Nabila Akmalita Khairul Islam, Caesaria Ayu, Abdul Aziz Faisal, Prinanda Doni Santoso 1
1
Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424, Indonesia
Metode GMAW merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk proses
penyambungan martensitic steel, terutama untuk produk dengan bentuk pipa. Proses ini cukup
serbaguna karena proses pengendapannya yang dapat berupa droplets, spray, dan globular
transfer. Pada proses GMAW, shielding gas memiliki dua fungsi penting yaitu yang pertama untuk
melelehkan logam dan melindungi logam dari impurities yang berada di udara dan yang kedua
menyediakan karakteristik busur yang diinginkan melalui efek ionisasi.
Baja tahan karat martensitik memiliki kandungan kromium (Cr) lebih dari 10.5% plus
elemen penstabil austenite lainnya seperti karbon, silicon, fosfor, sulfur, nitrogen, nikel dan
mangan untuk memperluas bidang fase austenite dan memungkinkan adanya perlakuan panas.
Komposisi yang digunakan untuk membentuk baja tahan karat martensitik ini harus seimbang
untuk mencegah pembentukan ferrite pada suhu austenitizing yang nantinya dapat memicu sifat
akhir yang tidak diinginkan[8]. Adapun komposisi kimia dari baja tahan karat martensitik
ditunjukkan pada tabel 1 dan mikrograf SEM potongan las yang diberikan pada Gambar 1[11].
Gambar 1. Mikrograf SEM potongan las Baja tahan karat martensitik AISI 420 [13].
Baja martensitik memiliki kandungan kromium antara sekitar 12% dan 18%. Mereka
mengandung lebih banyak karbon dibandingkan dengan baja feritik (sekitar 0,1-0,3%), yang
menunjukan bahwa baja jenis ini dapat ditingkatkan kekerasannya. Ini dilakukan dari sekitar 1000
° C dengan quenching dalam minyak atau udara, diikuti dengan anil pada 300-750 ° C. Baja ini
bersifat merupakan logam bersifat magnetik.
Aplikasi yang biasa digunakan untuk martensitic steel yaitu aplikasi dimana dibutuhkan
gabungan antara kekerasan dengan ketahanan korosi. Contohnya seperti pisau turbin, alat
pemotong, pisau, pisau cukur, gunting, parang, dan lainnya.
Jenis baja tahan karat martensitik umum digunakan karena memiliki kekuatan mekanik dan
ketahanan korosi yang baik dikarenakan memiliki kadar Chromium yang tinggi. Namun, sifat
material ini memiliki sifat kemampu lasan yang rendah dikarenakan terdapat daerah yang keras
dan rapuh pada logam induknya dan juga rentan terhadap peristiwa dekarburisasi permukaan
selama perlakuan panas jika atmosfer tungku tidak terkontrol dengan baik[8]. Pada temperature
tinggi, baja tahan karat akan bertransformasi menjadi austenitic seluruhnya dan bertransformasi
menjadi martensitic pada saat dilakukan pendinginan, sehingga jenis baja ini paling sulit dilakukan
pengelasan dibandingkan dengan ferritic maupun austenitic. Saat proses transformasi martensit
terjadi, hal ini sangat bergantung kepada kadungan karbon yang dapat berdeviasi secara luas.
Dengan meningkatnya kandungan karbon, struktur martensit akan menjadi lebih halus[11].
Sensitifitas terhadap retak akibat pengelasan sangat tinggi dikarenakan masalah utamanya adalah
titik leleh yang sangat berbeda, perbedaan konduktivitas termal logam induk, mikgrasi karbon,
oksidasi dan hidrogen merupakan faktor utama yang menyebabkan baja tahan karat akan memiliki
kekerasan yang tinggi namun memiliki keuletan yang rendah dikarenakan adanya perubahan
volume sewaktu austenite bertransformasi menjadi martensite[7,9]. Hal ini dapat dicegah dengan
dilakukan proses pengelasan difusi dibawah atmosfer argon pada suhu cenderung tinggi (seperti
1100 oC) karena jika menggunakan temperature difusi yang rendah hasil pengelasan akan banyak
mengandung porositas yang nantinya akan menginisiasi retak pada material seperti yang
ditunjukkan pada gambar dibawah ini:
Gambar 2. Mikrograf SEM potongan las Baja tahan karat martensitik AISI 420 pada pengelasan difusi
800oC[11].
Gambar 2. Mikrograf SEM potongan las Baja tahan karat martensitik AISI 420 pada pengelasan difusi
1100oC[11].
Selain itu, hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya sifat akhir yang tidak
diinginkan pada baja tahan karat martensitik adalah menggunakan filler dengan komposisi baja
tahan karat austenitik tinggi, Melakukan pre-heat sebelum dilakukan pengelasan untuk
menghasilkan hidrogen terendah dan langsung dilakukan post weld tempering untuk
meminimalisir kemungkinan kegagalan penyambungan struktural seperti yang telah disebutkan
diatas[10].
Jika baja jenis ini tidak dilakukan pre-heat dan kemudian dipanaskan, maka ada
kemungkinan terjadinya retak pengerasan di zona transformasi. Resiko keretakan getas juga dapat
muncul karena material memiliki temperatur transisi getas yang relatif tinggi, dan tegangan
induksi sebagai akibat pengelasan disekitar daerah pengelasan cukup tinggi. Resiko terbentuknya
hydrogen embrittlement juga sering terjadi pada daerah HAZ, terutama jika menggunakan damp
electrode yang telah digunakan. Untuk logam filler baja martensitic, tidak digunakan jenis material
yang sama dikarenakan kemungkinan terbentuknya transverse crack yang cukup tinggi pada
daerah pengelasan. Untuk mengurangi resiko ini, digunakan logam filler jenis austenitic dimana
penggunaan logam ini sebagai filler juga akan mengurangi terbentuknya kegagalan getas.
Pada proses penyambungan martensitic steel, tegangan sisa dapat muncul dimana hal
tersebut dapat terjadi karena ketidakcocokan dari komponen yang berbeda selama proses
pengelasan atau fabrikasi. Adanya tegangan sisa pada hasil sambungan ini akan menurunkan
ketahanan benda saat diaplikasikan.
Gambar 3. Karakteristik tegangan sisa pada sambungan martensitic steel
Gambar 3 menunjukan karakteristik dari tegangan sisa pada arah transversal dibandingkan
dengan lokasi pengukuran. Terlihat pada gambar bahwa terjadi peningkatan besarnya tegangan
sisa dari logam induk ke daerah HAZ. Tegangan sisa ini dapat muncul karena adanya
ketidakcocokan pada lasan karena gradien temperatur selama proses penyambungan. Ketika logam
las dalam keadaan cair, ekspansi logam cair terhambat oleh logam induk yang memiliki suhu lebih
rendah dengan nilai yield strength yang jauh lebih tinggi sehingga akan menghasilkan deformasi
plastis di suhu tinggi pada logam las. Namun selama proses pendinginan setelah pengelasan, lasan
dan HAZ berkontraksi selama penurunan suhu, tetapi kontraksi dalam lasan dan HAZ tertahan
oleh material induk yang lebih dingin sehingga menyebabkan ketegangan di HAZ dan logam las.
Adanya tegangan sisa ini dapat memicu terjadinya SCC atau Stress Corrosion Cracking dimana
tegangan sisa ini akan menjadi titik inisiasi terjadinya SCC pada daerah HAZ [12].
REFERENSI
[1] N.Ozdemir, M. Aksoy, N. Orhan, Effect of graphite shape in vacuum-free diffusion bonding of
nodular cast iron with gray cast iron, J. Materials Processing Technology 141 (2003) 228-233.
[2] N. Ridley, M.T. Salehi, J. Pilling, Isotactic diffusion bonding of microduplex stainless steel, J.
Materials science and technology vol.8 (9) (1992) 791-795.
[3] P.G. Partridge, Diffusion Bonding of Metals. Award 168, Nato Publication, Essex, 1989.
[4] P.W. Egan, Diffusion Bonding of Mild Steel, M.S. University of Belfast/Belfast, 1985.
[5] J.F. Lancaster, Metallurgy of Welding, Allen and Unwin Ltd., London, 1987.
[6] G.A. Fitzpatrick, T. Broughton, Diffusion bonding aero engine components, Defense Sci. J. 38
(1998) 470-490.
[7] Porter, D., A., and Easterling, K., E., Phase Transformation in Metals and Alloy, Van Nostrand
Reinhold Company. New York, 1981.
[9] Sihotang, R., http://digilib.itb.ac.id, 2008. Diakses pada tanggal 25 Mei Pukul 9:09 WIB.
[10] Wiryosumarto, Harsono and Okonura, Toshie, Teknik Pengelasan Logam, Pradnya
Paramitha, Cetakan Kelima, Jakarta. 1991.
[11] Kolukisa, Sedat. The Effect of The Welding Temperature on The Weldabiity in Diffusion
Welding of martensitic (AISI 420) Stainless steel with Ductile (Spheroidal Graphite Nodular)
Cast Iron. Dicle University, Department of Mechanical Engineering, Dicle Universitesi
Kampusu, Diyarbakir 21689, Turkey. 2006.
[12] Ahmed, I. I., Adebisi, J. A., Abdulkareem, S., & Sherry, A. H. (2018). Investigation of surface
residual stress profile on martensitic stainless steel weldment with X-ray diffraction. Journal
of King Saud University - Engineering Sciences, 30(2), 183–187.
https://doi.org/10.1016/j.jksues.2016.01.004