Anda di halaman 1dari 64

2.

1 PENGERTIAN THYPOID
Demam tifoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk.,2005, hal 152).
Demam tifoid merupakan penyakti infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam
satu minggu atau lebih desertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran. (Rampengan, 2007).
Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi salmonella
typhi”. ( Ovedoff, 2002: 514).
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut
pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz,
1995).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C
yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

2.2 ETIOLOGI THYPOID

1. 96 % disebabkan oleh Salmonella Typhi, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar,
tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipolisakarida)
b. Antigen (flagella)
c. Antigen VI dan protein membran hialin
2. Salmonella paratyphi A
3. Salmonella paratyphi B
4. Salmonella paratyphi C
5. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (Wong ,2003).
Kuman salmonella typosa dapat tumbuh di semua media pH 7,2 dan suhu 370C dan mati
pada suhu 54,40C (Simanjuntak, C. H, 2009). Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh
bakteri golongan Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan.
Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme
penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.Pada masa
penyembuhan, penderita pada masih mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau
didalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier
sementara,sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian besar dari karier
tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk urinarytype.
Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam tifoid,terutama pada karier
jenisintestinal,sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas.

2.3 PATOFISIOLOGI THYPOID


Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5
F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui
Feses.Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman
salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke
dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk
ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

2.4 TANDA DAN GEJALA THYPOID


Gejala klinik demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan
bahkan dapat tanpa gejala (asimtomatik). Secara garis besar, tanda dan gejala yang ditimbulkan
antara lain :
1. Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya
demam tinggi.
2. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa
lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
3. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hatidan limpa,
Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual.
Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan
biasanya keluar lagi lewat mulut.
4. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan
penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi
konstipasi (sulit buang air besar).
5. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing.
Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut.
6. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan berbaring
tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan
kesadaran.

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium,
yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil
biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
 Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan
oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
 Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang
pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
 Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam
darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
 Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman
dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat
pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
 Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
 Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
 Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

2.6 PENATALAKSANAAN
a. Istirahat dan perawatan professional; bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
pertumbuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai dengan pulihnay kekuatan
pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga hygiene perseorangan, kebersihan tempat tidur,
pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya
perlu diubah-ubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia nipostatik. Defekasi dan buang air
kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi abstipasi dan retensi urin.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi
perdarahan.

c. Diet
1. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
5. Vitamin dan mineral

d. Pengobatan
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 100mg/kg BB/hari, maksimum pemberian 2g/hari.
Dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas.
2. Tiamfenikol.dosis yang diberikan 4x500mg/hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 48mg/kg BB/hari ( sibagi 2 dosis ) per oral sela 10 hari.
4. Ampicilin dan Amokcilin. Dosis berkisar 100mg/kg BB, selama 2 minggu.
5. Sefalosporingenerasi ketiga seperti seftriakson dosis 80mg/kg BB IM atau IV. 1x1, sela 5 -7
hari. Atau seiksim oral dosis 20mg/kg BB/haridibagi 2 dosis selama 10 hari.
6. Golongan Fluorokuinolon
a.  Norfloksasin : dosis 2 x 400mg/hari selama 14 hari
b.  Siprofloksasin : dosis 2 x 500mg/hari selama 6 hari
c.  Ofloksasin : dosis 2 x 400mg/hari selama 7 hari
d.  Pefloksasin : dosis 1 x 400mg/hari selama 7 hari
e.  Fleroksasin : dosis 1 x 400mg/hari selama 7 hari
f. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada headaan tertentu seperti: tifoid toksik,
peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam
organisme dalam kultur darah selain kuman salmonella typhi. ( Widiastuti S, 2001 ).
2.7 KOMPLIKASI
1. Perdarahan usus
2. Miokarditis
3. Peritonitis → biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan
gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang.
4. Meningitis ensefalopati
5. Bronkopneumonia
6. Anemia

2.8 PENCEGAHAN DEMAM TIFOID


Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap
sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan
cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di
Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
1) Vaksin oral Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam
1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindiksi pada wanita hamil, ibu menyusui,
demam, sedang mengkonsumsi antibiotik. Lama proteksi 5 tahun.
2) Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone
in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml,
anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4
minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat
suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
3) Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara
intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui,
sedang demam dan anak umur 2 tahun.
Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar
dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan
mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid,
yaitu :
- Diagnosis klinik.
- Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.
- Diagnosis serologik.
Pencegahan sekunder dapat berupa :
- Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha surveilans
demam tifoid.
- Perawatan umum dan nutrisi yang cukup.
- Pemberian anti mikroba (antibiotik) Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah
dibuat. pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan partus
prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman diberikan
pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat
komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap
menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari
infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan
pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.
2.9 ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status
perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
b.Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri
perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
d.Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
 Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan
sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
 Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning
kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat
banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
 Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
 Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
 Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.
 Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak
mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
 Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan
klien harus bed rest total.
 Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas
g. Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410 C, muka
kemerahan.
 Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
 Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti
bronchitis.
 Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
 Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
 Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah,
anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.

 Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
 Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri
tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik
usus meningkat.

2. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang kurang
(mual, muntah)
3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal nutrisi,
eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan imobilisasi
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
8. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan, dispnea.
9. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
10.Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
11.Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan kondisi
anaknya.

3. Implementasi
1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Criteria hasil ;
- tidak demam
- tanda-tanda vital dalam batas normal
a. Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 – 4 jam.
R/ : Mengetahui keadaan umum pasien
b. Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
c. Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/ : Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan ketidaknyamanan.
d. Anjurkanuntukbanyakminum air putih
R/: Peningkatansuhutubuhmengakibatkanpenguapansehinggaperludiimbangidenganasupancairan
yang banyak

e. Kolaborasipemberianantiviretik, antibiotik
R/: Mempercepatprosespenyembuhan, menurunkandemam.
Pemberianantibiotikmenghambatpertumbuhan dan prosesinfeksidaribakteri
2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang
kurang (mual, muntah)
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Criteria hasil :
- tidak mual
- tidak demam
- muntah
- suhu tubuh dalam batas normal
a. Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan
R/ : Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan dapat memenuhi
kebutuhan cairan.
b. Monitor dan catat intake dan output cairan
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic
R/ : Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat
d. Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek dari
kehilangan cairan
e. Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
f. Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
g. Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh
h. Kolaborasi pemberian cairan intravena
R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan yang
hilang
3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
Tujuan : Pola eliminasi sesuai dengan kebiasaan sehari-hari
Criteria hasil : konsistensi normal
a. Kaji pola eliminasi pasien
R/ : Untuk mengetahui output dan dapat ditentukan intake yang sesuai
b. Berikan minuman oralit
R/ : Untuk menyeimbangkan elektrolit
c. Kolaborasi dengan dokter dalam obat
R/ : Untuk mengetahui dosis yang tepat menghentikan diare
d. Auskultasi bising usus
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi, penumpukan fekalit
e. Selidiki keluhan nyeri abdomen
R/: Berhubungan dengan distensi gas
f. Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses
R/: Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan intervensi
g. Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang BAB
R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi
h. Kolaborasi Berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi
R/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan
4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Criteria hasil :
- tidak demam
- mual berkurang
- tidak ada muntah
- porsi makan tidak dihabiskan
a. Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam keadaan hangat
R/ : Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi
b. Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
c. Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi selanjutnya
d. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah
e. Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
f. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang disukai
g. R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan klien
h. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang mengandung
gas/asam, peda
R/: dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan menurunkan
asupan nutrisi
i. Kolaborasi Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu mual/muntah
5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal
nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan imobilisasi
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi setelah diberi tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
- pasien mengatakan tidak lemah
- tampak rileks
a. Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
R/ : Untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien
b. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
R/ : Agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan :nyerihilang/berkuran
Kriteriahasil :
- Tidakadakeluhannyeri
- Wajahtampaktampakrileks
- TTV dalam batas normal
a. Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri
R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui
sejauh mana nyeri dipersepsikan.
b. Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan
otot-otot.
c. Ajarkan tehnik nafas dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
d. Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya visualisasi,
aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
e. Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : pola tidur efektif
Kriteria hasil :
- Melaporkan tidur nyenyak
- Klien tidur 8-10 jam semalam
- Klien tampak segar
a. Kaji pola tidur klien
R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami, memudahkan
intervensi selanjutnya
b. Berikan bantal yang nyaman
R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat tidur
c. Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung
R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidur
d. Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masase punggung sebelum tidur
R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang nyaman
8. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan, dispnea.
Tujuan : jam pola napas efektif
Kriteria hasil :
- Pola napas efektif
- Tidak terdapat pernapasan cuping hidung
- Tidak ada keluhan sesak
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
R/: Pernapasan dangkal, cepat/dispnea sehubungan dengan peningkatan kebutuhan oksigen
b. Selidiki perubahan kesadaran
R/: Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan
c. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring
R/: Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma
d. Dorong penggunaan teknik napas dalam
R/: Membantu memaksimalkan ekspansi paru

e. Kolaborasi Berikan tambahan okseigen sesuai indikasi


R/ :Perlu untuk mengatasi/mencegah hipoksia.
9. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan : persepsi sensori dipertahankan
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi gangguan kesadaran
a. Kaji status neurologis
R/: Perubahan endotoksin bakteri dapat merubah elektrofisiologis otak
b. Istirahatkan hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil
R/: Istirahat yang cukup mampu membantu memulihkan kondisi pasien
c. Hindari aktivitas yang berlebihan
R/: Aktivitas yang berlebihan mampu memperburuk kondisi dan meningkatkan resiko cedera
d. Kolaborasi Kaji fungsi ginjal/elektrolit
R/: Ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan perbaikan sebelum
intervensi terapeutik dapat dimulai.

10.Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring


Tujuan : tidak terjadi kelemahan
Kriteria hasil :
- Klien mampu melakukan aktivitas sehari-sehari secara mandiri
a. Kaji tingkat intoleransi klien
R/: Menetapkan intervensi yang tepat
b. Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi aktivitas kebutuhan sehari-hari
R/: Mengurangi penggunaan energi yang berlebihan
c. Bantu mengubah posisi tidur minimal tiap 2 jam
R/: Mencegah dekubitus karena tirah baring dan meningkatkan kenyamanan

d. Tingkatkan kemandirian klien yang dapat ditoleransi


R/: Meningkatkan aktivitasringan dan mendorong kemandirian sejak dini
11.Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
kondisi anaknya.
Tujuan : kecemasan teratasi
Kriteria hasil :
- ekspresi tenang
- Orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya
a. Kaji tingkat kecemasan yang dialami orang tua klien
R/: Untuk mengeksplorasi rasa cemas yang dialami oleh orang tua klien yang menjadi
indikaor untuk menentukan intervensi selanjutnya
b. Beri penjelasan pada orang tua klien tentang penyakit anaknya
R/: Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit anaknya
c. Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya
R/: Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa diperhatikan sehingga
beban yang dirasakan berkurang
d. Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap anaknya
R/: Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat mengurangi kecemasan
e. Berikan dorongan spiritual
R/: Meyakinkan orang tua klien bahwa selain perawatan/ pengobatan masih ada yang lebih
kuasa yang dapat menyembuhkan
Pengertian
 Demam Tipoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella
tiphii yang menyerang saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu,
gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (Buku Pedoman Penatalaksanaan
Penyakit, hal 117).
 Demam Tipoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. (Kapita Selekta Kedokteran, jilid 1, hal
421)
 Demam Tipoid adalah penyakit menular yang bersigat akut yang ditandai dengan bakteremia,
perubahan pada system retikuloendotenial yang bersifat difus pembentukan mikroabses dan
ulserasi nodus payer di distal ileum. (Ilmu Penyakit Anak, hal 1).

II. Etiologi
Etiologi demam tipoid adalah salmonella tiphii, dimana mikroorganisme ini merupakan bakteri
gram negative yang motif, bersifat aerob dan tidak membentuk sopra. Salmonella tiphii dapat
tumbuh dalam semua media yang selektif. Bakteri ini memfregmentasi glukosa dan manosa
tetapi tidak dapat memfregmentasi laktosa. Salmonella tiphii bahwa dapat hidup dalam tubuh
manusia. Sumber penularan berasal dari tinja dan urin karier, dari penderita pada fase akut dan
fase penyembuhan.

III. Manifestasi Klinik


Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada
umumnya, yaitu :
 Demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan
tidak enak di perut, batuk dan epiktaksis.
 Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relative, lidah
tipoid, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, dan gangguan kesadaran.

IV. Patogenesis

Salmonella Typhosa
Saluran Cerna

Diserap Oleh Usus Halus

Bakteri
Memasuki Aliran Darah Sistemik

Kelenjar Limpoid Hati Limpa Endotoksin

Usus Halus

Tukak Hepatumegali Splenomegali Demam

Pendarahan dan Perforasi Nyeri Perabaan

V. Penatalaksanaan
1. Pemberian antibiotic; untuk menghentikan dan memusnakan penyebaran kuman. Antibiotik
yang dapat digunakan :
a. Kloramfenikoldosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan selama demam
dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama
5 hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk di RSUP Persahabatan), penggunaan
kloramfenikol masih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat-obat terbaru
dari jenis kuinolon.

b. Ampisilin / Amoksilin; dosis 50 – 150 mg / kg BB, diberikan selama 2 minggu.


c. Kotrimoksasol; 2 x 2 tablet (a tablet mengandung 400 mg sulfametoksasol 80 mg trimetoprim,
diberikan selama 2 minggu pula.
d. Sefalosporin generasi II dan III. Di Sub bagian Penyakit Tropik dan Infeksi FKUI RSCM,
pemberian sefalosporin berhasil mengatasi demam tipoid dengan baik. Demam pada umumnya
mengalami reda pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4.
2. Istirahat dan perawatan professional; bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
pertumbuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai dengan pulihnay kekuatan
pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga hygiene perseorangan, kebersihan tempat tidur,
pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya
perlu diubah-ubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia nipostatik. Defekasi dan buang air
kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi abstipasi dan retensi urin.
3. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif)
Pertama pasien diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai tingkat
kesembuhan pasien. Juga perlu diberikan vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung
keadaan umum pasien.

VI. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan darah tepi : Leukopenia, Limfositosis, Aneosinofilia, Anemia, Trombositopenia.
2. Pemeriksaan sum-sum tulang : menunjukan gambaran hiperaktif sum-sum tulang.
3. Biakan empedu : terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan
selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella typhosa pada urin dan tinja,
maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.
4. Pemeriksaan widal : didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer
terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis
karena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama
sembuh.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN TYPHUS ABDOMINALIS

1. Pengkajian :
a. Identitas Pasien :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Suku/Bangsa :
Tanggal MRS :
Tanggal Pengkajian :
Ruangan :
Diagnosa Medis :
No. Me. Reg :
b. Identitas Penanggung :
 Nama Ayah :
Agama :
Pendidikan :
Alamat :
Umur :
 Nama Ibu :
Agama :
Umur :
Pendidikan :
Alamat :

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
 Keluhan Utama : demam
Utama : demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu
nyertai : anoreksia, nyeri perut, nyeri kepala, jual, muntah, batuk, diare.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu


 Riwayat Kehamilan / Persalinan
 Prenatal
- Kondisi ibu saat hamil
- Ada kelainan / tidak, pecahnya ketuban dini
- Nutrisi yang dikonsumsi / obat-obatan yang dipakai
- Berapa kali priksa kehamilan di RS / puskesmas
- Dapat diimunisasi / tidak
 Natal
- Lahir premature / aterm atau posaterm
- Lahir spontan / dengan alat atau spontan
- Letak bokong atau sungsang atau normal
- Ditolong oleh siapa
- Ada cacat bawaan
 Neonatal
- Kondisi bayi waktu lahir
- BB / PB apgar score
- Warna kulit waktu lahir
- Ada masalah / tidak setelah lahir / aspirasi
 Post Natal
- Lamanya ibu dirawat di RS setelah persalinan
- Bagaimana produksi ASI setelah persalinan
- Apa bayi bisa menetek dengan baik
 Riwayat Tumbuh Kembang
Bagaimana riwayat tumbuh kembang bayi
 Riwayat Imunisasi

c. Pola Kebiasaan
epat dan dangkal
 Makan dan minum : tidak ada nafsu makan
 Eliminasi : BAK : tidak terganggu
stensi encer, berbau busuk
 Pergerakan yang berhubungan dengan sikap : aktivitas terbatas karena kelemahan
ngguan karena sering defekasi
 Memilih, mengenakan dan melepaskan pakaian : karena adanya kelemahan tubuh
maka pasien memerlukan bantuan dalam mengenakan dan melepaskan pakaian
 Suhu tubuh : terjadi peningkatan
 Kebersihan dan kesegaran tubuh : perlu bantuan orang lain dalam membersihkan tubuh
 Mencegah dan menghindari bahaya : pasien rentang terhadap bahaya karena kelemahan fisik
 Beribadah sesuai keyakinan : umumnya pasien lebih mendekatkan diri kepada Tuhan
 Komunikasi dengan orang lain : komunikasi terbatas karena adanya kelemahan, adanya
keterbatasan dalam mengerjakan dan melaksanakan sesuai dengan kemampuan pasien
 Berpartisipasi dalam bentuk rekreasi : pasien kurang berminat dalam melakukan rekreasi
 Belajar memuaskan keingintahuan yang mengarah pada perkembangan kesehatan : pasien
banyak bertanya-tanya tentang penyakitnya

d. Pemeriksaan fisik
 KU : lemah
 Kesadaran: kompos mentis
 TTV : - Tekanan darah : meningkat
- Nadi : cepat
- Respirasi : cepat dan dangkal
- Suhu : meningkat
 Kepala : nyeri tekan, simetris
 Mata : simetris
 Hidung : simetris
 Mulut : bibir kering dan lidah beslag
 Ekstremitas : pergerakan terbatas
 Thoraks : normal
 Kulit : pucat
 Abdomen : - nyeri tekan
- kembung
 Berat badan : terjadi penurunan berat badan
 Tinggi badan :
 Anus : kemerahan karena seringnya defekasi
 Neurology : ada gerak reflek
 Pemeriksaan penunjang : - uji serologis
- darah
- isolasi kreman

ANALISA DATA
No Data Dampak Masalah Masalah
Ds
1 : Pasien mengatakan Biakan empedu dan widal Peningkatan suhu
badannya terasa panas tubuh
Do :
- Suhu badan meningkat
Terjadi peradangan
- Bradikardi relatif

Peningkatan suhu tubuh


2 Ds : Pasien mengeluh Kekurangan
Peningkatan suhu tubuh
merasa mual disertai volume cairan
dengan demam
Do : Intake cairan peroral yang
- Pasien muntah kurang

- Suhu tubuh meningkat


Kekurangan volume cairan

3Ds : pasien mengeluh mual dan Perubahan nutrisi


Anoreksia
tidak ada nasu makan kurang dari yang
Do : pasien muntah dibutuhkan tubuh
muntah

pemasukan cairan

perubahan nutrisi kurang


dari yang dibutuhkan
4 Ds : - Gangguan pola
Proses peradangan pada
Do : Feses encer eliminasi
usus halus

Diare

Gangguan pola eliminasi


Ds5: Pasien mengatakan merasa Keterbatasan
Kelemahan
lemah aktivitas terutama
Do : Pasien tampak lemas dalam memenuhi
Imobilisasi
kebutuhan sehari-
hari dalam hal
Keterbatasan aktivitas
nutrisi eliminasi,
terutama dalam memenuhi
dan personal
kebutuhan sehari-hari
hygiene
dalam hal nutrisi, eliminasi
dan personal hygiene
ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Peningkatan suhu Suhu tubuh kembali- Observasi tanda-- Mengetahui keadaan
tubuh b/d proses normal dengan tanda vital umum pasien
peradangan usus criteria hasil ; terutama suhu
halus, ditandai Ds : tidak demam tubuh tiap 2 – 4 - Mengurangi
dengan : Do : tanda-tanda vital jam. peningkatan suhu
Ds : Pasien mengatakan dalam batas normal- Berikan kompres tubuh
badan terasa panas dingin. - Memberikan suasana
Do : Suhu tubuh - Atur suhu yang menyenangkan
meningkat ruangan yang dan menghilangkan
Bradikardi relatif nyaman. ketidaknyamanan.
2 Kurangnya volume Kebutuhan cairan - Jelaskan kepada- Agar pasien dapat
cairan b/d terpenuhi dengan pasien tentag mengetahui tentang
peningkatan suhu criteria hasil : pentingnya cairan pentingnya cairan dan
tubuh, intake cairan Ds : - tidak mual dapat memenuhi
peroral yang kurang - tidak demam- Monitor dan kebutuhan cairan.
(mual, muntah), Do : - muntah catat intake dan - Untuk mengetahui
ditandai dengan : - suhu tubuh dalam output cairan keseimbangan intake
Ds : merasa mual disertai batas normal da output cairan
dengan demam - Kolaborasi
Do : - muntah dengan dokter - Untuk mengetahui
- bradikardi dalam pemberian pemberian dosis yang
relative antiemetik tepat
3 Diare b/d proses Pola eliminasi - Kaji pola - Untuk mengetahui
peradangan pada sesuai dengan eliminasi pasien output dan dapat
usus halus ditandai kebiasaan sehari- ditentukan intake yang
dengan : hari dengan criteria- Berikan sesuai
Ds : - hasil : minuman oralit - Untuk
Do : feses encer Ds : - menyeimbangkan
Do : konsistensi - Kolaborasi elektrolit
normal dengan dokter - Untuk mengetahui
dalam obat dosis yang tepat
menghentikan diare
4 Perubahan nutrisi Kebutuhan nutrisi - Berikan - Untuk menimbulkan
kurang dari yang terpenuhi dengan makanan yang selera pasien dan
dibutuhkan tubuh b/d criteria hasil : tidak merangsang mengembalikan status
mual, muntah, Ds : - tidak demam saluran cerna, nutrisi
anoreksia ditandai - mual dan sajikan dalam
dengan : berkurang keadaan hangat
Ds : mengeluh mual Do : - tidak ada - Monitor dan - Untuk mengetahui
dan tidak ada nafsu muntah catat makanan keseimbangan haluaran
makan - porsi makan tidak yang dihabiskan dan masukan
Do : muntah dihabiskan pasien
5 Intoleransi aktivitas Kebutuhan sehari- - Kaji kemampuan
- Untuk mengetahui
terutama dalam hari terpenuhi pasien dalam tingkat kemampuan
memenuhi kebutuhan setelah diberi memenuhi pasien
sehari-hari dalam hal tindakan kebutuhan sehari-
nutrisi, eliminasi, keperawatan dengan hari
personal hygiene b/d criteria hasil : - Bantu pasien - Agar kebutuhan
kelemahan dan Ds : pasien mengatakan dalam melakukan pasien dapat terpenuhi
imobilisasi ditandai tidak lemah aktivitas
dengan : Do : tampak rileks
Ds : pasien
mengatakan lemah
Do : tampak lemas
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, jilid I. Media Aesculapius : Jakarta.
1999.
2. suriadi dan Yuliani, Rita. Asuhan Keperawatan pada anak. Cv Sagung Seto. Jakarta : 2001.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam typhoid merupakan permasalahan kesehatan penting dibanyak negara
berkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini tiap tahunnya.
Di Indonesia diperkirakan insiden demam typhoid adalah 300 – 810 kasus per 100.000
penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam typhoid merupakan salah satu dari
penyakit infeksi terpenting. Penyakit ini di seluruh daerah di provinsi ini merupakan penyakit
infeksi terbanyak keempat yang dilaporkan dari seluruh 24 kabupaten. Di Sulawesi Selatan
melaporkan demam typhoid melebihi 2500/100.000 penduduk (Sudono, 2006).
Demam tifoid atau typhus abdominalls adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus
kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14 hari.
Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan
perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup
umumnya adalah baik. Di Indonesia penderita Demam Tifoid cukup banyak diperkirakan
800/ 100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang
tahun, tetapi terutama pada musim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur,
tetapi yang paling sering pada anak besar, umur 5- 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari
perempuan dengan perbandingan 3 : 1.
Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat
mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang
bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus-menerus lebih
dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak
baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari
(Bahtiar Latif, 2008).
Sekarang ini penyakit typhus abdominalis masih merupakan masalah yang penting bagi
anak dan masih menduduki masalah yang penting dalam prevalensi penyakit menular. Hal ini
disebabkan faktor hygiene dan sanitasi yang kurang, masih memegang peranan yang tidak
habis diatas satu tahun, maka memerlukan perawatan yang khusus karena anak ini masih
dalam taraf perkembangan dan pertumbuhan. Dalam hal ini perawatan dirumah sakit sangat
dianjurkan untuk mendapatkan perawatan isolasi untuk mencegah komplikasi yang lebih
berat (Suharyo hadisaputro, 1989, dan Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985).
Berdasarkan hal tersebut, maka kami tertarik untuk menerapkan asuhan keperawatan
pada klien dengan demam typhoid di ruang rawat inap RSI Ibnu Sina Bukittinggi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menyusun asuhan keperawatan kepada An.AM dengan Demam Thyphoid
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada An. AM dengan Demam Thyphoid.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. AM dengan Demam Thyphoid
c. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada An. AM dengan Demam Thyphoid
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada An. AM dengan Demam Thyphoid
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada An.AM dengan Demam Thyphoid
f. Mampu mendokumentasikan proses keperawatan yang telah dilaksanakan dalam rangka
memenuhi kebutuhan klien.

C. Metode Penulisan
1. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan dengan metode deskripsi. Tipe studi kasus yang
dilaksanakan terhadap salah satu klien dengan demam thyphoid yaitu analisa tentang suatu
keadaan subjektif (individu dan keluarga). Tinjauan dari pengembangan subjek tersebut
melalui pengumpulan data yang digunakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien
adalah pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

2. Lokasi Penelitian
Studi kasus ini dilakukan diruang rawat anak yaitu paviliun Siti Pathimah RSI Ibnu
Sina Bukittingggi karena merupakan tempat pendidikan yang menjadi lahan praktek bagi
mahasiswa Stikes Yarsi Bukittinggi.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Dilakukan pada klien, keluarga klien, tenag medis dan tim kesehatan lainnnya.
b. Observasi/ pengukuran
Pengamatan langsung terhadap klien melalui indra penglihatan, perabaan dan alat yang
digunakan seperti stetoskop, termometer
c. Study Dokumenter
Teknik pengumpulan data tentang klien yang didokumentasikan baik dari hasil laboratorium,
catatan perawat dan tim kesehatan lain.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Defenisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella ( Bruner and Suddart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella
Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella
thypi dan salmonella para thypi A,B,C. Sinonim dari penyakit ini adalah typhoid dan
paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever,
enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella Typhosa, Salmonella type A.B.C. Penularan terjadi secara pecal,
oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief. M. 1999).

B. Etiologi
Etiologi dari typhoid adalah Salmonella thypi/ salmonella thyphosa, basil gram negatif
yang bergerak dengan rambut getar dan tidak berspora. (Suriadi, Yuliani Rita, 2001).
Salmonella thyposa, basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak
berspora, masa inkubasi 10-20 hari dan hanya didapatkan pada manusia. Penularan penyakit
ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan
pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus
mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

C. Gambaran Klinis
Gambaran klinis demam typhoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang
dewasa. Masa tunas 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,
sedangkan melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan
tidak bersemangat, nafsu makan kurang.
Gambaran klinis yang biasa ditemukan ialah :
1. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidak
tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua
pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun
dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat bau nafas tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (regaden). Lidah
tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai
tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan
limpa membesar disertai nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat
diare atau normal.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai samnolen,
jarang terjadi stupor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Disamping gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam.
Kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan epistaksis pada anak besar ( Ngastiyah, 2005)

D. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan
melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-
sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia
bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada
patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam
disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Woc (Lynda juall, 2002)

Sallmonella Typhosa

Saluran pencernaan

Lambung (sebagai ) dimusnakan oleh asam


lambung, sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfase flasue poyeridi
ulkumterminal), berkembangbiak dan menyerang villi usus halus

Terjadi peregangan pada usus halus Masuk aliran limfe dan kelenjer
limfe

Sel hiposa dan endotoksinya merangsang


Spelenomegeli pelepasan zat pirogen dan lekosit

Masuk
ke aliran darah Inflamasi lokal pada jaringan tempat (
baktermia primer )
kuman berkembang

Hati ( Hepatomegali )

MK : peningkatan suhu tubuh

Observasi
Pelepasan kuman kedalam
peredaran darah

guan metabolisme : anoreksia, mual dan muntah Otak,otot, kadung kemih, tulang,
ginjal dan kardiovaskuler
Mk : gangguan pemenuhan nutrisi
kebutuhan tubuh

iti devisit volume cairan tubuh

toleransi Aktivitas
Mk : potensi terjadi infeksi
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium,
yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan Darah Tepi
- Terdapat gambaran leukopenia
- Limfositosis relatif
- Ameosinofila pada permulaan sakit
- Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan Darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil
biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
 Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan
darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
 Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang
pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
 Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah
klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
 Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid.
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid. Faktor – faktor yang
mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah
klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid
yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat
menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat
terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer
aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai
1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh
sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat
mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella
thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang
pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang
sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada
spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat
bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari
suspensi dari strain lain.

F. Komplikasi
Komplikasi demam typhoid dapat dibagi atas dua bagian :
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan usus
Dapat terjadi pada saat demam masih tinggi, ditandai dengan suhu mendadak turun, nadi
meningkat/ cepat dan kecil, tekanan darah menurun. Jika perdarahan ringan mungkin
gejalanya tidak terlihat jelas, karena darah dalam feses hanya dapat dibuktikan dengan tes
benzidin. Jika perdarahan berat ditemukan melena.
b. Perforasi usus
Komplikasi ini dapat terjadi pada minggu ketiga ketika suhu sudah turun. Gejala perforasi
usus adalah pasien mengeluh sakit perut hebat dan akan lebih nyeri lagi jika ditekan, perut
tegang/ kembung. Anak menjadi pucat, dapat juga keringan dingin, nadi lembut; pasien dapat
syok (Ngastiyah, 2005)

2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,
tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer,
Sindroma Guillain Bare dan Sidroma Katatonia.

G. Penatalaksanaan Medis
Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi demam typus abdominalis harus
dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien typus abdominalis dan diberikan
pengobatan sebagai berikut :
1. Isolasi klien, desinfeksi pakaian dan ekskreta
2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat
total), kemudian boleh duduk; jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di
runagan.
4. Diit makanan harus cukup cairan, kalori, dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Bila kesadaran
pasien menurun diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu
makan baik dapat juga diberikan makanan lunak.
5. Obat pilihan ialah kloramfenikol, kecuali jika pasien tidak cocok dapat diberikan obat
lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg
BB/ hari (maksimum 2 gram perhari), diberikan 4 kali sehari per oral atau intravena.
Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan
mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan zat anti kurang karena basil
terlalu cepat dimusnahkan.
6. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi dan
asidosis diberikan cairan secara intravena dan sebagainya (Ngastiyah, 2005)

H. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari
toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu
mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan
hindari makanan pedas.
I. Discharge Planning
- Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
- Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
- Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
- Penderita memerlukan istirahat
- Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat (Samsuridjal D dan Heru S, 2003)
- Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kondisi fisik anak
- Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
- Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk
mengatasi gejala tersebut
- Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan (Suriadi & Rita Y, 2001)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
DEMAM TYPHOID

A. PENGKAJIAN
1. Biodata klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua, pekerjaan, agama,
alamat, dan lain-lain.
2. Keluhan Utama
Biasanya klian datang dengan keluhan perasaan tidak enak badan, pusing demam, nyeri
tekan pada ulu hati, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat, nafsu makan berkurang
(terutama selama masa inkubasi)
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien, baik yang ada hubungannya
dengan saluran cerna atau tidak. Kemudian kaji tentang obat-obatan yang biasa dikonsumsi
oleh klien, dan juga kaji mengenai riwayat alergi pada klien, apakah alergi terhadap obat-
obatan atau makanan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji mengenai keluhan yang dirasakan oleh klien, misalnya nyeri pada epigastrium,
mual, muntah, peningkatan suhu tubuh, sakit kepala atau pusing, letih atau lesu.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau
penyakit gastrointestinal lainnya.
d. Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga dalam menghadapi
penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien kurang baik (gelisah) dan keluarga
biasanya cemas.

e. Riwayat sosial ekonomi


Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana dari segi ekonomi
dan tinggal bersama siapa klien. Bagaimana interaksi klien baik di kehidupan sosial maupun
masyarakat atau selama di rumah sakit.
f. Kebiasaan sehari-hari
Kaji tentang aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan oleh klien sebelum sakit dan saat
sakit. Hai ini berguna dalam perbandingan antara pengobatan dan perawatan pasien, biasanya
mencakup :
- Nutrisi
- Eliminasi
- Pola istirahat/ tidur
- Pola kebersihan

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
b. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, persafasan dan tekanan darah klien
c. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada kelainan atau lesi
pada kepala
d. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
e. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/ tidak, keadaan
pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
f. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta cairan yang keluar,
ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman

g. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak, apakah ada
kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan
dalam berbicara.
h. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena jugularis
i. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada wheezing, apakah
ada gangguan dalam pernafasan.
j. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri tekan pada
abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi
peningkatan bising usus/tidak.
k. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut kelamin. Pada laki-
laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora,
biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
l. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah ada nyeri tekan
pada kulit, apakah kulit teraba panas.
m. Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi kuman salmonella
typhosa, ditandai dengan suhu tubuh meningkat, demam, nyeri kepala, pusing.
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat, ditandai dengan mual, muntah anoreksia.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pemasukan yang
kurang, pengeluaran yang berlebihan, ditandai dengan mual, muntah, membran mukosa
kering
4. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik

BAB IV
TINJAUAN KASUS DEMAM TYPHOID
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : An. AM
Umur : 7 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Veteran 99 Jirek
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal masuk RS : 11 Juni 2011
Tanggal pengkajian : 13 Juni 2011
No.MR : 132709
Dx medis : Demam Typhoid

Penanggung jawab
Nama Ayah : Tn. A
Umur : 39 tahun
Pendidikan : MAN
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Nama Ibu : Ny. A
Umur : 39 tahun
Pendidikan : SMEA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Veteran 99 Jirek

2. Alasan Masuk
Klien kiriman UGD masuk ke ruang rawat inap anak pada hari sabtu 11 Juni 2011 jam
08.30 wib diantar oleh keluarga dengan keluhan demam naik turun sejak hari selasa 7 Juni
2011, nafsu makan tidak ada, lemah, letih, muntah 4x sejak hari senin. Keluarga mengatakan
pada hari selasa tersebut telah berobat ke puskesmas tetapi panasnya tidak turun, kemudian
pada hari kamis klien berobat ke poly anak RSI Ibnu Sina dengan Dr.Hj. Rahmi Yetti K, SpA
dan beliau menganjurkan agar klien periksa darah ke lab dan dirawat di rumah sakit.

3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


a. Prenatal
Ibu klien mengatakan saat hamil klien, ibu klien mengatakan tidak mengalami kelainan
atau masalah serius selama kehamilan. Ibu klien juga tidak mengalami mual, muntah dan
mengidam makanan tertentu.
b. Intranatal
Klien lahir dalam keadaan normal dan tidak ada kelainan bawaan, ditolong oleh bidan
dengan usia kehamilan 9 bulan. Klien dilahirkan secara spontan dengan BB 4100 gram dan
TB 45 cm.
c. Postnatal
Klien langsung disusui oleh ibu klien, setelah lahir klien tidak pernah mengalami
kelainan atau penyakit serius tertentu dan imunisasi klien lengkap.

4. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Ibu klien mengatakan klien demam naik turun sejak hari selasa 7 Juni 201, suhu tubuh
meningkat pada sore dan malam hari, nafsu makan tidak ada, tidak mau minum, klien juga
merasa pusing dan nyeri pada bagian perutnya. Ibu klien juga mengatakan BB klien sebelum
sakit 28 kg dan setelah sakit turun menjadi 25 kg. Observasi selama pengkajian klien terlihat
lemah, badan klien terasa panas, mukosa bibir kering, mulut kering, bibir pecah-pecah, lidah
kelihatan kotor dan berwarna putih. Klien terpasang infus RL 12 gtt/i.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Ibu klien mengatakan klien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Klien
juga belum pernah mengalami penyakit serius lainnya hanya sakit perut dan demam. Apabila
klien sakit perut dan demam biasanya ibu klien membawa klien berobat ke puskesmas dan
meminum obat dari puskesmas.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Saat ini tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien.
Ibu klien juga mengatakan saat ini abang klien dirawat di rumah sakit yang sama.
4. Riwayat Sosial
a. Hubungan dengan keluarga
Ibu klien mengatakan klien adalah anak kedua dari dua bersaudara, klien tinggal bersama
kedua orangtua dan abangnya. Hubungan klien dengan anggota keluarga baik, klien sangat
dekat dengan ayah, ibu dan abangnya.
b. Hubungan dengan teman sebaya
Hubungan klien dengan teman sebaya baik dan mudah bergaul sesama temannya.
c. Interaksi dengan lingkungan
Klien tinggal dalam lingkungan rumah yang sehat dan nyaman. Klien juga dapat
berinteraksi dengan lingkungan dengan baik.

5. Kebutuhan Dasar
No Aktifitas Sebelum sakit Sakit
1 Pola Nutrisi
a. Frekuensi makan 3 x 1 porsi 3 x 1 porsi, habis ¼ porsi
b. Diit MB ML
c. Intake cairan + 6-7 gelas/ perhari 4-5 gelas/ hari, klien
terpasang infus RL 12 gtt/i
d. Nafsu makan Biasa Kurang
2 Pola Eliminasi
BAB
a. Frekuensi 1 x 2 hari 1 x 2 hari
b. Warna Kuning Kuning
c. Konsistensi Lembek Lembek
d. Penggunaan pencahar Tidak ada Tidak ada
BAK
a. Frekuensi
b. Warna + 5x sehari + 4-5 x sehari
c. Bau Kuning muda Kuning muda
Urine khas Urine khas
3 Pola Istirahat
a. Tidur siang + 1-2 jam sehari + 1-2 jam sehari
b. Tidur malam + 8 jam sehari + 5-6 jam sehari
4 Personal Hygiene
a. Mandi 2x sehari Dilap oleh keluarga
b. Gosok gigi 2x sehari 1x sehari
c. Keramas 1x2 hari Tidak pernah

5. Pemeriksaan Fisik
KU pasien :Sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital :
S : 38,4 oC
P : 28 x/i
N : 84 x/i
Kepala : Simetris ki/ka, rambut berwarna hitam, panjang dan tidak berminyak, tidak ada lesi pada
kepala
Mata : Simetris ki/ka, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, palpebra tidak edema, pupil
bereaksi terhadap cahaya, dan tidak ada gangguan dalam penglihatan
Hidung : Simetris ki/ka, tidak terdapat secret pada hidung, bernafas tidak menggunakan cuping
hidung, tidak ada gangguan dalam penciuman.
Mulut : Mukosa mulut kering, bibir pecah-pecah, lidah terlihat kotor dan berwarna putih
Telinga : Simetris ki/ka, tidak terdapat serumen, tidak ada gangguan dalam pendengaran
Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid, tidak ditemukan distensi vena jugularis
Thoraks :
I : Simetris ki/ka, pergerakan dinding dada normal, P=28 x/i
P : Tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan
P : Sonor pada kedua area paru
A : Bunyi nafas vesikuler, tidak ada wheezing
Abdomen :
I : Simetris ki/ka, warna kulit sawo matang
P : Nyeri pada epigastrium dan perut kanan atas
P : Perut kembung
A : Bising usus (+)
Integumen : Integritas kulit utuh, turgor kulit kering, tidak ada dekubitus
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :
gtt
- Pada ekstremitas atas bagian dextra terpasang IVFD RL 12 /i, teraba nadi 92 x/i pada
arteri radialis
- Pada ekstremitas bawah terdapat bekas gigitan nyamuk berupa bercak-bercak berwarna
hitam.

6. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
- Kimia Klinik, tanggal 10 Juni 2011
Tes Widal
Sty O : (+)1/80, (+)1/160
Sty H : (+)1/80, (+)1/160, (+)1/320

- Darah, tanggal 10 Juni 2011


WBC : 3,9. 103/ mm3 (3,0 – 11,0)
RBC : 4,51. 106/ mm3 (3,20 – 6,00)
HGB : 12,4 g/dl (9,0 – 17,5)
HCT : 36,8 g/dl (9,0 – 17,5)
PLT : 262. 103/mm3
LED : 37/70. 103/mm3
- Darah, tanggal 11 Juni 2011
WBC : 5,1. 103/ mm3 (3,0 – 11,0)
RBC : 4,73. 106/ mm3 (3,20 – 6,00)
HGB : 12,9 g/dl (9,0 – 17,5)
HCT : 38,8 g/dl (9,0 – 17,5)
PLT : 143. 103/mm3

- Hematologi, tanggal 12 Juni 2011


Hemoglobin : 12,0 gr/dl n : 11-14 gr/dl
Leukosit : 5500 / mm3
Trombosit : 124.000/ mm3
Hematokrit : 37,4 n : 37-43, 100%

7. Penatalaksanaan
Pengobatan meliputi :
a. Oral
- Amoxicillin, 3x2 cth
- Kloramfenikol, 4x2 tab
- Dumin 250, 3x1 tab
b. IVFD
- RL 12 gtt/i
c. Diit
- ML

8. Analisa Data
NO DATA – DATA MASALAH KEPERAWATAN
1. DS :
1. Keluarga mengatakan klien demam naik turun Peningkatan suhu tubuh (hipertermi)
2. Klien mengatakan nyeri dan sakit pada kepala

DO :
3. Klien tampak gelisah
4. Suhu tubuh meningkat pada sore dan malam hari

DS :
1. Keluarga mengatakan klien tidak mau minum
2. Keluarga mengatakan klien muntah di rumah + 5 kali
2 DO : Defisit volume cairan
3. Klien terlihat lemah dan letih
4. Mukosa bibir terlihat kering
5. Turgor kulit jelek
6. Bibir pecah-pecah

DS :
1. Keluarga mengatakan klien tidak ada nafsu makan
2. Keluarga mengatakan makanan yang diberikan cuma
habis 1/4 porsi
3. Klien mengatakan mual
3 Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari
DO : kebutuhan
4. Mukosa bibir kering
5. Perut klien kembung
6. Berat badan berkurang :
BB sebelum sakit : 28 kg
BB sesudah sakit : 25 kg

B. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhosa.
2. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pemasukan yang kurang, output
yang berlebihan.
3. Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan/ KH Intervensi Rasional
1 Peningkatan suhu Setelah dilakukan 1. Monitor TTV tiap 4 jam 1. Untuk memonitor terjadinya
tubuh tindakan peningkatan suhu tubuh dan un
(hipertermi) keperawatan 2x24 merencanakan intervensi yang
berhubungan jam, suhu tubuh diperlukan untuk mengatasi
dengan proses kembali normal masalah klien.
infeksi kuman KH : 2. Anjurkan klien banyak 2. Peningkatan suhu tubuh
salmonella - Suhu tubuh dalam minum 2 - 3 liter/ 24 jam mengakibatkan penguapan tub
typhosa. batas normal (36-37 meningkat sehingga perlu
o
C) diimbangi dengan asupan caira
Ditandai dengan -: Keluarga/ klien yang banyak
- suhu tubuh mengatakan klien 3. Beri kompres hangat pada3. Kompres hangat dapat
meningkat tidak demam lagi daerah axila, lipat paha menyebabkan dilatasi pembulu
- demam - TTV dalam batas dan temporal darah sehingga terjadi penguap
- nyeri kepala normal 4. Anjurkan klien untuk 4. Membantu mengurangi pengu
- pusing. memakai pakaian yg dapat tubuh
menyerap keringat
5. Beri penjelasan kepada
keluarga/ klien tentang 5. Membantu mengurangi
penyebab peningkatan kecemasan yang timbul
suhu tubuh
6. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian
antipiretik dan antibiotik
6. Mempercepat proses
penyembuhan karena antipireti
dan antibiotik berguna untuk
mengatasi keluhan klien.
2 Defisit volume Kekurangan cairan1. Kaji tanda-tanda dehidrasi
1. Perubahan status hidrasi
cairan dan tubuh tidak terjadi seperti mukosa bibir menggambarkan berat ringann
elektrolit kering, turgor kulit tidak kekurangan cairan
berhubungan KH : elastis dan peningkatan
dengan - klien tidak suhu tubuh
pemasukan yang mengalami 2. Pantau intake dan output
kurang, output kekurangan cairan cairan dalam 24 jam 2. Untuk mengetahui keseimbang
yang berlebihan - TTV dalam batas cairan dan pedoman untuk
normal menggantikan cairan yg hilang
Ditandai dengan -: Turgor kulit 3. Monitor tanda-tanda vital3. Perubahan TTV dapat
- membran normal menggambarkan keadaan umu
mukosa kering - Membran mukosa4. Anjurkan klien minum klien.
- turgor kulit jelek lembab banyak 2-3 liter/ hari 4. Untuk pemenuhan kebutuhan
- Intake dan output 5. Catat laporan atau hal-hal cairan
seimbang seperti mual, muntah
6. Beri penjelasan kepada 5. Berguna dalam intervensi
keluarga /klien tentang selanjutnya
pentingnya kebutuhan
cairan 6. Membantu mempermudah
7. Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan kepada klien
untuk terapi cairan

7. Membantu memenuhi kebutuh


cairan yang tidak terpenuhi.
3 Resiko gangguan Kebutuhan nutrisi 1. Jelaskan pentingnya 1. Dapat memotivasi klien dalam
pemenuhan terpenuhi KH : makanan untuk proses pemenuhan kebutuhan nutrisi
nutrisi kurang - terjadi peningkatan penyembuhan.
dari kebutuhan berat badan 2. Observasi pemasukan
tubuh - klien dapat makanan klien 2. Untuk mengukur intake makan
berhubungan menghabis kan 3. Kaji makanan yang
dengan intake porsi yg disediakan disukai dan yang tidak 3. Makanan kesukaan dapat
yang tidak - mual dan muntah disukai klien. meningkatkan masukan nutrisi
adekuat. dapat diatasi. yang adekuat
- Nafsu makan klien4. Libatkan keluarga dalam
Ditandai dengan : ada perencanaan makan klien4. Dapat memberikan informasi p
- mual keluarga klien untuk memaham
- muntah 5. Sajikan makanan dalam kebutuhan nutrisi klien
- anoreksia keadaan hangat 5. Meningkatkan nafsu makan kl
6. Anjurkan makan dlm
porsi kecil tapi sering dan6. Dapat mengurangi rangsangan
mudah dicerna mual dan muntah
7. Catat porsi yang
dihabiskan oleh klien 7. Membantu untuk melakukan
8. Berikan perawatan mulut intervensi selanjutnya
sebelum dan sesudah 8. Keadaan mulut yang kotor dap
makan mengurangi nafsu makan serta
menimbulkan rangsangan mua
9. Ciptakan suasana yg 9. Bau dan pemandangan yang ti
menyenangkan, menyenangkan selama makan
lingkungan yg bebas dari dapat mengurangi nafsu makan
bau sewaktu makan.
10. Kolaborasi dengan ahli 10. Membantu mengkaji kebutuha
gizi dalam pemberian diit nutrisi klien dalam perubahan
pencernaan

Catatan Perkembangan
Nama klien : An. AM Ruangan : Zaal Anak (2A)
Umur : 7 tahun No Mr : 132709
Dx.
Hari/ Tanggal Implementasi Evaluasi
Kep
13 Juni 2011 jam I 1. Memonitor TTV Jam 20.00 Wib
17.00 Wib S : 38º C S:
N : 87 x/i - Keluarga mengatakan
P : 28 x/i demam klien sudah mulai
2. Menganjurkan klien untuk banyak minum + berkurang
2000-2500/ hari - Keluarga mengatakan tela
3. Menganjurkan keluarga untuk mengompres mengompres kening klien
hangat pada axilla dan temporal dan ibu klien sekali dalam 10 menit
tampak mengganti kapas kompres sekali dalam O:
10 menit - Klien tampak rileks
4. Menganjurkan klien untuk memakai pakaian - Klien memakai baju tidur
yang bahannya dapat menyerap keringat seperti berbahan katun
katun dan kaos - Klien makan obat jam
5. Memberikan informasi kepada keluarga 19.00 wib :
bahwa penyebab dari peningkatan suhu tubuh Amoxicillin 2cth
klien disebabkan karena infeksi Kloramfenikol 2 tab
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Dumin 1 tab
antipiretik dan antibiotik - Hasil TTV :
yaitu S : 37,5 oC
- Amoxicillin, 3x2 cth N : 84 x/i
- Kloramfenikol, 4x2 tab P : 28 x/i
- Dumin 250, 3x1tab A:
- Masalah 1 dan 3 teratasi

P:
- Implementasi 3, 4 dan 5
dipertahankan
- Implementasi 1, 2 dan 6
dilanjutkan
II 1. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa S:
bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan - Keluarga klien mengataka
peningkatan suhu tubuh klien sudah mau minum
2. Memantau intake dan output cairan dalam 24 - Keluarga mengatakan
jam sudah memahami
Input + 1.000 cc pentingnya kebutuhan
Output + 500 cc cairan untuk klien
3. Menganjurkan klien minum banyak 2-3 liter/ - Klien mengatakan tidak
hari mual lagi
4. Mencatat laporan atau keluhan klien seperti
mual, muntah dan klien mengatakan sudah tidak O :
mual lagi - Mukosa mulut dan bibir
5. Memberi penjelasan kepada keluarga/ klien klien mulai lembab
tentang pentingnya kebutuhan cairan untuk - Turgol kulit kenyal
klien - Klien tampak minum
6. Berkolaborasi dengan dokter untuk terapi - Terpasang IVFD RL 12
cairan yaitu terpasang IVFD RL 12 gtt/i gtt/i

A:
- Masalah 1, 2, 4 dan 6
teratasi

P:
- Implementasi 12, 3, dan 4
dipertahankan
- Implementasi 1 dan 6
dilanjutkan.

III 1. Menjelaskan pentingnya nutrisi bagi klien S:


untuk mempercepat proses penyembuhan. - Keluarga klien mengataka
2. Melihat dan memperhatikan seberapa banyak nafsu makan klien sudah
makanan yang dihabiskan dari porsi yang telah mulai ada
disediakan. Klien menghabiskan ¼ porsi - Klien mengatakan sudah
3. Menanyakan kepada klien makanan apa yang tidak mual lagi
disukai dan yang tidak disukainya. O:
4. Melibatkan keluarga dalam perencanaan makan- Makanan yang disajikan
klien dengan membujuk klien supaya mau dihabiskan ¼ porsi
makan dan menyuapi klien saat makan. - Mukosa mulut klien mulai
5. Menyajikan makanan dalam keadaan hangat lembab
agar klien mau menghabiskan makanan yang - Perut klien tidak kembung
disajikan. lagi
6. Menganjurkan klien makan dalam porsi kecil- Ibu klien menyuapi klien
tapi sering dan mudah dicerna sehingga klien saat makan
tidak mual
7. Menganjurkan kepada klien supaya berkumur- A:
kumur sebelum dan sesudah makan. - Masalah 1, 3 4 dan 5
8. Menciptakan suasana yang menyenangkan, teratasi
lingkungan yg bebas dari bau sewaktu makan.
9. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam P:
pemberian diit yaitu makanan yang - Implementasi diagnosa II
mengandung cukup cairan, tinggi kalori dan dipertahankan
protein yaitu ML
14 Juni 2011 jam I 1. Memonitor TTV Jam 19.30 Wib
17.00 Wib S : 37,8º C S:
N : 88 x/i - Keluarga mengatakan
P : 28 x/i demam klien berkurang
- Keluarga mengatakan tela
2. Menganjurkan klien untuk banyak
mengompres kening klien
minum + 2000-2500/ hari
sekali dalam 10 menit
3. Menganjurkan keluarga untuk
- Klien mengatakan nyeri
mengompres hangat pada axilla dan
kepala sudah berkurang
temporal dan ibu klien tampak
O:
mengganti kapas kompres sekali dalam
- Klien tampak rileks
10 menit
- Klien memakai baju tidur
4. Menganjurkan klien untuk memakai
berbahan katun
pakaian yang bahannya dapat menyerap- Klien makan obat jam
keringat seperti katun dan kaos 19.00 wib :
5. Memberikan informasi kepada Amoxicillin 2cth
keluarga bahwa penyebab dari Kloramfenikol 2 tab
peningkatan suhu tubuh klien Dumin 1 tab
disebabkan karena infeksi - Hasil TTV :
6. Kolaborasi dengan dokter dalam S : 37,3 oC
pemberian antipiretik dan antibiotik N : 84 x/i
7. yaitu P : 28 x/i
- Amoxicillin, 3x2 cth A:
- Kloramfenikol, 4x2 tab - Masalah 1,2 dan 3 teratasi
- Dumin 250, 3x1tab

P:
- Implementasi 3, 4 dan 5
dipertahankan
- Implementasi 1, 2 dan 6
dilanjutkan

II 1. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa S:


bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan - Keluarga klien mengataka
peningkatan suhu tubuh klien mau minum
2. Memantau intake dan output cairan dalam 24 - Keluarga mengatakan
jam memahami pentingnya
Input + 1.000 cc kebutuhan cairan untuk
Output + 500 cc klien
3. Menganjurkan klien minum banyak 2-3 liter/ - Klien mengatakan mual
hari tidak ada
4. Mencatat laporan atau keluhan klien seperti
mual, muntah dan klien mengatakan sudah tidak O :
mual lagi - Mukosa mulut dan bibir
5. Memberi penjelasan kepada keluarga/ klien klien lembab
tentang pentingnya kebutuhan cairan untuk - Turgol kulit kenyal
klien - Klien tampak minum
6. Berkolaborasi dengan dokter untuk terapi - Terpasang IVFD RL 12
cairan yaitu terpasang IVFD RL 12 gtt/i gtt/i

A:
- Masalah 1, 2, 4, 5 dan 6
teratasi

P:
- Implementasi 1, 2, 3, 4 dan
5 dipertahankan.

III 1. Menjelaskan pentingnya nutrisi bagi klien S:


untuk mempercepat proses penyembuhan. - Keluarga klien mengataka
2. Melihat dan memperhatikan seberapa banyak nafsu makan klien ada
makanan yang dihabiskan dari porsi yang telah- Klien mengatakan tidak
disediakan. Klien menghabiskan ¼ porsi mual lagi
3. Menanyakan kepada klien makanan apa yang O:
disukai dan yang tidak disukainya. - Makanan yang disajikan
4. Melibatkan keluarga dalam perencanaan makan dihabiskan 1/2 porsi
klien dengan membujuk klien supaya mau - Mukosa mulut klien mulai
makan dan menyuapi klien saat makan. lembab
5. Menyajikan makanan dalam keadaan hangat - Perut klien tidak kembung
agar klien mau menghabiskan makanan yang lagi
disajikan. - Ibu klien menyuapi klien
6. Menganjurkan klien makan dalam porsi kecil saat makan
tapi sering dan mudah dicerna sehingga klien
tidak mual A:
7. Menganjurkan kepada klien supaya berkumur-- Masalah 1, 2, 3, 4 dan 5
kumur sebelum dan sesudah makan. teratasi
8. Menciptakan suasana yang menyenangkan,
lingkungan yg bebas dari bau sewaktu makan. P:
Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam - Implementasi diagnosa II
pemberian diit yaitu makanan yang dipertahanka klien
mengandung cukup cairan, tinggi kalori dan diizinkan
protein yaitu ML
7.
15 Juni 2011 jam I 1. Memonitor TTV Jam 07.00 Wib
21.00 Wib S : 37º C S:
N : 87 x/i - Keluarga mengatakan
P : 28 x/i demam klien sudah tidak
2. Menganjurkan klien untuk banyak minum + ada
2000-2500/ hari - Klien mengatakan nyeri
3. Menganjurkan keluarga untuk mengompres kepala tidak ada
hangat pada axilla dan temporal dan ibu klien O:
tampak mengganti kapas kompres sekali dalam- Klien tampak rileks
10 menit - Klien memakai baju tidur
4. Menganjurkan klien untuk memakai pakaian berbahan katun
yang bahannya dapat menyerap keringat seperti- Klien makan obat jam
katun dan kaos 06.30 wib :
5. Memberikan informasi kepada keluarga Amoxicillin 2cth
bahwa penyebab dari peningkatan suhu tubuh Kloramfenikol 2 tab
klien disebabkan karena infeksi Dumin 1 tab
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian - Hasil TTV :
antipiretik dan antibiotik yaitu : S : 37 oC
- Amoxicillin, 3x2 cth N : 80 x/i
- Kloramfenikol, 4x2 tab P : 25 x/i
- Dumin 250, 3x1tab A:
- Masalah 1, 2, 3 dan 4
teratasi

P:
- Implementasi diagnosa I
dipertahankan klien
diizinkan pulang 16 Juni
2011
III 1. Menjelaskan pentingnya nutrisi bagi klien S:
untuk mempercepat proses penyembuhan. - Keluarga klien mengataka
2. Melihat dan memperhatikan seberapa banyak nafsu makan klien ada
makanan yang dihabiskan dari porsi yang telah- Klien mengatakan mual
disediakan. Klien menghabiskan ¼ porsi tidak ada
3. Menanyakan kepada klien makanan apa yang O:
disukai dan yang tidak disukainya. - Porsi makanan yang
4. Melibatkan keluarga dalam perencanaan makan disajikan dihabiskan
klien dengan membujuk klien supaya mau - Mukosa mulut klien
makan dan menyuapi klien saat makan. lembab
5. Menyajikan makanan dalam keadaan hangat - Ibu klien menyuapi klien
agar klien mau menghabiskan makanan yang saat makan
disajikan.
6. Menganjurkan klien makan dalam porsi kecil A:
tapi sering dan mudah dicerna sehingga klien - Masalah 1, 3 4 dan 5
tidak mual teratasi
7. Menganjurkan kepada klien supaya berkumur-
kumur sebelum dan sesudah makan. P:
8. Menciptakan suasana yang menyenangkan, - Implementasi diagnosa II
lingkungan yg bebas dari bau sewaktu makan. dipertahankan pulang 16
9. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam Juni 2011
pemberian diit yaitu makanan yang
mengandung cukup cairan, tinggi kalori dan
protein yaitu ML
III 1. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa S:
bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan - Keluarga klien mengataka
peningkatan suhu tubuh nafsu makan klien ada
2. Memantau intake dan output cairan dalam 24 - Klien mengatakan tidak
jam mual lagi
Input + 1.000 cc O:
Output + 500 cc - Porsi makanan yang
3. Menganjurkan klien minum banyak 2-3 liter/ disajikan dihabiskan
hari - Mukosa mulut klien mulai
4. Mencatat laporan atau keluhan klien seperti lembab
mual, muntah dan klien mengatakan sudah tidak
- Perut klien tidak kembung
mual lagi lagi
5. Memberi penjelasan kepada keluarga/ klien - Ibu klien menyuapi klien
tentang pentingnya kebutuhan cairan untuk saat makan
klien
6. Berkolaborasi dengan dokter untuk terapi A:
cairan yaitu terpasang IVFD RL 12 gtt/i - Masalah 1, 2, 3, 4 dan 5
teratasi

P:
- Implementasi diagnosa II
dipertahanka klien
diizinkan

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari hasil proses keperawatan yang dilaksanakan terhadap klien dengan typhoid di
Ruangan Rawat Inap Zal Anak RSI Ibnu Sina Bukitting, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan :
1. Pada klien dengan typhoid ditemukan tanda dan gejala dengan demam yang berlangsung 3
minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidakterlalu tinggi, pada mulut terdapat bau tidak
sedap, bibir kering dan umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu
apatis sampai samolen.
2. Dari hasil pengkajian dapat dirumuskan masalah keperawatan pada klien dengan typhoid
adalah peningkatan suhu tubuh (hipertermi), gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan, dan resiko tinggi devisit volume cairan.
3. Perencanaan
Dalam merumuskan perencanaan diperlukan literatur yang lengkap serta membantu dari
tenaga keperawatan dan tim kesehatan lainnya yang ada di Rumah Sakit serta kerjasama yang
baik dari klien dan keluarga.
4. Implementasi
Pada pelaksanaan tidak semua perencanaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana,
karena adanya kendala atau hambatan sehingga pada implementasi ini sangat diperlukan
kerjasama yang baik antara tim kesehatan yang ada.
5. Evaluasi
Asuhan keperawatan yang dilakukan hanya sebagian yang tercapai sesuai dengan tujuan,
karena dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan typhoid memerlukan waktu
yang cukup lama dalam menyelesaikan masalah sesuai kriteria.

B. SARAN
Berdasarkan hasilpenerapan asuhan keperawatan yang dilakukan maka penulis dapat
memberi saran, antara lain :
1. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan typhoid hendaklah benar-benar
memperhatikan keluhan yang dirasakan oleh klien guna mendapatkan diagnosa yang tepat
dan hasil yang baik.
2. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan typhoid agar memenuhi kebutuhan
dari klien maka diperlukan adanya kerjasama yang baik antara tim kesehatan dengan klien
dan keluarga klien.

Anda mungkin juga menyukai