Anda di halaman 1dari 16

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanah yang baik dan subur adalah tanah yang mampu menyediakan unsur
hara secara cukup dan berimbang bagi tanaman sehingga mampu diserap baik
oleh tanaman. Hal ini dapat dilihat dari nilai produktifitas lahan, teknik
pemanfaatan lahan, dan atau ditinjau dari segi kualitas tanahnya. Analisis
tanah adalah aktivitas menganalisa sampel tanah dengan tujuan mengetahui
kondisi serta karakteristik tanah tersebut, seperti nutrien nilai pH, kontaminasi,
komposisi, keasaman dan lain sebagainya. Analisis tanah menentukan tingkat
kecocokan tanah terhadap aktivitas pertanian dan jenis tanaman yang ditanam.
Tanah selalu berhubungan erat dengan air dalam masalah budidaya lahan
pertanian. Air yang merupakan senyawa pelarut alami memiliki peran yang
penting dalam menentukan kualitas tanah. Air didalam tanah menentukan
kadar kelengasan tanah. Air juga berperan dalam beberapa reaksi kimia di
dalam tanah. Analisa air termasuk ke dalam bagian kimia analisa kuantitatif
karena menentukan kadar suatu zat dalam campuran zat-zat lain. Air juga
banyak mendapat pencemaran. Berbagai jenis pencemar air kebanyakan
berasal dari: sumber domestik (rumah tangga), perkampungan, kota, pasar,
jalan, dan sebagainya. Sumber non-domestik (pabrik, industri, pertanian,
peternakan, perikanan, serta sumber-sumber lainnya). Semua bahan pencemar
diatas secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi kualitas air.
Apabila kandungan zat-zat kimia terlalu banyak jumlahnya didalam air, air
tersebut dapat menjadi sumber bencana yang dapat merugikan bagi budidaya
tanaman. Analisa terhadap air pada akhirnya bertujuan untuk mengetahui
presentase kandungan hara, kandungan zat–zat terlarut didalamnya serta
kandungan zar kontaminan dalam air.
Pentingya pemahaman mengenai fungsi dari setiap analisa (baik analisa
tanah, analisa air, analisa jaringan tanaman, dan analisa pupuk), maka penting
bagi mahasiswa untuk mengetahui proses–proses dalam setiap analisa yang
dilakukan. Hal tersebut akan memberikan wawasan ilmu serta materi praktik

1
2

bagi mahasiswa pada jenjang selanjutnya, untuk itulah praktikum analisa


tanah, air, pupuk dan jaringan tanaman ini dilakukan dan dilaksanakan.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum analisa tanah, air, pupuk dan jaringan tanaman ini
adalah:
1. Mengetahui kandungan hara P dan K dalam tanah.
2. Mengetahui kualitas air yang digunakan (pH, DHL, sedimen terlarut).
3. Mengetahui kandungan N dan C pupuk organik.
4. Mengetahui besarnya kandungan hara P dan K dalam jaringan tanaman.
3

II. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Analisis Tanah
1. Kadar Lengas
Lengas tanah adalah air yang mengisi sebagian atau seluruh ruang pori
tanah dan teradsorpsi pada permukaan zarah tanah. Lengas tanah juga
dapat diartikan sebagai air yang terdapat dalam tanah yang terikat oleh
berbagai kakas, yaitu kakas ikat matrik, osmosis, dan kapiler. Apabila
kandungan lengas tanah terus berkurang, sehingga tidak mampu
mengimbangi kehilangan air akibat evapotranspirasi maka tanah dikatakan
dalam keadaan titik layu tetap (permanent wilting point) (Hasibuan 2015).
Menurut Harjoso et al (2016) metode pengukuran kadar lengas
dilakukan dengan cara sampel tanah diambil dengan cara menggali
sedalam 5 cm pada tiga titik untuk setiap petak. Sampel tanah yang
sudah diambil berbentuk gumpalan + 2cm, kemudian disimpan dalam
wadah plastik yang ditandai dengan label, kemudian ditimbang untuk
mengetahui berat basah, selanjutnya dioven selama 48 jam pada suhu
105oC, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering. Berdasarkan
data yang diperoleh dari hasil pengamatan, kadar lengas pada kelompok 1
yaitu 5.79%. Ini menunjukkan bahwa kadar air yang hilang setelah
diadakan perlakuan pemanasan dengan oven hanya sekitar 5.79%. Tanah
yang di lakukan percobaan merupakan tanah yang sudah remah dan sudah
di kering anginkan sehingga kadar air yang ada dalam tanah hanya
berkisar 5.79%.
2. pH tanah
Salah satu uji tanah yang dilakukan dalam praktikum ini adalah uji pH
tanah. pH tanah atau tepatnya pH larutan tanah sangat penting karena
larutan tanah mengandung unsur hara seperti Nitrogen (N),
Potassium/kalium (K), dan Pospor (P) dimana tanaman membutuhkan
dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan terhadap
penyakit. Jika pH larutan tanah meningkat hingga di atas 5.5, Nitrogen
menjadi tersedia bagi tanaman dalam bentuk nitrat. Jika larutan tanah
4

terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara


lain yang mereka butuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai
kemungkinan yang besar untuk teracuni Al. Reaksi tanah yang dinyatakan
dengan pH, menunjukkan tingkat kemasaman tanah (Patti et al 2018). pH
tanah merupakan ukuran jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan di dalam
tanah. pH tanah sangat berpengaruh terhadap kesuburan pada tanah untuk
kelangsungan hidup pada tanaman (Kusuma 2014). Berdasarkan data yang
diperoleh dari hasil pengamatan, tanah yang diamati mempunyai pH yaitu
7.38. Ini menunjukkan bahwa tanah yang diamati mempunyai pH yang
netral. pH netral dapat dikatakan cukup bagi status kesuburan tanah itu
sendiri. Menurut Kusuma (2014), jika larutan tanah terlalu masam,
tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang mereka
butuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang
besar untuk teracuni logam berat yang pada akhirnya dapat mati karena
keracunan tersebut
3. P tersedia tanah
Phospor (P2O5) tersedia merupakan fospor yang terdapat dalam
tanaman dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Tabel 1 menunjukan
bahwa fospor tersedia dalam tanah di Kecamatan Balinggi tergolong
sedang sampai tinggi berkirsar antara 11,88- 31,37 ppm P. Faktor-faktor
yang mempengaruhi ketersediaan fosfor di dalam tanah antara lain pH,
bahan organik tanah, dan tekstur tanah, sehingga pada setiap jenis tanah
ketersediaan fosfornya berbeda sesuai dengan karakteristik tanah tersebut
Peningkatan pH masam akibat penggenangan meningkatkan kelarutan
Strangit dan Variscit selanjutnya terjadi peningkatan ketersediaan fospor.
Sebaliknya ketika pH tanah alkain menurun stabilitas kalsium fosfat
menurun akibatnya senyawa kalsium fosfat larut (Kaya 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi P yaitu sifat dan jumlah
komponen tanah, yaitu adanya hidrus oksida dari Fe dan Al, tipe liat, kadar
liat, koloid amorf, dan kalsium karbonat. Selai itu, adanya pengaruh pH,
5

pengaruh kation, pengaruh anion, tingkat kejenuhan kompleks absorpsi,


suhu, dan waktu reaksi (Ispandi 2014).
4. K tersedia tanah
K tersedia merupakan kalium yang terdapat dalam tanah serta dapat
dimanfaatkan oleh tanaman untuk proses metabolisme. Tanah yang
cenderung kahat kalium yaitu tanah bertekstur kasar dengan KTK rendah
dan sedikit cadangan kalium, Tanah masam terlapuk berat (tanah tua)
dengan KTK rendah dan sedikit cadangan kalium, Tanah sawah tekstur
liat dengan pengikatan kalium yang tinggi karena adanya banyak mineral
liat tipe 2:1. Tanah dengan kandungan K banyak tetapi dengan nisbah
(Ca+Mg):K juga besar. Tanah sulfat masam “tua” yang sudah tercuci. dan
tanah yang berdrainase buruk serta sangat tereduksi (Ariawan 2016).
Sebagian besar tanah mengandung K dalam larutan tidak lebih dari 11
kg/ha. Akan tetapi di dalam tanah akan terjadi proses perubahan bentuk-
bentuk K apabila K dalam larutan diambil tanaman (Winarso 2015). Besar
kecilnya ketersediaan K tanah untuk tanaman juga dipengaruhi oleh besar
kecilnya K yang hilang dari tanah. Kehilangan K terbesar dari tanah
disebabkan pencucian dan air drainase.
B. Analisis Air
1. pH air
pH merupakan suatu parameter penting untuk menentukan kadar
asam/basa dalam air. Penentuan pH merupakan tes yang paling penting
dan paling sering digunakan pada kimia air. pH digunakan pada penentuan
alkalinitas, CO2, serta dalam kesetimbangan asam basa. Pada temperatur
yang diberikan, intensitas asam atau karakter dasar suatu larutan
diindikasikan oleh pH dan aktivitas ion hidrogen. Perubahan pH air dapat
menyebabkan berubahnya bau, rasa, dan warna. Pengukuran pH
mencerminkan reaksi kimia air dan larutan hara. Kondisi pH larutan hara
sangat menentukan tingkat kelarutan unsur hara, dan ketersediaan hara
bagi tanaman, dalam hal ini adalah air irigasi (Susila dan Poerwanto 2013).
6

Pengukuran pH dapat dilakukan menggunakan kertas lakmus, kertas


pH universal, larutan indikator universal (metode Colorimeter) dan
pHmeter (metode Elektroda Potensiometri). Pengukuran pH penting untuk
mengetahui keadaan larutan sehingga dapat diketahui kecenderungan
reaksi kimia yang terjadi serta pengendapan materi yang menyangkut
reaksi asam basa (Agustiningsih 2013). Berdasarkan data yang didapat
dari pengamatan air yang dianalisis mempunyai pH sebesar 6.77. Ini
menunjukkan bahwa air mempunyai derajat keasamaan yaitu netral. Ini
sesuai dengan teori yang dinyatakan Rohmawati et al (2016), bahwa nilai
pH air sawah masih sesuai dengan baku mutu air irigasi yaitu berada pada
rentang 6,5-8,5.
2. DHL (daya hantar listrik)
Daya hantar listrik merupakan air untuk mengalirkan arus listrik yang
terceminkan dari kadar padatan total dalam air dan suhu pada saat
pengukuran. Konduktivitas limbah cair dlaam mengalirkan arus listrik
bergantung pada mobilitas ion dan kadar yang terlarut di dalam limbah
tersebut. Daya hantar listrik/DHL adalah gambaran numerik dari
kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu semakin
banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi semakin tinggi pula
nilai DHL. Senyawa anorganik merupakan konduktor kuat dibandingkan
dengan senyawa organik. Pengukuran daya hantar listrik ini untuk melihat
keseimbangan kimiawi dalam air dan pengaruhnya terhadap kehidupan
biota (Husni 2008).
Daya hantar listrik adalah kemampuan air untuk mengalirkan arus
listrik dan kemampuan tercermin dari kadar padatan total dalam air dan
suhu pada saat pengukuran. Konduktivitas arus listrik mengalirkan arusnya
tergantung pada mobilitas ion dan kadar yang terlarut. Senyawa anorganik
merupakan konduktor kuat dibandingkan dengan senyawa organik.
Konduktivitas listrik air secara langsung berkaitan dengan konsentrasi
padatan terlarut terionisasi dalam air Ion dari padatan terlarut dalam air
menciptakan kemampuan untuk air yang untuk melakukan arus listrik,
7

yang dapat diukur menggunakan konvensional meter konduktivitas atau


TDS meter (Morintoh et al 2015).
Berdasarkan data yang didapat dari hasil pengamatan, didapatkan daya
hantar listrik pada air yang dianalisis sebesar 1,44 x 200 siemens.
Pengukuran DHL merupakankegiatan untuk mengukur kemampuan
larutan cari untuk menghantarkan arus listrik. Menurut Boyd et al (1982),
Perairan memiliki kondisi normal dengan nilai DHL berkisar antara 20 -
1500 μS/cm. Data yang didapat sebesar 1,44 x 200 siemens dapat
dikatakan bahwa kadar DHL masih normal dan air masih dapat
dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Menurut Mahida (1986),
semakin tinggi konduktivitas dalam air, maka air akan terasa payau sampai
asin.
3. Kadar Lumpur/Sedimentasi
Tanah atau bagian-bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu
tempat yang mengalami erosi pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan
masuk ke dalam suatu badan airsecara umum disebut sedimen. Sedimen
yang dihasilkan oleh proses erosi dan terbawa oleh aliran air akan
diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan alirannya melambat atau
terhenti. Peristiwa pengendapan ini dikenal dengan peristiwa atau proses
sedimentasi. Proses sedimentasi berjalan sangat komplek, dimulai dari
jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik yang merupakan
permulaan dari proses erosi. Bergitu tanah menjadi partikel halus, lalu
menggelinding bersama aliran, sebagian akan tertinggal di atas tanah
sedangkan bagian lainnya masuk ke sungai terbawa aliran menjadi
angkutan sedimen (Mananoma et al. 2013).
Proses sedimentasi pada aliran sungai merupakan kelanjutan dari
proses erosi yang terjadi pada penggunaan lahan yang terdapat di sekitar
daerah tangkapan sungai tersebut. Oleh karena itu, jika proses erosi pada
penggunaan lahan di suatu DAS dapat ditekan mendekati nilai erosi yang
diperbolehkan. Dampaknya secara langsung akan mengurangi sedimentasi
pada aliran sungai (Junaidi dan Surya 2013).
8

Sedimentasi yang terjadi di Sungai Bengawan Solo dapat diketahui


dengan mengambil sampel air sungai tersebut yang kemudian dilanjutkan
di laboratorium. Sampel air yang digunakan yaitu sebanyak 50 ml yang
kemudian dioven selama 24 jam dengan suhu 105o. Sebelum dilakukan
pengovenan, cawan ditimbang terlebih dahulu menggunakan timbangan
analitik. Setelah itu sampel dituangkan kedalam cawan sebanyak 50 ml
menggunakan gelas ukur. Kemudian cawan + sampel ditimbang kembali
menggunakan timbangan analitik. Setelah itu sampel dioven. Setelah 24
jam sample diangkat dari oven dan didiamkan dalam eksikator selama 5
menit untuk didinginkan. Setelah dingin, sampel ditimbang kembali
menggunakan timbangan analitik dan dicatat hasilnya. Sedimen sesaat
pada sungai tersebut dapat dihitung dengan cara berat cawan + sampel
hasil oven dikurangi dengan berat cawan. Berikut ini hasil perhitungannya:
Kadar lumpur = b-a
= 34,528=34,201
= 0,327 gram
Bedasarkan pratikum yang telah dilakukan sedimentasi pada air
sungai Bengawan Solo menunjukan kisaran 0,327 gram. Menurut Rahman
(2009) kondisi fisik lingkungan yang turut mempengaruhi sedimentasi
adalah koefisien bentuk sungai, makin besar koefisien bentuk makin besar
sedimentasi. Nilai koefisien bentuk sungai yang besar menunjukkan
daerah pengaliran itu lebar, sehingga besamya sedimentasi yang terjadi
kemungkinan dipengaruhi oleh luasnya areal kebun campuran, tegalan,
dan sawah di daerah itu, yang pada kenyataan di lapangan mempunyai
pengelolaan tanah dan tanaman kurang memperhatikan aspek konservasi
tanah dan air. Buruknya pengelolaan tanah dan tanaman tersebut
menyebabkan terjadinya erosi yang besar, sebagai akibat dari infiltrasi
yang kecil, sehingga aliran permukaan menjadi besar dan daya gerusnya
terhadap tanah juga bertambah, akibatnya sedimentasi juga meningkat.

C. Analisis Jaringan Tanaman


9

1. N Jaringan Tanaman
Senyawa nitrogen organik dioksidasi dalam lingkungan asam sulfat
pekat dengan katalis campuran selen membentuk (NH4)2 SO4. Kadar
amonium dalam ekstrak dapat ditetapkan dengan cara destilasi atau
spektrofotometri. Pada cara destilasi, ekstrak dibasakan dengan
penambahan larutan NaOH. Selanjutnya, NH3 yang dibebaskan diikat oleh
asam borat dan dititar dengan larutan baku H2SO4 menggunakan
penunjuk Conway. Cara spektrofotometri menggunakan metode
pembangkit warna indofenol biru (Khama 2012).
Pemberian pupuk organik yang semakin besar dapat meningkatkan
kandungan N dalam akar. Hal ini disebabkan adanya perbaikan sifat fisik
tanah dan ketersediaan sumber nitrogen yang banyak, sehingga kontak
bulu akar pada sistem pertanian semiorganik lebih dekat dengan demikian
unsure yang diserap lebih banyak. Tanaman yang tumbuh harus
mengandung N dalam membentuk sel baru. Dengan tercukupinya unsur
hara maka proses fotosintesis dapat berlangsung dengan baik, sehingga
menghasilkan karbohidrat dari CO2 dan H2O, menghasilkan protein akar
nukleat dan sebagainya (Nuryani et al. 2010)
2. P dan K Jaringan Tanaman
Secara visual tanaman yang tidak diberi atau yang kekurangan hara P
warna daunnya kekuningan. Salah satu peranan hara P didalam
pertumbuhan tanaman tanaman adalah sebagai perangsang perkembangan
akar. Akar yang tidak berkembang secara baik tidak dapat mengabsorpsi
unsur hara lebih banyak (Ruhnayat 2013).
Salah satu fungsi unsur K adalah sebagai transportasi hasil fotosintat
menuju ketempat penyimpanan seperti biji, buah, umbi, dan rimpang.
Tanaman penghasil rimpang mengakumulasi hasil fotosintat cukup besar,
maka peranan K sangat penting. Kalium terdapat banyak dalam jaringan
meristem, sedikit didalam biji dan buah. Kandungan K dalam kloroplas
diperkirakan tiga kali lipat daripada kandungan di dalam sitoplasma dan
vakuola, sedangkan 40 - 45% dari K di daun merupakan unsur yang mobil
10

di dalam tumbuhan dan merupakan ion monovalenterbanyak yang terdapat


di dalam jaringan tumbuhan.Fungsi K di dalam metabolisme tumbuhan
adalah sebagai katalisator dan memegang peranan penting di dalam
sintesaprotein dari asam-asam amino dan hidrat arang. Peranan lain dari K
adalah memacu translokasi hasil fotosintesisdari daun ke bagian lain
tanaman (Rahardjo 2014).
D. Analisis Pupuk
1. N pupuk organik
Menurut Afandi (2002) unsur nitrogen dapat diperoleh dengan cara
dan proses yang berbeda-beda. Praktikum kali ini menganalisis kandungan
N yang ada dalam tanah menggunakan metode Kjeldahl. Menurut Ahmad
(2008) bahwa analisis N total pupuk menggunakan metode Kjeldahl
melewati 3 proses yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Destruksi
merupakan tahapan dimana sampel tanah yang telah ditimbang sebanyak
0.25 gram diperkiran mengandung nitrogen 0,02 gram dicampurkan
dengan asam pekat dan garam fisiologis kemudian dipanaskan. Larutan
asam sulfat dalam proses reduksi ini akan mengoksidari karbon dan
hidrogen menjadi karbondioksida dan air serta nitrogen akan berubah
menjadi amonium sulfat. Garam fisiologis berguna sebgai katalisator
untuk mempercepat proses destruksi. Menurut Ahmad (2008), proses
destruksi ini ditunggu hingga menjadi putih susu dan berlanjut ke proses
destilasi. proses destilasi terjadi pemecahan amonium sulfat menjadi
amonia dengan penambahan NaOH hingga alkalis. Proses tersebut harus
melewati pemanasan agar proses destilasi tidak mengalami superheating
(pemercikan api) ditambahkan dengan butiran zink untuk mengantisipasi
masalah tersebut.
Menurut Wiyantoko et al (2017) prinsip penentuan nitrogen total
dengan metode Kjeldahl adalah nitrogen dalam contoh pupuk organik
padat dihidrolisis dengan asam sulfat membentuk senyawa amonium sulfat.
Senyawa nitrat dengan asam salisilat membentuk nitrosalisilat kemudian
direduksi dengan natrium tiosulfat membentuk senyawa amonium. Produk
11

hasil destruksi yaitu senyawa amonium disuling dalam suasana alkali yang
ditampung dengan asam borat. Destilat yang dihasilkan dititrasi dengan
larutan asam sulfat sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi merah
muda.
Berdasarkan data yang didapat dari hasil pengamatan menunjukkan
bahwa N total pupuk organik dihasilkan 2,24 %. Pupuk organik yang
selama ini digunakan masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan
unsur hara essensial karena kandungannya yang jauh lebih rendah dari
pupuk anorganik, meskipun ketersedian unsur hara lambat sehingga tidak
mudah hilang. Ketersediaan unsur hara essensial seperti nitrogen, fosfor
dan unsur lainnya yang rendah pada pupuk organik karena unsur-unsur
tersebut dalam bentuk senyawa komplek organik protein atau senyawa
asam humat atau lignin yang sulit terdekomposisi.
2. C-Organik pupuk organik
Budidaya organik nyata meningkatkan kandungan karbon tanah.
Karbon merupakan komponen paling besar dalam bahan organik sehingga
pemberian bahan organik akan meningkatkan kandungan karbon tanah.
Tingginya karbon tanah ini akan mempengaruhi sifat tanah menjadi lebih
baik, baik secara fisik, kimia dan biologi. Karbon merupakan sumber
makanan mikroorganisme tanah,sehingga keberadaan unsur ini dalam
tanah akan memacu kegiatan mikroorganisme sehingga meningkatkan
proses dekomposisi tanah danjuga reaksi-reaksi yang memerlukan bantuan
mikroorganisme misalnya pelarutan P,fiksasi N dan sebagainya.
(Utami & Handayani, 2013).
Kandungan C-organik dalam tanah lahan bekas pertambangan dapat
dikategorikan (sangat) rendah. Hal ini menunjukan bahwa secara langsung
kandungan bahan organik tanah tersebut sangat rendah juga. Secara kimia
bahan organik tanah dikategorikan dalam 3 (tiga) fraksi yaitu fraksi humin,
asam humat dan asam fulvat. Peningkatan konsentrasi C-organik diduga
akibat adanya dekomposisi C-organik tanah oleh aktivitas mikroorganisme
sebesar 666-2.279 mg CO2-C kg-1 tanah sebagai sumber energi.
12

Konsentrasi ion logam Cr(VI) mengalami penurunan dengan


meningkatnya konsentrasi C-organik tanah (Fatoni, 2014).
Berdasarkan data yang didapat dari hasil pengamatan menunjukkan
bahwa C organik dari pupuk yang digunakan dihasilkan angka sebesar
3,72%. Kadar C organik yang terkandung dalam pupuk ini cukup rendah.
Menurut Tantri (2016), angka tersebut belum memenuhi persyaratan SNI
untuk standar pupuk yaitu sebesar 9,8-32%. Total C organik dalam pupuk
dipengaruhi oleh kualitas bahan organik dan aktifitas mikroorganisme
yang terlibat dalam penguraian bahan organik.
3. C/N Ratio Pupuk
Menurut Sukmawati (2015), indikasi bahan organik dalam tanah dapat
dilihat dari kandungan Corganik dan N-Total sehingga diperoleh nisbah
C/N yang dapat dipakai untuk menduga ketersediaan hara dari mineralisasi
bahan organik. Pengukuran C/N untuk mengetahui kualitas kompos yang
dihasilkan. Kompos yang baik mengandung perbandingan C/N tanah < 20
(Indriani, 2009). Pengukuran C/N dengan penetapan nitrogen total
(Kjehdahl) dan penetapan bahan organik (Walkey and Black) kemudian
pengukuran perbandingan C/N.
13

III. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil praktikum analisis air, tanah, jaringan tanaman dan
pupuk ini adalah :
1. Kadar lengas yang diperoleh sebesar 5.79%
2. pH tanah sebesar 7.38
3. Analisis P tersedia pada tanah sebesar 0.533 ppm
4. Analisis K tersedia pada tanah sebesar 103,258 ppm
5. pH pada air yaitu sebesar 6.77
6. Analisis daya hantar listrik (DHL) pada air yaitu sebesar 144,4.200 mikro
siemen
7. Analisis kadar lumpur/sedimentasi dari air yaitu sebesar 0,327 gr
8.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum ini adalah perlunya
kesesuaian antara praktikum lapang yang dikerjakan dengan buku petunjuk
praktikum yang dipakai agar tidak membingungkan praktikan. Selain itu
sarana dan prasarana harap ebih diperbanyak agar tidak terlalu memakan
waktu menunggu giliran alat seperti timbangan analitik.

10
14

DAFTAR PUSTAKA

Afandi R. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta : Pernebit Kanisius


Agustiningsih, D. 2013. Analisis Kualitas Air Dan Strategi Pengendalian
Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal. Jurnal Presipitasi. 9(2):
64
Ahmad Fauzi. 2008. Analisa Kadar Unsur Hara Karbon Organik Dan Nitrogen
Dalam Tanah Perkebunan Kelapa Sawit Bengkalis Riau. Universitas
Sumatera Utara : Medan-71
Ariawan, Made Rudi, Abdul Rahim Thaha dan Sri Wahidah Prahastuti. 2016.
Pemetaan Status Hara Kalium Pada Tanah Sawah Di Kecamatan Balinggi,
Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Agrotekbis
4 (1) :43- 49
Boyd, C. E. And F. Lichtkoppler. 1982. Water Quality Management in Pond Fish
Culture, Auburn University, Auburn
Fatoni, A. 2014. Hubungan antara pH dan C-organik terhadap ion logam Cr(VI)
pada tanah bekas pertambangan: kajian reaksi kimia. Prosiding Seminar
Nasional Lahan Suboptimal. Palembang.
Harjoso, T., & Taufik, T. T. (2016). Aplikasi pupuk organik terhadap hasil kacang
hijau (Vigna radiate L.) di ultisol. Kultivasi, 15(3).
Hasibuan, A. S. Z. 2015. Pemanfaatan bahan organik dalam perbaikan beberapa
sifat tanah pasir pantai selatan Kulon Progo. PLANTA TROPIKA: Jurnal
Agrosains (Journal Of Agro Science), 3(1), 31-40.
Husni, M. 2008. Kajian Kualitas Air Hujan Buatan Dan Kaitannya Dengan
Peningkatan Curah Hujan. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca,
1(2): 179-186
Ispandi, A., A. Munip. 2014 Efektivitas pupuk PK dan frekuensi pemberian pupuk
K dalam meningkatkan serapan hara dan produksi kacang tanah di lahan
kering Alfisol. Ilmu Pertanian.11 (2) : 11-24.
Junaidi E dan Surya DT 2013. Pengaruh Hutan dalam Pengaturan tata Air dan
Proses Sedimentasi Daerah Aliran Sungai (DAS): Studi Kasus di DAS
Cisadane. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 8(2): 155-176
Kaya, E. 2013. Pengaruh Kompos Jerami Dan Pupuk Npk Terhadap N-Tersedia
Tanah, Serapan-N, Pertumbuhan, Dan Hasil Padi Sawah (Oryza sativa L).
Jurnal Agrologia 2 : 43-50
Khama, A. 2012. Analisis Jaringan tanaman. Jakarta: Yudhistira.
Kusuma, A. P., Hasanah, R. N., & Dachlan, H. S. (2014). DSS untuk
Menganalisis pH Kesuburan Tanah Menggunakan Metode Single
Linkage. Jurnal EECCIS, 8(1), 61-66.
15

Mahida, U.N. 1986. Pencemaran air dan pemanfaatan limbah industry. CV.
Rajawali: Jakarta
Mananoma T, L Tanudjaja dan A Binilang 2013. Analisis Sedimentasi di Muara
Sungai Salunwangko di Desa Tounelet Kecamatan Kakas Kabupaten
Minahasa. Jurnal Sipil Statik 1(6): 452-458
Morintoh, P., Rumampuk, J. F., & Lintong, F. (2015). Analisis Perbedaan Uji
Kualitas Air Sumur di Daerah Dataran Tinggi Kota Tomohon dan Dataran
Rendah Kota Manado Berdasarkan Parameter Fisika. Jurnal e-Biomedik,
3(1): 14-20
Nuryani et al. 2010. Serapahn Hara N, P, K pada Tanaman Padi dengan Berbagai
Lama Penggunaan Pupuk Organik pada Vertisol Sragen. Jurnal Ilmu
Tanah dan lingkungan 10(1): 1-13
Patti, P. S., Kaya, E., & Silahooy, C. (2018). Analisis status nitrogen tanah dalam
kaitannya dengan serapan N oleh tanaman padi sawah di Desa Waimital,
Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Agrologia, 2(1)
Rahardjo, M. 2014. Pengaruh Pupuk Urea, Sp36, Dan Kcl Terhadap Pertumbuhan
DanProduksi Temulawak (Curcuma Xanthorhiza Roxb). Jurnal Littri.
16(3): 98-105
Rahman, A. 2009. Pengaruh luas pola penggunaan lahan dan kondisi fisik
lingkungan terhadap debit air dan sedimentasi pada beberapa daerah
tangkapan air (catchment area) di sub das Cimanuk Hulu Jawa
Barat. Agroland, 16(3).
Rohmawati, S. M. Sutarno. Mujiyo. 2016. Kualitas air irigasi pada kawasan
industri di kecamatan Kebakkramat kabupaten Karanganyar. Caraka Tani
Journal of Sustainable Agriculture, 31(2): 108-113
Ruhnayat, A. 2013. Penentuan Kebutuhan Pokok Unsur Hara N, P, K untuk
Pertumbuhan Tanaman Panili (Vanilli planifolia Andrews). Bul. Littro
XVIII 49-59
Sukmawati. 2015. Analisis Ketersediaan C-Organik Di Lahan Kering Setelah
Diterapkan Berbagai Model Sistem Pertanian Hedgerow. J Galung
Tropika 4 (2) : 115-120
Susila, A. D. dan R. Poerwanto. 2013. Irigasi dan Fertigasi. Modul IX – Bahan
Ajar Mata Kuliah Dasar-Dasar Hortikultura. Bogor : Institut Pertanian
Bogor
Tantri, P.T.N.T. 2016. Uji Kualitas Beberapa Pupuk Kompos yang Beredar di
Kota Denpasar. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika 5(1): 52-62
Utami, S. N., & Handayani, S. 2013. Sifat Kimia Entisol Pada Sistem. Ilmu
Pertanian, Vol. 10 No. 2, 63-69.
Winarso, S. 2015. Kesuburan Tanah, Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah.
Yogyakarta : Gava Media.
16

Wiyantoko, B., Kurniawati, P., & Purbaningtias, T. E. 2017. Pengujian Nitrogen


Total, Kandungan Air Dan Cemaran Logam Timbal Pada Pupuk
Anorganik Npk Padat. Jst (Jurnal Sains Dan Teknologi), 6(1).

Anda mungkin juga menyukai