TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT ATAU PALM OIL MILL
EFFLUENT (POME)
Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber
hasil aktivitas manusia, maupun proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai
ekonomi [20]. Palm oil mill effluent (POME) atau limbah cair pabrik kelapa sawit
merupakan salah satu limbah agroindustri yang paling sering menyebabkan polusi
dan merupakan limbah terbesar dari proses pengolahan kelapa sawit [3]. Limbah cair
yang dihasilkan oleh pabrik minyak kelapa sawit berasal dari air kondensat pada
proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath) dan air
pencucian pabrik [1, 21, 22], yang terdiri dari suspensi koloid yang mengandung 95-
96% air, minyak 0,6-0,7% dan 4-5% total padatan termasuk 2-4% padatan
tersuspensi [14, 23, 24]. POME merupakan cairan kental berwarna kecoklatan,
bersuhu tinggi, bersifat asam dan padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan
residu minyak dengan kandungan COD yang tinggi [6, 24, 25]. Berikut karakteristik
POME disajikan pada tabel 2.1 di bawah ini.
Minyak dan lemak adalah satu dari polutan organik utama yang terdapat
dalam POME [3, 26]. Tinggi nya komposisi dan konsentrasi dari protein, karbohidrat
Hidrolisis 1 1 1
CH3COO- 3 CO2/ H2
Metanogenesis 5 4
CH4
Gambar 2.1 Konversi Bahan Organik Menjadi Metan Secara Anaerobik [29]
Keterangan gambar :
1. Bakteri Fermentasi
2. Bakteri Asetogenik penghasil hidrogen
3. Bakteri Asetogenik pengguna hidrogen
4. Bakteri Metanogenik pereduksi karbon dioksida
5. Bakteri Metanogenik asetoclastic
2.3.1 Hidrolisis
Hidrolisis merupakan langkah awal untuk hampir semua proses penguraian
dimana bahan organik akan dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga
dapat diurai oleh bakteri pada proses fermentasi [4]. Dalam proses hidrolisis,
molekul-molekul kompleks seperti karbohidrat, lemak, dan protein dihidrolisis
menjadi gula, asam lemak dan asam amino oleh enzim ekstraselular dari bakteri
fermentatif [3]. Pada tahap hidrolisis, bahan organik padat maupun yang mudah larut
berupa molekul besar dihancurkan menjadi molekul kecil agar molekul-molekul
tersebut larut dalam air.
Bakteri yang berperan dalam tahap hidrolisis ini adalah sekelompok bakteri
anaerobik, adapun jenis bakteri pada hidrolisis dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:
Tahap pertama ini sangat penting karena molekul organik besar yang terlalu
besar untuk langsung diserap dan digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber
substrat / makanan [17] untuk menghasilkan waktu pencernaan yang lebih pendek
dan memberikan hasil metana yang lebih tinggi [30].
2.3.2 Asidogenesis
Pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa dikonversikan menjadi asam
lemak volatil (VFA), alkohol, aldehid, keton, amonia, karbondioksida, air dan
hidrogen oleh bakteri pembentuk asam. Asam organik yang terbentuk adalah asam
asetat, asam propionat, asam butirat dan asam valeric. Asam lemak volatile dengan
rantai lebih dari empat-karbon tidak dapat digunakan langsung oleh metanogen [13].
Reaksi asidogenesis dapat di lihat di bawah ini:
10
Ada tiga jenis dari bakteri metanogen dalam pembentukan metan meliputi:
1. Genus Methanosarcina (berbentuk bola)
2. Methanothrix Bacteria (panjang dan turbular)
3. Bakteri yang mengkatabolisme furfural dan sulfat (pendek dan berbentuk batang
yang berliku) [11].
Bakteri metanogen sangat sensitif terhadap perubahan pH, temperatur,
organic loading rate (OLR), dan HRT [18]. Adapun klasifikasi bakteri pada
metanogenesis sesuai range pH dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut.
11
2.4 BIOGAS
Biogas merupakan produk akhir dari degradasi anaerobik bahan organik
oleh bakteri-bakteri anaerobik dalam lingkungan dengan sedikit oksigen. Komponen
terbesar yang terkandung dalam biogas adalah metana 55 – 70 % dan karbon
12
13
Tabel 2.5 berikut merupakan beberapa hasil biogas yang telah dilakukan
dari berbagai jenis substrat dan kondisi operasi yang berbeda.
14
No Sumber Type Reaktor Substrat Temperatur (oC) HRT Efisiensi % VS Biogas (m3/kg VS) % CH4 % COD
1 Fernandez et all (2005) [36] Semi continus 14L Limbah sampah 37 17 73 0,8 58
kota + kotoran
kuda
2 Hartmann and Ahring (2005) CSTR (4,5 L) Limbah sampah 55 18 74 0.71 64
[37] kota + kotoran
kuda
3 Hassib Bouallagai (2009) [38] ASBR (2L) Limbah sayur dan 55 20 79 0,48 60
buah
4 Alvarez and liden (2008) [39] Semi continus 2L Limbah sayur dan 35 30 1,36 56
buah + limbah
rumah tangga +
kotoran sapi
5 Angelidaki (2006) [40] CSTR (4,5 L) Limbah sampah 55 15 30 0,71 64
kota
6 David bolzonella (2006) [41] Full scale (2200 m3) Limbah sampah 36-39 40-60 72 56
kota
7 Sorawit wanitukul (2013) [6] Anaerobic Hybrid POME 55 10-20 - - - 90
Reaktor (AHR) 6 L
8 Wanna choorit (2007) [9] CSTR POME 37 7 3,73 L/day 71,10%
55 5 4,66 L/day 70,32 %
9 G. D Najafpour (2006) [42] UpFlow Anaerobic POME 38 1,5 97 %
Sludge Fixed Film
(UASFF)
10 David bolzonella (2008) [43] Digestasi anaerobic Limbah Aktif 35 20 36 0,33 35
55 48 0,45 45
15
2.5.1 Temperatur
Proses digestasi anaerobik dapat dioperasikan pada temperatur yang
berbeda. Temperatur dapat dibagi dalam 3 range yaitu psycrophilic (dibawah 25oC),
mesophilic (25oC - 45oC), thermophilic (45oC-70oC) [19, 44]. Ada dua rentang suhu
yang memberikan kondisi pencernaan yang optimal untuk produksi metana - rentang
mesofilik dan termofilik. Rentang mesofilik optimum untuk produksi metana
dianggap 30°C - 35°C dan suhu termofilik antara 50°C - 65°C. Telah diamati bahwa
suhu yang lebih tinggi dalam rentang termofilik mengurangi waktu retensi yang
diperlukan [17, 30]. Berikut adalah tabel hubungan langsung antara temperatur
operasi dan Hydraulic Retention Time (HRT) :
Tabel 2.6 Hubungan antara Temperatur Operasi dan Hydraulic Retention Time
(HRT) [19]
Tahapan termal Temperatur proses HRT minimum
Psychrophilic < 200C 70 - 80 hari
Mesophilic 30 sampai 420C 30 - 40 hari
0
Thermophilic 43 sampai 55 C 15 – 20 hari
16
17
Gambar 2.5 Hubungan Antara Nilai Biogas Relatif Yang Bergantung Pada
Temperatur Dan HRT [19]
Penambahan suhu juga meningkatkan laju produksi metana berikut gambar 2.6 yang
menunjukkan laju pertumbuhan metana
18
Aturan umum untuk suhu digestasi anaerobik pada rentang mesofilik dan
termofilik setelah suhu diatur, seharusnya dijaga konstan dan tidak bervariasi lebih
dari + / - 0,5 °C untuk mencapai hasil terbaik. Fluktuasi suhu yang kecil (maks +/- 2-
3 °C) dapat ditoleransi, terutama jika proses ini dinyatakan stabil sehubungan dengan
hal-hal seperti alkalinitas. Produksi metana umumnya lebih sensitif terhadap
fluktuasi suhu dari mikroorganisme lain dalam proses digestasi. Sebuah suhu yang
stabil dalam tangki digestasi paling mudah dicapai dengan menggunakan beberapa
bentuk agitasi [19]. Terutama penting untuk mesofilik pada kisaran suhu 40 - 45 °C,
karena dalam rentang bahwa mereka kehilangan aktivitas mereka [4].
19
2.5.3 Alkalinitas
Alkalinitas adalah ukuran kapasitas untuk menetralisir asam dan terutama
disebabkan oleh garam-garam dari asam lemah. Alkalinitas merupakan salah satu
konsep yang paling sentral karena mengontrol pH. Alkalinitas harus diakui sebagai
salah satu faktor utama dalam semua perlakukan anaerobik terdiri dari spesies yang
berbeda dari garam asam lemah, sehingga sangat nyaman dan konvensional untuk
mengungkapkan semua alkalinitas sebagai CaCO3 dalam satuan mg/ L.
Karena CO2 sering melebihi asam lemah lainnya dalam sistem anaerobik
dengan aktivitas mikroba, alkalinitas bikarbonat yang cukup harus hadir untuk
menetralkan dan karena itu sangat penting. Dalam sistem anaerobik garam asam
volatil juga berkontribusi terhadap alkalinitas pada pH netral, tetapi tidak tersedia
untuk netralisasi penambahan asam volatil meskipun mereka mungkin merupakan
20
21
22
23
24