PENDAHULUAN
1.1 Maksud
Mencelup kain poliester dengan menggunakan zat warna dispersi dengan
metoda carrier untuk mendapatkan hasil celup yang permanan dengan sifat
tahan luntur yang baik.
1.2 Tujuan
- Mencelup kain poliester dengan zat warna dispersi metode carrier.
- Mengetahui pengaruh variasi carrier / zat pengemban, zat
pendispersi dan zat pereduksi yang digunakan.
- Melakukan proses cuci reduksi untuk menghilangkan sisa zat warna yang
ada pada permukaan kain sehingga diperoleh kain dengan tahan luntur
dan sublimasi yang baik.
- Melakukan evaluasi proses pencelupan terhadap kain hasil celup tersebut
dilihat dari ketuaan warna dan kerataan warna hasil celupan yang
dihasilkan.
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 1
BAB II
TEORI DASAR
3. Sifat kimia
a. tahan asam lemah, suhu mendidih, dan asam kuat dingin
b. tahan oksidator, alkohol, dan zat untuk pencucian kering
c. larut dalam metakresol panas
d. tahan serangga, jamur, dan bakteri
e. tidak tahan alkali kuat
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 2
Beberapa jenis zat warna dispersi yaitu antrakuinon, azo dan difenilamina
Sifat-sifat umum zat warna dispersi menurut J.L. Edward adalah sebagai berikut :
1. mempunyai berat molekul yang relatif kecil.
2. Kelarutannya dalam medium air kecil, tetapi kelarutannya dalam serat relatif besar.
3. Umumnya tidak mengion ( non ionik ) di dalam air.
4. Apabila digerus dengan halus dan didispersikan dengan zat pendispersi dapat
dihasilkan dispersi yang stabil dalam larutan pencelupan dengan ukuran partikel 0,5
- 2,0 mikron.
5. Mempunyai titik leleh sekitar 1500 C.
6. Mempunyai tingkat kejenuhan 30 - 200 mg zat warna/gram serat.
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 3
dengan menggunakan metode suhu tinggi dan pemberian tekanan dan metode
termosol.
4. Zat warna dispersi golongan D
Zat warna ini memiliki sifat ketahannan sublimasi yang tinggi, tersublimasi penuh
pada suhu 2200 C. zat warna ini biasanya digunakan untuk mencelup poliester dengan
menggunakan metode pada suhu tinggi dan metode termosol.
Untuk membedakan sifat pencelupan zat warna dispersi terhadap serat poliester,
maka zat warna dispersi digolongkan berdasarkan ukuran berat molekulnya. Besar
kecilnya berat molekul zat warna dispersi sangat erat kaitanya dengan ketahanan
sublimasi zat warna. Semakin besar berat molekul yang dimiliki zat warna dispersi,
maka ketahanan sublimasinya semakin besar, begitu pula sebaliknya.
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 4
- penyerapan zat warna ke permukaan serat
- pengeringan pendahuluan pada suhu 1350C
- termofiksasi pada suhu 180 - 2200C
- pencucian kontinyu yang meliputi pencucian reduksi dan penyabunan untuk
menghilangkan zat pembantu dan zat warna pada permukan serat
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 5
E. Waters, J.S.D.C. 66, 614 (1950)
2. Teori pendekatan embibisi air
Carrier mengandung gugus hidrofob menyebabkan difusi yang cepat kedalam
serat polyester.
Bagian aromatik dari molekul zat pengemban mempunyai daya van der wals
dengan serat hidrofob dan gugus hidrofil dapat menarik air untuk meningkatkan
pergerakan larutan zat warna sehingga terjadi peningkatan kecepatan celup.
T. Vickesstaff, Halogen Digest.20, 7, ICI Bulletin, (1954)
3. Teori Pemindahan
Carrier membentuk suatu kompleks dengan zat warna, dan kombinasi zat warna-
carrier terabsorbsi kedalam serat lebih cepat daripada zat warna dalam pelarut air.
T. Vickerstaff, Halogen Diggest.20./. ICI Buletin, (1954)
4. Teori Peningkatan kelarutan zat warna
Dengan adanya carrier memberikan peningkatan kelarutan zat warna dalam air
dan kecepatan celup diharapkan meningkat.
C.L. Zimmerman, J.M. Mecco dan A.J. Carlino A.D>R. 44. 301 (1995)
5. Teori Lapisan Film
Carrier mengelilingi serat dengan lapisan film.
Dalam lapisan film carrier konsentrasi zat warna yang terkandung lebih banyak
daripada pada larutan celup.
H.E. Millson, A.D.R. 44, 436 (1955)
6. Teori Pelarutan Serat
Carrier terabsorbsi ke dalam serat. Di dalam serat carrier bertindak sebagai “co-
fiber” yang larut dan mendorong zat warna.
7. Teori Peningkatan Tempat Melekat
Carrier meningkatkan perbandingan bagian amorf yang dapat dicelup dengan
daerah kristalin yang sulit dicelup. Dengan menurunkan kristalinitas, daerah yang dapat
dicelup meningkat.
AATCC Piedoment Section, A.D.R 48, No. 22. 34 (1959)
8. Teori Pelumasan
Zat pengemban bertindak sebagai pelumas, menggeser rantai polimer serat dan
memutuskan ikatan silang yang ada, sehingga difusi molekul akan lebih mudah.
J.J. Schuler: Textile Research J. 27, 358 (1957)
9. Teori Plastisasi Struktur Serat
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 6
Carrier berdifusi kedalam serat serat dengan cepat karena ukuran carrier yang
lebih kecil. Carrier terabsorbsi kedalam rantai polimer dengan mengurangi gaya Van Der
Waals’ dalam ikatan hydrogen. Carrier larut dalam molekul serat, dan mengurangi gaya
intra-molekuler pada ikatan antara serat dengan serat dengan menggantikan ikatan
tersebut menjadi ikatan serat-carrier yang lebih lemah untuk membuat banyak “lubang”,
sehingga mempercepat difusi zat warna.
F. Fortess V.S. Salvin : Textile Research J. 28, 1009 (1958)
E. Elod : Melliand Textilbr. 41, 195 (1960)
Diantara penjelasan diatas, sepertinya “Teori Plastisasi Struktur Serat” merupakan
penjelasan mekanisme pencelupan carrier paling baik. Bagaimanapun, sangat susah
untuk menjelaskan semua kinerja carrier dalam satu teori. Hari ini, kita mengerti kinerja
carrier dalam “Teori Plastisasi Struktur Serat” dan “Teori Penggelembungan”,
“Peningkatan Kelarutan Zat Warna”,”Pembentukan Lapisan Film” dan lainnya dengan
penjelasannya.
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 7
digunakan pada pencelupan cara carrier. Misalnya zat warna seharusnya dipilih
berdasarkan pertimbangan tertentu.
1. Zat warna harus menunjukkan sifat perendaman yang baik dan build-up untuk
pencelupan carrier.
2. Zat warna harus memberikan corak warna sesuai yang diinginkan.
3. Zat warna harus memiliki ketahanan luntur yang baik.
4. Zat warna harus sesuai dengan carrier yang digunakan dan tidak terjadi pengendapan
dan sebagainya.
5. Zat warna harus ekonomis/murah.
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 8
Table Senyawa yang memiliki efek carrier
Spesifi
Nama Kimia Struktur Keterangan
kasi
OH
Asam Kuat
Asam Organik
Asam 3-Phenil-
C6H4OHCOOC6H6
salisilat
HOOC
Asam Iso-phatalik
COOH
metil ester
O Senyawa-senyawa
Metil benzoate O CH3 dalam grup ini
memberikan
O
Ester
Diphenil
Hidrokarbon
4,4 dioksi-diphenil HO OH
ol
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 9
OH
Phenil phenol
(o.m.p)
OH
Sikloheksil phenol
H
(o.m.p)
Klorobenzen Cl
CH3
CL
o-kloro toluena
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 10
gaya yang berperan dalam terbentuknya ikatan antara zat warna dispersi dan serat
poliester adalah gaya dispersi london.
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 11
BAB III
PERCOBAAN
3.2. RESEP
3.2.1. RESEP PENCELUPAN
Resep Ke-
Zat dan Kondisi
1 2 3 4
Vlot 1:20
Zat Warna Dispersi 1%
Carrier (ml/l) 2 4 4 4
Zat Pendispersi (ml/l) 1 1 0,5 1
Asam Asetat (ml/l) pH 5 (0,5 ml/l)
Suhu (°C) 100
Waktu (menit) 65
Resep Ke-
Zat dan Kondisi
1 2 3 4
Detergen (ml/L) 1 ml/L
Na2SO4 (g/l) 4 g/L 2 g/L
NaOH (g/l) 1 g/L
Suhu 80oC
Waktu 10 menit
Vlot 1 : 20
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 12
3.3. FUNGSI ZAT
Zat warna Disperse : memberi warna pada kain poliester.
Asam asetat : Pengatur pH larutan, pemberi suasana asam.
Zat pendispersi : Mendispersikan zat warna sehingga tersebar merata ke dalam
larutan celup, meratakan dan mempercepat pembasahan dengan cara menurunkan
tegangan permukaan.
Carier : Menambahkan absorspi zat warna ke dalam serat dan
mempertinggi kelarutan zat warna.
Na2S2O4 : Menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi dipermukaan serat
dan zat pengemban yang masih tertinggal di dalam serat pada proses cuci reduksi.
NaOH : Membantu mengaktifkan Natrium Hidrosulfit.
Detergent : Membantu menghilangkan carrier.
2. Proses pencelupan
contoh uji dimasukan kedalam larutan celup yang sudah homogen dan
mengaduknya secara merata selama 10 menit pada temperatur 600C.
Suhu dinaikan hingga 110 0.
Setelah mencapai suhu itu, suhu di konstankan selama 45 menit.
Melakukan pendinginan hingga 800C.
3. Reduction cleaning
Memasukkan bahan hasil celupan kedalam larutan yang telah berisi reduktor
dan alkali pada suhu 700C dan mengaduknya selama 10 menit.
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 13
4. Pencucian, pembilasan dan pengeringan
Mempersiapkan zat untuk larutan proses, yaitu deterjen dan alkali kedalam air.
Menaikkan suhu hingga 60°C untuk kemudian bahan diproses selama 10
menit.
Membilas bahan dengan air dingin dan mengeringkannya.
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 14
3.6. SKEMA PROSES
Skema proses pencelupan sebagai berikut
Asam asetat
Carrier 100oC
Cuci Reduksi
Pendispersi
30oC NaOH
Kain Na2S2O4
Resep 2 ( ami)
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 15
= 60,2 ml
4
Carier = 1000 x 60,2 = 0,2 ml
1
Pendispersi = x 60 = 0,062 ml
1000
Resep 3 ( salma )
Resep 4 ( alfi )
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 16
3.8. HASIL PERCOBAAN
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 17
BAB IV
DISKUSI DAN KESIMPULAN
4.1. DISKUSI
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pencelupan kain poliester dengan zat
warna dispersi tipe A. Pemilihan zat warna dispersi tipe ini dilakukan karena zat warna ini
bersifat hidrofob dan memiliki ukuran molekul yang paling ramping, sesuai dengan sifat kain
poliester yang sama hidrofob dan memiliki derajat kristalinitas yang besar sehingga penyerapan
pada kain rendah akibat struktur amorf yang sedikit. Selain itu, zat warna dispersi memiliki
afinitas yang lebih besar terhadap serat dibandingkan terhadap larutan sehingga zat warna
dapat bermigrasi ke dalam serat dan membentuk suatu larutan padat atau solid solution di
dalam serat poliester. Karena struktur poliester yang rapat, diperlukan suhu dan tekanan yang
tinggi (130ᵒC) pada proses pencelupan untuk membuka rongga pada serat sehingga zat warna
dispersi dapat masuk ke dalam serat dengan baik. Namun kali ini praktikan melakukan
pencelupan menggunakan metode carrier, dengan menambahkan zat pengemban untuk
membantu zat warna masuk kedalam serat karena zat pengemban berfungsi sebagai pelumas
yang akan berpenetrasi ke dalam serat dan merusak ikatan antar molekul serat sehingga serat
menjadi plastis dan mudah bergeser. Zat pengemban yang hidrofob bekerja lebih baik
dibanding zat pengemban hidrofil sehingga praktikan menggunakan zat pengemban hidrofob.
Dengan lebih mudahnya zat warna masuk ke dalam serat akibat dibantu oleh zat pengemban
sehingga pencelupan dapat dilakukan pada suhu 100ᵒC. Zat pengemban / carrier yang
digunakan adalah methyl naftalen yaitu golongan carrier hidrokarbon aromatik. Hidrokarbon
aromatik senyawa kimia yang hanya berisi hidrogen dan karbon dengan struktur benzena yang
dikenal sebagai senyawa aromatik. Senyawa benzena ini beracun sehingga praktikan tidak
boleh menghirup hingga menelan zat pengemban ini dan harus lebih berhati – hati dalam
menggunakannya.
Persiapan zat – zat yang perlu diperhatikan lainnya adalah saat sebelum kain
dicelupkan pada zat warna disperse. Perlu diingat sifat zat warna dispersi yang tidak larut
dalam air, sehingga diperlukan penambahan zat pendispersi pada zat warna untuk membuat
zat warna dispersi tersebar merata atau terdispersi pada larutan. Hal ini dilakukan untuk
menghidari agregasi zat warna yang dapat meyebabkan ketidakrataan pada hasil pencelupan.
Zat pendispersi yang digunakan harus sesuai dengan kondisi proses pencelupan supaya zat
pendispersi dapat bekerja optimal. Zat pendispersi yang digunakan sebaiknya surfaktan yang
tahan terhadap asam dan panas mengingat proses pencelupan dilakukan pada pH 5 atau pH
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 18
asam dan suhu tinggi. Penggunaan surfaktan nonionik tidak dianjurkan karena surfaktan jenis
ini membentuk ikatan hidrogen sehingga tidak tahan terhadap pemanasan meskipun surfaktan
jenis ini tahan terhadap suasana asam maupun alkali. Sedangkan surfaktan anionik saja tidak
cocok digunakan karena surfaktan anionik tidak tahan terhadap suasana asam meskipun tahan
terhadap panas. Oleh karena itu, praktikan menggunakan surfaktan jenis modifikasi anionik.
Surfaktan jenis ini mengandung gugus anionik dan nonionik sehingga lebih tahan panas dan
tahan asam.
Setelah penambahan zat pendispersi ditambahkan pula asam asetat untuk mencapai
suasana asam pada larutan proses pencelupan. Pemilihan asam asetat adalah karena asam
asetat adalah jenis asam yang tahan pada kondisi panas atau tidak mudah menguap. Selain itu,
asam asetat harganya relatif murah sehingga cocok digunakan pada skala industri sehingga
dapat menurunkan biaya proses produksi. pH yang digunakan pada proses pencelupan adalah
pH 4-5 untuk menjaga suasana larutan tetap asam bila terjadi kenaikan pH (dihindari pH 6). Bila
pH naik sampai pada suasana netral atau alkali akan mengganggu proses pencelupan karena
poliester dan zat warna dispersi dapat terhidrolisis oleh alkali. Bila perlu ditambahkan buffer
asam supaya kondisi proses tetap terjaga keasamannya.
Bila dilihat dari skema proses yang digunakan, dilakukan penambahan carrier dan asam
asetat terlebih dahulu pada suhu kamar kemudian didiamkan selama 10 menit supaya larutan
tersebut stabil. Setelah itu, zat warna dan zat pendispersi ditambahkan beserta kain kemudian
dilakukan proses pencelupan dengan menggunakan mesin dyeing.
Selama proses pencelupan yang berlangsung selama 65 menit, terjadi ikatan antara zat
warna dispersi dengan serat poliester. Ikatan yang terbentuk adalah ikatan hidrogen dan ikatan
hidrofobik. Ikatan hidrogen terbentuk akibat adanya lingkar benzena parsial bermuatan negatif
pada zat warna dispersi sehingga kaya akan elektron yang bermuatan negatif lalu berikatan
dengan atom hidrogen. Jenis ikatan ini lemah sehingga mudah putus bila terkena panas.
Akibatnya, hasil kain akan memiliki ketahanan luntur terhadap sinar matahari yang rendah.
Sedangkan, ikatan hidrofobik terbentuk karena serat poliester dan zat warna dispersi
merupakan senyawa hidrofob sehingga bersifat non polar. Hal ini mengakibatkan terjadinya
gaya fisika berdasarkan interaksi antara kedua molekul non polar yang berbeda atau disebut
juga gaya Dispersi London. Ikatan hidrofobik ini menyebabkan kain hasil pencelupan memiliki
ketahanan luntur warna terhadap pencucian yang tinggi.
Setelah proses pencelupan selesai, dilakukan proses pencucian reduksi. Proses ini
berfungsi untuk mereduksi zat warna mengandung carrier yang tidak terfiksasi ke dalam serat.
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 19
Jika pencucian reduksi tidak sempurna dan carrier masih menempel pada bahan maka akan
menyebabkan ketahanan luntur warna yang menurun.
Evaluasi Kain
2
Ranking
1.5
0.5
0
1 2 3 4
Orang Ke-
Resep
Keterangan Ranking :
1 = tidak rata
2 = rata
Dari grafik hasil evaluasi kerataan warna dapat dilihat bahwa kain dengan semua
variasi resep menghasilkan kerataan warna dengan satuan 2, artinya semua kain hasil
proses pencelupan dengan berbagai variasi zat memiliki kerataan celup yang baik. Hal
ini dipengaruhi oleh penambahan zat pendispersi yang tepat sesuai dengan kebutuhan
proses yaitu senyawa surfaktan jenis modifikasi anionik. Zat pendispersi ini bekerja
dengan cara bagian hidrofobnya menarik partikel zat warna dan bagian hidrofilnya
bermuatan negatif mengarah ke larutan dan menjaga jarak antar partikel zat warna agar
tidak beragregasi.
Semua resep menggunakan zat pendispersi sebanyak 1 ml/L kecuali resep 3
yang menggunakan zat pendispersi sebanyak 0,5 ml/L. Bila dlihat dari hasil kerataan
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 20
warna yang didapat adalah sama, artinya penggunaan zat pendispersi sebanyak 0,5
ml/L saja sudah cukup untuk proses pencelupan tersebut.
3
2
1
0
1 2 3 4
Orang Ke-
Resep
Keterangan Ranking :
1 = sangat muda
2 = muda
3 = sedang
4 = tua
5 = sangat tua
Pada grafik di atas dapat dilihat perbedaan ketuaan warna hasil proses pencelupan
pada setiap variasi resep yang digunakan. Pada resep 1 dihasilkan kain dengan ketuaan warna
paling tua dibandingkan dengan ketiga kain yang lain. Ini artinya resep 1 merupakan resep yang
paling optimum pada pencelupan kali ini.
Untuk melihat pengaruh dari penggunaan carrier / zat pengemban maka dapat dilihat
perbandingan hasil kain dari resep 1 dan resep 2. Semua kondisi proses kedua resep tersebut
sama kecuali zat pengemban yang digunakan. Resep 1 menggunakan zat pengemban
sebanyak 2 ml/L sedangkan resep 2 menggunakan zat pengemban sebanyak 4 ml/L. Namun,
hasil kain pada resep 1 menunjukkan ranking ketuaan warna skala 5 yaitu sangat tua,
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 21
sedangkan resep 2 dengan skala 4 yaitu tua. Hal ini menunjukkan bahwa carrier yang
digunakan optimum pada 2 ml/L. Sesuai dengan dasar teori yaitu setelah proses pencelupan
dilakukan cuci reduksi untuk menghilangkan zat pengemban. Zat pengemban akan
menurunkan tahan luntur warna, artinya bila carrier yang digunakan terlalu banyak
kemungkinan masih ada yang tersisa di dalam kain sehingga membuat tahan luntur warna yang
menurun dan warna yang dihasilkan lebih muda.
Telah diketahui bahwa zat pendispersi dapat menghindari terjadi agregasi zat warna.
Pengaruhnya terhadap ketuaan warna dapat dilihat pada perbandingan penambahan zat
pendispersi resep 2 dan resep 3. Kondisi dan perlakuan terhadap kain sama, kecuali zat
pendispersi yang ditambahkan. Resep 2 menggunakan zat pendispersi sebanyak 1 ml/L
sedangkan resep 3 menggunakan zat pendispersi sebanyak 0,5 ml/L. Ketuaan warna resep 2
pada skala ranking 4 yaitu tua sedangkan resep 3 skala rankingnya 2 yaitu muda. Perbedaan
ketuaan warna yang didapat cukup besar. Artinya, semakin besar penambahan zat pendispersi
maka ketuaan warna yang dihasilkan lebih tua. Zat pendispersi optimum yang digunakan
adalah sebanyak 1 ml/L.
Natrium hidrosulfit atau Na2S2O4 digunakan setelah proses pencelupan yaitu saat
proses cuci reduksi untuk menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi di permukaan serat
dan zat pengemban yang masih tertinggal di dalam serat. Hal tersebut perlu dihilangkan untuk
meningkatkan tahan luntur warna terhadap gosokan. Untuk mengetahui pengaruh natrium
hidrosulfit ini, dilakukan perbedaan penambahan Na2S2O4 pada resep 2 dan resep 4 dengan
variable kondisi lain adalah sama. Pada resep 2 ditambahkan Na2S2O4 sebanyak 4 g/L
sedangkan pada resep 4 ditambahkan Na2S2O4 sebanyak 2 g/L. Ketuaan warna yang
dihasilkan sangat jauh dapat dilihat pada grafik di atas, resep 2 dengan skala ranking 4 yaitu
tua sedangkan resep 4 dengan skala ranking 1 yaitu sangat muda. Ini menunjukkan bahwa
penggunaan Na2S2O4 yang baik adalah sebanyak 4 g/L supaya zat warna yang tidak terfiksasi
di permukaan serat lepas, carrier dalam serat hilang dan ketuaan warna kain yang dihasilkan
lebih tua dibanding dengan Na2S2O4 sebanyak 2 g/L.
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 22
4.2. KESIMPULAN
Pada praktikum pencelupan kain poliester dengan zat warna dispersi metode carrier
dengan variasi resep, didapat resep optimum dengan kerataan warna kain yang baik dan
ketuaan warna kain paling tua adalah pada resep 1 dengan penggunaan :
- Zat pengemban : 2 ml/L
- Zat pendispersi : 1 ml/L
- Na2S2O4 : 4 g/L.
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 23
DAFTAR PUSTAKA
1. Clark,.M.,et.al. 2011. Handbook of Textile and industrial Dyeing, Volume 1 principals,
procesess, and types of dyes, woodhead publishing Limited.
2. Karyana,. Dede., dkk. 2005. Bahan Ajar Praktek Pencelupan 1. Bandung : Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil.
3. Ichwan,. M., dkk. 2013. Bahan Ajar Praktek Pencelupan II. Bandung : Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil.
4. Soeprijono.,dkk. 1976. Serat-serat Tekstil. Bandung : Institute Teknologi Tekstil.
5. Shore,John. 2002. Colorant &Auxilaries Vol.,2. SDC.
Laporan Praktikum Pencelupan Poliester dengan Zat Warna Dispersi Metoda Carrier | 24