Metedologi Penelitian CCSSDSXD
Metedologi Penelitian CCSSDSXD
Sumatera Selatan
Disusun oleh :
Pelaksanaan otonomi daerah yang menitik beratkan pada daerah kabupaten dan
kota ditandai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari Pemerintah
pusat ke Pemerintah daerah yang bersangkutan. Hal tersebut menegaskan bahwa
Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumberdaya
yang dimiliki untuk belanja-belanja daerah dengan menganut asas kepatuhan,
kebutuhan, dan kemampuan daerah yang tercantum dalam anggaran daerah.
Anggaran sektor publik berisi rencana kegiatan yang dipresentasikan dalam bentuk
rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan
Pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah daerah dan
DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah yang merupakan pedoman bagi Pemerintah daerah
dalam memberikan pelayanan kepada publik dalam masa satu tahun anggaran.
APBD terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, bahwa Pemerintah Daerah dalam menyusun
APBD dan pelaksanaannya lebih banyak mengalokasikan anggaran ke sektor belanja
operasi dari pada Belanja Modal. Padahal Belanja Modal merupakan pengeluaran
Pemerintah yang sangat efektif dan efesien untuk meningkatkan pelayanan umum, dan
masalah lain yang di hadapai pemerintah yaitu sering kali adanya kepentingan politik dari
lembaga legislatif yang terlibat dalam penyusunan proses anggaran menyebabkan alokasi
Belanja Modal sering tidak efektif dalam memecahkan masalah di masyarakat. Untuk
meningkatkan pengalokasian anggaran ke sektor Belanja Modal diperlukan pengetahuan
mengenai komponen-komponen pendapatan apa saja yang berpengaruh positif untuk
dialokasikan ke Belanja Modal. Dari sektor PAD, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat
berpeluang untuk mempunyai pengaruh terhadap Belanja Modal. Dari sektor dana
perimbangan, yang berpotensi berpengaruh terhadap pengalokasian Belanja Modal adalah
Dana Alokasi Umum (DAU).
Dengan demikian, dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
C. Batasan Masalah
Agar permasalahan yang di kemukakan lebih jelas maka peneliti membatasi masalah hanya
pada pengaruh pertumbuhan ekonomi , pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum
terhadap pengalokasian anggaran belanja modal pada kantor Pemerintah Daerah Kabupaten
Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari identifikasi masalah di atas bahwa rumusan masalah dari penelitian ini
Bagaimanakah pengaruh pertumbuhan ekonomi , pendapatan asli daerah dan dana alokasi
umum terhadap pengalokasian anggaran belanja modal pada kabupaten musi rawas di
propinsi sumatera selatan ?
E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi penulis
F. Tinjauan Pustaka
Dalam kenyataannya, wewenang yang diberikan prinsipal kepada agen sering mendatangkan
masalah karena tujuan prinsipal berbenturan dengan tujuan pribadi agen. Dengan
kewenangan yang dimiliki, manajemen bisa bertindak dengan hanya menguntungkan dirinya
sendiri dan mengorbankan kepentingan prinsipal. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan
informasi yang dimiliki oleh keduanya, sehingga menimbulkan adanya asimetri informasi
(asymmetric information). Mursalim (2005) dalam Bangun (2009) menyatakan bahwa
informasi yang lebih banyak dimiliki oleh agen dapat memicu untuk melakukan tindakan-
tindakan sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimalkan utylitynya.
Sedangkan bagi prinsipal akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan
oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada.
1.1.2. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka
panjang. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam definisi tersebut, yaitu : (1) proses, (2)
output per kapita, dan (3) jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses, bukan
suatu gambaran ekonomi pada suatu saat (Putra, 2009).
Pengertian yang lain, pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita yang
terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu
indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan
ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator
yang lain yaitu distribusi pendapatan (Sadono Sukirno dalam Nelly, 2007).
Peningkatan pelayanan kepada masyarakat ini merupakan unsur yang penting bahwa paradigma
yang berkembang dalam masyarakat saat ini adalah bahwa pembayaran pajak dan retribusi
sudah merupakan hak dari pada kewajiban masyarakat terhadap Negara, untuk itu perlu dikaji
kembali pengertian wujud layanan yang bagaimana yang dapat memberikan kepuasan kepada
masyarakat.
1. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah; dan
2. PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. DAU dialokasikan untuk daerah propinsi
dan kabupaten/kota. Besaran DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam
Negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan
untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara propinsi
dan kabupaten/kota.
A. Tahapan Akademis Konsep awal penyusunan kebijakan atas implementasi formula DAU
dilakukan oleh Tim Independen dari berbagai universitas dengan tujuan untuk memperoleh
kebijakan penghitungan DAU yang sesuai dengan ketentuan UU dan karakteristik Otonomi
Daerah di Indonesia.
B. Tahapan Administratif Dalam tahapan ini Depkeu c.q. DJPK melakukan koordinasi dengan
instansi terkait untuk penyiapan data dasar penghitungan DAU termasuk didalamnya
kegiatan konsolidasi dan verifikasi data untuk mendapatkan validitas dan kemutakhiran data
yang akan digunakan.
C. Tahapan Teknis Merupakan tahap pembuatan simulasi penghitungan DAU yang akan
dikonsultasikan Pemerintah kepada DPR RI dan dilakukan berdasarkan formula DAU
sebagaimana diamanatkan UU dengan menggunakan data yang tersedia serta
memperhatikan hasil rekomendasi pihak akademis.
D. Tahapan Politis Merupakan tahap akhir, pembahasan penghitungan dan alokasi DAU antara
Pemerintah dengan Panja Belanja Daerah Panitia Anggaran DPR RI untuk konsultasi dan
mendapatkan persetujuan hasil penghitungan DAU.
Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan / penambahan / penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin
serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan
sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran / biaya yang digunakan untuk
pengadaan / penambahan / penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk
perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang
menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan / penambahan / penggantian / peningkatan pembangunan/pembuatan serta
perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan
jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan
dimaksud dalam kondisi siap pakai.
Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran / biaya yang digunakan untuk pengadaan
/ penambahan / penggantian pembangunan / pembuatan serta perawatan fisik lainnya yang
tidak dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal
kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk
museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.
Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang
terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi, dan perlu mengkoreksi kebijakan yang keliru.
Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian dari pembangunan daerah secara
menyeluruh. Dua prinsip dasar pengembangan ekonomi daerah yang perlu diperhatikan
adalah :
(1) mengenali ekonomi wilayah dan
(2) merumuskan manajemen pembangunan daerah yang pro-bisnis.
(Budi Cahyono, 2002)
Desain dari sistem alokasi harus netral dan efisien. Netral artinya suatu sistem alokasi harus
diupayakan sedemikian rupa sehingga efeknya justru memperbaiki (bukannya
menimbulkan) distorsi dalam harga relatif dalam perekonomian daerah. Efisien artinya
sistem alokasi DAU tidak boleh menciptakan distorsi dalam struktur harga input. Untuk itu,
sistem alokasi harus memanfaatkan berbagai jenis instrumen finansial alternatif relevan
yang tersedia.
Akuntabilitas (accountability)
Sesuai dengan namanya yaitu Dana Alokasi Umum, maka penggunaan terhadap dana fiskal
ini sebaiknya dilepaskan ke daerah.Karena peran daerah akan sangat dominan dalam
penentuan arah alokasi, maka peran lembaga DPRD, pers dan masyarakat di daerah
bersangkutan amatlah penting dalam proses penentuan prioritas anggaran yang perlu
dibiayai DAU. Dalam format yang seperti ini, format akuntabilitas yang relevan adalah
akuntabilitas kepada elektoral (accountability to electorates) dan bukan akuntabilitas
finansial kepada pusat (financial accountability to the centre).Implikasi finansial dari format
akuntabilitas seperti ini adalah pada diperlukannya format anggaran yang baru, yang
memungkinkan rakyat di daerah dan DPRD bisa secara transparan memonitor langsung
implementasi program yang dibiayai oleh DAU. Hal ini akan mengurangi kebutuhan akan
proses pertanggung-jawaban administratif yang panjang dan tidak efisien yang pada
akhirnya akan membuka celah bagi terjadinya penyelewengan keuangan.
Keadilan (equity)
Pertanyaan terpenting yang berkaitan dengan isu pemerataan ini adalah: apa yang ingin
diratakan lewat instrumen DAU? Umumnya orang berpendapat DAU harus bertujuan untuk
meratakan pendapatan antar daerah (entah dalam pengertian nominal ataupun dalam
pengertian perkapita). Walaupun ini adalah tujuan yang menarik, namun secara konseptual
dan praktis tujuan tersebut bukanlah tujuan yang secara langsung dapat dicapai oleh
instrumen DAU. Menurut hemat kami, tujuan pemerataan pendapatan antar daerah hanya
baik untuk dipakai sebagai referensi ideal (atau, tujuan pemerataan yang sifatnya primer)
tapi bukan tujuan yang bisa dicapai secara fungsional.
Kesederhanaan (simplicity)
Rumusan alokasi DAU harus sederhana (tidak kompleks). Rumusan tidak boleh terlampau
kompleks sehingga sulit dimengerti orang, namun tidak boleh pula terlalu sederhana
sehingga menimbulkan perdebatan dan kemungkinan ketidak-adilan. Rumusan sebaiknya
tidak memanfaatkan sejumlah besar variabel dimana jumlah variabel yang dipakai menjadi
relatif terlalu besar ketimbang jumlah dana yang ingin dialokasikan. Perlu diingat bahwa
untuk tahun anggaran 2000/2001, dana yang akan dialokasikan ke lebih dari 350 pemerintah
daerah, hanya sebesar Rp 45 triliun. Dengan perbandingan antara dana dan jumlah daerah
yang “hanya” sedemikian, adalah lebih bijaksana untuk tidak berusaha menggunakan
variabel yang jumlahnya puluhan.
Belanja Modal adalah pengeluaran untuk pembayaran perolehan aset tetap dan / atau
aset lainnya atau menambah nilai aset tetap dan/ atau aset lainnya yang memberi Jenis-
Jenis Belanja Negara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 8 manfaat lebih dari satu
periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi asset tetap / aset lainnya yang
ditetapkan pemerintah. Dalam pembukuan nilai perolehan aset dihitung semua
pendanaan yang dibutuhkan hingga aset tersebut tersedia dan siap digunakan. Aset
tetap/aset lainnya tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu
Satker atau dipergunakan oleh masyarakat/publik, tercatat sebagai aset K/L terkait dan
bukan dimaksudkan untuk dijual/diserahkan kepada masyarakat/Pemda. Belanja Modal
terdiri atas Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Peralatan dan Mesin, Belanja Modal
Gedung dan Bangunan, Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan, Belanja Modal
Lainnya, Belanja Penambahan Nilai Aset Tetap/Aset Lainnya, serta Belanja Modal
BLU(https://klc.kemenkeu.go.id/wp-content/uploads/2016/10/BP_APBN-I-1.-Modul-
KB-1.pdf)
G. Kerangka Pemikiran
Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal
yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari
satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran
Belanja Modal pada umumnya dialokasikan untuk perolehan asset tetap yang dapat
digunakan sebagai sarana pembangunan daerah. Dengan berkembang pesatnya
pembangunan diharapkan terjadi peningkatan kemandirian daerah dalam membiayai
kegiatannya terutama dalam hal keuangan. Untuk dapat mengetahui terjadinya
peningkatan kemandirian daerah, pendapatan asli daerah bisa dijadikan sebagai tolak
ukurnya karena PAD ini sendiri merupakan komponen yang penting yang
mencerminkan bagaimana sebuah daerah dapat mendanai sendiri kegiatannya melalui
komponen pendapatan yang murni dihasilkan melalui daerah.
Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting dalam
rangka meningkatkan pelayanan publik dan didalamnya tercermin kebutuhan
masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah.
APBN merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah Negara yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat/DPR (UU Keuangan Negara, 2002).
Penerapan otonomi daerah di Indonesia tak terlepas dari perubahan paradigma dalam
pengelolaan dan penganggaran daerah. Penganggaran kinerja (performance
budgeting) merupakan konsep dalam penganggaran yang menjelaskan keterkaitan
antara pengalokasian sumber daya dengan pencapaian hasil yang dapat diukur.
Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada
pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Syarat fundamental untuk pembangunan
ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan
pertambahan penduduk. Bertambahnya infrastruktur dan perbaikannya oleh
pemerintah daerah diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah.
Kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Skema Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan Ekonomi
(X1)
(X3)
H. Hipotesis