Anda di halaman 1dari 5

www.muslim.or.

id

Hadits Palsu Huru Hara Akhir Zaman Di Hari Jum’at


Pertengahan Ramadhan
muslim.or.id/8018-hadits-palsu-huru-hara-akhir-zaman-di-hari-jumat-pertengahan-ramadhan.html

Muhammad Wasitho Lc., MA. January 4, 2012

Bismillah. Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita, Muhammad bin Abdullah shallallahu alaihi
wasallam, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang senantiasa berpegang
teguh dengan ajarannya hingga hari kiamat.

Akhir-akhir ini banyak sekali pertanyaan dari beberapa orang seputar derajat hadits huru-
hara akhir zaman yang terjadi pada pertengahan bulan Ramadhan yang bertepatan
dengan hari Jumat.

Maka kami katakan, bahwa para ulama hadits terdahulu maupun yang hidup di zaman
sekarang telah menerangkan dengan jelas dan gamblang bahwa hadits-hadits yang
1/5
berbicara tentang masalah tersebut tidak ada satu pun yang shahih dari Nabi shallallahu
alaihi wasallam, baik ditinjau dari segi sanad hadits maupun realita yang ada. Bahkan
semuanya adalah hadits-hadits munkar dan palsu yang didustakan atas nama Nabi
shallallahu alaihi wasallam.

Berikut ini akan saya sebutkan teks (lafazh) hadits tersebut dengan sanadnya, serta studi
kritis para ulama terhadapnya.

‫ َﺣﱠَﺪﺛِﻨﻲ َﻋْﺒُﺪ اْﻟَﻮﱢَﻫﺎب ْﺑُﻦ ُﺣَﺴْﯿٍﻦ َﻋْﻦ ُﻣَﺤﱢَﻤﺪ ْﺑِﻦ َﺛﺎِﺑٍﺖ اْﻟُﺒَﻨﺎِﻧِّﻲ َﻋْﻦ أَِﺑﯿِﻪ َﻋِﻦ‬: ‫ َﺣﱠَﺪﺛَﻨﺎ أَُﺑﻮ ُﻋَﻤَﺮ َﻋِﻦ اْﺑِﻦ ﻟَِﻬﯿَﻌَﺔ َﻗﺎَل‬: ‫َﻗﺎَل ُﻧَﻌْﯿٌﻢ ْﺑُﻦ َﺣﱟَﻤﺎد‬
‫ﺻْﯿَﺤٌﺔ ﻓﻲ رﻣﻀﺎن ﻓﺈﻧﻪ ﺗﻜﻮن‬ َ َ‫ﱠ‬ َ َ‫ َﻋِﻦ اﻟﱢَﻨﺒﻲ َّ ﱡ‬، ‫ﺿﻲ اﱡَﷲ َﻋْﻨُﻪ‬ ْ ْ
َ ‫ “إذا ﻛﺎَﻧْﺖ‬: ‫ﺻﻠﻰ اﷲ َﻋﻠْﯿِﻪ َوَﺳﻠﻢ َﻗﺎل‬ َ ِّ َ ِ ‫اﻟَﺤﺎِرِث اﻟَﻬْﻤَﺪاِﻧِّﻲ َﻋِﻦ اْﺑِﻦ َﻣْﺴُﻌﻮٍد َر‬
:‫ وﻣﺎ اﻟﺼﯿﺤﺔ ﯾﺎ ﺳﻮل اﷲ؟ ﻗﺎل‬:‫ ﻗﻠﻨﺎ‬:‫ ﻗﺎل‬..‫ وُﺗْﺴﻔَُﻚ اﻟﱡِﺪﻣﺎء ﻓﻲ ذي اﻟﺤﺠﺔ واﻟﻤﺤﺮم‬،‫ وﺗﻤﯿﺰ اﻟﻘﺒﺎﺋﻞ ﻓﻲ ذي اﻟﻘﻌﺪة‬،‫َﻣْﻌَﻤَﻌٌﺔ ﻓﻲ ﺷﻮال‬
‫ﻫﺬه ﻓ ﻲ اﻟ ﻨ ﺼ ﻒ ﻣ ﻦ ر ﻣ ﻀﺎ ن ﻟ ﯿﻠ ﺔ اﻟ ﺠ ﻤ ﻌ ﺔ ﻓ ﺘ ﻜ ﻮ ن ﻫﺪة ﺗ ﻮ ﻗ ﻆ اﻟ ﻨﺎ ﺋ ﻢ و ﺗﻘ ﻌﺪ اﻟﻘﺎ ﺋ ﻢ و ﺗ ﺨ ﺮ ج اﻟ ﻌ ﻮا ﺗ ﻖ ﻣ ﻦ ﺧﺪ و ر ﻫ ﻦ ﻓ ﻲ ﻟ ﯿﻠ ﺔ ﺟ ﻤ ﻌ ﺔ ﻓ ﻲ ﺳ ﻨ ﺔ‬
ّ
‫ َوُﺳـُّﺪْوا آَذاَﻧُﻜْﻢ‬،‫ وَدﱡِﺛﺮْوا أَْﻧُﻔَﺴُﻜْﻢ‬،‫ وﺳﺪوا ﻛﻮاﻛـﻢ‬،‫ وأﻏﻠﻘﻮا أﺑﻮاﺑﻜﻢ‬،‫ﺻﻠَْﯿُﺘْﻢ اﻟَﻔْﺠَﺮ ﻣﻦ ﯾﻮم اﻟﺠﻤﻌﺔ ﻓﺎدﺧﻠﻮا ﺑﯿﻮﺗﻜﻢ‬ َ ‫ ﻓﺈذا‬، ‫ﻛ ﺜ ﯿ ﺮة اﻟ ﺰ ﻻ ز ل‬
َ ُ
‫ َوَﻣْﻦ ﻟْﻢ‬،‫ رﺑﻨﺎ اﻟﻘﺪوس َﻓَﻤْﻦ َﯾْﻔَﻌﻞ َذﻟﻚ َﻧَﺠﺎ‬، ‫س‬ ّ ِ ‫ َوُﻗْﻮﻟْﻮا ُﺳْﺒَﺤﺎَن اِﷲ ْاﻟُﻘُﺪْو‬،‫إذا أَْﺣَﺴْﺴُﺘْﻢ ﺑﺎﻟﺼﯿﺤﺔ َﻓَﺨُﺮْوا ِﷲ ﺳﺠًﺪا‬
ِ ‫ ُﺳْﺒَﺤﺎَن اِﷲ ْاﻟُﻘُﺪْو‬،‫س‬ ّ ُ ّ
(‫َﯾْﻔَﻌْﻞ َذﻟَِﻚ َﻫﻠََﻚ‬

Nu’aim bin Hammad berkata: “Telah menceritakan kepada kami Abu Umar, dari Ibnu
Lahi’ah, ia berkata; Telah menceritakan kepadaku Abdul Wahhab bin Husain, dari
Muhammad bin Tsabit Al-Bunani, dari ayahnya, dari Al-Harits Al-Hamdani, dari Ibnu Mas’ud
radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda: “Bila telah muncul
suara di bulan Ramadhan, maka akan terjadi huru-hara di bulan Syawal, kabilah-kabilah
saling bermusuhan (perang antar suku, pent) di bulan Dzul Qa’dah, dan terjadi
pertumpahan darah di bulan Dzul Hijjah dan Muharram…”. Kami bertanya: “Suara apakah,
wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Suara keras di pertengahan bulan Ramadhan, pada
malam Jumat, akan muncul suara keras yang membangunkan orang tidur, menjadikan
orang yang berdiri jatuh terduduk, para gadis keluar dari pingitannya, pada malam Jumat di
tahun terjadinya banyak gempa. Jika kalian telah melaksanakan shalat Subuh pada hari
Jumat, masuklah kalian ke dalam rumah kalian, tutuplah pintu-pintunya, sumbatlah lubang-
lubangnya, dan selimutilah diri kalian, sumbatlah telinga kalian. Jika kalian merasakan
adanya suara menggelegar, maka bersujudlah kalian kepada Allah dan ucapkanlah:
“Mahasuci Allah Al-Quddus, Mahasuci Allah Al-Quddus, Rabb kami Al-Quddus”, kerana
barangsiapa melakukan hal itu, niscaya ia akan selamat, tetapi barangsiapa yang tidak
melakukan hal itu, niscaya akan binasa”.

(Hadits ini diriwayatkan oleh Nu’aim bin Hammad di dalam kitab Al-Fitan I/228, No.638, dan
Alauddin Al-Muttaqi Al-Hindi di dalam kitab Kanzul ‘Ummal, No.39627).

Derajat Hadits

Hadits ini derajatnya palsu (maudhu’), karena di dalam sanadnya terdapat beberapa
perawi hadits yang pendusta dan bermasalah sebagaimana diperbincangkan oleh para
ulama hadits. Para perawi tersebut ialah sebagaimana berikut ini

1. Nu’aim bin Hammad

Dia seorang perawi yang dha’if (lemah),

An-Nasa’i berkata tentangnya: “Dia seorang yang dha’if (lemah)” (Lihat Adh-Dhu’afa
wa Al-Matrukin, karya An-Nasa’i I/101 no.589)

2/5
Abu Daud berkata: “Nu’aim bin Hammad meriwayatkan dua puluh hadits dari Nabi
shallallahu alaihi wasallam yang tidak mempunyai dasar sanad (sumber asli, pent).”
Imam Al-Azdi mengatakan: “Dia termasuk orang yang memalsukan hadits dalam
membela As-Sunnah, dan membuat kisah-kisah palsu tentang keburukan An-
Nu’man (maksudnya, Abu Hanifah, pent), yang semuanya itu adalah kedustaan”
(Lihat Mizan Al-I’tidal karya imam Adz-Dzahabi IV/267).
Imam Adz-Dzahabi berkata tentangnya: “Tidak boleh bagi siapa pun berhujjah
dengannya, dan ia telah menyusun kitab Al-Fitan, dan menyebutkan di dalamnya
keanehan-keanehan dan kemungkaran-kemungkaran” (Lihat As-Siyar A’lam An-
Nubala X/609).

2. Ibnu Lahi’ah (Abdullah bin Lahi’ah)

Dia seorang perawi yang dha’if (lemah), karena mengalami kekacauan dalam hafalannya
setelah kitab-kitab haditsnya terbakar.

An-Nasa’i berkata tentangnya: “Dia seorang yang dha’if (lemah)” (Lihat Adh-Dhu’afa
wa Al-Matrukin, karya An-Nasa’i I/64 no.346)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Dia mengalami kekacauan di dalam
hafalannya setelah kitab-kitab haditsnya terbakar” (Lihat Taqrib At-Tahdzib I/319
no.3563).

3. Abdul Wahhab bin Husain

Dia seorang perawi yang majhul (tidak dikenal).

Al-Hakim berkata tentangnya: “Dia seorang perawi yang majhul (tidak jelas jati dirinya
dan kredibilitasnya)” (Lihat Al-Mustadrak No. 8590)
Imam Adz-Dzahabi berkata di dalam At-Talkhish: “Dia mempunyai riwayat hadits
palsu.” (Lihat Lisan Al-Mizan, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani II/139).

4. Muhammad bin Tsabit Al-Bunani

Dia seorang perawi yang dha’if (lemah dalam periwayatan hadits) sebagaimana dikatakan
oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ibnu Hibban dan An-Nasa’i.

An-Nasa’i berkata tentangnya: “Dia seorang yang dha’if (lemah)”


Yahya bin Ma’in berkata: “Dia seorang perawi yang tidak ada apa-apanya”(Lihat Al-
Kamil Fi Dhu’afa Ar-Rijal, karya Ibnu ‘Adi VI/136 no.1638).
Ibnu Hibban berkata: “Tidak boleh berhujjah dengannya, dan tidak boleh pula
meriwayatkan darinya” (Lihat Al-Majruhin, karya Ibnu Hibban II/252 no.928).
Imam Al-Azdi berkata: “Dia seorang yang gugur riwayatnya” (LihatTahdzib At-
Tahdzib, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani IX/72 no.104)

5. Al-Harits bin Abdullah Al-A’war Al-Hamdani.

Dia seorang perawi pendusta, sebagaimana dinyatakan oleh imam Asy-Sya’bi, Abu Hatim
dan Ibnu Al-Madini.

An-Nasa’i berkata tentangnya: “Dia bukan seorang perawi yang kuat (hafalannya,

3/5
pent)” (Lihat Al-Kamil Fi Dhu’afa Ar-Rijal, karya Ibnu ‘Adi II/186 no.370).
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata tentangnya: “Imam Asy-Sya’bi telah
mendustakan pendapat akalnya, dan dia juga dituduh menganut paham/madzhab
Rafidhah (syi’ah), dan di dalam haditsnya terdapat suatu kelemahan” (Lihat Taqrib
At-Tahdzib I/146 no.1029).
Ali bin Al-Madini berkata: “Dia seorang pendusta”
Abu Hatim Ar-Razi berkata: “Dia tidak dapat dijadikan hujjah.” (Siyar A’lam An-
Nubala’, karya imam Adz-Dzahabi IV/152 no.54)

Perkataan Para Ulama Tentang Hadits Ini

Al-Uqaily rahimahullah berkata: “Hadits ini tidak memiliki dasar dari hadits yang
diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (terpercaya), atau dari jalan yang tsabit (kuat dan
benar adanya).” (Lihat Adh-Dhu’afa Al-Kabir III/52).

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Hadits ini dipalsukan atas nama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam” (Lihat Al-Maudhu’aat III/191).

Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata: “Hadits ini palsu (maudhu’). Dikeluarkan oleh
Nu’aim bin Hammad dalam kitab Al-Fitan.” Dan beliau menyebutkan beberapa riwayat
dalam masalah ini dari Abu Hurairah dan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhuma. (Lihat
Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah wa Al-Maudhu’ah no.6178, 6179).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Hadits ini tidak mempunyai dasar yang
benar, bahkan ini adalah hadits yang batil dan dusta” (Lihat Majmu’ Fatawa Bin Baz
XXVI/339-341).

Kesimpulan

Dengan demikian, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hadits ini adalah hadits
maudhu’ (palsu). Tidak boleh diyakini sebagai kebenaran, dan tidak boleh dinisbatkan
kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Karena disamping sanad hadits ini
tidak ada yg dapat diterima sebagai hujjah, juga realita telah mendustakannya. Sebab telah
berlalu tahun-tahun yang banyak dan telah terjadi berulang kali hari Jum’at yang
bertepatan dengan tanggal lima belas (pertengahan) bulan Ramadhan, namun
kenyataannya tidak pernah terjadi sebagaimana berita yang terkandung di dalam hadits ini,
Alhamdulillah.

Oleh karena itu, kita dilarang keras menyebarluaskannya kepada orang lain baik melalui
media cetak, maupun elektronik, atau dalam obrolan dan khutbah kecuali dalam rangka
menjelaskan sisi kelemahan, kepalsuan, dan kebatilannya, serta bertujuan untuk
memperingatkan umat darinya.

Jika kita telah melakukan ini, berarti kita telah bebas dan selamat dari ancaman keras Nabi
shallallahu alaihi wasallam, yaitu berupa masuk neraka bagi siapa saja yang sengaja
berdusta atas nama beliau, baik dengan tujuan menjelekkan Nabi shallallahu alaihi
wasallam dan ajarannya, atau dalam rangka membela Nabi dan memotivasi kaum
muslimin untuk bersemangat dalam beribadah kepada Allah.

4/5
Demikian jawaban atas pertanyaan dalam masalah ini yang dapat saya sampaikan.
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.

Telah selesai ditulis pada hari Rabu, 04 Januari 2012 di kediamannya, Klaten – Jawa
Tengah.

Penulis: Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawwaz, Lc.


Artikel http://abufawaz.wordpress.com dengan pengeditan seperlunya oleh redaksi
muslim.or.id

5/5

Anda mungkin juga menyukai