Anda di halaman 1dari 13

3.

1 Pengertian Bencana
Menurut (WHO) Bencana adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan,
gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia atau memburuknya derajat kesehatan
atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar
masyarakat atau wilayah yang terkena.
Menurut (Depkes RI) Bencana adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang
mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya
kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar
biasa dari pihak luar.
Menurut Wikipedia: disaster is the impact of a natural or man-made hazards that
negatively effects society or environment (bencana adalah pengaruh alam atau ancaman
yang dibuat manusia yang berdampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan).
Manajemen bencana adalah proses yang sistematis dimana didalamnya
termasuk berbagai macam kegiatan yang memanfaatkan kemampuan dari kebijakan
pemerintah, juga kemampuan komunitas dan individu untuk menyeseuaikan diri dalam
rangka meminamalisir kerugian.

Tindakan-tindakan tersebut pada umumnya meliputi kegiatan-kegiatan


perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengarahan, pemantauan, evaluasi dan
pengendalian yang dapat teraktualisasi dalam bentuk sekumpulan kebijakan dan
keputusan administratif maupun aktivitas-aktivitas yang bersifat operasional.

3.2 Jenis Bencana


Usep Solehudin (2005) mengelompokkan bencana menjadi 2 jenis yaitu:
1.Bencana alam (natural disaster) yaitu kejadian-kejadian alami seperti kejadian-
kejadian alami seperti banjir, genangan, gempa bumi, gunung meletus, badai,
kekeringan, wabah, serangga dan lainnya.
2.Bencana ulah manusia (man made disaster) yaitu kejadian-kejadian karena perbuatan
manusia seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan, kebakaran, huru-hara,
sabotase, ledakan, gangguan listrik, ganguan komunikasi, gangguan transportasi dan
lainnya.
Sedangkan berdasarkan cakupan wilayah, bencana terdiri dari :
1. Bencana Lokal
Bencana ini biasanya memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang
berdekatan. Bencana terjadi pada sebuah gedung atau bangunan-bangunan
disekitarnya. Biasanya adalah karena akibat faktor manusia seperti kebakaran,
ledakan, terorisme, kebocoran bahan kimia dan lainnya.

2. Bencana Regional
Jenis bencana ini memberikan dampak atau pengaruh pada area geografis
yang cukup luas, dan biasanya disebabkan oleh faktor alam, seperti badai,
banjir, letusan gunung, tornado dan lainnya.

3.3 Tujuan Manajemen Bencana


1. Menghindari kerugian pada individu, masyarakat, dan Negara melalui tindakan dini
2. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat dan Negara berupa kerugian
yang berkaitan dengan orang, fisik, ekonomi, dan lingkungan bila bencana tersebut
terjadi, serta efektif bila bencana itu telah terjadi.
3. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan masyarakat yang
terkena bencana. Membantu individu dan masyarakat yang terkena bencana supaya
dapat bertahan hidup dengan cara melepaskan penderitaan yang langsung dialami.
4. Memberi informasi masyarakat danpihak berwenang mengenai resiko.
5. Memperbaiki kondisi sehingga indivudu dan masyarakat dapat mengatasi
permasalahan akibat bencana.

3.5 Fase Pada Manajemen Bencana


1. Mitigasi
Mitigasi merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengurangi resiko dan potensi
kerusakan akibat keadaan darurat. Analisa demografi populasi rentan dan
kemampuan komunitas harus dianalisa. Mitigasi mencakup pendidikan kepada
publik tindakan untuk menyiapkan bencana pada individu,keluarga,dan komunitas.
Dimulai dengan mengidentifikasi hazard potensial yang mempengaruhi operator
operasi.
Indonesia kini tengah menuju mitigasi/tindakan preventif. Mitigasi yang
dilakukan adalah dengan pembangunan struktural dan non struktural di daerah
rentan gempa dan bencana alam lainnya. Tindakan mitigasi struktural contohnya
dengan pemasangan sistem informasi peringatan dini tsunami, yang bekerja setelah
terjadi gempa. Mitigasi non struktural adalah penataan ulang tata ruang area rentan
bencana.

2. Fase Kesiapsiagaan Dan Pencegahan (Prevention Phase)


Fase kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik dengan
berbagai tindakan untuk meminamalisir kerugian yang ditimbulkan akibat
terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agara dapat melakukan kegiatan
pertolongan serta perawatan yang efektif saat terjadi bencana. Tindakan terhadap
bencana menurut PBB ada 9 kerangka: pengkajian terhadap kerentanan; membuat
perencanaan; pengorganisasian; sistem informasi; pengumpulan sumber daya;
sistem alarm; mekanisme tindakan; pendidikan dan pelatihan penduduk; gladi resik.
Beberapa langkah yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanganan Bencana baik
tingkat Nasional dan Daerah telah diusahakan sekeras mungkin. Contohnya
pemetaan daerah rawan bencana gempa, regionalisasi daerah bencana gempa,
penetapan daerah yang menjadi wilayah basis pencapaian lokasi bencana gempa,
serta penetapan daerah lokasi evakuasi saat dilakukan penanganan korban gempa
bumi.

3. Fase Tindakan (Respon Phase)


Fase tindakan merupakan fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang
nyata untuk menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Tujuan dari fase tindakan
adalah mengontrol dampak negatif dari bencana. Aktivitas yang dilakukan: instruksi
pengungsiaan; pencarian dan penyelamatan korban; menjamin keamanan dilokasi
bencana; pengkajian terhadap kerugian akibat bencana; pembagian dan penggunaan
alat perlengkapan pada kondisi darurat; pengiriman dan penyerahan barang
material; dan menyediakan tempat pengungsian. Fase tindakan dibagi menjadi fase
akut dan fase sub akut. Fase akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi disebut fase
penyelamatan dan pertolongan medis darurat sedangkan fase sub akut terjadi sejak
2-3 minggu.

4. Fase Pemulihan
Fase pemulihan merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan
kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti kondisi sebelumnnya.
Pada fase ini orang-orang mulai melakukan perbaikan darurat tempat tinggal, mulai
sekolah atau bekerja, memulihkan lingkungan tempat tinggalnya. Fase ini
merupakan masa peralihan dari kondisi darurat ke kondisi tenang.

5. Fase Rehabilitasi
Fase Rehabilitasi merupakan fase dimana individu atau masyarakat berusaha
mengembalikan fungsi fungsi-fungsinya seperti sebelum bencana dan
merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Keadaannya mengalami
perubahan dari sebelum bencana.

3.6 Pelayanan Medis Bencana Berdasarkan Siklus Bencana


1. Fase Akut Pada Siklus Bencana
Prioritas di lokasi bencana, pertolongan terhadap korban luka dan evakuasi
dari lokasi berbahaya ke tempat yang aman. 3 T (triage, treatment, dan
transportation) penting untuk menyelamatkan korban luka sebanyak mungkin. Pada
fase ini juga dilakukan perawatan terhadap mayat.

2. Fase Menengah Dan Panjang Pada Siklus Bencana


Fase perubahan pada lingkungan tempat tinggal. Pada fase ini harus
memperhatikan segi keamanan, membantu terapi kejiwaan korban bencana,
membantu kegiatan untuk memulihkan kesehatan hidup dan membangun kembali
komunitas social.

3.Fase Tenang Pada Siklus Bencana


Fase tidak terjadi bencana, pada fase ini diperlukan pendidikan
penanggulangan bencana saat bencana terjadi, pelatihan pencegahan bencana pada
komunitas dengan melibatkan penduduk setempat, pengecekan dan pemeliharaan
fasilitas peralatan pencegahan bencana baik di daerah maupun fasilitas medis, serta
membangun sistem jaringan bantuan.

3.7 Peran Perawat Dalam Manajemen Bencana


1. Peran dalam Pencegahan Primer

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana
persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat ini, antara lain :
a. Mengenali instruksi ancaman bahaya
b. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan, air, obat-
obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)
c. Melatih penanganan pertama korban bencana.
d. Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang
merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan
penyuluhan dan simulasi.
Pendidikan kesehatan diarahkan kepada :
a. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)
b. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota
keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang, perdarahan, dan pertolongan pertama
luka bakar.
c. Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas
kebakaran, RS dan ambulans.
d. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal pakaian
seperlunya, portable radio, senter, baterai)
e. Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko-posko
bencana

2. Peran Perawat Pada Pase pra Bencana


Siklus penanganan bencana pada pase pra bencana yaitu Kesiapan Dan
Pencegahan dengan peran perawat pada pase pra bencana :
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam
penanggulangan ancaman bencana untuk setiap fasenya.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan,
paling merah nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana
kepada masyarakat.
c. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan
kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut.
1) Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).
2) Pelatihan pertolongan pertama pada keluarga seperti menolong anggota
keluarga yang lain.
3) Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa
persediaan makanan dan penggunaan air yang aman.
4) Perawat juga dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat
seperti dinas kebakaran, rumah sakit, dan ambulans.
5) Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan dan posko-
posko bencana.
6) Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti
pakaian seperlunya, radio portable, senter beserta baterainya, dan lainnya.

3. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)


Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat setelah
keadaan stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim survey
mulai melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan-kerusakan, begitu juga
perawat sebagai bagian dari tim kesehatan.
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan
pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi” pasien untuk penanganan segera
(emergency) akan lebih efektif. (Triase )
TRIASE
Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang mengancam kehidupan
sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal,
trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II
Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury dengan efek
sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini sebenarnya
pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur
tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat
II
Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka
bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi
Hitam — meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari
bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal.

4. Peran Perawat Di Dalam Posko Pengungsian Dan Posko Bencana


a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan
kesehatan di RS
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi,
peralatan kesehatan
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular
maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya
berkoordinasi dengan perawat jiwa
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi
yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun
reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan
kelemahan otot)
h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan
dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan
psikiater
j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan
kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi

5. Peran Perawat Pada Pase Intra/Saat Bencana


Siklus penanganan bencana pada pase intra/saat bencana yaitu Tanggap darurat
dengan peran perawat pada pase intra/saat bencana :
a. Bertindak cepat
b. Do not promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti,
dengan maksud memberikan harapan yang besar pada para korban selamat.
c. Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
d. Koordinasi danmenciptakan kepemimpinan.
e. Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang terkait dapat mendiskusikan
dan merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30
bulan pertama.

6. Peran Perawat Dalam Fase Postimpact


Siklus penanganan bencana pada pase post/pasca bencana yaitu Rekuntruksi dan
rehabilitasi dengan peran perawat pada pase post/pasca bencana :
a. Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaaan fisik, sosial, dan
psikologis korban.
b. Stres psikologis yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi post-
traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan tiga kriteria
utama. Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut
mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun
peristiwa-peristiwa yang memacunya. Ketga, individu akan menunjukkan
gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD dapat mengalami penurunan
konsentrasi, perasaan bersalah, dan gangguan memori.
c. Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama
dengan unsur lintas sektor menangani masalah kesehatan masyarakat pasca-
gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan menuju keadaan sehat dan
aman.

Beberapa sikap yang hendaknya dimiliki oleh seorang muslim dalam menghadapi musibah
adalah sebagai berikut.
1. Menganggapnya sebagai pelajaran, peringatan, bukan sekadar fenomena alam biasa
Berbagai bencana, perubahan alam, dan azab yang terjadi zaman sekarang, seperti gempa,
badai, banjir, kekeringan, kemarau, paceklik, kelaparan, dan kejadian (bencana) yang baru,
hari demi hari semakin bertambah. Sudah sepantasnya setiap muslim mengambil pelajaran
darinya.
Nasihat dan peringatan dari Al-Qur’an akan lebih mudah menggerakkan hati yang hidup dan
membekas padanya. Pemiliknya akan menetapkan segala kenikmatan yang telah
dikaruniakan oleh Allah l dan mengakui kekurangan dalam memenuhi hak-Nya.
Allah l berfirman:
“Dan tiadalah mendapat pelajaran selain orang-orang yang kembali (kepada Allah).” (al-
Mu’min: 13)
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang
yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedangkan dia
menyaksikannya.” (Qaf: 37)
Adapun seseorang yang mati hatinya karena tertutupi oleh syubhat, berkarat karena syahwat,
ia tidak akan tergerak dan terpengaruh oleh nasihat atau peringatan. Tidak pula ia merasa
takut terhadap suatu ancaman, hingga azab tiba-tiba menimpanya dalam keadaan tidak sadar.
Bahkan, karena seringnya terjadi bencana dan susul-menyusul, hati manusia banyak yang
mati meskipun jasadnya hidup. Ketahuilah, berbagai bencana yang terjadi, petaka dan azab
yang menimpa, ditampakkan oleh Allah l untuk menakut-nakuti hamba-Nya.
Allah l berfirman:
“(Dan) tidaklah Kami memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti.” (al-Isra’:
59)
Bencana banjir, banyak orang berkomentar, “Sekarang memang lagi musimnya (hujan)!”
Bencana gempa, orang mengatakan, “Ini proses alam semata.” Akhirnya, banyak bencana
yang melanda, namun sedikit manusia yang mau memerhatikan dan mengambil pelajaran.
Andaikata mereka mau memerhatikan dengan saksama kerugian yang diakibatkan sebuah
bencana, terhadap keluarga, rumah, dan harta, niscaya mereka akan mengetahui kadar
musibah yang telah menimpa.
Apabila di antara kita ada yang tertimpa musibah dengan meninggalnya salah seorang dari
keluarganya atau orang yang disayangi, ia akan sangat sedih. Hatinya akan selalu teringat,
sampai waktu yang dikehendaki oleh Allah l. Andai sempat terlupa, tentu teringat kembali
pada waktu yang lain. Bahkan, bisa jadi sampai terbawa dalam mimpi. Mungkin tidurnya
sering bermimpi melihat atau berjumpa dengannya. Ini baru kehilangan satu nyawa,
bagaimana kalau semua keluarganya binasa karena suatu bencana yang menimpa, tinggal ia
hidup sebatang kara, tanpa famili dan saudara?
Kalau saja seorang di antara kita ditimpa kerugian separuh hartanya, ia akan merasakan
kesusahan untuk mencukupi kehidupannya. Dadanya pun terasa sesak dan sempit. Kelezatan
dan kenyamanan tidur, makan, dan minum, tidak ia dapatkan. Bagaimana dengan orang yang
kehilangan seluruh rumah dan hartanya? Di tengah hamparan yang luas, sendiri ia berada,
dalam keadaan linglung, miskin, dan tidak punya apa-apa. Padahal sebelumnya ia seorang
yang punya harta, rumah, dan keluarga?!
Sebab itu, apabila seseorang tidak mengambil pelajaran dengan apa yang dia lihat, dia
dengar, dari bencana yang terjadi, kapan dia akan mengambil pelajaran dan menjadikannya
sebagai peringatan?

2. Tidak merasa aman


Seringkali seseorang merasa aman dari suatu musibah atau bencana karena merasa bahwa
dirinya berada di radius aman.
Hal ini mengingatkan kita akan kisah yang terjadi pada masa silam. Kisah tentang putra Nabi
Nuh q yang kafir—sebagian menyebutkan namanya Kan’an, sedangkan Ibnu Katsir dalam
Tafsir-nya menyebutkan namanya adalah Yam—ketika terjadi luapan air yang terpancar dari
permukaan bumi dan munculnya topan hingga terjadi gelombang yang sangat tinggi laksana
gunung. Nabi Nuh q memerintahkan mereka semua naik ke dalam bahtera yang telah
dibuatnya. Hanya saja, salah satu anak Nabi Nuh yang kafir berkata, “Aku akan mencari
perlindungan ke gunung yang dapat menyelamatkanku (baca: di radius aman).” Aman sebatas
pegetahuan dan perkiraan seseorang tidak menjamin aman dari ancaman dan musibah.
Allah l berfirman:
(Dan) Nuh berkata, “Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di
waktu berlayar dan berla-buhnya. Sesungguhnya Rabbku benar-benar Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (Dan) bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana
gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedangkan anak itu berada di tempat yang jauh
terpencil, “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah berada bersama
orang-orang kafir!” Anaknya menjawab, ”Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang
dapat menjagaku dari air bah!” Nuh berkata, “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab
Allah selain Dia saja Yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang antara
keduanya; jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (Hud: 41—43)
Beragam bencana belum lama melanda di negeri kita: gempa di Papua, tsunami di Mentawai-
Sumatra, dan letusan Gunung Merapi di Pulau Jawa. Banyak korban terjadi meskipun mereka
menyangka telah berada pada radius aman. Mereka mengira bencana telah berlalu, tidak
mungkin terulang, atau terjadi musibah susulan yang baru. Atau sesumbar mereka, musibah
tidak mungkin mengarah kepada dirinya.
Ketahuilah, musibah seringkali datang dalam keadaan tiba-tiba. Ia datang dari tempat yang
tidak diduga, dalam keadaan tidak disangka-sangka.
Allah l berfirman:
“Kemudian datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari.” (an-
Nahl: 26)
“Maka Kami timpakan siksaan atas mereka dengan sekonyong-konyong sedangkan mereka
tidak menyadarinya.” (al-A’raf: 95)
Bencana bisa terjadi kapan pun. Bahkan, seringnya terjadi malam hari ketika manusia sedang
terlelap tidur. Atau, di pagi hari ketika manusia sedang bermain. Mengapa seseorang tidak
takut, cemas, dan khawatir akan datangnya suatu bencana yang menimpa, sebagaimana telah
menimpa orang lain, yang mengakibatkan hilangnya segala sesuatu darinya dalam waktu
sekejap?
Allah l berfirman:
“Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami
kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-
negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari
sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain. Maka apakah mereka merasa aman dari
azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah orang-orang yang merasa aman dari azab
Allah melainkan orang-orang yang merugi.” (al-A’raf: 97—99)

3. Bencana adalah suatu ketetapan


Yang harus diyakini oleh setiap muslim dan tidak boleh ada keraguan sedikit pun dalam hal
ini, yaitu prinsip bahwa segala bencana yang menimpa sesungguhnya telah ditentukan oleh
Allah l sebelum alam dan seisinya tercipta. Hal ini sebagaimana yang diberitakan oleh Allah l
tentang keumuman qadha dan qadar-Nya dalam ayat berikut.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri,
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (al-Hadid: 22)
Ayat ini mencakup seluruh musibah (bencana) yang menimpa manusia, baik berupa kebaikan
maupun keburukan, yang kecil maupun yang besar. Semuanya telah tertulis di Lauhul
Mahfuzh. Hal ini merupakan perkara yang agung, akal tidak mampu mengetahui
keseluruhannya. Bahkan, hati seorang yang berakal pun akan bingung memikirkannya.
Meskipun demikian, semua itu adalah mudah bagi Allah l.
Allah l memberitakan hal ini kepada para hamba-Nya supaya mereka menetapkan suatu
prinsip (bahwa segala bencana yang menimpa, semuanya telah ditentukan, tertulis di Lauhul
Mahfuzh),dan menjadikannya sebagai pijakan (dalam menyikapi segala musibah yang
menimpa, baik kebaikan maupun keburukan).
Semua itu telah dijelaskan oleh Allah l sehingga manusia tidak berdukacita terhadap apa telah
mereka lihat namun luput dari mereka karena segalanya telah ditetapkan. Juga agar mereka
tidak terlalu gembira dengan apa yang telah diberikan oleh Allah l dengan kegembiraan yang
berlebihan, yang menyebabkan kesombongan dan kejelekan sehingga lupa kepada Allah l.
Semua itu semata-mata hanya karunia Allah l, bukan atas daya dan upayanya. Jadi, sudah
sepantasnya manusia bersyukur kepada Allah l atas segala karunia-Nya.
Pada ayat lain, Allah l memberitakan bahwa semua musibah yang menimpa, baik pada badan,
harta, anak, maupun segala yang dicintai, adalah disebabkan oleh kesalahan manusia sendiri.
Allah l berfirman:
“(Dan) apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahanmu).” (asy-Syura: 30)
Jika berbagai bencana yang menimpa, musibah yang melanda, sebabnya adalah kesalahan
manusia, itu salah dan dosa siapa?!
Muslim yang beriman tidak akan menyatakan bahwa ini semua karena kesalahan si fulan dan
fulan, atau si A dan si B. Jika masing-masing introspeksi diri, melihat kesalahan pribadi,
mereka akan mengetahui bahwa tidaklah musibah menimpa suatu negeri melainkan
disebabkan oleh kesalahan dan dosa penduduknya.

4. Sikap lapang dada


Telah disebutkan di atas bahwa seluruh musibah dan bencana telah ditetapkan oleh Allah l
sebelum segalanya diciptakan dan segala sesuatu yang telah Dia l tetapkan, pasti akan terjadi
dengan izin-Nya. Oleh karena itu, seorang muslim harus ridha atas ketetapan-Nya dan tidak
boleh marah serta mencela. Semua harus dihadapi dengan kerelaan, kesabaran, kelapangan
dada, tidak berkeluh-kesah atau larut dalam kegelisahan.
Allah l berfirman:
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang melainkan dengan izin Allah.
Barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada
hatinya. (Dan) Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (at-Taghabun: 11)
Ibnu Abbas c berkata, “Maksud ayat di atas ‘dengan izin Allah’ adalah dengan perintah Allah
l, yakni takdir (ketentuan) dan kehendak-Nya. Artinya, barang siapa yang tertimpa musibah,
hendaknya ia menyadari bahwa semua itu terjadi karena keputusan dan ketentuan Allah l
(qadha dan qadar), kemudian dia bersabar sekaligus mengharap pahala semata-mata dari-
Nya, tunduk kepada keputusan-Nya l, niscaya Allah l memberi petunjuk kepada hatinya.
Allah l akan mengganti hal-hal duniawi yang telah luput darinya dengan memberi petunjuk
kepada hatinya, keyakinan yang benar. Terkadang, Allah akan mengganti sesuatu yang hilang
darinya dengan yang semisal atau yang lebih baik darinya.”

5. Tidak berburuk sangka


Hendaknya seseorang berbaik sangka kepada Allah l atas musibah yang menimpa dan
menghilangkan buruk sangka kepada-Nya.
Allah l berfirman:
”Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa)
kantuk yang meliputi segolongan dari kamu, sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan
oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti
sangkaan jahiliah.” (Ali ‘Imran: 154)
Allah l berfirman:
“Supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang
musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah.” (al-
Fath: 6)
Dari Jabir bin Abdillah z, beliau mendengar Nabi n bersabda:
‫اَل يا ُموتُ أ ا احد ُ ُك ْم ِإ اَل اوه اُو يُحْ ِسنُ ا‬
ِ‫الظ ان ِبالل‬
“Janganlah salah seorang di antara kalian meninggal melainkan dia dalam keadaan berbaik
sangka kepada Allah l.” (HR. Muslim)
Al-Qurthubi t berkata, “Kematian mengandung peringatan dan persiapan. Sudah sepantasnya
seseorang menjadikan dirinya senantiasa takut (kepada Allah l) atas dosa yang telah dia
perbuat dan sangat berharap ampunan Rabbnya. Rasa takut di waktu sehatnya hendaknya
lebih diperkuat, karena ia tidak tahu dengan apa hidupnya akan berakhir (kebaikan atau
keburukan, pen.). Hendaknya pula rasa harap lebih diperkuat pada dirinya saat kematian akan
datang, supaya dapat berprasangka baik kepada Allah l, sebagaimana sabda Rasulullah n,
‘Janganlah salah seorang di antara kalian meninggal melainkan dia dalam keadaan berbaik
sangka kepada Allah l’, yaitu bahwa Dia akan merahmati dan mengampuni dosanya.”

6. Istirja’
Sa’id bin Jubair dan Muqatil bin Hayyan berkata, “Makna ayat ‘barang siapa yang beriman
kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya’ yakni, memohon
perlindungan Allah l dengan mengucapkan, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’.”
Firman Allah l:
“(Dan) berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang
apabila ditimpa oleh musibah, mereka mengucapkan, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’.” (al-
Baqarah: 155—156)
Sebuah kisah diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Auf bin Abdillah. Ia berkata bahwa
suatu ketika Abdullah bin Mas’ud berjalan, tiba-tiba terputus tali sandalnya. Spontan beliau
berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Dikatakan, “Hanya karena seperti ini engkau
mengucapkan (kalimat itu)?” Beliau menjawab, “Ini musibah.”

6. Sedih dan menangis yang sewajarnya


Al-Imam al-Bukhari t menyebutkan dalam ”Kitabul Janaiz”, sebuah judul: Bab ucapan Nabi
n, “Sesungguhnya kami sedih berpisah denganmu.” Kemudian beliau menyebutkan hadits
dari Anas bin Malik:
Kami pergi bersama Rasulullah n menemui Abu Saif, suami inang (ibu susuan, red.) Ibrahim
(putra Nabi). Rasulullah n meraih Ibrahim, menciumnya. Kemudian kami masuk ke rumah
Abu Saif. Saat itulah Ibrahim mengembuskan napasnya yang terakhir. Rasulullah n
berlinangan air mata. Abdurrahman bin ‘Auf berkata, “Ya Rasulullah, ternyata Anda pun
menangis.” Nabi bersabda, ”Wahai Ibnu ‘Auf, ini adalah rahmat.” Nabi tetap menangis dan
berkata, “Sesungguhnya mata menangis, hati bersedih, namun kami tidak akan mengatakan
apa pun selain yang diridhai oleh Rabb kami, wahai Ibrahim! Sesungguhnya kami sedih
berpisah denganmu.”
Menurut Ibnu Baththal t dan yang lainnya, hadits ini menjelaskan tentang tangisan dan
kesedihan yang diperbolehkan, yaitu menangis dengan berlinang air mata dan kelembutan
hati (sedih) tanpa kemurkaan terhadap ketetapan Allah l.
Al-Hafizh Ibnu Hajar t berkata, “Hadits ini mengandung faidah bolehnya memberitakan
kesedihan, namun lebih utama jika menyembunyikannya.”
Pada bab yang lain, al-Imam al-Bukhari t berkata, “Bab ‘Siapa yang Tidak Memperlihatkan
Tanda Dukacita atau Kesedihan Ketika Ditimpa oleh Musibah’, kemudian beliau
menyebutkan hadits Anas bin Malik z: Salah seorang anak Abu Thalhah sakit dan meninggal
dunia. Pada saat itu, Abu Thalhah sedang tidak berada di rumah. Ketika istrinya melihat
anaknya telah meninggal, ia segera mengurusnya (memandikan dan mengafaninya) serta
membaringkannya di sebuah tempat di rumahnya. Ketika Abu Thalhah tiba, ia bertanya,
‘Bagaimana keadaan ananda?’ Istrinya menjawab, ‘Ia telah tenang. Aku berharap ia
menemukan kedamaian.’ (Abu Thalhah) melewatkan malam itu dan pagi harinya mandi
(junub). Ketika ia bersiap untuk pergi, istrinya memberitahunya bahwa anaknya telah
meninggal. Abu Thalhah shalat subuh bersama Nabi n dan memberitahu Nabi n tentang yang
terjadi pada mereka berdua. Rasulullah n bersabda, ‘Semoga Allah l memberi berkah pada
malam kalian berdua.’ (Sufyan mengatakan) bahwa seorang lelaki dari suku Anshar berkata,
‘Mereka (Abu Thalhah dan istrinya) dikaruniai sembilan anak laki-laki yang semuanya hafal
Al-Qur’an’.”

7. Sabar
”Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa
batas.” (az-Zumar: 10)
Al-Imam al-Bukhari t dalam kitabnya berkata, “Bab ‘Sabar di Saat Awal Kali Musibah
Menimpa’.”
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t berkata, “Yaitu waktu pertama kali musibah menimpa
seseorang. Hal itu diserupakan dengan benturan, tabrakan, karena musibah menimpa
(menabrak) manusia, seolah-olah ada sesuatu yang telah menabraknya. Barang siapa yang
tertimpa musibah dan mampu bersabar di awal kejadian, ini adalah kesabaran sempurna yang
hakiki.
Adapun yang tidak mampu bersabar di awal musibah menimpa, kemudian setelah itu ia
tersadar, mampu menahan diri dari kegelisahan, keputusasaan, yang seperti ini juga dikatakan
sabar, tetapi bukan sabar yang sempurna yang pantas dipuji dengan pujian yang sempurna.”
Dari Abu Umamah z, dari Nabi n, beliau bersabda bahwa Allah l berfirman:
‫صدْ ام ِة ْاْلُولاى لا ْم أ ا ْر ا‬
‫ض لاكا ثا اوابًا دُونا ْال اجنا ِة‬ ‫سبْتا ِع ْندا ال ا‬ ‫ إِ ْن ا‬،‫ابْنا آدا ام‬
‫صبا ْرتا اواحْ ت ا ا‬
”Wahai Bani Adam, jika kamu sabar dan mengharapkan pahala semata saat pertama kali
musibah terjadi, tidak ada balasan yang Aku ridhai untukmu selain surga.” (HR. Ibnu Majah,
dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani)

8. Sikap peduli
Allah l berfirman:
”Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (al-Hujurat: 10)
Demikian pula firman Allah l:
”(Dan) tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa.” (al-Maidah: 2)
Rasulullah n bersabda:
‫ب يا ْو ِم ْال ِقياا ام ِة‬
ِ ‫س هللاُ اع ْنهُ ُك ْرباةً ِم ْن ُك ار‬ ِ ‫س اع ْن ُم ْس ِل ٍم ُك ْرباةً ِم ْن ُك ار‬
‫ب الدُّ ْنياا نافا ا‬ ‫ام ْن نافا ا‬
“Barang siapa yang meringankan kesulitan saudaranya mukmin dari kesulitan dunia, Allah l
akan meringankan kesulitannya di hari kiamat.” (Muttafaqun alaihi, dari Abu Hurairah z)
Satu perkara yang tidak boleh terhadap saudara Anda yang muslim yang tertimpa musibah
adalah kepedulian terhadap mereka. Kepedulian bukan hanya diukur dengan materi saja.
Namun, doa dan dorongan motivasi untuk tetap sabar serta ridha akan takdirnya juga tidak
kalah nilainya dengan bantuan materi.
Rasulullah n bersabda:
‫ اولاكا ِب ِمثْ ٍل‬: ُ‫ب ِإ اَل قاا ال ْال املاك‬ِ ‫ظ ْه ِر ْالغا ْي‬
‫اما ِم ْن اع ْب ٍد ُم ْس ِل ٍم ايدْعُو ِْل ا ِخي ِه ِب ا‬
“Tidaklah seorang hamba muslim yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuannya
melainkan malaikat akan berdoa untuknya, ‘Untukmu seperti (apa yang kamu mintakan untuk
saudaramu)’.” (HR. Muslim)

Anda mungkin juga menyukai