Anda di halaman 1dari 32

Case Report Session

*KepaniteraanKlinik Senior/G1A216105
**Pembimbing

OTOMIKOSIS

Arvin Aditya Prakoso, S.Ked *


Dr. Yunaldi, Sp. THT-KL **

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN THT-KL RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Otomikosis

Oleh :
Arvin Aditya Prakoso, S.Ked
G1A216105

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN THT-KL RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

Jambi, Februari 2018

Pembimbing:

2
dr. Yunaldi, Sp.THT-KL

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas pada Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit THT
yang berjudul “Otomikosis”.

Tugas ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam teori-teori yang
diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit THT, dan
melihat penerapannya secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Yunaldi, Sp.THT-KL sebagai pembimbing
yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak yang membacanya. Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Jambi, Februari 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ....................................................................................... ii


Kata Pengantar ................................................................................................. iii
Daftar Isi........................................................................................................... iv
BAB I Pendahuluan ......................................................................................... 1
BAB II Laporan Kasus ..................................................................................... 2
2.1 Identitas Pasien ................................................................................. 2
2.2 Anamnesis......................................................................................... 2
2.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................. 3
2.4 Pemeriksaan Audiologi ..................................................................... 10
2.5 Diagnosis .......................................................................................... 11
2.6 Diagnosis Banding ............................................................................ 11
2.7 Penatalaksanaan ................................................................................ 11
2.8 Prognosis .......................................................................................... 12
BAB III Tinjauan Pustaka ................................................................................ 13
3.1 Anatomi Telinga ............................................................................... 13
3.2 Fisologi Pendengaran........................................................................ 16
3.3 Definisi Otomikosis .......................................................................... 17
3.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi ....................................................... 17
3.5 Gejala dan Tanda Klinis .................................................................. 19

4
3.6 Penegakan Diagnosis ........................................................................ 20
3.7 Tatalaksana ....................................................................................... 21
BAB IV Analisis Kasus ................................................................................... 24
BAB V Kesimpulan ......................................................................................... 24
Daftar Pustaka 25

5
BAB I

PENDAHULUAN

Otomikosis atau Fungal Otitis Eksterna adalah infeksi jamur yang melibatkan
pinna dan kanalis auditorius eksternus, namun dengan adanya perforasi membran timpani,
juga dapat melibatkan telinga tengah. Karakteristik otomikosis berupa peradangan, gatal,
otalgia, otore, rasa penuh di telinga, gangguan pendengaran dan tinnitus. Kasus otomikosis
yang disertai perforasi membran timpani, infeksi telinga tengah dan keterlibatan infeksi
tulang temporal, sering berhubungan dengan kondisi pasien yang mengalami
imunosupresi.1,2,3

Penyebab otomikosis pada umumnya adalah spesies jamur saprofitik yang banyak
terdapat di alam dan merupakan sebagian dari flora komensal pada kanalis auditorius
normal. Spesies terbanyak adalah Aspergillus dan Candida. Aspergillus niger
memproduksi koloni hitam yg memberikan gambaran “pepper” like sedangkan Candida
albicans dan Aspergillus fumigatus memberi gambaran klasik seperti fluffy white
discharge.4

Kejadian otomikosis banyak ditemukan di daerah iklim tropis dan subtropis yang
lembab. Prevalensi otomikosis 9%-22,7% dari total kasus otitis externa, dan 30% pada
pasien dengan gejala keluarnya cairan pada telinga.5

Distribusi jenis jamur pada otomikosis tergantung lokasi geografis. Walaupun jarang
menimbulkan bahaya, keberadaannya memberi tantangan dan rasa frustasi pada pasien dan
ahli THT karena memerlukan follow up dan pengobatan jangka panjang yang disebabkan
oleh tingginya angka rekurensi.5,6

6
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

 Nama : Ny. A
 Umur : 28 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Alamat : Kota Baru
 Agama : Islam
 Pekerjaan : IRT
 Pendidikan Pasien : S1

2.2 ANAMNESIS

 Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan gatal pada telinga kanan sejak 5 hari yang lalu.

 Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke Poli THT RSUD Raden Mattaher dengan keluhan gatal pada
telinga kanan sejak 5 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan telinga terasa penuh
dan jika tidur miring ke sebelah kanan, maka telinga kanan terasa nyeri.
Sebelumnya, terdapat cairan yang keluar berwarna jernih, tidak berbau, dengan
konsistensi cair, keluar hilang timbul, yang biasanya keluar saat telinga kanan
pasien sedang gatal, namun sekarang tidak muncul lagi. Pasien menyatakan bahwa
sebelum terjadinya keluar cairan tersebut, pasien sering mengorek telinga
menggunakan cutton bud.. Pasien sekarang dalam keadaan hamil 4 bulan. Nyeri
dalam telinga (-), telinga sering kemasukan air (-), pusing (-). mual (-), muntah (-),

7
demam (-), batuk (-), pilek (-), sakit tenggorokan (-), sering melakukan aktivitas
seperti berenang (-).

 Riwayat Pengobatan
-
 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang sama (-). Riwayat hipertensi (-) , riwayat DM (-), riwayat
asma (-), riwayat trauma kepala (-), riwayat alergi obat (-)

 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat anggota keluarga menderita penyakit yang sama dengan pasien disangkal.

TELINGA HIDUNG TENGGOROK LARING

Gatal : +/- Rinore : -/- Sukar Menelan : - Suara parau : -

Dikorek :+/+ Buntu : -/- Sakit Menelan : - Afonia : -

Nyeri :+/- Bersin :- Trismus :- Sesak napas : -

Bengkak :-/- * Dingin/Lembab : - Ptyalismus : - Rasa sakit : -

Otore : -/- * Debu Rumah :- Rasa Ngganjal : - Rasa ngganjal : -

Tuli :-/- Berbau : -/- Rasa Berlendir : -

Tinitus :-/- Mimisan : -/- Rasa Kering : -

Vertigo : - Nyeri Hidung : -/-

Mual :- Suara sengau : -

8
Muntah : -

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

 Kesadaran : compos mentis


 Pernapasan : 22 x/i
 Suhu : 36,6 °C
 Nadi : 72x/i
 TD : 120/80 mmHg
 Anemia :-
 Sianosis :-
 Stridor inspirasi :-
 Retraksi suprasternal : -
 Retraksi interkostal :-
 Retraksi epigastrial :-

a. Telinga
Daun Telinga Kanan Kiri

Anotia/mikrotia/makrotia - -

Keloid - -

Perikondritis - -

Kista - -

Fistel - -

Ott hematoma - -

9
Nyeri tekan tragus + -

Nyeri tarik daun telinga - -

Liang Telinga Kanan Kiri

Atresia - -

Serumen prop - -

Epidermis prop - -

Korpus alineum - -

Jaringan granulasi - -

Exositosis - -

Osteoma - -

Furunkel - -

Debris + -

Membrana Timpani Kanan Kiri

Hiperemis - -

Retraksi - -

Bulging - -

Atropi - -

Perforasi - -

Bula - -

10
Sekret + +

Refleks Cahaya Arah jam 5 Arah jam 7

Retro-aurikular Kanan Kiri

Fistel - -

Kista - -

Abses - -

Pre-aurikular Kanan Kiri

Fistel - -

Kista - -

Abses - -

b. Hidung
Rinoskopi
Kanan Kiri
Anterior

Hiperemis (-), Bisul (-), Hiperemis (-), Bisul (-),


Vestibulum nasi
Krusta (-), Raghade (-) Krusta (-), Raghade (-)

Sekret (-), hiperemis (-), Sekret (-), hiperemis (-),


Kavum nasi
Edema mukosa (-) Edema mukosa (-)

Selaput lendir Dbn` Dbn

Septum nasi Deviasi (-), luka (-) Deviasi (-), luka (-)

Lantai + dasar Dbn Dbn

11
hidung

Hipertrofi (-), hiperemis (-), Hipertrofi (-),


Konka inferior
livide (-) hiperemis(-), livide (-)

Meatus nasi
Dbn Dbn
inferior

Polip - -

Korpus alineum - -

Massa tumor - -

Rinoskopi Kanan Kiri

Posterior

Sekret (-), hiperemis (-), Sekret (-), hiperemis (-),


Kavum nasi
Edema mukosa (-) Edema mukosa (-)

Selaput lendir Dbn Dbn

Koana Dbn Dbn

Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)

Hiperemis (-), livide (-), Hiperemis (-), livide (-),


Konka superior
hipertrofi (-) hipertrofi (-)

Adenoid Dbn Dbn

Massa tumor - -

12
Fossa rossenmuller - -

Transiluminasi
Kanan Kiri
Sinus

Tidak dilakukan

c. Mulut
Hasil

Selaput lendir mulut Dbn

Bibir Sianosis (-) pucat (-)

Lidah Atropi papil (-), tumor (-)

Gigi Caries (-)

Kelenjar ludah Dbn

d. Faring

Hasil

Uvula Bentuk normal, terletak ditengah

Palatum mole hiperemis (-), benjolan (-)

Palatum durum Hiperemis (-), benjolan (-)

Plika anterior Hiperemis (-)

Dekstra : tonsil T1, hiperemis (-),


Tonsil
permukaan rata, kripta tidak melebar

13
detritus (-)

Sinistra : tonsil T1, hiperemis (-),


permukaan rata, kripta tidak melebar
detritus (-)

Plika posterior Hiperemis (-)

Mukosa orofaring Hiperemis (-), granula (-)

e. Laringoskopi Indirect
Hasil

Pangkal lidah

Epiglotis

Sinus piriformis

Aritenoid Sulit dinilai

Sulcus aritenoid

Corda vocalis

Massa

f. Kelenjar Getah Bening Leher


Kanan Kiri

Regio I Dbn Dbn

Regio II Dbn Dbn

14
Regio III Dbn Dbn

Regio IV Dbn Dbn

Regio V Dbn Dbn

Regio VI Dbn Dbn

area Parotis Dbn Dbn

Area postauricula Dbn Dbn

Area occipital Dbn Dbn

Area supraclavicula Dbn Dbn

g. Pemeriksaan Nervi Craniales


Kanan Kiri

Nervus III, IV, VI Dbn Dbn

Nervus VII Dbn Dbn

Nervus IX Dbn

Regio XII Dbn

2.4 PEMERIKSAAN AUDIOLOGI

Tes Pendengaran Kanan Kiri

Tes rinne + +

Tes weber Tidak ada lateralisasi

15
Tes schwabach Sama dengan pemeriksa

Kesimpulan : Fungsi Pendengaran telinga kanan dan telinga kiri normal

2.5 DIAGNOSIS

Otomikosis Aurikula dextra

2.6 DIAGNOSIS BANDING

Otitis Eksterna Difusa Aurikula dextra

Otitis Eksterna Sirkumkripta Aurikula dextra

Dermatitis Kontak

2.7 PENATALAKSANAAN

Terapi

1. Irigasi telinga (Ear Toilet)


2. Pemasangan tampon dengan dioleskan salep anti jamur Clotrimazole 1%

Monitoring

Minta pasien control ulang dan lihat apakah ada perbaikan dari keluhan yang dialami
pasien, yaitu gatal dan nyeri dari telinga.

KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

1. Menjelaskan mengenai penyakit pasien, termasuk faktor yang memperberat


penyakit tersebut.

16
2. Menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan dan manfaat dari pengobatan yang
diberikan kepada pasien.
3. Memberitahu kepada pasien akan pentingnya follow up dan terapi yang adekuat
untuk penyakitnya.
4. Memberitahukan kepada pasien untuk menutup telinga ketika mandi untuk
mencegah telinga menjadi lembab dan tidak lagi mengorek telinga.
5. Menyarankan pasien untuk tetap menjaga higienitas dan memakan makanan yang
bergizi.

2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

17
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Telinga


Secara anatomi telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

a. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri
dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang
rawan pada sepertiga luar dan terdiri atas tulang pada dua pertiga dalam. Panjangnya kira-
kira 2,5 – 3 cm.1

Pada sepertiga luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi
kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh
liang telinga. Sedangkan pada dua pertiga dalam hanya dijumpai sedikit kelenjar
serumen.1,3,4

18
b. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas sebagai berikut:1
 Batas Luar : membran timpani
 Batas depan : tuba eustachius
 Batas bawah : vena jugularis
 Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
 Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
 Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,
kanalis fasialis, oval window, round window.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani ini juga terbagi atas dua
pars, yaitu: 1,3,4,5

19
- Pars flaksida (membran sharpnell), terletak di bagian atas. Terdiri atas dua lapisan,
yaitu bagian luar yang merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian
dalam yang dilapisi sel kubus bersilia. Pada pars ini terdapat daerah yang disebut
atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan
telinga tengah dengan antrum mastoid.
- Pars Tensa (Membran propria), terletak di bagian bawah. Terdiri dari tiga lapisan,
pada bagian tengahnya terdapat lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan serat
elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.

Pada membran timpani inilah akan tampak refleks cahaya (cone of light), yaitu pada
pukul 7 untuk telinga kiri dan pada pukul 5 untuk telinga kanan. Pada telinga tengah juga
terdapat tulang-tulang pendengaran yang saling berhubungan, yaitu maleus, inkus, stapes.
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap longjong yang berhubungan
dengan koklea.1

c. Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) berupa dua setengah lingkaran dan 3
buah kanalis semi sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfe skala timpani dengan skala vestibuli.1

20
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perlimfe, sedangkan
skal media berisi endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (reissner
membrane), sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
terletak organ corti.1

3.2 Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang atau getaran. Getaran kemudian dialirkan ke liang telinga dan
mengenai membran timpani, sehingga akan menggetarkan membran timpani melalui
rangkaian tulang pendengaran (maleus, inkus, stapes) yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran
timpani dan oval window. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke
stapes yang akan menggetarkan oval window, sehingga perilimfe pada skala vestibuli akan
bergerak. Getaran diteruskan melalui membran reissner yang mendorong endolimfe,
sehingga akan menimbulkan gerakan relatif antara membran basilaris dan membran
tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadilah pelepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.1

21
3.3 Definisi Otomikosis
Otomikosis adalah infeksi jamur pada liang telinga atau kanalis akustikus eksterna.
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembapan yang tinggi di daerah tersebut.
Otomikosis dapat menyebabkan inflamasi difus di kulit meatus yang dapat menyebar ke
auricula maupun lapisan epidermal membran timpani. Berdasarkan waktu, otomikosis
didefinisikan sebagai infeksi akut, subakut, maupun kronik akibat ragi dan filamentosa
jamur yang dapat merusak epitel squamosa meatus acusticus external, dan komplikasinya
jarang melibatkan telinga tengah.1, 6,7,8

3.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Beberapa jamur dapat menyebabkan reaksi radang liang telinga. Dua jenis jamur yang
paling sering ditemukan adalah Pityrosporum dan Aspergillus (A. Niger, A. Flavus). Jamur
Pityrosporum dapat hanya menyebabkan deskuamasi superfisial yang menyerupai ketombe
pada kulit kepala, atau dapat menyerupai suatu dermatitis seboroika yang meradang, atau
dapat menjadi dasar berkembangnya infeksi lain yang lebih berat seperti furunkel atau
perubahan ekzematosa. Demikian pula halnya dengan jamur Aspergillus.1
Pada sekitar 75% kasus otomikosis, genus Aspergillus merupakan agen kausative
utama, dengan penyebab tersering disebabkan oleh A. Niger, dan terkadang disebabkan
oleh A. flavus and A. Fumigatus. Jamur ini kadang-kadang didapatkan dari liang telinga
tanpa adanya gejala apapun kecuali rasa tersumbat dalam telinga, atau dapat berupa
peradangan yang dapat menyerang epitel kanalis atau gendang telinga dan menimbulkan
gejala-gejala akut. Kadang-kadang dapat pula ditemukan Candida albicans.5,9
Faktor timbulnya penyakit ini disebabkan oleh perubahan kelembaban lingkungan,
suhu yang tinggi/hangat, maserasi kulit liang telinga yang terpapar lama oleh kelembaban,
trauma lokal serta masuknya bakteri sebagai keadaan yang sering berkaitan dengan
penyakit ini. Faktor predisposisi meliputi menurunnya sistem imun, penggunaan steroid,
penyakit dermatologi, ketiadaan serumen, penggunaan antibiotik spektrum luas, dan alat
bantu dengar.2

22
Pada dasarnya, telinga memiliki kemampuan untuk melakukan mekanisme
pembersihan. Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan membuang sel-sel
kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran telinga
dengan cotton buds (kapas pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan
bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran
menumpuk disana. Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan
penimbunan air yang masuk ke dalam saluran telinga ketika mandi atau berenang. Kulit
yang basah dan lembab pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh jamur.2
Kelembaban merupakan faktor yang penting untuk terjadinya otomikosis. Kandungan
air pada lapisan permukaan luar kulit diduga memegang peranan yang nyata terhadap
mudahnya terjadi infeksi telinga luar. Stratum korneum menyerap kelembaban dari
lingkungan yang mempunyai derajat kelembaban yang tinggi. Peningkatan kelembaban
dari keratin didalam serta disekitar unit-unit apopilosebasea dapat menunjang terjadinya
pembengkakan serta peyumbatan folikel sehingga dengan demikian menyebakan
berkurangnya aliran sekret ke
permukaan kulit.2
Trauma dapat diakibatkan karena luka goresan oleh penjepit rambut atau batang korek
api, alat yang tidak seharusnya digunakan untuk membersihkan benda asing, maupun
pembersihan kanal telinga yang terlalu sering setelah berenang ketika kulit kanal sudah
maserasi. Kulit yang normal mengandung lapisan lemak yang tipis pada permukaan yang
diduga mempunyai kerja antibakteri dan fungistatik. Lapisan lemak ini mempunyai fungsi
penting dalam pencegahan maserasi kulit serta menghalangi masuknya bakteri kedalam
dermis melalui unit-unit apopilosebasea. Apabila lapisan lemak dari tulang rawan liang
telinga dibuang, pada umumnya ia menggantikan dirinya dalam waktu yang singkat.
Namun apabila berulang-ulang dicuci maka lapisan lemak tersebut akan menghilang dan
organisme patogen yang tertanam disini bisa berkembang.7,14
Serumen sendiri memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi menekan
pertumbuhan bakteri dan jamur. Serumen memiliki sifat antimikotik, bakteriostatik, dan
juga penolak serangga. Serumen terdiri dari lipid (46-73%), protein, asam amino bebas,

23
dan ion mineral. Serumen juga mengandung lisozim, imunoglubulin, dan asam lemak tak
jenuh. Adanya ikatan rantai panjang asam lemak pada kulit yang normal dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Disamping itu, karena kompisisi hidrofobiknya,
serumen mampu mencegah air masuk, membuat permukaan kanal menjadi impermeabel,
dapat mengindari maserasi, dan menghindari kerusakan epitel.6
Olah raga air misalnya berenang dan berselancar sering dihubungkan dengan keadaan
ini oleh karena paparan ulang dengan air sehingga kanal menjadi lembab dan dapat
mempermudah jamur tumbuh. Hal inilah yang sering dihubungkan dengan terjadinya
infeksi pada telinga luar (otomikosis).11

3.5 Gejala dan Tanda Klinis Otomikosis

Otomikosis bisa terjadi dengan atau tanpa gejala. Gejala yang paling sering terjadi
adalah rasa gatal atau pruritus. Penderita mengeluh rasa penuh dan sangat gatal di dalam
telinga. Liang telinga merah sembab dan banyak krusta. Inflamasi disertai eksfoliasi
permukaan kulit atau pendengaran dapat terganggu oleh karena liang telinga tertutup oleh
massa kotoran kulit dan jamur. Infeksi jamur dan invasi pada jaringan di bawah kulit
menyebabkan nyeri dan supurasi. Bila infeksi berlanjut, eksema dan likenifikasi dapat jelas
terlihat dan kelainan ini dapat meluas ke telinga bagian luar hingga bawah kuduk. Tulang
rawan telinga dapat juga terserang.5,12

Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan umum pada tahap awal dan sering
mengawali terjadinya rasa nyeri. Rasa sakit pada telinga bisa bervariasi mulai dari hanya
berupa perasaan tidak enak pada telinga, perasaan penuh dalam telinga, perasaan seperti
terbakar hingga berdenyut diikuti nyeri yang hebat. Keluhan rasa sakit yang dikeluhkan
sering menjadi gejala yang mengelirukan, walaupun rasa sakit tersebut merupakan gejala
yang dominan. Derajat rasa sakit belum bisa menggambarkan derajat peradangan yang
terjadi. Hal ini dijelaskan bahwasanya kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan
dengan periosteum dan perikondrium, sehingga edema dermis akan menekan serabut saraf
yang mengakibatkan rasa nyeri.5,12

24
Selain itu, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan kulit dan
tulang rawan daun telinga, sehingga gerakan dari daun telinga akan mengakibatkan rasa
sakit yang hebat pada kulit dan tulang rawan di liang telinga luar. Kurangnya pendengaran
mungkin dapat terjadi akibat edema kulit liang telinga, sekret yang purulen, atau penebalan
kulit yang progresif yang bisa menutup lumen dan mengakibatkan gangguan konduksi
hantaran suara.10

3.6 Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosa otomikosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa pasien dengan otomikosis biasanya akan sering
didapatkan keluhan rasa gatal pada liang telinga. Selain itu gejala lain yang sering
dirasakan adalah rasa penuh pada telinga, otore (keluar cairan dari telinga), otalgia (sakit
pada telinga), gangguan pendengaran dan tinnitus. Gejala gangguan pendengaran pada
kasus otomikosis biasanya disebabkan oleh adanya akumulasi dari debris mikotik dalam
liang telinga.13

Pemeriksaan fisik pada pasien otomikosis akan ditemukan adanya debris berwarna
putih, kehitaman, atau membran abu-abu yang berbintik-bintik di liang telinga. Bercak
karena Aspergillus niger cenderung berwarna gelap kehitaman, Aspergillus fumigatus
berwarna kecoklatan, dan Candida albicans berwarna putih.2,14

Diagnosa pasti dari otomikosis ditegakan dengan pemeriksaan penunjang yang cukup
sederhana, yaitu dengan memeriksa sampel debris atau swab bercak pada kaca preparat
yang difiksasi dengan larutan KOH 15% - 30% selanjutnya dilihat melalui mikroskop dan
akan tampak hifa ataupun spora dari jamur. Pemeriksaan penunjang lain adalah kultur
debris dari liang telinga dengan menggunakan media Saboraud’s dextrose.2, 7, 13

25
3.7 Tatalaksana

Terapi efektif pada pasien dengan kolonisasi kronis Aspergillus pada kanalis akustikus
eksternus adalah dengan kombinasi antara pembersihan debris dan anti jamur topikal.
Pengobatan sistemik tidak direkomendasikan, kecuali mungkin pada kasus invasif otitis
(akut atau kronis) eksterna maligna dengan komplikasi mastoiditis atau meningitis, atau
keduanya. Kebanyakan pasien berhasil dengan pengobatan topikal. Keuntungan anti jamur
topikal yaitu aplikasi lokal, konsentrasi yang diinginkan dari obat pada permukaan kulit
akan dicapai tak lama setelah aplikasi, dan konsentrasi yang lebih tinggi dari anti jamur
tersebut pada lokasi yang terinfeksi. Perhatian khusus harus diberikan kepada pilihan
sediaan yang antara lain: solution, suspensi, krim, salep, atau gel. Pasien otomikosis
dengan membran timpani yang intak dapat menggunakan formulasi anti jamur antara lain,
salep, gel, dan krim. Ketika membran timpani perforasi, obat-obat ini tidak boleh
digunakan karena partikel kecil dari krim, salep, atau gel dapat menyebabkan peradangan,
dengan perkembangan jaringan granulasi di telinga tengah. Obat topikal anti jamur yang
soluble (obat tetes telinga atau strip kasa diresapi dengan solution) sebagai pengobatan
membran timpani perforasi sangat dianjurkan. Yang harus dipertimbangkan agar tepat
memilih obat anti jamur topical, antara lain larut dalam air, risiko rendah ototoksik, efek
alergi rendah setelah pemberian berulang, obat anti mikotik spektrum luas dengan efek
lokal yang baik terhadap ragi dan jamur, cocok untuk aplikasi pada pasien anak dan
tersedia di pasaran.11,12

Sediaan anti jamur dapat dibagi menjadi tipe spesifik dan non spesifik. Antijamur non
spesifik termasuk larutan asam dan dehydrating solution seperti:

1) Asam asetat 2% adalah asam cuka untuk menjaga pH telinga tetap asam.
2) Gentian Violet dipersiapkan sebagai solusi konsentrat yang rendah (misalnya 1%)
dalam air. Telah digunakan untuk mengobati otomikosis karena merupakan
pewarna anilin dengan antiseptik, antiinflamasi, antibakteri dan antijamur. Hal ini

26
masih digunakan di beberapa negara dan disetujui FDA (Food and Drug
Administration). Studi melaporkan hingga 80% efficacy.
3) Castellani’s paint (aseton, alkohol, fenol, fuchsin, resocinol).
4) Cresylate (merthiolate, M-cresyl asetat, propilen glikol, asam borat dan alkohol).
5) Merkurokrom, sebuah antiseptik topikal terkenal, anti jamur tetapi tidak lagi
disetujui oleh FDA karena kandungan merkuri di didalamnya12.

Terapi anti jamur spesifik terdiri dari:

1) Nystatin adalah antibiotik makrolida poliena yang menghambat sintesis sterol


pada membran sitoplasma. Banyak cetakan dan ragi yang sensitif terhadap Nystatin
termasuk spesies Candida. Sebuah keuntungan besar dari Nystatin adalah mereka tidak
terserap dalam kulit utuh. Nystatin tidak tersedia sebagai larutan otik untuk otomikosis.
Nystatin dapat diresepkan sebagai krim, salep atau bubuk. Dengan tingkat keberhasilan
hingga 50-80% .

2) Azoles adalah agen sintetis yang mengurangi konsentrasi ergosterol merupakan


sterol penting dalam membrane sitoplasma normal. Clotrimazole yang paling banyak
digunakan sebagai azol topikal tampaknya menjadi salah satu agen terapi yang paling
efektif dalam otomikosis dengan bunga efektifitas 95-100%. Clotrimazole memiliki efek
bakterisid dan hal ini merupakan keuntungan bila terdapat infeksi campuran dari bakteri
dan jamur. Ketokonazole dan Fluconazole memiliki aktivitas spektrum yang luas. Efikasi
Ketoconazole dilaporkan 95-100% terhadap spesies Aspergillus dan Candida. Sediaan
yang sering adalah sebagai krim 2%. Fluconazole topikal telah dilaporkan efektif dalam
90% kasus. Krim Miconazole 2% juga telah menunjukkan tingkat keberhasilan hingga
90%. Bifonazole adalah agen anti jamur dan umum digunakan dalam 80-an. Potensi
larutan 1% mirip dengan Clotrimazole dan Miconazole. Bifonazole dan turunannya
menghambat pertumbuhan jamur hingga 100% . Itraconazole juga memiliki invitro dan
efek vivo terhadap spesies Aspergillus.12

27
Prinsip penatalaksanaan pada pasien otomikosis adalah pengangkatan jamur dari
liang telinga, menjaga agar liang telinga tetap kering serta bersuasana asam, pemberian
obat anti jamur, serta menghilangkan faktor risiko. Tindakan pembersihan liang telinga
bisa dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain dengan lidi kapas/kapas yang
dililitkan pada aplikator, pengait serumen, atau suction. Beberapa penulis mempercayai
bahwa yang terpenting dari terapi otomikosis adalah mengetahui jenis agen penyebab
infeksi tersebut sehingga terapi yang tepat dapat diberikan. Clotrimazole memiliki efek
anti bakteri sehingga memberikan keuntungan terdapat infeksi campuran jamur-bakteri.
Anti jamur krim dari Ketoconazole dan Fluconazole juga bisa dapat digunakan. Infeksi
Candida biasanya mengunakan Tolnaftate. Nystatin juga dipercaya efektif melawan
Candida.5

Terapi otomikosis dengan anti jamur membutuhkan waktu ± 3 minggu untuk


mencegah rekurensi. Terapi berkelanjutan diberikan walaupun pasien sudah bebas dari
gejala.

Edukasi antara lain tidak mengorek-ngorek telinga baik dengan korek telinga
ataupun jari, menjaga kelembaban dan pH normal seperti tidak menggunakan obat steroid
4,11,13,14
dan antibiotik berlebihan pada kanalis auditorius eksternus

28
BAB IV

ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan pada Ny. A, 28 tahun, diketahui


bahwa Tn.A datang ke poliklinik THT RSUD Raden Mattaher Jambi dengan
keluhan utama gatal pada telinga kanan sejak 5 hari yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan telinga terasa penuh dan jika tidur miring ke sebelah kanan, makan
telinga kanan terasa nyeri. Sebelumnya, terdapat cairan yang keluar berwarna
jernih, tidak berbau, dengan konsistensi cair, keluar hilang timbul, yang biasanya
keluar saat telinga kanan pasien sedang gatal, namun sekarang tidak muncul lagi.
Pasien menyatakan bahwa sebelum terjadinya keluar cairan tersebut, pasien sering
mengorek telinga menggunakan cutton bud.. Pasien sekarang dalam keadaan
hamil 4 bulan. Nyeri dalam telinga (-), telinga sering kemasukan air (-), pusing (-
). mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), pilek (-), sakit tenggorokan (-).
Pada pemeriksaan fisik telinga ditemukan adanya debris jamur pada dinding
liang telinga sebelah kanan. Pada rinoskopi anterior, posterior, mulut, faring,
laring, kepala/leher, dan pemeriksaan nervus cranialis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan audiologi didapatkan fungsi pendengaran telinga kanan dan telinga
kiri normal.
Terapi yang diberikan yaitu Ear Toilet dan pemasangan tampon dengan
dioleskan krim Clotrimazole 1% dan dimonitoring dengan meminta pasien untuk
kontrol ulang setelah obat yang diberikan habis. Lihat apakah ada perbaikan dari
keluhan yang dialami pasien, yaitu gatal dan nyeri dari telinga.

24
BAB V
KESIMPULAN

1. Otomikosis adalah infeksi jamur di liang telinga. Infeksi jamur di liang


telinga dipermudah oleh kelembapan yang tinggi di daerah tersebut.
2. Beberapa jamur dapat menyebabkan reaksi radang liang telinga. Dua jenis
jamur yang paling sering ditemukan pada tempat ini adalah Pityrosporum
dan Aspergillus (A. Niger, A. Flavus).
3. Faktor timbulnya penyakit ini disebabkan oleh perubahan kelembaban
lingkungan, suhu yang tinggi, maserasi kulit liang telinga yang terpapar
lama oleh kelembaban, trauma lokal serta masuknya bakteri sebagai
keadaan yang sering berkaitan dengan penyakit ini.
4. Otomikosis bisa terjadi dengan atau tanpa gejala. Gejala yang paling
sering terjadi adalah rasa gatal atau pruritus. Penderita mengeluh rasa
penuh dan sangat gatal di dalam telinga. Liang telinga merah sembab dan
banyak krusta.
5. Pengobatannya ialah dengan membersihkan liang telinga. Larutan asam
asetat 2% dalam alkohol, larutan Iodium povidon 5% atau tetes telinga
yang mengandung campuran antibiotik dan steroid yang diteteskan ke
liang telinga biasanya dapat menyembuhkan. Kadang-kadang diperlukan
juga obat anti-jamur (sebagai salep) yang diberikan secara topikal yang
mengandung nistatin, klotrimazol.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi E A, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti R. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi Keenam. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010.
2. Barati, B. Dkk. Otomycosis in Central Iran: A Clinical and Mycological
Study. Iran Red Crescent Med J 2011; 13(12):873-876. Vol.13.
www.ircmj.com, diakses pada tanggal 13 Juni 2017
3. Van den Broek, Feenstra. Buku saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung,
dan Telinga. Edisi ke-12. Jakarta : EGC, 2010
4. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Edisi 6. Jakarta ; EGC 2006
5. Boies R. Lawrence, Adam L. George. Penyakit Telinga Tengah dan
Mastoid. Alih bahasa : Wijaya Caroline. BOIES Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi ke-6. Jakarta : EGC, 1997
6. Gutiérrez, P.H, dkk. Presumed Diagnosis: Otomycosis. A Study of 451
Patients. Acta Otorrinolaringol Esp 2005; 56: 181-186. Diakses pada 13
Juni 2017
7. Dhingra, PL. Dhingra, Shruti. Disease of Ear, Nose, and Throat. 5th
Edition. India: Elsevier. 2012
8. Ho, Tang. Otomycosis :Clinical Features and Treatment Implications.
Otolaryngology–Head and Neck Surgery. American Academy of
Otolaryngology–Head and Neck Surgery Foundation. 2006.135, 787-791.
Diakses pada tanggal 13 Juni 2017
9. Chander, Jagdish. Aspergillus otomycosis. 2009.
http://www.aspergillus.org.uk/secure/treatment/otomyc.php. diakses pada
tanggal 13 Juni 2017

24
10. Abdullah , Farhaan. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan Burruwi
Saring dengan Salep Ichthyol (Ichthammol) pada Otitis Eksterna Akut.
www.USUdigitallibrary.com . 2003. diakses pada 13 Juni 2017
11. Knott, Laurence. Fungal Ear Infection
(Otomycosis).http://www.patient.co.uk/doctor/Fungal-Ear-Infection-
(Otomycosis).htm diakses pada tanggal 13 Juni 2017
12. Ballenger, James. Jr, Snow. Manual of Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery. London: BC Decker. 2002
13. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2009
14. Munguia, Raymundo. Daniel, Sam J. Ototopical Antifungal and
Otomycosis: A Rivew. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology. 2008. 72, 453—459. www.elsevier.com/locate/ijporl
diunduh pada 13 Juni 2017

24

Anda mungkin juga menyukai