CRS Otomikosis Arvin
CRS Otomikosis Arvin
*KepaniteraanKlinik Senior/G1A216105
**Pembimbing
OTOMIKOSIS
1
LEMBAR PENGESAHAN
Otomikosis
Oleh :
Arvin Aditya Prakoso, S.Ked
G1A216105
Pembimbing:
2
dr. Yunaldi, Sp.THT-KL
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas pada Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit THT
yang berjudul “Otomikosis”.
Tugas ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam teori-teori yang
diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit THT, dan
melihat penerapannya secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Yunaldi, Sp.THT-KL sebagai pembimbing
yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak yang membacanya. Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
3.6 Penegakan Diagnosis ........................................................................ 20
3.7 Tatalaksana ....................................................................................... 21
BAB IV Analisis Kasus ................................................................................... 24
BAB V Kesimpulan ......................................................................................... 24
Daftar Pustaka 25
5
BAB I
PENDAHULUAN
Otomikosis atau Fungal Otitis Eksterna adalah infeksi jamur yang melibatkan
pinna dan kanalis auditorius eksternus, namun dengan adanya perforasi membran timpani,
juga dapat melibatkan telinga tengah. Karakteristik otomikosis berupa peradangan, gatal,
otalgia, otore, rasa penuh di telinga, gangguan pendengaran dan tinnitus. Kasus otomikosis
yang disertai perforasi membran timpani, infeksi telinga tengah dan keterlibatan infeksi
tulang temporal, sering berhubungan dengan kondisi pasien yang mengalami
imunosupresi.1,2,3
Penyebab otomikosis pada umumnya adalah spesies jamur saprofitik yang banyak
terdapat di alam dan merupakan sebagian dari flora komensal pada kanalis auditorius
normal. Spesies terbanyak adalah Aspergillus dan Candida. Aspergillus niger
memproduksi koloni hitam yg memberikan gambaran “pepper” like sedangkan Candida
albicans dan Aspergillus fumigatus memberi gambaran klasik seperti fluffy white
discharge.4
Kejadian otomikosis banyak ditemukan di daerah iklim tropis dan subtropis yang
lembab. Prevalensi otomikosis 9%-22,7% dari total kasus otitis externa, dan 30% pada
pasien dengan gejala keluarnya cairan pada telinga.5
Distribusi jenis jamur pada otomikosis tergantung lokasi geografis. Walaupun jarang
menimbulkan bahaya, keberadaannya memberi tantangan dan rasa frustasi pada pasien dan
ahli THT karena memerlukan follow up dan pengobatan jangka panjang yang disebabkan
oleh tingginya angka rekurensi.5,6
6
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. A
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kota Baru
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Pasien : S1
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan gatal pada telinga kanan sejak 5 hari yang lalu.
7
demam (-), batuk (-), pilek (-), sakit tenggorokan (-), sering melakukan aktivitas
seperti berenang (-).
Riwayat Pengobatan
-
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang sama (-). Riwayat hipertensi (-) , riwayat DM (-), riwayat
asma (-), riwayat trauma kepala (-), riwayat alergi obat (-)
8
Muntah : -
a. Telinga
Daun Telinga Kanan Kiri
Anotia/mikrotia/makrotia - -
Keloid - -
Perikondritis - -
Kista - -
Fistel - -
Ott hematoma - -
9
Nyeri tekan tragus + -
Atresia - -
Serumen prop - -
Epidermis prop - -
Korpus alineum - -
Jaringan granulasi - -
Exositosis - -
Osteoma - -
Furunkel - -
Debris + -
Hiperemis - -
Retraksi - -
Bulging - -
Atropi - -
Perforasi - -
Bula - -
10
Sekret + +
Fistel - -
Kista - -
Abses - -
Fistel - -
Kista - -
Abses - -
b. Hidung
Rinoskopi
Kanan Kiri
Anterior
Septum nasi Deviasi (-), luka (-) Deviasi (-), luka (-)
11
hidung
Meatus nasi
Dbn Dbn
inferior
Polip - -
Korpus alineum - -
Massa tumor - -
Posterior
Massa tumor - -
12
Fossa rossenmuller - -
Transiluminasi
Kanan Kiri
Sinus
Tidak dilakukan
c. Mulut
Hasil
d. Faring
Hasil
13
detritus (-)
e. Laringoskopi Indirect
Hasil
Pangkal lidah
Epiglotis
Sinus piriformis
Sulcus aritenoid
Corda vocalis
Massa
14
Regio III Dbn Dbn
Nervus IX Dbn
Tes rinne + +
15
Tes schwabach Sama dengan pemeriksa
2.5 DIAGNOSIS
Dermatitis Kontak
2.7 PENATALAKSANAAN
Terapi
Monitoring
Minta pasien control ulang dan lihat apakah ada perbaikan dari keluhan yang dialami
pasien, yaitu gatal dan nyeri dari telinga.
16
2. Menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan dan manfaat dari pengobatan yang
diberikan kepada pasien.
3. Memberitahu kepada pasien akan pentingnya follow up dan terapi yang adekuat
untuk penyakitnya.
4. Memberitahukan kepada pasien untuk menutup telinga ketika mandi untuk
mencegah telinga menjadi lembab dan tidak lagi mengorek telinga.
5. Menyarankan pasien untuk tetap menjaga higienitas dan memakan makanan yang
bergizi.
2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
a. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri
dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang
rawan pada sepertiga luar dan terdiri atas tulang pada dua pertiga dalam. Panjangnya kira-
kira 2,5 – 3 cm.1
Pada sepertiga luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi
kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh
liang telinga. Sedangkan pada dua pertiga dalam hanya dijumpai sedikit kelenjar
serumen.1,3,4
18
b. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas sebagai berikut:1
Batas Luar : membran timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batas bawah : vena jugularis
Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,
kanalis fasialis, oval window, round window.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani ini juga terbagi atas dua
pars, yaitu: 1,3,4,5
19
- Pars flaksida (membran sharpnell), terletak di bagian atas. Terdiri atas dua lapisan,
yaitu bagian luar yang merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian
dalam yang dilapisi sel kubus bersilia. Pada pars ini terdapat daerah yang disebut
atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan
telinga tengah dengan antrum mastoid.
- Pars Tensa (Membran propria), terletak di bagian bawah. Terdiri dari tiga lapisan,
pada bagian tengahnya terdapat lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan serat
elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Pada membran timpani inilah akan tampak refleks cahaya (cone of light), yaitu pada
pukul 7 untuk telinga kiri dan pada pukul 5 untuk telinga kanan. Pada telinga tengah juga
terdapat tulang-tulang pendengaran yang saling berhubungan, yaitu maleus, inkus, stapes.
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap longjong yang berhubungan
dengan koklea.1
c. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) berupa dua setengah lingkaran dan 3
buah kanalis semi sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfe skala timpani dengan skala vestibuli.1
20
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perlimfe, sedangkan
skal media berisi endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (reissner
membrane), sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
terletak organ corti.1
21
3.3 Definisi Otomikosis
Otomikosis adalah infeksi jamur pada liang telinga atau kanalis akustikus eksterna.
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembapan yang tinggi di daerah tersebut.
Otomikosis dapat menyebabkan inflamasi difus di kulit meatus yang dapat menyebar ke
auricula maupun lapisan epidermal membran timpani. Berdasarkan waktu, otomikosis
didefinisikan sebagai infeksi akut, subakut, maupun kronik akibat ragi dan filamentosa
jamur yang dapat merusak epitel squamosa meatus acusticus external, dan komplikasinya
jarang melibatkan telinga tengah.1, 6,7,8
22
Pada dasarnya, telinga memiliki kemampuan untuk melakukan mekanisme
pembersihan. Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan membuang sel-sel
kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran telinga
dengan cotton buds (kapas pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan
bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran
menumpuk disana. Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan
penimbunan air yang masuk ke dalam saluran telinga ketika mandi atau berenang. Kulit
yang basah dan lembab pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh jamur.2
Kelembaban merupakan faktor yang penting untuk terjadinya otomikosis. Kandungan
air pada lapisan permukaan luar kulit diduga memegang peranan yang nyata terhadap
mudahnya terjadi infeksi telinga luar. Stratum korneum menyerap kelembaban dari
lingkungan yang mempunyai derajat kelembaban yang tinggi. Peningkatan kelembaban
dari keratin didalam serta disekitar unit-unit apopilosebasea dapat menunjang terjadinya
pembengkakan serta peyumbatan folikel sehingga dengan demikian menyebakan
berkurangnya aliran sekret ke
permukaan kulit.2
Trauma dapat diakibatkan karena luka goresan oleh penjepit rambut atau batang korek
api, alat yang tidak seharusnya digunakan untuk membersihkan benda asing, maupun
pembersihan kanal telinga yang terlalu sering setelah berenang ketika kulit kanal sudah
maserasi. Kulit yang normal mengandung lapisan lemak yang tipis pada permukaan yang
diduga mempunyai kerja antibakteri dan fungistatik. Lapisan lemak ini mempunyai fungsi
penting dalam pencegahan maserasi kulit serta menghalangi masuknya bakteri kedalam
dermis melalui unit-unit apopilosebasea. Apabila lapisan lemak dari tulang rawan liang
telinga dibuang, pada umumnya ia menggantikan dirinya dalam waktu yang singkat.
Namun apabila berulang-ulang dicuci maka lapisan lemak tersebut akan menghilang dan
organisme patogen yang tertanam disini bisa berkembang.7,14
Serumen sendiri memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi menekan
pertumbuhan bakteri dan jamur. Serumen memiliki sifat antimikotik, bakteriostatik, dan
juga penolak serangga. Serumen terdiri dari lipid (46-73%), protein, asam amino bebas,
23
dan ion mineral. Serumen juga mengandung lisozim, imunoglubulin, dan asam lemak tak
jenuh. Adanya ikatan rantai panjang asam lemak pada kulit yang normal dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Disamping itu, karena kompisisi hidrofobiknya,
serumen mampu mencegah air masuk, membuat permukaan kanal menjadi impermeabel,
dapat mengindari maserasi, dan menghindari kerusakan epitel.6
Olah raga air misalnya berenang dan berselancar sering dihubungkan dengan keadaan
ini oleh karena paparan ulang dengan air sehingga kanal menjadi lembab dan dapat
mempermudah jamur tumbuh. Hal inilah yang sering dihubungkan dengan terjadinya
infeksi pada telinga luar (otomikosis).11
Otomikosis bisa terjadi dengan atau tanpa gejala. Gejala yang paling sering terjadi
adalah rasa gatal atau pruritus. Penderita mengeluh rasa penuh dan sangat gatal di dalam
telinga. Liang telinga merah sembab dan banyak krusta. Inflamasi disertai eksfoliasi
permukaan kulit atau pendengaran dapat terganggu oleh karena liang telinga tertutup oleh
massa kotoran kulit dan jamur. Infeksi jamur dan invasi pada jaringan di bawah kulit
menyebabkan nyeri dan supurasi. Bila infeksi berlanjut, eksema dan likenifikasi dapat jelas
terlihat dan kelainan ini dapat meluas ke telinga bagian luar hingga bawah kuduk. Tulang
rawan telinga dapat juga terserang.5,12
Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan umum pada tahap awal dan sering
mengawali terjadinya rasa nyeri. Rasa sakit pada telinga bisa bervariasi mulai dari hanya
berupa perasaan tidak enak pada telinga, perasaan penuh dalam telinga, perasaan seperti
terbakar hingga berdenyut diikuti nyeri yang hebat. Keluhan rasa sakit yang dikeluhkan
sering menjadi gejala yang mengelirukan, walaupun rasa sakit tersebut merupakan gejala
yang dominan. Derajat rasa sakit belum bisa menggambarkan derajat peradangan yang
terjadi. Hal ini dijelaskan bahwasanya kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan
dengan periosteum dan perikondrium, sehingga edema dermis akan menekan serabut saraf
yang mengakibatkan rasa nyeri.5,12
24
Selain itu, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan kulit dan
tulang rawan daun telinga, sehingga gerakan dari daun telinga akan mengakibatkan rasa
sakit yang hebat pada kulit dan tulang rawan di liang telinga luar. Kurangnya pendengaran
mungkin dapat terjadi akibat edema kulit liang telinga, sekret yang purulen, atau penebalan
kulit yang progresif yang bisa menutup lumen dan mengakibatkan gangguan konduksi
hantaran suara.10
Pemeriksaan fisik pada pasien otomikosis akan ditemukan adanya debris berwarna
putih, kehitaman, atau membran abu-abu yang berbintik-bintik di liang telinga. Bercak
karena Aspergillus niger cenderung berwarna gelap kehitaman, Aspergillus fumigatus
berwarna kecoklatan, dan Candida albicans berwarna putih.2,14
Diagnosa pasti dari otomikosis ditegakan dengan pemeriksaan penunjang yang cukup
sederhana, yaitu dengan memeriksa sampel debris atau swab bercak pada kaca preparat
yang difiksasi dengan larutan KOH 15% - 30% selanjutnya dilihat melalui mikroskop dan
akan tampak hifa ataupun spora dari jamur. Pemeriksaan penunjang lain adalah kultur
debris dari liang telinga dengan menggunakan media Saboraud’s dextrose.2, 7, 13
25
3.7 Tatalaksana
Terapi efektif pada pasien dengan kolonisasi kronis Aspergillus pada kanalis akustikus
eksternus adalah dengan kombinasi antara pembersihan debris dan anti jamur topikal.
Pengobatan sistemik tidak direkomendasikan, kecuali mungkin pada kasus invasif otitis
(akut atau kronis) eksterna maligna dengan komplikasi mastoiditis atau meningitis, atau
keduanya. Kebanyakan pasien berhasil dengan pengobatan topikal. Keuntungan anti jamur
topikal yaitu aplikasi lokal, konsentrasi yang diinginkan dari obat pada permukaan kulit
akan dicapai tak lama setelah aplikasi, dan konsentrasi yang lebih tinggi dari anti jamur
tersebut pada lokasi yang terinfeksi. Perhatian khusus harus diberikan kepada pilihan
sediaan yang antara lain: solution, suspensi, krim, salep, atau gel. Pasien otomikosis
dengan membran timpani yang intak dapat menggunakan formulasi anti jamur antara lain,
salep, gel, dan krim. Ketika membran timpani perforasi, obat-obat ini tidak boleh
digunakan karena partikel kecil dari krim, salep, atau gel dapat menyebabkan peradangan,
dengan perkembangan jaringan granulasi di telinga tengah. Obat topikal anti jamur yang
soluble (obat tetes telinga atau strip kasa diresapi dengan solution) sebagai pengobatan
membran timpani perforasi sangat dianjurkan. Yang harus dipertimbangkan agar tepat
memilih obat anti jamur topical, antara lain larut dalam air, risiko rendah ototoksik, efek
alergi rendah setelah pemberian berulang, obat anti mikotik spektrum luas dengan efek
lokal yang baik terhadap ragi dan jamur, cocok untuk aplikasi pada pasien anak dan
tersedia di pasaran.11,12
Sediaan anti jamur dapat dibagi menjadi tipe spesifik dan non spesifik. Antijamur non
spesifik termasuk larutan asam dan dehydrating solution seperti:
1) Asam asetat 2% adalah asam cuka untuk menjaga pH telinga tetap asam.
2) Gentian Violet dipersiapkan sebagai solusi konsentrat yang rendah (misalnya 1%)
dalam air. Telah digunakan untuk mengobati otomikosis karena merupakan
pewarna anilin dengan antiseptik, antiinflamasi, antibakteri dan antijamur. Hal ini
26
masih digunakan di beberapa negara dan disetujui FDA (Food and Drug
Administration). Studi melaporkan hingga 80% efficacy.
3) Castellani’s paint (aseton, alkohol, fenol, fuchsin, resocinol).
4) Cresylate (merthiolate, M-cresyl asetat, propilen glikol, asam borat dan alkohol).
5) Merkurokrom, sebuah antiseptik topikal terkenal, anti jamur tetapi tidak lagi
disetujui oleh FDA karena kandungan merkuri di didalamnya12.
27
Prinsip penatalaksanaan pada pasien otomikosis adalah pengangkatan jamur dari
liang telinga, menjaga agar liang telinga tetap kering serta bersuasana asam, pemberian
obat anti jamur, serta menghilangkan faktor risiko. Tindakan pembersihan liang telinga
bisa dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain dengan lidi kapas/kapas yang
dililitkan pada aplikator, pengait serumen, atau suction. Beberapa penulis mempercayai
bahwa yang terpenting dari terapi otomikosis adalah mengetahui jenis agen penyebab
infeksi tersebut sehingga terapi yang tepat dapat diberikan. Clotrimazole memiliki efek
anti bakteri sehingga memberikan keuntungan terdapat infeksi campuran jamur-bakteri.
Anti jamur krim dari Ketoconazole dan Fluconazole juga bisa dapat digunakan. Infeksi
Candida biasanya mengunakan Tolnaftate. Nystatin juga dipercaya efektif melawan
Candida.5
Edukasi antara lain tidak mengorek-ngorek telinga baik dengan korek telinga
ataupun jari, menjaga kelembaban dan pH normal seperti tidak menggunakan obat steroid
4,11,13,14
dan antibiotik berlebihan pada kanalis auditorius eksternus
28
BAB IV
ANALISA KASUS
24
BAB V
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
24
10. Abdullah , Farhaan. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan Burruwi
Saring dengan Salep Ichthyol (Ichthammol) pada Otitis Eksterna Akut.
www.USUdigitallibrary.com . 2003. diakses pada 13 Juni 2017
11. Knott, Laurence. Fungal Ear Infection
(Otomycosis).http://www.patient.co.uk/doctor/Fungal-Ear-Infection-
(Otomycosis).htm diakses pada tanggal 13 Juni 2017
12. Ballenger, James. Jr, Snow. Manual of Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery. London: BC Decker. 2002
13. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2009
14. Munguia, Raymundo. Daniel, Sam J. Ototopical Antifungal and
Otomycosis: A Rivew. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology. 2008. 72, 453—459. www.elsevier.com/locate/ijporl
diunduh pada 13 Juni 2017
24