Anda di halaman 1dari 29

INTOLERANSI LAKTOSA

I. PENDAHULUAN

Susu merupakan sumber nutrisi yang penting untuk pertumbuhan

bayi mamalia, termasuk manusia, yang di dalamnya mengandung karbohidrat,

protein, lemak, vitamin, dan mineral. Di dalam susu dan produk susu lainnya

terkandung komponen gula atau karbohidrat yang dikenal dengan laktosa

(gula susu). Laktosa adalah salah satu bentuk karbohidrat yang tersusun dari

dua ikatan monosakarida atau disebut disakarida yang terdiri atas glukosa dan

galaktosa. Laktosa hanya dibuat di sel-sel kelenjar mammae pada masa

menyusui yang terjadi bila glukosa dan galaktosa uridin difosfat bereaksi

dengan bantuan lactose synthetase. Pada keadaan normal, tubuh dapat

memecah laktosa dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian

besar mamalia yang tidak lagi memproduksi laktase sejak masa penyapihan,

pada manusia, laktase terus diproduksi sepanjang hidupnya. Tanpa laktase

yang cukup manusia tidak dapat/mampu mencerna laktosa sehingga akan

mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal

sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase. Seseorang yang

mengalami gangguan pencernakan (maldigestion) laktosa, beberapa laktosa

yang tidak dicerna secara sempurna dalam usus halus terus masuk ke usus

besar untuk difermentasikan oleh mikroflora kolon yang dapat menghasilkan

gas. Dalam tulisan ini akan diuraikan secara ringkas manfaat laktosa,

metabolisme laktosa dan mekanisme intoleransi laktosa.

1
II. PEMBAHASAN

2.1 Laktosa

Laktosa, β galacotse 1,4 glukosa merupakan komposisi gula pada susu.

Laktosa merupakan disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Laktosa

mulai diproduksi pada usia gestasi minggu ke 8 di permukaan mukosa usus dan

semakin tinggi kadarnya pada minggu ke 34 usia gestasi. Laktosa merupakan

sumber energi yang menyediakan hampir setengah dari keseluruhan kalori yag

terdapat pada susu (35-45%). Selain itu, laktosa juga diperlukan untuk absorbsi

kalsium. Hasil hidrolisa laktosa yang berupa galaktosa, adalah senyawa yang
pembentukan
penting untuk sere.brosida. Serebrosida ini penting untuk perkembangan

fungsi otak. Galaktosa juga dapat dibentuk oleh tubuh dari glukosa di hati. Karena

itu keberadaan laktosa sebagai karbohidrat utama yang terdapat di susu mammalia,

termasuk ASI, merupakan hal yang unik dan penting. Laktosa hanya dibuat di sel-

sel kelenjar mammae pada masa menyusui melalui reaksi antara glukosa dan

galaktosa uridin difosfat dengan bantuan lactose synthetase. Kadar laktosa dalam

susu sangat bervariasi antara satu mammalia dengan yang lain. ASI mengandung

7% laktosa, sedangkan susu sapi hanya mengandung 4%.

Gambar 2.1 Struktur Laktosa

2
2.2 Metabolisme Laktosa

Karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh diserap dalam bentuk mono

sakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa). Oleh karen itu, laktosa akan

dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa terlebih dahulu agar proses absorbsi

dapat berlangsung..Hidrolisis ini dilakukan oleh enzim laktase ( beta

galaktosidase ), yaitu suatu enzim yang terdapat pada brush border mukosa usus

halus. Laktosa dalam bentuk bebas dan tidak terikat dengan molekul lainnya

hanya dapat ditemukan pada susu. Laktosa disintesis dengan menggunakan UDP

galaktosa dan glukosa sebagai substrat. Sintesis laktosa terdiri dari 2 subunit

yaitu galaktosiltransferase dan alfa laktalbumin. Alfa laktalbumin merupakan

subunit yang menyebabkan galaktosil transferase mengubah galaktosa menjadi

glukosa.

Gambar 2.2 (1) Metabolisme Laktosa (Valio Ltd)

3
Gambar 2.2. (2) Metabolisme Laktosa pada Usus (Valio Ltd)

2.3 Enzim Laktase

Laktase merupakan enzim yang penting untuk hidrolisis laktosa yang

terdapat pada susu. Pada brush border vili usus halus terdapat enzim lain seeprti sukrase,

maltase, dan glukoamilase. Laktase ditemukan pada bagian luar brush border dan diantara

semua disakaridase, laktase yang jumlahnya paling sedikit. Laktase dapat menghidrolisis

berbagai macam substrat. Enzim laktase termasuk ke dalam kelas enzim beta

galaktosidase dan glikosilseramidase. Laktase memiliki 2 sisi yang aktif, satu untuk

memecah laktosa dan yang lainnya untuk hidrolasi pholorizin dan glikolipid. Gen

pengkode laktase terletak pada kromosom 2. Ekspresinnya terutama pada enterosit usus

halus mamalia dan sangat sedikit pada kolon selama perkembangan janin. Manusia

terlahir dengan ekspresi laktase yang tinggi. Pada sebagian besar populasi di dunia,

transkripsi laktase semakin menurun setelah peyapihan, yang menyebabkan

menghilangnya ekspresi laktase pada usus halus. Pada janin manusia, aktivitas laktase

sudah tampak pada usia kehamilan 3 bulan dan aktivitasnya akan meningkat pada minggu

ke 35-38 hingga 70 % dari bayi lahir cukup bulan. Aktivitas laktase akan mengalami

penurunan secara nyata pada usia 2-5 tahun.

4
Gambar 2.3 (4) letak laktase (Valio Ltd)

Gambar 2.3 (5) Gen yang mengkode laktase

5
2.4 Intoleransi Laktosa

Intoleransi Laktosa adalah kondisi di mana seseorang tidak mampu

mencerna laktosa, yaitu bentuk gula yang berasal dari susu. Ketidakmampuan ini

bisa disebabkan oleh kurangnya atau tidak mampunya tubuh memproduksi

laktase, yaitu salah satu enzim pencernaan yang diproduksi oleh sel-sel di usus

kecil yang bertugas memecah gula susu menjadi bentuk yang lebih mudah untuk

diserap ke dalam tubuh. Kondisi ini disebut juga Defisiensi Laktase.

 Ada beberapa terminologi yang berhubungan dengan gangguan

absorbsi laktosa yaitu :

 Defisiensi laktase  rendah (atau tidak ada) aktivitas laktase yang

diproduksi oleh usus dan tidak dapat mencerna laktosa terlalu banyak.

 Malabsorbsi laktosa  ketidakmampuan usus halus mengabsorbsi laktosa

yang dibuktikan dengan pemeriksaan yang sesuai (uji beban laktosa, uji

hidrogen pernafasan).

 Intoleransi laktosa  munculnya gejala-gejala klinis setelah

makan/minum bahan yang mengandung laktosa ( diare, mual, muntah,

perut kembung, dan nyeri perut).

6
 Terdapat 4 (empat ) tipe defisiensi laktase yang mempengaruhi

terjadinya intoleransi laktosa yaitu :

a. Laktase defisiensi primer ( non persisten )

Merupakan defisiensi laktase yang paling sering terjadi.

Pada orang dengan kondisi ini, jumlah laktase akan menurun

seiring berjalannya waktu dan dimulai pada usia 2 tahun

b. Laktase defisiensi sekunder

Merupakan defisiensi yang disebabkan karena infeksi, suatu

penyakit atau injury pada usus halusnya.

c. Laktase defisiensi developmental

Dapat terjadi pada bayi yang lahir secara prematur, karena

saluran pencernaannya belum berkembang sempurna.

d. Laktase defisiensi kongenital.

Defisiensi yang jarang terjadi. Terjadi produksi enzim laktase

yang sedikit atau tidak ada produksi dari enzim laktase oleh

usus halus. Biasanya diturunkan dengan autosomal resesif.

 Disamping aktivitas laktase di mukosa usus halus, laktosa yang didigesti

dan ditoleransi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

 Jumlah laktosa yang dimakan (dose dependent).

 Waktu pengosongan lambung dan waktu transit usus.

 Pelarut yang digunakan untuk memberi laktosa.

 Flora normal yang terdapat di kolon.

7
Hal ini mempengaruhi gejala-gejala intoleransi laktosa pada satu individu

dengan individu lain.

2.5 Epidemiologi

Secara global, diperkirakan 65-75% penduduk dunia sebenarnya

mengalami defisiensi laktase primer dan sangat sering terjadi pada orang Asia,

Amerika Selatan, dan Afrika.

2.6. Etiologi

a. Faktor genetik :

Faktor genetik merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya

intoleransi laktosa, di beberapa benua seperti asia dan afrika mempunyai

kecenderungan lebih tinggi terhadap terjadinya intoleransi laktosa.

b. Kondisi Medis :

Kondisi medis seperti infeksi gastrointestinal dapat menyebabkan

terjadinya intoleransi laktosa sementara.

2.7 Patogenesis dan Patofisiologi

Apabila terjadi defisiensi laktase baik primer maupun sekunder, laktosa

tidak bisa dipecah menjadi bentuk yang bisa diserap, sehingga laktosa akan

menumpuk. Laktosa merupakan sumber energi yang baik untuk mikroorganisme

di kolon, dimana laktosa akan difermentasi oleh mikroorganisme tersebut dan

menghasilkan asam laktat, gas methan (CH4) dan hidrogen (H2. Bila ada

defisiensi laktase, laktosa tidak akan didigesti akibatnya tidak ada penyerapan

8
oleh mukosa usus halus. Disakarida ini merupakan bahan osmotik yang akan

menarik air ke lumen. Jumlah air yang keluar sebanding dengan jumlah laktosa

yang tinggal di lumen usus. Penambahan volume lumen usus akan menyebabkan

rasa mual, muntah, dan peningkatan peristaltic. Peristaltik usus yang meninggi

menyebabkan waktu transit usus makin pendek sehingga mengurangi kesempatan

untuk digesti dan absorbsi. Laktosa dan air/elektrolit yang tidak diserap

meninggalkan usus halus sampai di kolon. Di kolon laktosa ini akan difermentasi

oleh flora normal menjadi gas (CO2, H2, dan CH4), asam lemak rantai pendek

(butirat, propional, dan asetat) dan asam laktat.

Pembentukkan gas menyebabkan perut kembung dan sakit perut.

Pembentukkan gas hidrogen oleh flora di kolon dapat dideteksi di udara

pernafasan. Ini yang menjadi dasar uji udara pernafasan. Pembentukkan asam

lemak rantai pendek tadi diperlukan oleh tubuh karena asam lemak ini dapat

digunakan sebagai sumber energi. Di samping itu, pembentukkan asam lemak

rantai pendek ini berguna untuk nutrisi kolon, membantu absorbsi air/elektrolit

dan motilitas kolon.

Lebih kurang 70% dari nutrisi kolon berasal dari intraluminal. Karena itu

secara fisiologis, dalam keadaan normal dijumpai malabsorbsi

laktosa/karbohidrat. Sedangkan penyerapan asam laktat oleh kolonosit

menyebabkan asidosis metabolic.

Air/eletrolit yang sampai di kolon dan hasil fermentasi tadi diserap oleh

kolonosit (colonic salvage). Bila colonic salvage dilewati, maka asam laktat

banyak dijumpai di tinja. Demikian juga bila air/elektrolit dan laktosa yang

sampai ke kolon melewati colonic salvage, maka akan menyebabkan kadar air

9
feses meningkat (diare osmotik) dan bahan-bahan reduksi (laktosa) dijumpai

dalam feses.

Defisiensi laktase sekuder juga dapat terjadi karena infeksi dari virus,

bakteri, jamur atau parasit. Pada anak usia kurang dari 2 tahun salah satu

penyebab diare yang paling sering adalah rota virus, biasanya disebabkan karena

anak pada usia kurang dari 2 tahun sedang dalam fase oral dan biasanya dipicu

oleh adanya infeksi saluran pernafasan terlebih dahulu yang menyebabkan terjadi

penurunan dari imunitas tubuh anak, sehingga muda terinfeksi dari rota virus

kemudia rotavirus masuk menuju saluran pencernaan yang menyebabkan terjadi

pelepasan dari non strktural protein kemudian terjadi aktivasi enteric nervous

system yang mempengaruhi peningkatan kalsium di retikulum endoplasma yang

menyebabkan terakumulasi nya kalsium dalam sitoplasma enterosit sehingga

terjadi peningkatan pengeluaran klorida sehingga mengganggu gradien osmotik.

Karena peningkatan kalsium di retikulum endoplasma juga dapat menyebabkan

kerusakan pada sitoskeleton, bagian apikal villi rusak da digantikan dengan kripta

imatur ( kuboid/gepeng) sehingga fungsinya belum sempurna yang menyebabkan

produksi laktase menurun dan bila lokasi yang terinfeksi luas, dapat menyebabkan

intoleransi dari laktosa. Sehingga karena kedua faktor tersebut dapat

menyebabkan terjadinya malabsorbsi. Dikolon laktosa difermentasi, terjadi

kolonisasi bakteri yang menyebabkan terjadi peningkatan produksi gas

metan,hidrogen dan karbondioksida

Sehingga dapat menyebabkan distensi abdomen dan apabila ada rangsang

simpatis akan menyebabkan reaksi muntah. Malabsorbsi juga dapat meningkatan

tekanan intralumen terjadi penarikn cairan dari intraseluler ke intralumen terjadi

10
watery diarrhea sehingga kehilangan banyak cairan. Karena kehilangan banyak

cairan dapat terjadi dehidrasi , apabila terjadi dehidrasi berat dapat mempengaruhi

jaringan yang paling longgar ( mata cekung), tidak ada air mata dan mukosa oral

kering, dan apabila tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan syok

hipovolemik. Syok hipovolemik menyebabkan perfusi jaringan menurun yang

menyebabkan capillary refill lebih dari 2 detik dan terjadi penurunan O2 ke

jaringan sehingga metabolisme ke sel menjadi menurun dan timbul lemas. Karena

syok hipovolemi juga dapat terjadi reaksi kompensasi yang mempengaruhi

stimulus adrenergik sehingga terjadi peningkatan laju pernafasan. Karena

kehilangan cairan juga dapat menyebabkan hiponatremia dan dapat

mempengaruhi sistem saraf pusat, menurunkan aksi potensial kemudian terjadi

penurunan kesadaran.

11
Defisiensi Laktase primer /
sekunder

Laktosa tidak diserap

Menarik air

Fermentasi
kolon

Gas (H2,CO2,CH4)

Air Air Laktosa


Asam lemak
rantai pendek

Colonic salvage Asam laktat

Diare osmotik 12
FR
2.7 Bagan patogenesis intolerasi laktosa secara umum (1)
< 2thn ISPA

Dalam fase Defense


oral mechanism

Rota virus
masuk

Menuju ke
digestive
tract

Pelepasan
NSP 4

Ca di RE

Terakumulasi
dalam sitoplasma Merusak
enterosit sitoskeleton

Efflus klorida Villi apikal


terganggu
13
Produksi
laktosa

Malabsorbsi

Dikolon, laktosa di pe
fermentasi terjadi Tekanan intralumen
kolonisasi bakteri

Produksi
Penarikan cairan dari
gas
ntraseluler ke intra
lumen

Distensi abdomen
Watery diarhea

Rangsang parasimpatis Kehilangan banyak


cairan

Muntah

Hipovolemi
Dehidrasi
hiponatremi

Severe
Perfusi ke jar. 14
menurun Gangguan
CNS
Gambar 2.7 Patogenesis dan patofisiologi (2)
2.8 Tanda dan Gejala
Laktosa yang tidak tercerna akan menumpuk di usus besar dan

terfermentasi, menyebabkan gangguan pada usus seperti nyeri perut, keram,

kembung dan bergas, serta diare, sekitar setengah jam sampai dua jam setelah

mengkonsumsi produk laktosa.Tingkat keparahan gejala-gejala tersebut

bergantung pada seberapa banyak laktosa yang dapat ditoleransi oleh masing-

masing tubuh. Gejala-gejala ini mirip dengan reaksi alergi susu, namun pada

kasus alergi, gejala-gejala ini timbul lebih cepat, kadangkala hanya dalam

hitungan menit.

Jika seseorang yang menderita defisiensi lactase tidak menghindari produk-

produk yang mengandung laktosa, lama kelamaan orang tersebut dapat kehilangan

berat badan dan menderita malnutrisi.

2.9 Diagnosis

Penegakan diagnosis intoleransi laktosa dapat dilakukan dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

- Gangguan pencernaan setelah mengonsumsi produk susu

(setengah jam hingga 2 jam pasca konsumsi)

- Nyeri perut

- Buang gas terus menerus

- Diare yang berupa cairan

15
- Perut kembung

- Mual

b. Pemeriksaan Fisik

- Bising Usus meningkat

- Nyeri tekan pada abdomen

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan pH Tinja

Tinja pada keadaan normal memiliki pH 7-8. Pada keadaan

malabsorpsi laktosa, akibat fermentasi laktosa oleh bakteri di usus besar

yang membentuk asam lemak rantai pendek, pH tinja menjadi rendah

yaitu kurang dari 6.

2. Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet “Clinitest”

Prinsip kerja : Berdasarkan terjadinya reduksi ion cupri (CuSO4).

Cara kerja :

- Tinja cair ditampung dengan plastik.

- Masukkan tinja cair tersebut dalam tabung Ames sebanyak 5 tetes.

- Tambahkan dalam tabung tersebut 10 tetes air.

- Masukkan 1 tablet “Clinitest” ke dalam tabung yang berisi larutan

tersebut.

- Perubahan warna yang terjadi kemudian dibandingkan dengan warna

standar yang tersedia.

Hasil :

- Dinyatakan dengan –(0%), Trace(0,25%),+(0,5%), ++(0,75%),

+++(1%), ++++(2%).

16
- Dicurigai adanya malabsorpsi laktosa bila didapatkan lebih

dari 0,5% bahan pereduksi (++ - ++++).

3. Lactose Tolerance test

Merupakan salah satu uji untuk mengukur kemampuan usus untuk

mengabsorpsi laktosa.

Cara :

- Pasien dipuasakan semalam.

- Sebelum pemeriksaan, dilakukan pemeriksaan gula darah.

- Berikan minum laktosa sebanyak 2 gr / kgBB.

- Gula darah diperiksa tiap setengah jam selama 2 jam.

Hasil :

Malabsorpsi laktosa ditunjukkan

dengan kurve yang mendatar.

4. Barium Lactose Meal

Cara :

- Pasien dipuasakan semalam.

- Berikan larutan barium-laktosa (50ml barium sulfat dan laktosa

2,2 g / kgBB) diikuti pengambilan foto esofagus, gaster dan usus

halus.

- Pasien kemudian ditidurkan pada sisi kanan selama 1 jam dan dilakukan foto

polos abdomen dalam posisi supinasi.

Hasil :

Dinyatakan malabsorpsi laktosa bila tampak dilatasi usus halus, pengenceran

barium dan kenaikan kecepatan waktu singgah.

17
5. Breath Hydrogen Test

Alat :

Lactometer

Substrat :

Laktosa (2 gram / kgBB - maksimal 50 gram dalam larutan 20 % atau 10 %

bagi bayi berumur kurang dari 6 bulan)

Cara :

- Pasien dipuasakan (bayi minimal 4 jam dan anak yang lebih besar 6 - 8

jam).

- Sebelum substrat diminumkan, kadar gas hidrogen nafas diukur

terlebih dahulu dengan cara mengumpulkan udara ekspirasi.

- Pasien diminta untuk menarik nafas lebih kurang 5 detik dan selanjutnya

diminta untuk mengeluarkan nafas secara perlahan - lahan melalui

mouth piece atau bagi anak yang lebih kecil menggunakan sungkup selama 20 -

30 detik.

- Selanjutnya substrat diminumkan dan kadar gas hidrogen nafas diukur setiap 30

menit selama 3 jam.

Hasil

- Peningkatan gas hidrogen nafas di atas 20 ppm sebelum 2 jam setelah pemberian

larutan laktosa menunjukkan kemungkinan adanya malabsorpsi laktosa. Jika

peningkatan terjadi dalam waktu 30 menit pertama setelah pemberian larutan

laktosa, perlu dipertimbangkan akan adanya bakteritumbuh lampau. Untuk

membuktikannya dapat digunakan glukosa.

6. Biopsi mukosa usus halus

18
Biopsi usus halus sangat penting dan merupakan baku emas untuk mendiagnosis

berbagai macam penyakit yang menyerang mukosa usus halus. Biopsi biasanya

dilakukan bersamaan dengan dilakukannya pemeriksaan endoskopi untuk

selanjutnya dilakukan pemeriksaan sitologi di bagian patologi Anatomi.

2.10 Penatalaksanaan

Banyak orang yang mengalami intoleransi laktosa mengatasinya dengan

pembatasan konsumsi laktosa, seperti hanya minum segelas susu. Bagi mereka

yang mengalami intoleransi laktosa, beberapa anjuran berikut ini

mungkin dapat membantu:

a. Baca label pangan dengan seksama

Bagi penderita intoleransi laktosa agar terhindar dari hal – hal yang tidak

diinginkan, penting untuk membaca label pangan dengan seksama pada bagian

daftar bahan pangan (ingredient) . Produk pangan perlu dihindari / dibatasi jumlah

yang dikonsumsi, jika mengandung bahan-bahan seperti berikut ini misalnya

padatan susu, padatan susu bebas lemak, whey, gula susu.

b. Mengkonsumsi produk susu fermentasi

Seperti keju matang (mature atau ripened cheeses), mentega atau yoghurt,

karena umumnya jenis makanan ini ditoleransi lebih baik dibanding susu.

c. Minum susu yang mengandung banyak lemak susu

Karena lemak dapat memperlambat transportasi susu dalam saluran

perncernaan sehingga dapat menyediakan waktu yang cukup untuk enzim laktase

memecah gula susu.

d. Hindari mengkonsumi susu rendah atau bebas lemak

19
Oleh karena akan susu lebih cepat ditransportasi dalam usus besar dan

cenderung menimbulkan gejala pada penderita intoleransi laktosa. Disamping itu,

beberapa produk susu rendah lemak juga mengandung serbuk susu skim yang

mengandung laktosa dalam dosis tinggi.

e. Jangan menghindari semua produk susu

Oleh karena nilai gizi susu pada dasarnya sangat dibutuhkan tubuh.

f. Mengkonsumsi susu dengan laktosa yang telah diuraikan (susu bebas

laktosa).

g. Minum susu dalam jumlah yang tidak terlalu banyak

Banyak penderita intoleransi laktosa dapat meminum 240 ml susu per hari,

tetapi perlu untuk mengamati/ seberapa besar tingkatan toleransi tubuh sendiri

terhadap laktosa. Banyak penderita toleran terhadap sejumlah laktosa yang

terdapat dalam setengah cangkir susu full cream, tiga perempat cangkir es krim,

tiga perempat cangkir yoghurt, dan tiga perempat cangkir keju mentah (unripened

cheeses).

h. Konsumsi produk susu yang diolah dengan proses pemanasan (seperti

susu bubuk)

Karena pada pemanasan, laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan

galaktosa, sehingga produk seperti ini akan ditoleransi lebih baik.

i. Konsumsi produk kedelai

Karena produk kedelai bebas laktosa dan merupakan sumber kalsium yang

bagus dan baik untuk menggantikan susu dan produk susu lainnya.

20
Penatalaksanaan kasus intoleransi laktosa memerlukan perubahan pola

makan. Gejala intoleransi laktosa dapat dihilangkan dengan mengurangi konsumsi

makanan yang mengandung laktosa. Bayi yang lahir dengan intoleransi laktosa

sebaiknya tidak diberi makanan yang mengandung laktosa. Anak-anak yang

menderita intoleransi laktosa tidak perlu menghindari makanan yang mengandung

laktosa sepenuhnya, tergantung dari kemampuan tiap individu untuk mentoleransi

laktosa. Banyak penderita juga mampu mentoleransi laktosa dengan

mengkonsumsi produk susu dalam porsi kecil.

o Produk-produk yang Mengandung Laktosa

Selain dari susu dan olahannya (seperti keju dan mentega), laktosa juga

sering ditambahkan ke dalam berbagai produk jadi. Penderita intoleransi laktosa

sebaiknya mengetahui produk-produk makanan apa saja yang mungkin

mengandung laktosa, walaupun dalam jumlah yang sangat kecil. Sebaiknya

penderita menghindari makanan-makanan yang mengandung laktosa tersembunyi

(hidden lactose) antara lain biskuit dan kue (yang mengandung susu atau padatan

susu), sereal olahan, saus keju, sop krim, puding, coklat susu, pancakes dan

pikelets, scrambled eggs, roti dan margarine (mengandung susu). Sup instant,

minuman sarapan, dressing salad, permen, sediaan suplemen, creamer untuk kopi

dan whipped cream, dan bahan olahan instant (mix), juga merupakan bahan

makanan yang mengandung susu. Pembeli yang cermat hendaknya

memperhatikan label makanan yang dibeli dengan seksama, bukan hanya untuk

kandungan 'susu' dan 'laktosa', tapi juga untuk kandungan turunan susu seperti

'whey', 'curds', 'hasil sampingan susu', 'serbuk susu', dan 'serbuk susu nonfat'. Jika

di dalam label tercantum kandungan-kandungan di atas, bisa dipastikan produk

21
tersebut mengandung laktosa. Sebagai informasi tambahan, saat ini laktosa juga

masih digunakan sebagai bahan pengisi obat.

Jumlah laktosa dalam produk susu umum adalah sebagai berikut :

2.10 Tabel makanan yang mengandung laktosa

Kalsium merupakan komponen yang terkandung dalam susu atau produk

susu, karena itu orang dengan intoleransi laktosa perlu konsumsi kalsium lain

selain dari susu. Rekomendasi kalsium per hari berdasarkan usia, sebagai berikut :

22
Tabel 2.10 kebutuhan kalsium sesuai usia

Tabel 2.10 jumlah kalsium yang terdapat pada beberapa makanan

23
Tabel 2.10 jumlah kalsium pada makanan

2.11 Komposisi Susu

Komposisi susu bervariasi dan tergantung pada banyak faktor. Faktor-

faktor yang mempengaruhi komposisi susu terutama spesies, variasi genetik

dalam spesies, kesehatan, lingkungan, manajemen, stadium laktasi, pakan dan

umur.[5] Komposisi secara normal, rata-rata susu mengandung lemak 3,9%;

protein 3,4%; laktosa 4,8%; abu 0,72%; air 87,10%; sitrat; vitamin A, B, C dan

enzim.[5]

1. Air

Susu mengandung air sebesar 87.90 %. Fungsinya sebagai pelarut

bahan kering.

2. Lemak

Besar kecilnya butiran lemak ditentukan oleh kadar air di dalamnya.

Makin banyak air makin besar globuler (butiran lemak dalam susu) dan

24
keadaan ini dikhawatirkan akan menjadi pecah. Bila globuler pecah maka

susu juga akan pecah. Dan susu yang pecah tidak dapat dipisahkan lagi

oleh krimnya, tidak dapat lagi dijadikan sebagai bahan makanan. Dan

akibatnya, susu akan menyerap bau di sekitar.Kadar lemak dalam susu

sangatlah berarti dalam penentuan nilai gizi susu itu sendiri. Buckle et al.,

menyatakan kerusakan pada lemak dapat terjadi merupakan sebab dari

perkembangan cita rasa yang menyimpang dalam produk-produk susu,

seperti :

a. Ketengikan, disebabkan karena hidrolisa dari gliserida dan pelepasan

asam lemak seperti butirat dan kaproat, yang punya bau keras, khas

dan tidak menyenangkan.

b. Tallowness yang disebabkan karena oksidasi asam lemak tak jenuh.

c. Flavor teroksidasi yang disebabkan karena oksidasi fosfolipid.

d. Amis/bau seperti ikan yang disebabkan karena oksidasi dan reaksi

hidrolisis

3. Protein

Protein rata-rata dalam susu sebesar 3.20%, terdiri dari 2.70% casein

(bahan keju), dan 0.50% albumen. Beberapa hari setelah induk sapi

melahirkan, kandungan albumin sangat tinggi pada susu dan akan normal

kembali setelah 7 hari.[5]

4. Laktosa

Kadar laktosa dalam susu dapat dirusak oleh beberapa jenis kuman

pembentuk asam susu. Pemberian laktosa pada susu dapat menyebabkan

mencret atau gangguan perut bagi orang yang tidak tahan terhadap laktosa.

25
5. Vitamin dan enzim

Bila susu dipanaskan, dipasteurisasi atau disterilisasi maka 10-30%

vitamin B1 akan hilang, dan vitamin C akan hilang sebesar 20-60%.

Dalam komposisi susu dapat kita lihat adanya laktosa. Laktosa

merupakan karbohidrat jenis disakarida yang hanya dapat ditemukan dalam susu.

2.12 Perbedaan Intoleransi laktosa dan alergi susu sapi

Walaupun alergi susu sapi dan intoleransi laktosa berbeda, namun istilah

tersebut seringkali digunakan secara terbalik. Alergi susu sapi adalah reaksi

imunologis terhadap protein susu sapi yang melibatkan saluran cerna, kulit,

salurannafas, atau beberapa sistem, seperti anafilaksis sistemik. Intoleransi laktosa

dalam susu sapi berarti rekasi non-alergik dan non-imunologis, seperti kelainan

pencernaan, absorpsi atau metabolisme dari komponen tertentu susu sapi, dalam

hal ini laktosa. Hal ini umumnya adalah kondisi yang ringan dengan gejala yang

terbatas pada saluran cerna.

Tabel 2.12 perbedaan anatara alergi susu sapi dan intoleransi laktosa

26
III. KESIMPULAN

Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan

sebagai berikut.

 Laktosa adalah gula susu yang dipecah oleh enzim laktase, suatu enzim

pencernaan yang terdapat dalam usus halus.

 Intoleransi laktosa adalah berkurangnya kemampuan untuk mencerna

laktosa, yang disebabkan oleh kekurangan enzim laktase.

 Gejala-gejala intoleransi laktosa meliputi antara lain: perut kembung

(banyak gas), sakit perut dan diare.

 Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat

intoleransi laktosa, dapat dilakukan berbagai hal seperti membaca label

pangan dengan seksama, pembatasan jumlah susu yang dikonsumsi dan

pemilihan produk-produk susu. Diare dapat disebabkan intoleransi

27
laktosa, tetapi diare ( dalam hal ini gastroenteritis) juga dapat

menyebabkan intoleransi laktosa. Karena itu, pada penderita gastroenteritis

disamping intoleransi laktosa harus dipikirkan intoleransi terhadap bahan-

bahan lain yang terdapat dalam susu agar dapat diberikan diet yang sesuai.

 Diagnosis Inteloransi dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang

seperti : pemeriksaan pH tinja, clinitest, breath hydrogen test, barium

lactose meal, lactose tolerance meal

 Intoleransi laktosa sering disalah artikan dengan alergi susu sapi, alergi

susu sapi merupakan reaksi imunologis yang mempengaruhi antibodi

sedangkan intoleransi laktosa merupakan reaksi non imunologik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Campbell AK, Waud JP, Matthews SB. 2005. The molecular basis of
lactose intolerance. Sci. Prog. 88, 3, 157-202.
2. Enattah NS et al. 2002. Identification of a variant associated with adult-
type hypolactasia. Nat. Genet. 30, 233-237.
3. Heyman MB. 2006. Lactose ntolerance in infants, children, and
adolescent. Ped. J. 118, 3, 1279.
4. Ingram CJ, Mulcare CA, Itan Y, Thomas MG, Swallow DM. 2009.
Lactose digestion and the evolutionary genetics of lactase persistence.
Hum. Genet. 124, 6, 579-591.
5. Madry E, Fidler E, Walkowiak J. 2010. Lactose intolerance – current state
of knowledge. Acta Sci. Pl., Tecnol. Aliment. 9 (3), 343-350.
6. Matthews SB, Waud JP, Roberts AG, Campbell AK. 2005. Systemic
lactose intolerance: a new perspective on an old problem. Postgrad. Med.
J. 81, 167-173.
7. Sinuhaji AB. 2006. Intoleransi laktosa. Majalah kedokteran nusantara 39,
4, 424- 429.

28
8. Solomons NW. 2002. Fermentation, fermented foods and lactose
intolerance. Eur. J. Clin. Nutr. 56, Suppl 4, 50-55.
9. Swallow DM. 2003. Genetics of lactase persistence and lactose
intolerance. Ann. Rev. Genet. 37, 197-219.
10. Stear GIJ, Horsburgh K, Steinman HA. Lactose Intolerance – A Review.
Current Allergy & Clinical Immunology.2005;18(3):114-119.
11. Rusynyk RA and Still CD. Lactose Intolerance. The Journal of American
Osteopathic Association. 2001;101(4):S10- S12.
12. Beyer PL. Medical Nutrition Therapy for Lower Gastrointestinal Tract
Disorders. Di dalam: Mahan K, Escott-Stump S, editor. Krause’s Food,
Nutrition, & Diet Therapy.ke-11. Philadelphia: Saunders; 2004. hlm 718-
721.
13. Vesa TH, Marteau P, Korpela R. Lactose Intolerance. Journal of The
American College of Nutrition. 2000;19(2):165S-175S.
14. Brody T. Nutritional Biochemistry. Ed ke-2. California: Academic Press;
1999. Hlm 103-115.
15. 7. Ettinger S. Macronutrients: Carbohydrates, Proteins, and Lipids. Di
dalam: Mahan K, Escott-Stump S, editor. Krause’s Food, Nutrition, &
Diet Therapy. Ed ke-11.Philadelphia: Saunders; 2004. hlm 42

29

Anda mungkin juga menyukai