Demam Typoid
Demam Typoid
1 PENGERTIAN THYPOID
Demam tifoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk.,2005, hal 152).
Demam tifoid merupakan penyakti infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam
satu minggu atau lebih desertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran. (Rampengan, 2007).
Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi salmonella
typhi”. ( Ovedoff, 2002: 514).
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut
pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz,
1995).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C
yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
1. 96 % disebabkan oleh Salmonella Typhi, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar,
tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipolisakarida)
b. Antigen (flagella)
c. Antigen VI dan protein membran hialin
2. Salmonella paratyphi A
3. Salmonella paratyphi B
4. Salmonella paratyphi C
5. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (Wong ,2003).
Kuman salmonella typosa dapat tumbuh di semua media pH 7,2 dan suhu 370C dan mati
pada suhu 54,40C (Simanjuntak, C. H, 2009). Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh
bakteri golongan Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan.
Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme
penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.Pada masa
penyembuhan, penderita pada masih mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau
didalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier
sementara,sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian besar dari karier
tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk urinarytype.
Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam tifoid,terutama pada karier
jenisintestinal,sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas.
2.6 PENATALAKSANAAN
a. Istirahat dan perawatan professional; bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
pertumbuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai dengan pulihnay kekuatan
pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga hygiene perseorangan, kebersihan tempat tidur,
pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya
perlu diubah-ubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia nipostatik. Defekasi dan buang air
kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi abstipasi dan retensi urin.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi
perdarahan.
c. Diet
1. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
5. Vitamin dan mineral
d. Pengobatan
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 100mg/kg BB/hari, maksimum pemberian 2g/hari.
Dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas.
2. Tiamfenikol.dosis yang diberikan 4x500mg/hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 48mg/kg BB/hari ( sibagi 2 dosis ) per oral sela 10 hari.
4. Ampicilin dan Amokcilin. Dosis berkisar 100mg/kg BB, selama 2 minggu.
5. Sefalosporingenerasi ketiga seperti seftriakson dosis 80mg/kg BB IM atau IV. 1x1, sela 5 -7
hari. Atau seiksim oral dosis 20mg/kg BB/haridibagi 2 dosis selama 10 hari.
6. Golongan Fluorokuinolon
a. Norfloksasin : dosis 2 x 400mg/hari selama 14 hari
b. Siprofloksasin : dosis 2 x 500mg/hari selama 6 hari
c. Ofloksasin : dosis 2 x 400mg/hari selama 7 hari
d. Pefloksasin : dosis 1 x 400mg/hari selama 7 hari
e. Fleroksasin : dosis 1 x 400mg/hari selama 7 hari
f. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada headaan tertentu seperti: tifoid toksik,
peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam
organisme dalam kultur darah selain kuman salmonella typhi. ( Widiastuti S, 2001 ).
2.7 KOMPLIKASI
1. Perdarahan usus
2. Miokarditis
3. Peritonitis → biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan
gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang.
4. Meningitis ensefalopati
5. Bronkopneumonia
6. Anemia
Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410 C, muka
kemerahan.
Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti
bronchitis.
Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah,
anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri
tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik
usus meningkat.
2. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang kurang
(mual, muntah)
3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal nutrisi,
eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan imobilisasi
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
8. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan, dispnea.
9. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
10.Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
11.Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan kondisi
anaknya.
3. Implementasi
1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Criteria hasil ;
- tidak demam
- tanda-tanda vital dalam batas normal
a. Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 – 4 jam.
R/ : Mengetahui keadaan umum pasien
b. Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
c. Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/ : Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan ketidaknyamanan.
d. Anjurkanuntukbanyakminum air putih
R/: Peningkatansuhutubuhmengakibatkanpenguapansehinggaperludiimbangidenganasupancairan
yang banyak
e. Kolaborasipemberianantiviretik, antibiotik
R/: Mempercepatprosespenyembuhan, menurunkandemam.
Pemberianantibiotikmenghambatpertumbuhan dan prosesinfeksidaribakteri
2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang
kurang (mual, muntah)
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Criteria hasil :
- tidak mual
- tidak demam
- muntah
- suhu tubuh dalam batas normal
a. Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan
R/ : Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan dapat memenuhi
kebutuhan cairan.
b. Monitor dan catat intake dan output cairan
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic
R/ : Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat
d. Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek dari
kehilangan cairan
e. Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
f. Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
g. Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh
h. Kolaborasi pemberian cairan intravena
R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan yang
hilang
3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
Tujuan : Pola eliminasi sesuai dengan kebiasaan sehari-hari
Criteria hasil : konsistensi normal
a. Kaji pola eliminasi pasien
R/ : Untuk mengetahui output dan dapat ditentukan intake yang sesuai
b. Berikan minuman oralit
R/ : Untuk menyeimbangkan elektrolit
c. Kolaborasi dengan dokter dalam obat
R/ : Untuk mengetahui dosis yang tepat menghentikan diare
d. Auskultasi bising usus
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi, penumpukan fekalit
e. Selidiki keluhan nyeri abdomen
R/: Berhubungan dengan distensi gas
f. Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses
R/: Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan intervensi
g. Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang BAB
R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi
h. Kolaborasi Berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi
R/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan
4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Criteria hasil :
- tidak demam
- mual berkurang
- tidak ada muntah
- porsi makan tidak dihabiskan
a. Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam keadaan hangat
R/ : Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi
b. Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
c. Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi selanjutnya
d. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah
e. Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
f. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang disukai
g. R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan klien
h. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang mengandung
gas/asam, peda
R/: dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan menurunkan
asupan nutrisi
i. Kolaborasi Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu mual/muntah
5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal
nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan imobilisasi
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi setelah diberi tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
- pasien mengatakan tidak lemah
- tampak rileks
a. Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
R/ : Untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien
b. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
R/ : Agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan :nyerihilang/berkuran
Kriteriahasil :
- Tidakadakeluhannyeri
- Wajahtampaktampakrileks
- TTV dalam batas normal
a. Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri
R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui
sejauh mana nyeri dipersepsikan.
b. Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan
otot-otot.
c. Ajarkan tehnik nafas dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
d. Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya visualisasi,
aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
e. Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : pola tidur efektif
Kriteria hasil :
- Melaporkan tidur nyenyak
- Klien tidur 8-10 jam semalam
- Klien tampak segar
a. Kaji pola tidur klien
R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami, memudahkan
intervensi selanjutnya
b. Berikan bantal yang nyaman
R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat tidur
c. Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung
R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidur
d. Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masase punggung sebelum tidur
R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang nyaman
8. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan, dispnea.
Tujuan : jam pola napas efektif
Kriteria hasil :
- Pola napas efektif
- Tidak terdapat pernapasan cuping hidung
- Tidak ada keluhan sesak
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
R/: Pernapasan dangkal, cepat/dispnea sehubungan dengan peningkatan kebutuhan oksigen
b. Selidiki perubahan kesadaran
R/: Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan
c. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring
R/: Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma
d. Dorong penggunaan teknik napas dalam
R/: Membantu memaksimalkan ekspansi paru
II. Etiologi
Etiologi demam tipoid adalah salmonella tiphii, dimana mikroorganisme ini merupakan bakteri
gram negative yang motif, bersifat aerob dan tidak membentuk sopra. Salmonella tiphii dapat
tumbuh dalam semua media yang selektif. Bakteri ini memfregmentasi glukosa dan manosa
tetapi tidak dapat memfregmentasi laktosa. Salmonella tiphii bahwa dapat hidup dalam tubuh
manusia. Sumber penularan berasal dari tinja dan urin karier, dari penderita pada fase akut dan
fase penyembuhan.
IV. Patogenesis
Salmonella Typhosa
Saluran Cerna
Bakteri
Memasuki Aliran Darah Sistemik
Usus Halus
V. Penatalaksanaan
1. Pemberian antibiotic; untuk menghentikan dan memusnakan penyebaran kuman. Antibiotik
yang dapat digunakan :
a. Kloramfenikoldosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan selama demam
dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama
5 hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk di RSUP Persahabatan), penggunaan
kloramfenikol masih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat-obat terbaru
dari jenis kuinolon.
1. Pengkajian :
a. Identitas Pasien :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Suku/Bangsa :
Tanggal MRS :
Tanggal Pengkajian :
Ruangan :
Diagnosa Medis :
No. Me. Reg :
b. Identitas Penanggung :
Nama Ayah :
Agama :
Pendidikan :
Alamat :
Umur :
Nama Ibu :
Agama :
Umur :
Pendidikan :
Alamat :
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan Utama : demam
Utama : demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu
nyertai : anoreksia, nyeri perut, nyeri kepala, jual, muntah, batuk, diare.
c. Pola Kebiasaan
epat dan dangkal
Makan dan minum : tidak ada nafsu makan
Eliminasi : BAK : tidak terganggu
stensi encer, berbau busuk
Pergerakan yang berhubungan dengan sikap : aktivitas terbatas karena kelemahan
ngguan karena sering defekasi
Memilih, mengenakan dan melepaskan pakaian : karena adanya kelemahan tubuh
maka pasien memerlukan bantuan dalam mengenakan dan melepaskan pakaian
Suhu tubuh : terjadi peningkatan
Kebersihan dan kesegaran tubuh : perlu bantuan orang lain dalam membersihkan tubuh
Mencegah dan menghindari bahaya : pasien rentang terhadap bahaya karena kelemahan fisik
Beribadah sesuai keyakinan : umumnya pasien lebih mendekatkan diri kepada Tuhan
Komunikasi dengan orang lain : komunikasi terbatas karena adanya kelemahan, adanya
keterbatasan dalam mengerjakan dan melaksanakan sesuai dengan kemampuan pasien
Berpartisipasi dalam bentuk rekreasi : pasien kurang berminat dalam melakukan rekreasi
Belajar memuaskan keingintahuan yang mengarah pada perkembangan kesehatan : pasien
banyak bertanya-tanya tentang penyakitnya
d. Pemeriksaan fisik
KU : lemah
Kesadaran: kompos mentis
TTV : - Tekanan darah : meningkat
- Nadi : cepat
- Respirasi : cepat dan dangkal
- Suhu : meningkat
Kepala : nyeri tekan, simetris
Mata : simetris
Hidung : simetris
Mulut : bibir kering dan lidah beslag
Ekstremitas : pergerakan terbatas
Thoraks : normal
Kulit : pucat
Abdomen : - nyeri tekan
- kembung
Berat badan : terjadi penurunan berat badan
Tinggi badan :
Anus : kemerahan karena seringnya defekasi
Neurology : ada gerak reflek
Pemeriksaan penunjang : - uji serologis
- darah
- isolasi kreman
ANALISA DATA
No Data Dampak Masalah Masalah
Ds
1 : Pasien mengatakan Biakan empedu dan widal Peningkatan suhu
badannya terasa panas tubuh
Do :
- Suhu badan meningkat
Terjadi peradangan
- Bradikardi relatif
pemasukan cairan
Diare
1. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, jilid I. Media Aesculapius : Jakarta.
1999.
2. suriadi dan Yuliani, Rita. Asuhan Keperawatan pada anak. Cv Sagung Seto. Jakarta : 2001.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam typhoid merupakan permasalahan kesehatan penting dibanyak negara
berkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini tiap tahunnya.
Di Indonesia diperkirakan insiden demam typhoid adalah 300 – 810 kasus per 100.000
penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam typhoid merupakan salah satu dari
penyakit infeksi terpenting. Penyakit ini di seluruh daerah di provinsi ini merupakan penyakit
infeksi terbanyak keempat yang dilaporkan dari seluruh 24 kabupaten. Di Sulawesi Selatan
melaporkan demam typhoid melebihi 2500/100.000 penduduk (Sudono, 2006).
Demam tifoid atau typhus abdominalls adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus
kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14 hari.
Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan
perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup
umumnya adalah baik. Di Indonesia penderita Demam Tifoid cukup banyak diperkirakan
800/ 100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang
tahun, tetapi terutama pada musim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur,
tetapi yang paling sering pada anak besar, umur 5- 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari
perempuan dengan perbandingan 3 : 1.
Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat
mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang
bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus-menerus lebih
dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak
baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari
(Bahtiar Latif, 2008).
Sekarang ini penyakit typhus abdominalis masih merupakan masalah yang penting bagi
anak dan masih menduduki masalah yang penting dalam prevalensi penyakit menular. Hal ini
disebabkan faktor hygiene dan sanitasi yang kurang, masih memegang peranan yang tidak
habis diatas satu tahun, maka memerlukan perawatan yang khusus karena anak ini masih
dalam taraf perkembangan dan pertumbuhan. Dalam hal ini perawatan dirumah sakit sangat
dianjurkan untuk mendapatkan perawatan isolasi untuk mencegah komplikasi yang lebih
berat (Suharyo hadisaputro, 1989, dan Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985).
Berdasarkan hal tersebut, maka kami tertarik untuk menerapkan asuhan keperawatan
pada klien dengan demam typhoid di ruang rawat inap RSI Ibnu Sina Bukittinggi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menyusun asuhan keperawatan kepada An.AM dengan Demam Thyphoid
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada An. AM dengan Demam Thyphoid.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. AM dengan Demam Thyphoid
c. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada An. AM dengan Demam Thyphoid
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada An. AM dengan Demam Thyphoid
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada An.AM dengan Demam Thyphoid
f. Mampu mendokumentasikan proses keperawatan yang telah dilaksanakan dalam rangka
memenuhi kebutuhan klien.
C. Metode Penulisan
1. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan dengan metode deskripsi. Tipe studi kasus yang
dilaksanakan terhadap salah satu klien dengan demam thyphoid yaitu analisa tentang suatu
keadaan subjektif (individu dan keluarga). Tinjauan dari pengembangan subjek tersebut
melalui pengumpulan data yang digunakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien
adalah pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
2. Lokasi Penelitian
Studi kasus ini dilakukan diruang rawat anak yaitu paviliun Siti Pathimah RSI Ibnu
Sina Bukittingggi karena merupakan tempat pendidikan yang menjadi lahan praktek bagi
mahasiswa Stikes Yarsi Bukittinggi.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Dilakukan pada klien, keluarga klien, tenag medis dan tim kesehatan lainnnya.
b. Observasi/ pengukuran
Pengamatan langsung terhadap klien melalui indra penglihatan, perabaan dan alat yang
digunakan seperti stetoskop, termometer
c. Study Dokumenter
Teknik pengumpulan data tentang klien yang didokumentasikan baik dari hasil laboratorium,
catatan perawat dan tim kesehatan lain.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Defenisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella ( Bruner and Suddart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella
Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella
thypi dan salmonella para thypi A,B,C. Sinonim dari penyakit ini adalah typhoid dan
paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever,
enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella Typhosa, Salmonella type A.B.C. Penularan terjadi secara pecal,
oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief. M. 1999).
B. Etiologi
Etiologi dari typhoid adalah Salmonella thypi/ salmonella thyphosa, basil gram negatif
yang bergerak dengan rambut getar dan tidak berspora. (Suriadi, Yuliani Rita, 2001).
Salmonella thyposa, basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak
berspora, masa inkubasi 10-20 hari dan hanya didapatkan pada manusia. Penularan penyakit
ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan
pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus
mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
C. Gambaran Klinis
Gambaran klinis demam typhoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang
dewasa. Masa tunas 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,
sedangkan melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan
tidak bersemangat, nafsu makan kurang.
Gambaran klinis yang biasa ditemukan ialah :
1. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidak
tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua
pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun
dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat bau nafas tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (regaden). Lidah
tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai
tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan
limpa membesar disertai nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat
diare atau normal.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai samnolen,
jarang terjadi stupor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Disamping gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam.
Kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan epistaksis pada anak besar ( Ngastiyah, 2005)
D. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan
melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-
sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia
bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada
patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam
disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Woc (Lynda juall, 2002)
Sallmonella Typhosa
Saluran pencernaan
Terjadi peregangan pada usus halus Masuk aliran limfe dan kelenjer
limfe
Masuk
ke aliran darah Inflamasi lokal pada jaringan tempat (
baktermia primer )
kuman berkembang
Hati ( Hepatomegali )
Observasi
Pelepasan kuman kedalam
peredaran darah
guan metabolisme : anoreksia, mual dan muntah Otak,otot, kadung kemih, tulang,
ginjal dan kardiovaskuler
Mk : gangguan pemenuhan nutrisi
kebutuhan tubuh
toleransi Aktivitas
Mk : potensi terjadi infeksi
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium,
yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan Darah Tepi
- Terdapat gambaran leukopenia
- Limfositosis relatif
- Ameosinofila pada permulaan sakit
- Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan Darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil
biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan
darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang
pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah
klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid.
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid. Faktor – faktor yang
mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah
klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid
yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat
menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat
terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer
aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai
1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh
sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat
mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella
thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang
pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang
sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada
spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat
bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari
suspensi dari strain lain.
F. Komplikasi
Komplikasi demam typhoid dapat dibagi atas dua bagian :
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan usus
Dapat terjadi pada saat demam masih tinggi, ditandai dengan suhu mendadak turun, nadi
meningkat/ cepat dan kecil, tekanan darah menurun. Jika perdarahan ringan mungkin
gejalanya tidak terlihat jelas, karena darah dalam feses hanya dapat dibuktikan dengan tes
benzidin. Jika perdarahan berat ditemukan melena.
b. Perforasi usus
Komplikasi ini dapat terjadi pada minggu ketiga ketika suhu sudah turun. Gejala perforasi
usus adalah pasien mengeluh sakit perut hebat dan akan lebih nyeri lagi jika ditekan, perut
tegang/ kembung. Anak menjadi pucat, dapat juga keringan dingin, nadi lembut; pasien dapat
syok (Ngastiyah, 2005)
2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,
tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer,
Sindroma Guillain Bare dan Sidroma Katatonia.
G. Penatalaksanaan Medis
Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi demam typus abdominalis harus
dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien typus abdominalis dan diberikan
pengobatan sebagai berikut :
1. Isolasi klien, desinfeksi pakaian dan ekskreta
2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat
total), kemudian boleh duduk; jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di
runagan.
4. Diit makanan harus cukup cairan, kalori, dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Bila kesadaran
pasien menurun diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu
makan baik dapat juga diberikan makanan lunak.
5. Obat pilihan ialah kloramfenikol, kecuali jika pasien tidak cocok dapat diberikan obat
lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg
BB/ hari (maksimum 2 gram perhari), diberikan 4 kali sehari per oral atau intravena.
Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan
mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan zat anti kurang karena basil
terlalu cepat dimusnahkan.
6. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi dan
asidosis diberikan cairan secara intravena dan sebagainya (Ngastiyah, 2005)
H. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari
toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu
mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan
hindari makanan pedas.
I. Discharge Planning
- Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
- Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
- Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
- Penderita memerlukan istirahat
- Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat (Samsuridjal D dan Heru S, 2003)
- Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kondisi fisik anak
- Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
- Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk
mengatasi gejala tersebut
- Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan (Suriadi & Rita Y, 2001)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
DEMAM TYPHOID
A. PENGKAJIAN
1. Biodata klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua, pekerjaan, agama,
alamat, dan lain-lain.
2. Keluhan Utama
Biasanya klian datang dengan keluhan perasaan tidak enak badan, pusing demam, nyeri
tekan pada ulu hati, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat, nafsu makan berkurang
(terutama selama masa inkubasi)
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien, baik yang ada hubungannya
dengan saluran cerna atau tidak. Kemudian kaji tentang obat-obatan yang biasa dikonsumsi
oleh klien, dan juga kaji mengenai riwayat alergi pada klien, apakah alergi terhadap obat-
obatan atau makanan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji mengenai keluhan yang dirasakan oleh klien, misalnya nyeri pada epigastrium,
mual, muntah, peningkatan suhu tubuh, sakit kepala atau pusing, letih atau lesu.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau
penyakit gastrointestinal lainnya.
d. Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga dalam menghadapi
penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien kurang baik (gelisah) dan keluarga
biasanya cemas.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
b. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, persafasan dan tekanan darah klien
c. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada kelainan atau lesi
pada kepala
d. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
e. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/ tidak, keadaan
pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
f. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta cairan yang keluar,
ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
g. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak, apakah ada
kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan
dalam berbicara.
h. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena jugularis
i. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada wheezing, apakah
ada gangguan dalam pernafasan.
j. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri tekan pada
abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi
peningkatan bising usus/tidak.
k. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut kelamin. Pada laki-
laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora,
biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
l. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah ada nyeri tekan
pada kulit, apakah kulit teraba panas.
m. Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi kuman salmonella
typhosa, ditandai dengan suhu tubuh meningkat, demam, nyeri kepala, pusing.
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat, ditandai dengan mual, muntah anoreksia.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pemasukan yang
kurang, pengeluaran yang berlebihan, ditandai dengan mual, muntah, membran mukosa
kering
4. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
BAB IV
TINJAUAN KASUS DEMAM TYPHOID
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : An. AM
Umur : 7 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Veteran 99 Jirek
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal masuk RS : 11 Juni 2011
Tanggal pengkajian : 13 Juni 2011
No.MR : 132709
Dx medis : Demam Typhoid
Penanggung jawab
Nama Ayah : Tn. A
Umur : 39 tahun
Pendidikan : MAN
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Nama Ibu : Ny. A
Umur : 39 tahun
Pendidikan : SMEA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Veteran 99 Jirek
2. Alasan Masuk
Klien kiriman UGD masuk ke ruang rawat inap anak pada hari sabtu 11 Juni 2011 jam
08.30 wib diantar oleh keluarga dengan keluhan demam naik turun sejak hari selasa 7 Juni
2011, nafsu makan tidak ada, lemah, letih, muntah 4x sejak hari senin. Keluarga mengatakan
pada hari selasa tersebut telah berobat ke puskesmas tetapi panasnya tidak turun, kemudian
pada hari kamis klien berobat ke poly anak RSI Ibnu Sina dengan Dr.Hj. Rahmi Yetti K, SpA
dan beliau menganjurkan agar klien periksa darah ke lab dan dirawat di rumah sakit.
4. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Ibu klien mengatakan klien demam naik turun sejak hari selasa 7 Juni 201, suhu tubuh
meningkat pada sore dan malam hari, nafsu makan tidak ada, tidak mau minum, klien juga
merasa pusing dan nyeri pada bagian perutnya. Ibu klien juga mengatakan BB klien sebelum
sakit 28 kg dan setelah sakit turun menjadi 25 kg. Observasi selama pengkajian klien terlihat
lemah, badan klien terasa panas, mukosa bibir kering, mulut kering, bibir pecah-pecah, lidah
kelihatan kotor dan berwarna putih. Klien terpasang infus RL 12 gtt/i.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Ibu klien mengatakan klien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Klien
juga belum pernah mengalami penyakit serius lainnya hanya sakit perut dan demam. Apabila
klien sakit perut dan demam biasanya ibu klien membawa klien berobat ke puskesmas dan
meminum obat dari puskesmas.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Saat ini tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien.
Ibu klien juga mengatakan saat ini abang klien dirawat di rumah sakit yang sama.
4. Riwayat Sosial
a. Hubungan dengan keluarga
Ibu klien mengatakan klien adalah anak kedua dari dua bersaudara, klien tinggal bersama
kedua orangtua dan abangnya. Hubungan klien dengan anggota keluarga baik, klien sangat
dekat dengan ayah, ibu dan abangnya.
b. Hubungan dengan teman sebaya
Hubungan klien dengan teman sebaya baik dan mudah bergaul sesama temannya.
c. Interaksi dengan lingkungan
Klien tinggal dalam lingkungan rumah yang sehat dan nyaman. Klien juga dapat
berinteraksi dengan lingkungan dengan baik.
5. Kebutuhan Dasar
No Aktifitas Sebelum sakit Sakit
1 Pola Nutrisi
a. Frekuensi makan 3 x 1 porsi 3 x 1 porsi, habis ¼ porsi
b. Diit MB ML
c. Intake cairan + 6-7 gelas/ perhari 4-5 gelas/ hari, klien
terpasang infus RL 12 gtt/i
d. Nafsu makan Biasa Kurang
2 Pola Eliminasi
BAB
a. Frekuensi 1 x 2 hari 1 x 2 hari
b. Warna Kuning Kuning
c. Konsistensi Lembek Lembek
d. Penggunaan pencahar Tidak ada Tidak ada
BAK
a. Frekuensi
b. Warna + 5x sehari + 4-5 x sehari
c. Bau Kuning muda Kuning muda
Urine khas Urine khas
3 Pola Istirahat
a. Tidur siang + 1-2 jam sehari + 1-2 jam sehari
b. Tidur malam + 8 jam sehari + 5-6 jam sehari
4 Personal Hygiene
a. Mandi 2x sehari Dilap oleh keluarga
b. Gosok gigi 2x sehari 1x sehari
c. Keramas 1x2 hari Tidak pernah
5. Pemeriksaan Fisik
KU pasien :Sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital :
S : 38,4 oC
P : 28 x/i
N : 84 x/i
Kepala : Simetris ki/ka, rambut berwarna hitam, panjang dan tidak berminyak, tidak ada lesi pada
kepala
Mata : Simetris ki/ka, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, palpebra tidak edema, pupil
bereaksi terhadap cahaya, dan tidak ada gangguan dalam penglihatan
Hidung : Simetris ki/ka, tidak terdapat secret pada hidung, bernafas tidak menggunakan cuping
hidung, tidak ada gangguan dalam penciuman.
Mulut : Mukosa mulut kering, bibir pecah-pecah, lidah terlihat kotor dan berwarna putih
Telinga : Simetris ki/ka, tidak terdapat serumen, tidak ada gangguan dalam pendengaran
Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid, tidak ditemukan distensi vena jugularis
Thoraks :
I : Simetris ki/ka, pergerakan dinding dada normal, P=28 x/i
P : Tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan
P : Sonor pada kedua area paru
A : Bunyi nafas vesikuler, tidak ada wheezing
Abdomen :
I : Simetris ki/ka, warna kulit sawo matang
P : Nyeri pada epigastrium dan perut kanan atas
P : Perut kembung
A : Bising usus (+)
Integumen : Integritas kulit utuh, turgor kulit kering, tidak ada dekubitus
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :
gtt
- Pada ekstremitas atas bagian dextra terpasang IVFD RL 12 /i, teraba nadi 92 x/i pada
arteri radialis
- Pada ekstremitas bawah terdapat bekas gigitan nyamuk berupa bercak-bercak berwarna
hitam.
6. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
- Kimia Klinik, tanggal 10 Juni 2011
Tes Widal
Sty O : (+)1/80, (+)1/160
Sty H : (+)1/80, (+)1/160, (+)1/320
7. Penatalaksanaan
Pengobatan meliputi :
a. Oral
- Amoxicillin, 3x2 cth
- Kloramfenikol, 4x2 tab
- Dumin 250, 3x1 tab
b. IVFD
- RL 12 gtt/i
c. Diit
- ML
8. Analisa Data
NO DATA – DATA MASALAH KEPERAWATAN
1. DS :
1. Keluarga mengatakan klien demam naik turun Peningkatan suhu tubuh (hipertermi)
2. Klien mengatakan nyeri dan sakit pada kepala
DO :
3. Klien tampak gelisah
4. Suhu tubuh meningkat pada sore dan malam hari
DS :
1. Keluarga mengatakan klien tidak mau minum
2. Keluarga mengatakan klien muntah di rumah + 5 kali
2 DO : Defisit volume cairan
3. Klien terlihat lemah dan letih
4. Mukosa bibir terlihat kering
5. Turgor kulit jelek
6. Bibir pecah-pecah
DS :
1. Keluarga mengatakan klien tidak ada nafsu makan
2. Keluarga mengatakan makanan yang diberikan cuma
habis 1/4 porsi
3. Klien mengatakan mual
3 Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari
DO : kebutuhan
4. Mukosa bibir kering
5. Perut klien kembung
6. Berat badan berkurang :
BB sebelum sakit : 28 kg
BB sesudah sakit : 25 kg
B. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhosa.
2. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pemasukan yang kurang, output
yang berlebihan.
3. Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan/ KH Intervensi Rasional
1 Peningkatan suhu Setelah dilakukan 1. Monitor TTV tiap 4 jam 1. Untuk memonitor terjadinya
tubuh tindakan peningkatan suhu tubuh dan un
(hipertermi) keperawatan 2x24 merencanakan intervensi yang
berhubungan jam, suhu tubuh diperlukan untuk mengatasi
dengan proses kembali normal masalah klien.
infeksi kuman KH : 2. Anjurkan klien banyak 2. Peningkatan suhu tubuh
salmonella - Suhu tubuh dalam minum 2 - 3 liter/ 24 jam mengakibatkan penguapan tub
typhosa. batas normal (36-37 meningkat sehingga perlu
o
C) diimbangi dengan asupan caira
Ditandai dengan -: Keluarga/ klien yang banyak
- suhu tubuh mengatakan klien 3. Beri kompres hangat pada3. Kompres hangat dapat
meningkat tidak demam lagi daerah axila, lipat paha menyebabkan dilatasi pembulu
- demam - TTV dalam batas dan temporal darah sehingga terjadi penguap
- nyeri kepala normal 4. Anjurkan klien untuk 4. Membantu mengurangi pengu
- pusing. memakai pakaian yg dapat tubuh
menyerap keringat
5. Beri penjelasan kepada
keluarga/ klien tentang 5. Membantu mengurangi
penyebab peningkatan kecemasan yang timbul
suhu tubuh
6. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian
antipiretik dan antibiotik
6. Mempercepat proses
penyembuhan karena antipireti
dan antibiotik berguna untuk
mengatasi keluhan klien.
2 Defisit volume Kekurangan cairan1. Kaji tanda-tanda dehidrasi
1. Perubahan status hidrasi
cairan dan tubuh tidak terjadi seperti mukosa bibir menggambarkan berat ringann
elektrolit kering, turgor kulit tidak kekurangan cairan
berhubungan KH : elastis dan peningkatan
dengan - klien tidak suhu tubuh
pemasukan yang mengalami 2. Pantau intake dan output
kurang, output kekurangan cairan cairan dalam 24 jam 2. Untuk mengetahui keseimbang
yang berlebihan - TTV dalam batas cairan dan pedoman untuk
normal menggantikan cairan yg hilang
Ditandai dengan -: Turgor kulit 3. Monitor tanda-tanda vital3. Perubahan TTV dapat
- membran normal menggambarkan keadaan umu
mukosa kering - Membran mukosa4. Anjurkan klien minum klien.
- turgor kulit jelek lembab banyak 2-3 liter/ hari 4. Untuk pemenuhan kebutuhan
- Intake dan output 5. Catat laporan atau hal-hal cairan
seimbang seperti mual, muntah
6. Beri penjelasan kepada 5. Berguna dalam intervensi
keluarga /klien tentang selanjutnya
pentingnya kebutuhan
cairan 6. Membantu mempermudah
7. Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan kepada klien
untuk terapi cairan
Catatan Perkembangan
Nama klien : An. AM Ruangan : Zaal Anak (2A)
Umur : 7 tahun No Mr : 132709
Dx.
Hari/ Tanggal Implementasi Evaluasi
Kep
13 Juni 2011 jam I 1. Memonitor TTV Jam 20.00 Wib
17.00 Wib S : 38º C S:
N : 87 x/i - Keluarga mengatakan
P : 28 x/i demam klien sudah mulai
2. Menganjurkan klien untuk banyak minum + berkurang
2000-2500/ hari - Keluarga mengatakan tela
3. Menganjurkan keluarga untuk mengompres mengompres kening klien
hangat pada axilla dan temporal dan ibu klien sekali dalam 10 menit
tampak mengganti kapas kompres sekali dalam O:
10 menit - Klien tampak rileks
4. Menganjurkan klien untuk memakai pakaian - Klien memakai baju tidur
yang bahannya dapat menyerap keringat seperti berbahan katun
katun dan kaos - Klien makan obat jam
5. Memberikan informasi kepada keluarga 19.00 wib :
bahwa penyebab dari peningkatan suhu tubuh Amoxicillin 2cth
klien disebabkan karena infeksi Kloramfenikol 2 tab
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Dumin 1 tab
antipiretik dan antibiotik - Hasil TTV :
yaitu S : 37,5 oC
- Amoxicillin, 3x2 cth N : 84 x/i
- Kloramfenikol, 4x2 tab P : 28 x/i
- Dumin 250, 3x1tab A:
- Masalah 1 dan 3 teratasi
P:
- Implementasi 3, 4 dan 5
dipertahankan
- Implementasi 1, 2 dan 6
dilanjutkan
II 1. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa S:
bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan - Keluarga klien mengataka
peningkatan suhu tubuh klien sudah mau minum
2. Memantau intake dan output cairan dalam 24 - Keluarga mengatakan
jam sudah memahami
Input + 1.000 cc pentingnya kebutuhan
Output + 500 cc cairan untuk klien
3. Menganjurkan klien minum banyak 2-3 liter/ - Klien mengatakan tidak
hari mual lagi
4. Mencatat laporan atau keluhan klien seperti
mual, muntah dan klien mengatakan sudah tidak O :
mual lagi - Mukosa mulut dan bibir
5. Memberi penjelasan kepada keluarga/ klien klien mulai lembab
tentang pentingnya kebutuhan cairan untuk - Turgol kulit kenyal
klien - Klien tampak minum
6. Berkolaborasi dengan dokter untuk terapi - Terpasang IVFD RL 12
cairan yaitu terpasang IVFD RL 12 gtt/i gtt/i
A:
- Masalah 1, 2, 4 dan 6
teratasi
P:
- Implementasi 12, 3, dan 4
dipertahankan
- Implementasi 1 dan 6
dilanjutkan.
P:
- Implementasi 3, 4 dan 5
dipertahankan
- Implementasi 1, 2 dan 6
dilanjutkan
A:
- Masalah 1, 2, 4, 5 dan 6
teratasi
P:
- Implementasi 1, 2, 3, 4 dan
5 dipertahankan.
P:
- Implementasi diagnosa I
dipertahankan klien
diizinkan pulang 16 Juni
2011
III 1. Menjelaskan pentingnya nutrisi bagi klien S:
untuk mempercepat proses penyembuhan. - Keluarga klien mengataka
2. Melihat dan memperhatikan seberapa banyak nafsu makan klien ada
makanan yang dihabiskan dari porsi yang telah- Klien mengatakan mual
disediakan. Klien menghabiskan ¼ porsi tidak ada
3. Menanyakan kepada klien makanan apa yang O:
disukai dan yang tidak disukainya. - Porsi makanan yang
4. Melibatkan keluarga dalam perencanaan makan disajikan dihabiskan
klien dengan membujuk klien supaya mau - Mukosa mulut klien
makan dan menyuapi klien saat makan. lembab
5. Menyajikan makanan dalam keadaan hangat - Ibu klien menyuapi klien
agar klien mau menghabiskan makanan yang saat makan
disajikan.
6. Menganjurkan klien makan dalam porsi kecil A:
tapi sering dan mudah dicerna sehingga klien - Masalah 1, 3 4 dan 5
tidak mual teratasi
7. Menganjurkan kepada klien supaya berkumur-
kumur sebelum dan sesudah makan. P:
8. Menciptakan suasana yang menyenangkan, - Implementasi diagnosa II
lingkungan yg bebas dari bau sewaktu makan. dipertahankan pulang 16
9. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam Juni 2011
pemberian diit yaitu makanan yang
mengandung cukup cairan, tinggi kalori dan
protein yaitu ML
III 1. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa S:
bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan - Keluarga klien mengataka
peningkatan suhu tubuh nafsu makan klien ada
2. Memantau intake dan output cairan dalam 24 - Klien mengatakan tidak
jam mual lagi
Input + 1.000 cc O:
Output + 500 cc - Porsi makanan yang
3. Menganjurkan klien minum banyak 2-3 liter/ disajikan dihabiskan
hari - Mukosa mulut klien mulai
4. Mencatat laporan atau keluhan klien seperti lembab
mual, muntah dan klien mengatakan sudah tidak
- Perut klien tidak kembung
mual lagi lagi
5. Memberi penjelasan kepada keluarga/ klien - Ibu klien menyuapi klien
tentang pentingnya kebutuhan cairan untuk saat makan
klien
6. Berkolaborasi dengan dokter untuk terapi A:
cairan yaitu terpasang IVFD RL 12 gtt/i - Masalah 1, 2, 3, 4 dan 5
teratasi
P:
- Implementasi diagnosa II
dipertahanka klien
diizinkan
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil proses keperawatan yang dilaksanakan terhadap klien dengan typhoid di
Ruangan Rawat Inap Zal Anak RSI Ibnu Sina Bukitting, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan :
1. Pada klien dengan typhoid ditemukan tanda dan gejala dengan demam yang berlangsung 3
minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidakterlalu tinggi, pada mulut terdapat bau tidak
sedap, bibir kering dan umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu
apatis sampai samolen.
2. Dari hasil pengkajian dapat dirumuskan masalah keperawatan pada klien dengan typhoid
adalah peningkatan suhu tubuh (hipertermi), gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan, dan resiko tinggi devisit volume cairan.
3. Perencanaan
Dalam merumuskan perencanaan diperlukan literatur yang lengkap serta membantu dari
tenaga keperawatan dan tim kesehatan lainnya yang ada di Rumah Sakit serta kerjasama yang
baik dari klien dan keluarga.
4. Implementasi
Pada pelaksanaan tidak semua perencanaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana,
karena adanya kendala atau hambatan sehingga pada implementasi ini sangat diperlukan
kerjasama yang baik antara tim kesehatan yang ada.
5. Evaluasi
Asuhan keperawatan yang dilakukan hanya sebagian yang tercapai sesuai dengan tujuan,
karena dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan typhoid memerlukan waktu
yang cukup lama dalam menyelesaikan masalah sesuai kriteria.
B. SARAN
Berdasarkan hasilpenerapan asuhan keperawatan yang dilakukan maka penulis dapat
memberi saran, antara lain :
1. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan typhoid hendaklah benar-benar
memperhatikan keluhan yang dirasakan oleh klien guna mendapatkan diagnosa yang tepat
dan hasil yang baik.
2. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan typhoid agar memenuhi kebutuhan
dari klien maka diperlukan adanya kerjasama yang baik antara tim kesehatan dengan klien
dan keluarga klien.