menimbulkan
‘plugging’ gas dan lumpur. Pemberian agitasi berpengaruh lebih baik dibandingkan
tanpa agitasi dalam peningkatan laju produksi gas. Agitasi pada 100 rpm dapat
meningkatkan produksi biogas [20].

2.5.7 Zat Racun (Toxic)


Faktor lain yang berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme anaerobik
adalah kehadiran dari komponen senyawa toxic. Mereka dapat terbawa ke dalam
sistem digestasi anaerobik bersamaan dengan umpan atau dihasilkan selama proses
berlangsung. Aplikasi dari permulaan nilai komponen toxic sangat sulit. Di satu sisi
karena banyak komponen material yang terikat dengan proses kimia, dan disisi lain
karena kapasitas dari mikroorganisme anaerobik untuk beradaptasi, dengan beberapa
batas untuk menghubungkan kondisi untuk kehadiran komponen toksik [19].

2.6 POTENSI EKONOMI


Penelitian ini memanfaatkan limbah cair pabrik kelapa sawit, merupakan
salah satu limbah agroindustri yang paling sering menyebabkan polusi dan
merupakan limbah terbesar dari proses pengolahan kelapa sawit [3], minyak kelapa
sawit adalah sumber penting untuk produksi biogas yang merupakan energi
terbarukan, yang tersedia 43.100.000 ton atau 27% dari total produksi minyak dan
lemak nabati didunia, diikuti oleh minyak kedelai [6]. Laju produksi kelapa sawit
perbulan cenderung fluktuasi, artinya limbah yang dihasilkan juga mengalami
fluktusi sedangkan energi yang dibutuhkan semakin meningkat. Untuk itu, penelitian

23

Universitas Sumatera Utara


ini dilakukan untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut yang sangat berpotensi
menguntungkan dikarenakan kandungan metana yang sangat tinggi yang dihasilkan
pada penelitian ini sesuai gambar 4.17 yaitu mencapai 69% per hari.
Dari hasil penelitian, produk yang dihasilkan, pada HRT 4, dengan
kandungan metana maksimum 69% produksi biogas dihasilkan 0,78L/hari. Volume
metana yang terbentuk = 69% x 0,78L/hari = 0,5382 L/hari
= 5,382 x 10-4 m3/hari
Diketahui, ρ CH4 = 0,68 kg/m3 [47]
Massa metana (CH4) = ρ CH4 x Volume CH4
= 0,68 kg/m3 x 5,382 x 10-4 m3/ hari
= 3,65976 x 10-4 kg/hari
Harga biogas adalah 1200/kg [56], sehingga total penjualan 3,65976 x 10-4 kg/hari
biogas adalah = Rp. 0,44/hari. Meskipun dari nilai harga tidak begitu menjanjikan
namun potensi ekonomi dari energi sangat begitu menguntungkan yaitu :
1. Tingginya kandungan metana yang dihasilkan, yang dapat diubah menjadi energi
panas dan listrik [48]
2. Sangat sedikitnya H2S yang terbentuk bahkan hampir tidak terdeteksi.
3. Dan merupakan pengolahan yang ramah lingkungan karena mampunya
mendegradasikan limbah organik menjadi metana.
4. Proses dua tahap ini ini mengurangi resiko akumulasi intermediet beracun seperti
asam lemak volatil yang dapat menghambat metanogen [49]

24

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai